Alat Ekstraksi Enzim Endonuklease Restriksi

100 mM dengan konsentrasi MgCl 2 yang dibuat bervariasi, yaitu 70 mM, 100 mM, 120 mM, dan 170 mM, serta β-merkaptoetanol 70 mM. Juga dilakukan penambahan Bovine Serum Albumin BSA dengan konsentrasi 1 mgml. Untuk melihat pengaruh kekuatan ion digunakan buffer 10 × yang mengandung Tris-HCl 100 mM, MgCl 2 70 mM, β-merkaptoetanol 70 mM, dan garam NaCl atau KCl dengan konsentrasi 50 mM atau 100 mM. Bahan-bahan dalam elektroforesis gel agarosa terdiri dari gel loading buffer , gel agarosa, buffer TAE 10 ×, dan ethidium bromida. Komposisi gel loading buffer dan buffer TAE dapat dilihat pada Lampiran 3.

B. Alat

Alat-alat yang digunakan adalah eppendorf, tips, pipet mikro, sentrifus mikro berpendingin, sonikator Soniprep-150, shaker, neraca analitik, pH meter, otoklaf, refrigerator, freezer -20 o C, vorteks, perangkat elektroforesis, UV-transiluminator, pengering vakum, dan alat-alat gelas.

C. Metode Penelitian

1. Isolasi Bakteri dari Tongkol Jagung

Tongkol jagung busuk yang dihancurkan dimasukkan ke dalam air akuades steril. Kemudian 1,0 ml suspensi mikroba diinokulasikan ke media cair Dung et al. 1993, kemudian diinkubasi dengan shaker. Setelah 24, 36, dan 72 jam dilakukan inokulasi ke media padat dan diinkubasi pada suhu kamar dan suhu 70 o C. Setelah tiga hari dipilih koloni yang terpisah dan digoreskan ke media padat yang baru. Seleksi koloni dilakukan secara bertahap dimana galur-galur yang mampu menghasilkan xylanase menghasilkan zona bening di sekeliling koloni dengan luas lebih dari 3 mm. Kemudian dipisahkan antara koloni yang membentuk zona bening dan yang tidak membentuk zona bening untuk ditumbuhkan pada media LB cair.

2. Kultivasi Sel

Media LB yang telah diinkubasi selama 48 jam dipindahkan ke dalam eppendorf dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4 o C selama 10 menit. Pelet sel pada bagian bawah tabung dikumpulkan, sedangkan cairan supernatan dibuang.

3. Pemecahan Membran Sel Setiawan, 1998

Pelet sel yang terkumpul disuspensikan dengan buffer sonikasi yang terdiri dari Tris-HCl 10 mM pH 7,5, Na 2 EDTA 1 mM, dan β-merkaptoetanol 7 mM. Suspensi bakteri tersebut disonikasi secara diskontinu, yaitu sonikasi selama 30 detik sebanyak empat kali yang diselingi istirahat selama 2 menit di antara setiap ulangan dengan amplitudo 15-16 m. Selama sonikasi, tabung yang berisi suspensi bakteri direndam dalam wadah berisi es untuk menjaga agar suhu suspensi tetap di bawah 10 o C. Suspensi bakteri yang telah disonikasi dipindahkan ke dalam beberapa tabung mikro steril dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4 o C selama 30 menit untuk mengendapkan sel-sel debris. Supernatan yang terbentuk mengandung enzim restriksi dan selanjutnya digunakan dalam proses ekstraksi.

