1.2. Perumusan Masalah
Yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana dominasi kekuasaan terhadap pedagang Pasar Senapelan ? 2.
Bagaimana perlawanan masyarakat terhadap dominasi kekuasaan tersebut ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan : 1.
Untuk mengetahui bagaimana dominasi yang dilakukan oleh pemkot terhadap pedagang pasar Senapelan Kota Pekanbaru ?
2. Untuk mengetahu bagaimana perlawanan yang dilakukan oleh para
pedagang Senapelan terhadap dominasi kekuasaan pemkot Pekanbaru?
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini adalah untuk:
a. Bagi Pemko Pekanbaru Riau agar dapat menjadikan pelajaran untuk
mengambil dan melaksanakan kebijakan yang lebih arif dan bijaksana untuk kasus yang serupa di kemudian hari.
b. Bagi MasyarakatPedagang agar dapat memahami bentuk dominasi
kekuasaan oleh pemerintah dan juga mengetahui bentuk perlawanan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
c. Bagi Akademisi dapat menjadi khasanah atau sumber referensi baru
untuk memahami konflik yang terjadi di dalam masyarakat khususnya konflik antara pemerintah kota dan pedagang pasar tradisional.
d. Bagi penulis sebagai salah satu media untuk mengasah kemampuan
menulis dan mengaplikasikan teori-teori yang pernah didapat.
1.5. Kerangka Teori
Konflik merupakan peristiwa yang seringkali terjadi dalam kehidupan kemasyarakatan. Berkaitan dengan konflik, Neil J. Smelser menyatakan bahwa :
“Teori konflik modern membuat asumsi sebagai berikut: a yang utama pada masyarakat yang akan datang adalah perubahan, konflik dan
kekerasan’ b struktur masyarakat didasarkan pada dominasi oleh beberapa kelompok terhadap kelompok lain; c masing-masing kelompok dalam
masyarakat memiliki kecenderungan perhatian umum, apakan para anggotanya memahami atau tidak; d ketika orang-orang memahami
kecenderungan umumnya, mereka mungkin membentuk kelas sosial, dan e intensitas konflik kelas bergantung pada adanya kepastian politik dan
kondisi sosial.”
25
1. Setiap masyarakat kapan saja tunduk pada proses perubahan;
perubahan sosial ada di mana-mana, Sementara , Dahrendorf dalam Johnson 1986 menjelaskan bahwa;
2. Setiap masyarakat kapan saja memperlihatkan perpecahan dan konflik;
konflik sosial ada di mana-mana, 3.
Setiap elemen dalam masyarakat menyumbang disintegrasi dan perubahan,
4. Setiap masyarakat di dasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya
atas orang lain.
26
Dengan mendasarkan pada pemikiran Dahrendorf, Ian Craib mengurai pemikiran konflik dalam memandang fenomena sosial sebagai berikut:
25
Lihat Muchtar, Sunyoto Usman dan Lambang Trijon, Konflik Dalam Transportasi Kota di Kota Malang, Yogyakarta: Fisipol UGM, 2001, hal. 41
26
Lihat Johnson dan Doyle Paul, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta: Gramedia
Universitas Sumatera Utara
1. Kepentingan adalah unsur dari kehidupan sosial,
2. Kehidupan sosial perlu terbagi,
3. Kehidupan sosial melahirkan oposisi,
4. Kehidupan sosial melahirkan konflik struktural
5. Kehidupan sosial melahirkan kepentingan bagian-bagian
6. Diferensiasi sosial melibatkan kekuasaan
7. Sistem sosial tidak terintegrasi dan ditimpa oleh kontradiksi-
kontradiksi, dan 8.
Sistem-sistem sosial cenderung untuk berubah.
27
Dilihat dari asal usul terjadinya konflik, Soekanto menyatakan bahwa konflik mencakup suatu proses di mana bermula dan pertentangan hak atau
kekayaan, kekuasaan, kedudukan, dan seterusnya di mana salah satu pihak berusaha menghancurkan pihak yang lain.
28
Sementara K. Sanderson lebih menekankan pada bentuk-bentuk konflik: “konflik adalah pertentangan
kepentingan antara individu dan kalangan berbagai individu dan kelompok sosial, baik yang mungkin terlihat secara gamblang ataupun tidak, baik yang mungkin
pecah menjadi tertentangan terbuka atau kekerasan fisik ataupun tidak”.
