Indeks Kebasahan dan Indeks Kecerahan

Hasil transformasi NDVI pada citra menghasilkan nilai yang sngat beragam, maka dilakukan penyederhanaan nilai-nilai tersebut menjadi beberpa kelas. Berikut klasifikasi nilai NDVI dengan pengharkatan yang disesuaikan terhadap potensi kekeringan di Kabupaten Klaten. Tabel 2.2 Klasifikasi dan pengharkatan NDVI No Nilai NDVI Keterangan Harkat 1 -1 sd - 0.005 Lahan tidak bervegatasi 5 2 - 0.005 sd 0.19 Kehijauan sangat rendah 4 3 0.19 sd 0.50 Kehijauan rendah 3 4 0.50 sd 0.63 Kehijauan sedang 2 5 0.63 sd 1.00 Kehijauan tinggi 1 Sumber: Perhitungan data, tahun 2012.

2.5.2 Indeks Kebasahan dan Indeks Kecerahan

Kelembaban tanah permukaan adalah air yang mengisi pori-pori horizon tanah atau lapisan tanah bagian atas. Setiap permukaan tanah mampunyai kelembaban tanah yang berbeda-beda dan mempunyai karakteristik nilai pantulan pada sensor yang berbeda-beda pula. Dengan hubungan bahwa suatu tanah yang mempunyai kelembaban yang tinggi mengasumsikan bahwa tanah tersebut sering tergenang air, sehingga dari sini didapat hubungan bahwa semakin tinggi kelembaban tanah maka semakin sering tanah tersebut tergenang dan mempunyai kerawanan yang rendah terhadap kekeringan. Demikian pula sebaliknya jika kelembaban tanah semakin rendah maka semakin jarang pula daerah tersebut tergenang air dan kerawanan kekeringan juga semakin tinggi. Kelembaban tanah diperoleh dengan pendekatan indeks kebasahan wetness index dan indeks kecerahan brightness index, dengan asumsi bahwa nilai kebasahan adalah yang paling mendekati kelembaban tanah. Nilai kebasahan ini selanjutnya digunakan sebagai nilai kelembaban tanah. Mengetahui kebasahan tanah pada suatu tempat dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+ dapat rnenggunakan formula yang merupakan pengalian, penambahan dan pengurangan pada saluran 1, saluran 2, saluran 3, saluran 4, saluran 5 dan saluran 7. Algoritma Indeks Kecerahan dan Indeks Kebasahan Landsat 7 ETM+ disajikan dalam tabel 2.3. Tabel 2.3 Algoritma Tranformasi Tasseled Cap Landsat 7ETM+ Saluran Tranformasi Wetness Brightness Band 1 0.2626 0.3561 Band 2 0.2141 0.3972 Band 3 0.09266 0.3904 Band 4 0.0656 0.6966 Band 5 -0.7629 0.2286 Band 7 -0.5388 0.1596 Sumber: Liu dan Mason dalam Danoedoro, 2012:271 Nilai wetness yang negatif menunjukkan bahwa tingkat kebasahan tanah yang kecil, sedangkan nilai wetness yang semakin positif menunjukkan tingkat kebasahan yang semakin besar. Nilai spektral dari trnformasi Indeks Kebasahan Wetness Index dalam hubunganya kekeringan di Kabupaten Klaten dapat diklasifikasikan pada tabel 2.4 sebagai berikut: Tabel 2.4 Klasifikasi dan Pengharkatan Indeks Kebasahan No Nilai Wetness Index Keterangan Harkat 1 nilai terendah sd -73.518 sangat kering 5 2 -73.518 sd -37.753 kering 4 3 -37.753 sd -21.157 sedanglembab 3 4 -21.157 sd 21.152 sangat lembab 2 5 21.152 sd nilai tertinggi sangat tinggi tergenang 1 Sumber: Perhitungan data, 2012. Indeks Kecerahan memberikan informasi bahwa permukaan cerah dipantulkan dari permukaan yang kering. Artinya, semakin gelap tanah maka ketersediaan bahan organik lebih tinggi, kelembaban tinggi dan ketersediaan air cukup. Nilai spektral dari trnformasi Indeks Kecerahan Brightess index dalam hubunganya kekeringan di Kabupaten Klaten dapat diklasifikasikan pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Klasifikasi dan Pengharkatan Indeks Kecerahan No Nilai Brightness Index Keterangan Harkat 1 206.641 Sangat cerah 5 2 177.663 – 206.641 Cerah 4 3 147.368 – 177.663 Agak cerah 3 4 113.122 – 147.368 Gelap 2 5 Nilai terendah sd 113.122 Sangat gelap 1 Sumber: Perhitungan data, 2012.

2.5.3 Curah Hujan

Dokumen yang terkait

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENDUGAAN POTENSI PERESAPAN AIR DAS WEDI KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

0 2 14

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Analisis Potensi Kekeringan Geomorfologi Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Purworejo.

0 3 13

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Analisis Potensi Kekeringan Geomorfologi Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Purworejo.

2 8 14

ESTIMASI POTENSI LIMPASAN PERMUKAANPENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Estimasi Potensi Limpasan Permukaan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Daerah Aliran Sungai Serang.

0 6 16

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

0 5 20

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

2 7 16

PENDAHULUAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

2 9 27

TINGKAT KERENTANAN BANJIR DENGAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Tingkat Kerentanan Banjir Dengan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Daerah Aliran Sungai Juwana Di Kabupaten Pati Jawa Tengah.

0 1 13

ESTIMASI DISTRIBUSI SPASIAL KEKERINGAN LAHAN DI KABUPATEN TUBAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

0 0 6

PENENTUAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KABUPATEN KLATEN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

0 2 7