4. Ekstraksi Enzim Restriksi Setiawan, 1998

Ke dalam tabung mikro steril diisikan 255 l akuabides steril, 45 l NaCl 2 M, dan 300 l polimer konsentrat. Tabung mikro yang berisi campuran tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang berisi es agar suhunya menjadi sekitar 4 o C. Sebanyak 600 l supernatan hasil sentrifugasi ditambahkan ke dalam campuran dan divorteks secara diskontinu, yaitu divorteks selama 1-2 detik sebanyak 10 kali. Di antara setiap ulangan, tabung dimasukkan ke dalam es, sehingga suhunya dapat dipertahankan sekitar 4 o C. Selanjutnya campuran disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4 o C selama 15 menit untuk mengendapkan asam nukleat. Enzim restriksi yang diinginkan berada pada bagian supernatan. Ekstraksi diulangi lagi dengan cara menambahkan 300 l polimer konsentrat ke dalam tabung mikro steril dan dimasukkan ke dalam es. Sebanyak 900 l cairan supernatan hasil sentrifugasi pada ekstraksi tahap pertama ditambahkan ke dalam tabung mikro tersebut. Campuran divorteks secara diskontinu dan disentrifugasi pada kondisi yang sama dengan ekstraksi tahap pertama. Tahap ekstraksi dengan polimer konsentrat dapat diulangi dengan cara yang sama. Enzim restriksi pada bagian supernatan selanjutnya dapat diuji aktivitasnya.

5. Isolasi plasmid Sambrook et al., 1989

Kultur E. coli DH5 α pBR322 dan E. coli DH5α pRK415 ditumbuhkan selama semalam dalam 50 ml LB yang telah ditambahkan antibiotik yang sesuai. Kultur dipelet dalam eppendorf dengan sentrifus mikro berkecepatan 12.000 rpm suhu 4 o C. Perlakuan tersebut diulangi hingga kultur habis. Pelet sel diresuspensi dengan 120 l Larutan 1 Tris-HCl 25 mM, glukosa 50 mM, Na 2 EDTA 10 mM dingin, kemudian divorteks. Kemudian ke dalam campuran ditambahkan 200 l Larutan 2 0.2 N NaOH, 1 SDS yang dibuat segar. Eppendorf dibalik-balik 5 kali secara cepat, tidak divorteks, lalu diinkubasi selama 10 menit di atas es. Lisis sel ditandai dengan terbentuknya cairan yang kental dan jernih. Lalu ke dalam campuran ditambahkan 150 l Larutan 3 KAcHAc dingin, dan diinkubasi selama 10 menit di atas es. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 o C, dan bagian supernatannya dipisahkan ke dalam eppendorf lain. Supernatan tersebut ditambahkan 400 l PCI fenol : kloroform : isoamilalkohol – 25:24:1, divorteks selama 10 detik dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 o C. Campuran membentuk dua lapisan dan lapisan atas dipindahkan ke eppendorf steril lain dan dipresipitasi selama 2 menit dengan menambahkan 600 l etanol absolut suhu ruang. Kemudian campuran disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit pada suhu 4 o C. Pelet sel kemudian dikeringkan dengan pengering vakum. Setelah kering, pelet dilarutkan dalam buffer TE Tris-HCl 10 mM pH 8.0, EDTA 1 mM pH 8.0 bila ingin disimpan dalam freezer atau dalam akuades bila ingin langsung dipakai.

6. Digesti dengan Ekstrak Enzim Endonuklease Restriksi

Digesti DNA plasmid dilakukan dengan mereaksikan 15 l ekstrak enzim dengan 5 l substrat DNA dan 2 l buffer reaksi 10 ×. Reaksi dilakukan selama semalam pada suhu 37 o C. Sebagai pembanding digunakan plasmid utuh yang tidak direaksikan dengan ekstrak enzim. Digesti DNA fage lambda dilakukan dengan cara yang sama, namun dalam jumlah yang berbeda, yaitu 4 l DNA fage lambda, 16 l ekstrak enzim dan 2 l buffer reaksi 10 ×.