29
Senada dengan penjelasan di atas, Dahrendorf berkesimpulan bahwa: Pertama. hubungan wewenang adalah suatu bentuk hubungan antara supra- dan
subordinasi, hubungan: atas-bawah, Kedua, di mana terdapat hubungan wewenang, di situ unsur atas larangan-larangan-mengendalikan perilaku unsur
bawah subordinat, Ketiga, perkiraan demikian secara relativ lebih dilekatkan kepada posisi sosial daripada kepribadian individual. Keempat, berdasarkan pada
kenyataan ini, hubungan wewenang selalu meliputi spesifikasi orang-orang yang harus tunduk kepada pengendalian dan spesifikasi dalam bidang mana saja
pengendalian itu diperbolehkan. Kelima, wewenang adalah sebuah hubungan
27
Lihat Ian Craib, Teori-teori Sosial Modern, Jakarta: CV. Rajawali, 1986, hal. 22
28
Lihat Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, Jakarta: CV. Rajawali, 1984, hal, 37
29
Lihat Stephen Sanderson, Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial, Jakarta: Raja Grafindo, 1995, hal. 63.
Universitas Sumatera Utara
yang sah; tidak tunduk kepada perintah orang yang berwenang dapat dikenai sangsi tertentu.
30
Baik Smelse maupun Dahrendorf menyatakan bahwa konflik sosial terjadi antara dua kelompok yang berbeda kepentingan yang dipengaruhi oleh kondisi
sosial dan politik yang ada. Satu kelompok berusaha untuk mengendalikan kelompok yang lainnya. Ketika satu kelompok berusaha mengendalikan
kelompok lain dengan berbagai cara, selalu melibatkan kekuasaan dan wewenang, maka yang terjadi adalah dominasi kekuasaan yang dilakukakn oleh satu
kelompok terhadap kelompok lainnya. Kelompok yang menguasai disebut sebagai superdinat dan kelompok yang dikuasai sebagai subordinat.
31
“Dalam setiap masyarakat, … terdapat dua kelas penduduk. Satu kelas yang menguasai dan satu kelas yang dikuasai. Kelas pertama yang jumlahnya
selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan, dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu,
sedangkan kelas kedua yang jumlahnya jauh lebih besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas pertama”
1.5.1. Teori Dominasi Kekuasaan
Mosca dalam karyanya The Rulling Class Yang dikutikp oleh Sastroandmodjo dalam Perilaku Politik menyatakan:
32
Pandangan ini menekankan, bahwa dalam masyarakat terdapat dua kelas yang menonjol, yaitu kelas yang memerintah dan yang diperintah, kelas pertama
yangmenguasai politik, yakni memonopoli kekuasaan sekaligus menguasai hasil- hasilnya. Kelas yang kedua sebaliknya, mereka yang jumlahnya lebih besar tetapi
.
30
Lihat Ralf Dahrendorf, Konflik Dalam Masyarakat Industri; Sebuah Analisa-Kritik, Jakarta: CV. Rajawali Pers, 1986, hal. 67
31
Ibid.
32
Lihat Satroadmodjo, Perilaku Politik, Jakarta: Rajawali Pers, 1995, hal 19
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kekuasaan atau fungsi politik, mereka diarahkan dan dikendalikan oleh kelas pertama dengan cara-cara tertentu
33
Mengenai konflik sosial, para ahli ilmu sosial memiliki pandangan penekanan yang berebeda. Setiap konflik yang terjadi di antara kelas atau
kelompok yang ada dimasyarakat memiliki sebab dan akibat yang beragam, ada yang dikarenakan oleh status, kekuasaan, kekayaan, usia , peran menurut gender,
dan keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu. Hal ini dapat berakibat pada terbentuknya suatu tatanana atau struktur sosial, terjadinya kekerasan, penindasan,
dan bahkan peperangan. .
34
Marx mendefinisikan kelas sebagai kelompok individu atau kelompok kesatuan yang pada dasarnya bukan ditentukan semata-mata oleh tempatnya
dalam proses produksi. Tetapi dari kedudukan ekonomi dapat juga ditentukan kelas sosialnya. Marx menyatakan bahwa penyebab penugasan kelas tertentu
terdapat kelas lainnya dikarenakan oleh hubungan produksi yang tidak seimbang surplus value dalam suatu hubungan produksi yang kapitalistik. Ekonomi politik
merupakan penekanan khusus yang dibicarakan Marx dalam pertentangan ini. Marx menganggap perbincangan mengenai modal dan kerja, dan antara modal dan
tanah perlu dijelaskan secara rinci, yang belum pernah disinggung dalam setiap perbincangan ekonomi dan politik
35
Marx menjelaskan, bahwa semakin miskin keadaan pekerja atau tenaga kerja, semakin banyak kekayaan yang diproduksikannya. Semakin banyak
kekayaan yang diproduksikannya, semakin besar pula kekuasaan yang terbentuk .
