Citra Landsat TINJAUAN PUSTAKA

data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan cirikarakteristik objek secara keruangan. Karakteristik objek dapat dikenali berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, ronawarna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti. Interpretasi secara digital adalah evaluasi kuantitatif tentang informasi spektral yang disajikan pada citra. Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi citra pixel berdasarkan nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Dalam pengklasifikasian citra secara digital, mempunyai tujuan khusus untuk mengkategorikan secara otomatis setiap pixel yang mempunyai informasi spektral yang sama dengan mengikutkan pengenalan pola spektral, pengenalan pola spasial dan pengenalan pola temporal yang akhirnya membentuk kelas atau tema keruangan spasial tertentu.

2.3 Citra Landsat

Satelit Landsat Land satellite merupakan suatu hasil program satelit sumberdaya bumi yang dikembangkan oleh NASA the National Aeronautical and Space Administration Amerika Serikat pertama kali diluncurkan pada 1972 dengan nama ERTS-1 Earth Resources Technology Satellite. Dengan kesuksesan peluncuran pertama, dilanjutkan dengan peluncuran selanjutnya seri kedua yang dengan nama Landsat-1. Seri Landsat saat ini telah sampai pada Landsat-7. Mulai dari Landsat-1 hingga Landsat-7 telah terjadi perubahan desain sensor sehingga ketujuh satelit tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 generasi, yaitu generasi pertama Landsat 1-3, generasi kedua Landsat 4 dan 5, serta generasi ketiga Landsat 6 dan 7. Landsat 1 dan 2 memuat dua macam sensor, yaitu RBV Return Beam Vidicion yang terdiri atas 3 saluran dan MSS multispectral scanner yang terdiri atas 4 saluran dengan resolusi spasial 79 meter. Landsat 4 dan 5 memuat dua macam sensor pula, dengan mempertahankan MSS-nya, tetapi menggantikan RBV dengan TM Thematic Mapper karena alasan kapabilitas. Dengan demikian, urutan penomeran MSS menjadi MSS1, MSS2, MSS3, dan MSS4. Sensor TM yang mempunyai 7 saluran dinomeri urut dari 1 sampai dengan 7. Pada 1993 Landsat generasi 3 Landsat 6 diluncurkan, tetapi misi ini gagal karena sesaat peluncuran satelit Landsat 6 hilang. Pada 1999 Landsat 7 diluncurkan dengan membawa sensor multispektral beresolusi 15 meter untuk citra pankromatik dan 30 meter untuk citra multispektral serta 60 meter untuk citra inframerah termal. Dengan demikian, berbeda dari sensor TM pendahulunya yang hanya membawa tujuh saluran spektral, sensor Landsat 7 yang disebut ETM+ Enhanced Thematic Mapper Plus, atau TM yang telah diperbaiki kinerjanya ini memuat 8 saluran, di mana saluran 6 telah dinaikkan resolusi spasialnya dai 120 meter menjadi 60 meter, dan saluran 8 merupakan saluran pankromatik dengan julat panjang gelombang antara 0,58 – 0,90 µm. Sejak 31 Mei 2003, sistem sensor pada Landsat 7 ETM+ mengalami kerusakan berupa kegagalan pengoreksi garis pemindai scan line corrector, SLC. Akibat kegagalan ini, data hasil pemindai pun banyak yang hilang. Melalui operasi sistem sensor yang menggunakan moda SLC-off ini, diperoleh citra digital yang menampakkan baris-baris pemindai yang melompat-lompat Danoedoro, 2012:68. Karakteristik citra Landsat 7ETM+ dijelaskan dalam tabel 2.1. Tabel 2.1 Karakteristik Citra Landsat 7 ETM+ Band Saluran Spektral µm Gelombang Resolusi spasial meter Kegunaan 1 0.45 – 0.52 Biru 30 X 30 Tembus terhadap tubuh air, dapat untuk pemetaan air, pantai, pemetaan tumbuhan, pemetaan kehutanan, dan mengidentifikasi budidaya manusia. 2 0.52 – 0.60 Hijau 30 X 30 Untuk pengukuran nilai pantul hijau pucuk tumbuhan dan penafsiran aktifitasnya, juga untuk pengamatan budidaya manusia 3 0.63 – 0.69 Merah 30 X 30 Dibuat untuk melihat daerah yang menyerap klorofil, yang dapat digunakan untuk membantu dalam pemisahan spesies tanaman. 4 0.76 – 0.90 Infra merah dekat 30 X 30 Untuk membedakan jenis tumbuhan, aktifitas dan kandungan biomas untuk membatasi tubuh air dan pemisahan kelembaban tanah. 5 1.55 – 1.75 Infra merah dekat 30 X 30 Menunjukan kandungan kelembaban tumbuhan dan kelembaban tanah, juga untuk membedakan salju dan awan 6 10.4 – 12.5 Infra merah termal 60 X 60 Untuk menganalisis tingkat tumbuhan, pemisahan kelembaban tanah dan pemetaan panas 7 2.08 – 2.35 Infra merah sedang 30 X 30 Berguna untuk pengenalan terhadap mineral dan jenis batuan, juga sensitive terhadap kelembaban tumbuhan 8 0.50 – 0.90 Pankroma- tik 15 X 15 Untuk peningkatan resolusi spasial. Sumber: Humaidi 2005 www.Satelit-inderajablogspot.com .

2.4 Sistem Informasi Geografis

Dokumen yang terkait

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENDUGAAN POTENSI PERESAPAN AIR DAS WEDI KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

0 2 14

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Analisis Potensi Kekeringan Geomorfologi Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Purworejo.

0 3 13

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Analisis Potensi Kekeringan Geomorfologi Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Purworejo.

2 8 14

ESTIMASI POTENSI LIMPASAN PERMUKAANPENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Estimasi Potensi Limpasan Permukaan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Daerah Aliran Sungai Serang.

0 6 16

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

0 5 20

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

2 7 16

PENDAHULUAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

2 9 27

TINGKAT KERENTANAN BANJIR DENGAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Tingkat Kerentanan Banjir Dengan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Daerah Aliran Sungai Juwana Di Kabupaten Pati Jawa Tengah.

0 1 13

ESTIMASI DISTRIBUSI SPASIAL KEKERINGAN LAHAN DI KABUPATEN TUBAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

0 0 6

PENENTUAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KABUPATEN KLATEN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

0 2 7