7. Elektroforesis Gel Agarosa Suwanto, 1993

Aktivitas pemotongan oleh enzim restriksi dihentikan dengan cara memindahkan campuran enzim restriksi-substrat-buffer ke dalam freezer. Hasil reaksi diuji dengan elektroforesis gel agarosa 1 atau 0,8. Sebanyak 0,25 g agarosa dicampur dengan 25 ml buffer TAE 1 × untuk membuat gel kecil 1 atau 0,4 g agarosa dengan 40 ml buffer TAE 1 × untuk membuat gel besar. Campuran agarosa dan buffer TAE dipanaskan hingga mendidih dan didinginkan sampai suhu 55-60 o C, kemudian dituang ke dalam cetakan yang telah diberi sisir. Setelah gel membeku, sisirnya diambil dan gel diletakkan dalam wadah elektroforesis. Wadah elektroforesis diisi dengan buffer TAE 1 × sampai gel berada sekitar 1 mm di bawah permukaan cairan buffer. Sampel yang akan dianalisis ditambah dengan 1,5 l blue juice. Sebanyak 20 l sampel dimasukkan ke dalam sumur gel. Untuk menentukan ukuran fragmen, sebanyak 3 l marker DNA 1 kb juga dimasukkan ke dalam salah satu sumur gel. Pelindung ditutup dan alat elektroforesis dijalankan pada arus 110 mA, tegangan 50 V selama 75-90 menit untuk gel kecil. Setelah proses elektroforesis selesai, gel direndam dalam larutan ethidium bromida selama 15-20 menit untuk proses staining. Proses destaining dilakukan dengan cara merendam gel dalam akuades selama 10-15 menit. Pita-pita DNA yang terbentuk diamati dengan UV-transilluminator. Untuk keperluan dokumentasi, gel difoto dengan kamera digital. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Screening Bakteri dari Isolat Tongkol Jagung Media yang digunakan dalam screening adalah komposisi media oleh Dung et al. 1993. Media oleh Dung et al. terdiri dari beberapa macam garam, ekstrak khamir, dan oat spelt xylan. Oat spelt xylan merupakan sumber karbon dalam bentuk xylan. Xylan memberikan kekeruhan pada media padat, sehingga bila xylan dimanfaatkan bakteri sebagai sumber karbonnya, aktivitas ini akan terdeteksi dengan adanya zona bening. Bakteri penghasil enzim xylanase didapatkan dengan mengambil koloni terpisah yang dikelilingi zona bening dengan luas lebih dari 3 mm. Sampel screening adalah tongkol jagung busuk. Xylan merupakan salah satu komponen yang terkandung dalam tongkol jagung, sehingga screening terhadap mikroorganisme pembusuknya berpotensi untuk mendapatkan bakteri memiliki aktivitas xylanolitik. Metode pengambilan sampel adalah metode pencelupan dipping method. Permukaan tongkol jagung busuk tidak rata, sehingga pengambilan sampel dengan metode swab sulit untuk mendapatkan sampel yang representatif. Tekstur tongkol jagung juga masih terlalu keras untuk dihancurkan, sehingga untuk mendapatkan sampel yang mewakili, metode pencelupan dianggap paling sesuai. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 o C dan 70 o C. Inkubasi pada suhu 37 o C bertujuan untuk mendapatkan bakteri mesofilik, sedangkan inkubasi pada suhu 70 o C bertujuan untuk mendapatkan bakteri termofilik. Namun dari inkubasi pada suhu 70 o C ini tidak terdapat bakteri yang tumbuh, sehingga keseluruhan isolat bakteri yang diperoleh merupakan bakteri mesofilik. Hal ini mungkin disebabkan pembusukan tongkol jagung yang dilakukan pada suhu ruang, sehingga tidak menunjang pertumbuhan bakteri termofilik. Screening terhadap bakteri termofilik dilakukan karena bakteri termofilik dapat menghasilkan enzim restriksi termostabil. Menurut Sharma et al . 