33
Ibid., hal. 20
34
Ibid.
35
Lihat Antonio Gidens dan David Held, Perdebatan Klasik dan Kontemporer Mengenai Kelompok, Kekuasaan dan Konflik, Jakarta: Rajawali Pers, 1987, hal. 39
Universitas Sumatera Utara
dan semakin luas pula pengaruh kekuasaan tersebut. Pekerja menjadi komoditi murah. Semakin murah harga komoditi itu semakin banyak barang yang
dihasilkannya. Devaluasi dunia manusia semakin membesar, hal mana berhubungan lansung dengan peningkatan nilai benda. Kerja tidak hanya
menciptakan benda-benda, tetapi juga menciptakan kerja itu sendiri dan pekerja sebagai komoditi dalam proposisi yang sama dengan produksi barang-barang
36
Lain halnya dengan Marx, para pengikut Marx dikenal dengan kaum Marxis, menyatakan bahwa faktor ekonomi jelas mempunyai peranan yang
menentukan terhadap cara produksi atau terhadap susunan sosial. Tetapi faktor yang bersifat politis dan idiologis super struktur juga mempunyai peranan yang
penting. Kelas sosial ditentukan oleh tempatnya dalam kesatuan praktek-praktek sosial dalam arti menurut tempatnya dalam kesatuan pembagian kerja yang
mencakup hubungan-hubungan politik dan idiologi. Tempat ini berhubungan dengan determinasi kultural dari kelas, yakni cara yang ditentukan oleh struktur
hubungan produksi, dominasi, politik, idiologi yang berpengaruh terhadap praktek-praktek kelas
.
37
“Sejarah dari semua masyarakat yang ada hingga kini adalah sejarah perjuangan kelas. Orang bebas dan budak, bangsawan dan rakyat
biasa, tuan dan hamba, pemimpin peusahaan dan orang luntang-lantang, dalam satu kata, penindas dan yang ditindas, selalu bertentangan satu sama
lain, yang berlangsung tak putus-putusnya dalam suatu pertarungan yang kadang-kadang tersembunyi, kadang-kadang terbuka, suatu pertarungan
yang setiap kali berakhir, baik dalam suatu rekonstitusi masyarakat pada umumnya secara revolusioner, maupun dalam keruntuhan umumnya dari
kelas-kelas yang bercekcok tersebut” .
Dalam The communist Manifesto, Marx menyatakan:
38
36
Ibid, hal, 40
37
Ibid
38
Johnson, Op., Cit., hal, 43
.
Universitas Sumatera Utara
Pemilikan atau kontrol terhadap alat produksi merupakan dasar utama bagi kelas-kelas sosial dalam semua tipe masyarakat, dari masyarakat yang dibedakan
menurut kelas yang paling awal sampai ke kapitalisme modern. Walaupun demikian, karakteristik dari kelas yang berbeda-beda dan sifat hubungan sosial
diantara kelas-kelas tersebut akan berbeda dalam masyarakat yang berbeda dan tahap yang berbeda pula.
39
Kelas penguasa adalah yang mengekploitasi dalam sistem hubungan produksi yang diajukan terutama jka ada hubungan-hubungan produksi lain
dalam masyarakat itu melalui totalitas kadar dan bentuk intervensi Negara dalam jangka waktu tertentu. Kelas pengasa tidak harus merupakan kelas dominant
secara ekonomi dalam arti kelas yang mengeksploitasi menurut cara produksi dominant, di mana terdapat berbagai cara produksi, seperti pertanian, subsistensi,
feodalisme, kapitalisme, dan lain sebagainya
40
Mengenai kelas atau kelompok yang berkuasa dan dikuasai. Mosca menjelaskan, seperti yang dikutip dalam Soekanto. Kelas pertama berkuasa
biasanya terdiri dari orang-orang yang sedikit jumlahnya, menerapkan semua fungsi-fungsi politik, memonopoli kekuasaan dengan menikmati segala
keuntungan dari kedudukan sebagai pemegang kekuasaan. Kelas yang kedua dikuasai, terdiri dari lebih banyak orang, diarahkan dan dikendalikan oleh kelas
pertama, dengan cara-cara yang kurang legal, sewenang-wenang atau dengan kekerasan. Kelas kedua tersebut meyediakan sarana untuk dapat hidup dan
bertahan, serta hal-hal lainnya yang sangat penting bagi organisme politik. .