2003, enzim restriksi termostabil memiliki beberapa keuntungan, yaitu stabilitas termal yang lebih baik, stabilitas saat pembekuan-thawing yang lebih baik, dan hasil purifikasi yang lebih banyak karena stabilitas termal yang lebih baik. Screening menghasilkan 16 koloni terpisah, yaitu 12 koloni penghasil enzim xylanase dan 4 koloni yang tidak dapat menghasilkan xylanase. Dari 16 koloni terpisah, dipilih 8 penghasil xylanase, yaitu MBXi P1, MBXi P2, MBXi P3, MBXi K1, MBXi K2, MBXi K7, MBXi K8, dan MBXi K9; dan 2 yang tidak menghasilkan xylanase, yaitu 7B dan A, untuk diujikan aktivitas enzim endonuklease restriksinya. Pada pembahasan selanjutnya ekstrak enzim restriksi dari isolat bakteri MBXi P1 akan disebut ekstrak enzim P1 dan begitu pula dengan ekstrak enzim dari isolat lainnya. Bakteri-bakteri hasil isolasi tongkol jagung busuk tersebut diharapkan dapat menghasilkan enzim endonuklease restriksi yang spesifik karena penelitian Yun et al. 1995 menunjukkan bakteri yang diisolasi dari limbah, yaitu limbah kompos, dapat menghasilkan enzim endonuklease restriksi spesifik SviI. Selain 10 isolat bakteri tongkol jagung, akan diujikan pula beberapa koleksi kultur dari Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Riset Biologi dan Bioteknologi, yaitu Bacillus pumilus Y1, B. licheniformis MB2, Pseudomonas syringae, Pseudomonas fluorescens, dan empat macam strain dari Xanthomonas axonopodis campestris pv. glycines Xag. Bacillus pumilus Y1 dipilih untuk mewakili sampel yang berasal dari limbah karena diisolasi dari limbah tahu cair, sedangkan B. licheniformis MB2 sebagai sampel yang diisolasi dari sumber air panas. P. syringae, P. fluorescens, dan beberapa strain dari Xanthomonas axonopodis campestris pv. glycines yang merupakan patogen tanaman juga diharapkan dapat menghasilkan enzim endonuklease restriksi spesifik. Dengan keberadaannya sebagai patogen diperkirakan bakteri tersebut memiliki pertahanan yang baik terhadap DNA asing yang dapat menginfeksi, sehingga mungkin terdapat endonuklease spesifik sebagai bentuk pertahanan terhadap DNA asing tersebut. Hal ini juga didukung dengan adanya penelitian yang menunjukkan dihasilkannya enzim endonuklease spesifik dari bakteri patogen tanaman, seperti SciNI dari Spiroplasma citri , bakteri patogen tanaman jeruk Stephens, 1982. Penumbuhan isolat dilakukan selama 48-72 jam pada media cair LB. Bakteri pada umumnya dipanen pada saat pertumbuhannya mencapai fase logaritmik. Endow dan Roberts 1977 melakukan kultivasi sel saat Xanthomonas malvacearum memasuki fase logaritmik akhir untuk mendapatkan XmaI dan XmaII. Namun menurut Pirrota dan Bickle 1990, jumlah enzim restriksi yang dihasilkan per sel bakteri tidak banyak berbeda selama siklus pertumbuhannya. Bakteri dapat ditumbuhkan sampai mencapai fase stationer sebelum dipanen. Hal ini dilakukan pada banyak penelitian, seperti pada purifikasi parsial enzim MboI dan MboII Gelinas et al., 1977 dan enzim HhaI Roberts et al., 1976. Hal ini menguntungkan karena pertumbuhan kultur bakteri tidak perlu dimonitor secara teliti.

B. Ekstraksi Enzim Endonuklease Restriksi

1. Pemecahan Membran Sel Ekstraksi enzim diawali dengan pemecahan sel bakteri karena enzim ini merupakan enzim intraseluler. Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk memecah dinding sel. Menurut Suhartono 1989 pemecahan membran sel dapat dilakukan secara fisik atau secara kimiawi. Pemecahan secara fisik dilakukan dengan metode sonikasi, French pressure , homogenasi, hammer-mill, freeze-thaw, dan kejutan osmotik. Untuk membantu pemecahan ini sering pula ditambahkan bubuk alumina, pasir, atau silika. Dalam pemecahan secara kimiawi sering digunakan detergen dan enzim lisozim terutama untuk bakteri Gram positif. Beberapa penelitian dalam isolasi enzim restriksi menggunakan berbagai metode yang bervariasi. Lynn et al. 1980 menggunakan French pressure untuk mengisolasi RsaI. Sel yang diresuspensi buffer dengan perbandingan 1:2 wv dihancurkan dengan sel French pressure dengan kekuatan 20.000 lbin 2 . Sharma et al. 2003 menggunakan pemecahan dengan manik-manik gelas berdiameter 2 mm yang divorteks diskontinu. Pemecahan dengan manik-manik gelas disebut sebagai metode yang baik untuk screening awal enzim restriksi dalam volume yang kecil. Hal ini menguntungkan karena murah, tidak membutuhkan alat tertentu, dan DNA yang dihasilkan oleh lisis sel dapat terpisah secara efektif karena menempel pada permukaan manik-manik gelas. Namun cara ini tidak efektif untuk volume besar. Cara yang serupa digunakan oleh Yun et al. 1995 dengan menggunakan alat bead beater. Metode pemecahan sel yang digunakan dalam penelitian adalah metode sonikasi dengan alat sonikator. Metode ini merupakan metode yang paling umum dan memuaskan dalam pemecahan sel dengan jumlah tidak lebih dari 20 gram berat basah. Alat sonikator akan memberikan getaran vibrasi pada frekuensi tinggi, sehingga timbul gesekan mekanis pada membran sel dan membran sel akan hancur Bollag dan Edelstein, 1991. Amplitudo yang digunakan adalah sebesar 15-16 m. Panas yang ditimbulkan dari energi mekanis dapat merusak enzim restriksi, maka selama sonikasi suspensi sel direndam dalam es untuk mempertahankan suhu rendah. Untuk mencegah kenaikan suhu, sonikasi juga diselingi istirahat selama dua menit di antara setiap ulangan sonikasi selama 30 detik sonikasi diskontinu. Sonikasi yang berlebihan dapat menyebabkan terbentuknya debris seluler yang terlalu halus, yang dapat menyulitkan proses pemisahan enzim dari debris dengan cara sentrifugasi. Oleh karena itu sonikasi dilakukan dalam waktu seminimal mungkin dengan hasil pemecahan sel yang maksimal. Berdasarkan penelitian Juliana 1996 dan Setiawan 1998, pengulangan sonikasi dilakukan sebanyak 4 kali untuk semua bakteri, kecuali untuk bakteri P. fluorescens, Xag R8, Xag YR58, Xag YR63, dan Xag YR69. Berdasarkan pengamatan dengan mikroskop, kelima bakteri ini belum lisis sepenuhnya setelah ulangan sonikasi yang keempat, sehingga pengulangan ditambah hingga total 6 kali ulangan. Bakteri- bakteri tersebut membentuk koloni seperti lendir pada media LB. Struktur demikian mungkin melindungi sel dari gesekan mekanis pada membran sel dan mengurangi efektivitas sonikasi dalam melisis sel, sehingga dibutuhkan pengulangan sonikasi hingga 6 kali. Banyaknya pengulangan sonikasi beragam untuk setiap bakteri. Lisis sel Bacillus globigii dengan sonikasi membutuhkan waktu selama 5 menit untuk pelet sel sebanyak 250 gram Imber dan Bickle, 1981. Sedangkan pelet sel Thermus sp. sebanyak 3 gram hanya