41
39
Ibid.
40
Antonio Gidens, Op., Cit., hal. 45
41
Soerjono Soekamto, Op., Cit., hal. 38
Universitas Sumatera Utara
Sementara Weber, mengakui pentingnya stratifikasi ekonomi sebagai dasar yang fundamental untuk kelas, selain prestise dan kekuasaan politik. Kelas
sosial terdiri dari semua mereka yang memiliki kesempatan hidup yang sama dalam bidang ekonomi. Weber menyatakan bahwa jika ingin berbicara tentang
suatu kelas, tidak mungkin terlepas dari pembicaraan tentang: 1 sejumlah orang yang sama-sama memiliki suatu komponen tertentu yang merupakan sumber
dalam kesempatan hidup mereka, 2 komponen ini secara eksklusif tercermin dalam kepentingan ekonomi berupa pemilikan benda-benda dan kesempatan-
kesempatan untuk memperoleh pendapatan, 3 hal itu terlihat dalam kondisi- kondisi komoditi atau pasar tenaga kerja.
42
Tidak seperti kelas ekonomi, kelompok kelas status berlandaskan pada ikatan subyektif antara para anggotanya, yang terikat menjadi satu karena gaya
hidup yang sama, nilai serta kebiasaan yang sama, dan sering pula oleh perkawinan di dalam kelompok itu sendiri, serta oleh perasaan-perasaan akan
jarak sosial dari kelompok-kelompok status lainnya. Mereka saling mengenal dan menyebut masing-masing sebagai “orang kita” dan berjuang mempertahankan
perasaan superioritas terhadap mereka yang tidak termasuk dalam lingkaran
43
Selain posisi ekonomis dan kehormatan kelompok status, dasar yang lain untuk stratifikasi sosial adalah kekuasaan politik. Bagi Weber kekuasaan adalah
kemampuan untuk memaksakan kehendak seseorang meskipun mendapat tantangan dari orang lain. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengatasi
perlawanan dari orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan seseorang, khususnya dalam mempengaruhi perilaku. Kekuasaan tersebut digunakan terus-menerus
.
42
Johnson, Op., Cit., hal. 36
43
Ibid
Universitas Sumatera Utara
untuk menanamkan suatu kepercayaan akan haknya untuk berbuat demikian, berusaha untuk menegakkan legitimasi kekuasaan sebagai batu loncatan bagi
peningkatan posisi ekonomi atau status
44
Menurut kaum Marxis, kelas penguasa ketika berkuasa tidak mutlak membuat semua keputusan bagi masyarakat sebagai suatu unit yang kompak.
Kekuasaan kelas penguasa dilaksanakan melalui seperangkat mekanisme yang secara obyektif saling berkaitan tetapi tidak harus menyatu secara pribadi. Melalui
cara ini, teknik eksploitasi yang ada direproduksi. Kelas penguasa bukanlah suatu subyek kekuasaan yang bersatu. Kekuasaan diwujudkan dalam proses sosial yang
obyektif, yang memelihara dan memperluas cara produksi tertentu serta dijamin oleh pemerintah atau Negara
.
45
Gramsci, ia menyatakan bahwa kelas sosial akan memperoleh keunggulan supremasi melalui dua cara, yaitu: melalui cara dominasi
.
46
dominio atau paksaan coercion dan melalui kepemimpinan intelektual dan moral, yang
disebut dengan hegemoni
47
Hegemoni merupakan konsep dari realitas yang menyebar melalui masyarakat dalam sebuah lembaga dan manifestasi perseorangan, pengaruh dari
jiwa ini membentuk moralitas, adat, religi, prinsip-prinsip politik, dan semua relasi sosial, terutama dari intelektual dan hal-hal yang menunjukkan pada moral.
Upaya untuk menggiring individu agar menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang telah ditentukan, sebuah rantai kemenangan yang di
.
44
Ibid., hal. 37-38
45
Antonio, Op., Cit., hal. 27
46
Dominasi diartikan sebagai penguasaan, penempatan posisi bagus dan kuat; pengaruh besar Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-barry, 1994, Kamus Ilmiah Popular, Arkola, Surabaya.