membutuhkan sonikasi diskontinu 3 × 30 detik Welch dan Williams, 1995. Tabel 4 berikut ini membandingkan metode-metode yang digunakan untuk melisis sel dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi pada berbagai penelitian. Tabel 4. Metode lisis sel dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi Organisme penghasil Nama enzim Metode lisis sel Komposisi buffer sonikasi Thermus sp.; Thermus SM49 Welch dan Williams, 1995; Ibid, 1996 Tsp 4CI, Tsp 49I Sonikasi diskontinu 3 × 30 detik 20 mM Tris-HCl 0.1 mM EDTA 2 mM dithiothreitol pH 7,6 Bacillus globigii Imber dan Bickle, 1981 Bgl II Sonikasi kontinu 5 menit 20 mM Tris-HCl 0,1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol pH 8,0 Anoxybacillus flavithermus Sharma et al., 2003 Bfl I Vorteks diskontinu dengan manik- manik gelas 5-10 × 1 menit 100 gml lisozim 10 mM Tris-HCl 1 mM EDTA 10 mM MgCl 2 5 mM β-merkaptoetanol 5 mM phenylmethyl- sulphonyl fluoride PMSF pH 8,0 Streptomyces violochromogenes D2-5 Yun et al., 1995 Svi I Bead beater 10 mM potassium fosfat 10 mM β-merkaptoetanol 5 gliserol pH 6,5 Rhodopseudomonas sphaeroides Lynn et al., 1980 Rsa I French pressure 20.000 lbin 2 10 mM potassium fosfat 0.1 mM EDTA 10 mM β-merkaptoetanol 0.05 mM PMSF pH 7,4 Rhodobacter sphaeroides Juliana, 1996; Setiawan, 1998 Sonikasi diskontinu 4 × 30 detik 10 mM Tris-HCl 1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol pH 7,5 Penelitian ini Sonikasi diskontinu 4 dan 6 × 30 detik 10 mM Tris-HCl 1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol pH 7,5 Pemecahan membran sel setelah sonikasi menyebabkan komponen intraseluler sel tidak terlindungi lagi. Protein-protein intraseluler seperti enzim restriksi dapat teroksidasi dan terdegradasi akibat aktivitas protease ekstraseluler. Gugus sulfhidril pada residu sistein yang terdapat pada sisi aktif enzim mudah teroksidasi dan membentuk ikatan disulfida -S-S- dengan gugus sulfhidril lain. Proses ini dimungkinkan dengan adanya ion-ion logam berat atau ion divalen yang dapat mengaktifkan molekul oksigen dan membentuk kompleks dengan gugus sulfhidril. Oleh karena itu dalam buffer sonikasi ditambahkan EDTA dan β- merkaptoetanol yang dapat mencegah kerusakan enzim. EDTA merupakan pengkelat ion logam, sehingga ion logam tidak membentuk kompleks dengan gugus sulfhidril pada sisi aktif enzim dan menyebabkan oksidasi. Selain itu EDTA juga dapat mengikat ion divalen yang diperlukan untuk aktivitas protease ekstraseluler, sehingga mencegah degradasi proteolitik enzim restriksi oleh protease tersebut. β-merkaptoetanol berfungsi sebagai antioksidan yang dapat melindungi gugus sulfhidril pada sisi aktif enzim dari oksidasi. β- merkaptoetanol mempunyai gugus sulfhidril yang mudah teroksidasi. Konsentrasi β-merkaptoetanol dalam buffer berkisar antara 5-20 mM. Konsentrasi yang lebih rendah akan menyebabkan senyawa ini teroksidasi dalam waktu singkat, sehingga tidak mampu memberikan perlindungan lebih lama, bahkan dapat berikatan dengan sisi aktif enzim yang dapat mempercepat inaktivasi enzim yang akan diekstrak. Senyawa antioksidan lain seperti dithiothreitol dan dithioeritritol juga dapat digunakan untuk melindungi gugus sulfhidril. 2. Pemisahan dari Materi Genetik Bakteri Ekstrak enzim yang diperoleh setelah sonikasi dipisahkan dari debris sel dengan cara sentrifugasi. Enzim restriksi terdapat pada bagian supernatan, namun supernatan tersebut masih mengandung berbagai senyawa intraseluler, seperti materi genetik bakteri. Enzim restriksi yang akan digunakan harus bebas dari DNA bakteri karena DNA bakteri dapat berikatan dengan enzim restriksi dan menjadi inhibitor yang mengganggu kerja enzim terhadap substrat. DNA bakteri yang tidak dipisahkan akan muncul sebagai fragmen-fragmen pada proses elektroforesis, sehingga menyebabkan kesalahan analisis hasil pemotongan enzim restriksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memisahkan protein adalah dengan metode pemisahan dua fase aqueous two-phase system . Dalam sistem ini makromolekul seperti protein dan asam nukleat akan memisah berdasarkan struktur dan komposisi ionik dalam sistem fase Franks, 1993. Cara ini banyak diterapkan untuk pemisahan biomolekul seperti protein, lemak, asam nukleat, toksin, virus, dan sel utuh. Sistem dua fase diperoleh dengan mencampur dua polimer di dalam air. Polimer yang banyak digunakan dan dipelajari dalam sistem dua fase adalah polietilen glikol PEG dengan dekstran, atau PEG dengan garam, seperti potasium fosfat. Menurut Pingoud et al. 1993, polietilen imin PEI juga umum digunakan sebagai pengganti PEG. Penambahan polimer konsentrat yang dilanjutkan dengan sentrifugasi akan membentuk dua fase, yaitu fase atas PEG atau PEI yang merupakan fase yang lebih ringan dan melarutkan enzim restriksi dan protein-protein lainnya, dan fase bawah dekstran atau garam yang melarutkan asam nukleat. Fase atas merupakan ekstrak enzim restriksi. Pada berbagai penelitian tentang enzim endonuklease restriksi, polimer yang umum dipakai dalam presipitasi asam nukleat adalah PEI. Imber dan Bickle 1981 menggunakan PEI 10 yang ditambahkan pada supernatan hingga memiliki konsentrasi PEI akhir sebesar 1. Garam yang digunakan adalah NaCl dengan konsentrasi akhir 0,2 M. Vitkute et al. 1998 juga menggunakan PEI pH 7,5 dengan konsentrasi akhir 0,2 dan garam KCl 0,1 M dalam presipitasi asam nukleat enzim AbeI. Untuk enzim KpnI, Chandrashekaran et al. 1999 menggunakan PEI dengan konsentrasi akhir 1 dan KCl 250 mM. Setelah sentrifugasi, bagian supernatan diambil dan purifikasi ketiga enzim tersebut dilanjutkan dengan presipitasi amonium sulfat. Sementara itu, beberapa peneliti lainnya menggunakan streptomisin sulfat dalam presipitasi asam nukleat. Gelinas et al. 1977, dalam penelitiannya tentang enzim restriksi MboI dan MboII, menambahkan streptomisin sulfat dengan stirring selama 30 menit. Sedangkan Yun et al. 1995 menggunakan streptomisin sulfat konsentrasi akhir 2 dengan stirring selama 1 jam. Setelah sentrifugasi, enzim juga dipresipitasi dengan amonium sulfat. Presipitasi asam nukleat terkadang tidak dilanjutkan dengan presipitasi amonium sulfat, seperti yang ditunjukkan Gelinas et al. 1977 dalam penelitiannya tentang enzim endonuklease restriksi BalI. Juliana 1996 memperlihatkan penggunaan polimer konsentrat PEG 6000 28,4 dan dekstran 7,1 dalam presipitasi asam nukleat memberikan hasil yang baik. Pengulangan ekstraksi dengan polimer konsentrat sebanyak 2 kali menghasilkan enzim restriksi dengan aktivitas yang baik dalam pemotongan substrat DNA fage lambda. Ekstraksi sebanyak satu kali menghasilkan enzim restriksi yang tidak dapat memotong DNA fage lambda. Hal ini disebabkan masih banyaknya senyawa pengotor dalam ekstrak enzim. Enzim restriksi hasil ekstraksi sebanyak tiga kali juga tidak mempunyai aktivitas yang baik karena mungkin ikut mengendap bersama polimer konsentrat atau mengalami kerusakan akibat ekstraksi berlebihan. Penambahan garam merupakan salah satu cara memberikan kekuatan ionik dalam sistem fase, yang dapat mencegah perikatan antara enzim restriksi dengan DNA bakteri Johansson, 1998. Namun konsentrasinya perlu diperhatikan pula karena konsentrasi yang terlalu rendah dapat menurunkan aktivitas enzim restriksi dan konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan enzim tidak mampu mengikat substrat DNA dan memotongnya. Dari hasil penelitian Juliana 1996 penambahan NaCl sebanyak 75 mM dalam ekstraksi ini dapat memberikan hasil yang terbaik. Tabel 5 berikut ini membandingkan penggunaan metode presipitasi asam nukleat dan purifikasi enzim endonuklease restriksi yang dilakukan pada berbagai penelitian. Tabel 5. Metode ekstraksi enzim endonuklease pada berbagai penelitian Nama enzim Presipitasi asam nukleat Pemekatan enzim Purifikasi lanjut Bgl I Imber dan Bickle, 1981 PEI 10 + NaCl 0,2 M NH 4 2 SO 4 70 1. kromatografi kolom Heparin-Agarosa HA 2. kromatografi DEAE- Sephacel Abe I Vitkute et al ., 1998 PEI 0,2 pH 7,5 + KCl 0,1 M NH 4 2 SO 4 35-50 1. kromatografi DEAE- Sephacel 2. kromatografi kolom HA Bal I Gelinas et al., 1977 streptomisin sulfat – 1. kromatografi DEAE- selulosa 2. kromatografi kolom fosfoselulosa 2× 3. kromatografi kolom ω- aminoheptil sepharosa Svi I Yun et al., 1995 streptomisin sulfat 2 NH 4 2 SO 4 45-80 1. kromatografi kolom fosfoselulosa P11 2. kromatografi kolom DEAE-selulosa 3. kromatografi Sephacryl S-200 HR Ekstrak enzim R. sphaeroides MW5 Juliana, 1996 Polimer konsentrat PEG 6000 28,4 dan dekstran 7,1 2× – – Penelitian ini Polimer konsentrat PEG 8000 28,4 dan dekstran 7,1 2× – – Penelitian ini menggunakan presipitasi asam nukleat dengan polimer konsentrat PEG 8000 28,4 dan dekstran 7,1 dengan penambahan NaCl 75 mM dan pengulangan ekstraksi polimer konsentrat sebanyak 2 kali. PEG yang digunakan berbeda, yaitu PEG 8000. Menurut Chaplin 2006, penggunaan PEG dengan polimerisasi atau bobot molekul yang lebih besar menyebabkan banyaknya kelompok air yang terhidrasi semakin banyak, dimana kondisi ini sangat sensitif terhadap hidrofobisitas permukaan protein dan dapat meningkatkan efektivitas menghidrasi protein. Kondisi demikian dapat meningkatkan partisi protein. Namun bila PEG terlalu besar, protein dapat keluar dari fase PEG karena kondisi yang terlalu hidrofobik dan rendahnya available water dalam fase. Pada umumnya ekstraksi enzim endonuklease restriksi dilanjutkan dengan purifikasi atau purifikasi parsial dengan kromatografi. Menurut Pingoud et al. 1993, pada umumnya 2-3 tahap kromatografi cukup untuk menghilangkan nuklease non-spesifik. Tahap kromatografi juga dapat memisahkan beberapa enzim restriksi yang terdapat dalam satu ekstrak kasar. Kromatografi yang umum digunakan adalah kromatografi fosfoselulosa, hydroxyapatite, dan heparin-agarosa. Tabel 6 juga menunjukkan tahap purifikasi enzim restriksi yang digunakan dalam beberapa penelitian. Hasil penelitian Juliana 1996 menunjukkan bahwa ekstraksi enzim endonuklease restriksi dengan tahap presipitasi asam nukleat saja telah dapat menghasilkan ekstrak enzim restriksi yang memiliki aktivitas baik. Hasil ekstrak enzim restriksi tersebut dapat memotong substrat DNA fage lambda dengan pola yang hampir serupa dengan enzim komersial PstI dan hasil elektroforesis menghasilkan pita yang jelas. Dengan demikian, dalam penelitian screening awal enzim endonuklease restriksi ini, tahap ekstraksi hanya dilakukan hingga tahap presipitasi asam nukleat.

C. Pengujian Aktivitas Ekstrak Enzim Restriksi