47
Berasal dari bahasa Yunani kuno disebut eugomoni, diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi Negara-negara kota lainnya Franz Magnis-Suseno, 2003, Dalam Bayangan Lenin, Enam
Pemikir Marxisme Dari Lenin Sampai Tan Malaka, Gramedia, Jakarta
Universitas Sumatera Utara
dapat melalui mekanisme consensus dengan mekanisme institusi yang ada dimasyarakat. Perlu diingat, bahwa Gramsci beranggapan hegemoni bukan hanya
kepemimpinan intelektual dan moral saja tanpa diikuti praktek dominasi atau paksaan. Akan tetapi dapat terjadi sebagai kepemimpinan intelektual dan moral
sekaligus diiringi dengan praktek dominasi atau paksaan.
48
Kekuasaan, sebagaimana yang dikemukakan Weber merupakan kemampuan orang atau kelompok memaksakan kehendaknya pada pihak lain
walaupun ada penolakan melalui perlawanan. Perlawanan akan dilakukan oleh kelompok masyarakat atau individu yang merasa tertindas, frustasi, dan hadirnya
situasi ketidakadilan di tengah- tengah mereka.
I.5.2. Teori Perlawanan
49
Jika situasi ketidakadilan dan rasa frustasi ini mencapai puncaknya, akan menimbulkan apa yang disebut
sebagai gerakan sosial atau sosial movement, yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi sosial, politik, dan ekonomi menjadi kondisi yang
berbeda dengan sebelumnya.
50
Scott mendefinisikan perlawanan sebagai segala tindakan yang dilakukan oleh kaum atau kelompok subordinat yang ditujukan untuk mengurangi atau
menolak klaim misalnya harga sewa atau pajak yang dibuat oleh pihak atau kelompok superdinat terhadap mereka. Scott membagi perlawanan tersebut
menjadi dua bagian, yaitu: perlawanan publik atau terbuka public transcript dan
48
Lihat Patria dan Arief, Antonio Gramsci, Negara dan Hegemoni, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 44.
49
Lihat Zaiyardam Zubir, Radikalisme Kaum Pinggiran: Studi Tentang Idiologi, Isu, Strategi, dan Dampak Gerakan, Yogyakarta: Insist Press, 2002, hal. 19
50
Lihat Tarrow, Power In Movement, Social Movement, Collective Action and Politics, Sidney: Cornel University
Universitas Sumatera Utara
perlawanan tersembunyi atau tertutup hidden transcript.
51
Kedua kategori tersebut, oleh Scott, dibedakan atas artikulasi perlawanan; bentuk, karekteristik, wilayah sosial dan budaya. Perlawanan terbuka
dikarakteristikan oleh adanya interaksi terbuka antara kelas-kelas subordinat dengan kelas- kelas superdinat. Sementara perlawanan sembunyi- sembunyi
dikarakteristikan oleh adanya interaksi tertutup, tidak langsung antara kelas-kelas subordinat dengan kelas-kelas superdinat. Untuk melihat pembedaan yang lebih
jelas dari dua bentuk perlawanan di atas, Scott mencirikan perlawanan terbuka sebagai perlawanan yang bersifat: Pertama, organik, sistematik dan kooperatif.
Kedua, berprinsip atau tidak mementingkan diri sendiri. Ketiga, berkonsekuensi revolusioner, danatau Keempat, mencakup gagasan atau maksud meniadakan
basis dominasi.
52
Dengan demikian, aksi demonstrasi atau protes yang diwujudkan dalam bentuk unjuk rasa, mogok makan dan lain- lain merupakan
konsekuensi logis dari perlawanan terbuka terhadap pihak superdinat.
53
51
Lihat James C. Scoot, Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1981, hal. 69
52
Ibid, hal. 58
53
Tarrow, Op., Cit., hal. 37
Menurut Fakih, gerakan sosial diakui sebagai gerakan yang bertujuan untuk melakukan
perubahan terhadap sistem sosial yang ada. Karena memiliki orientasi pada perubahan, dianggap lebih mempunyai kesamaan tujuan, dan bukan kesamaan
analisis. Mereka tidak bekerja menurut prosedur baku, melainkan menerapkan struktur yang cair dan operasionalnya lebih diatur oleh standar yang muncul saat
itu untuk mencapai tujuan jangka panjang. Mereka juga tidak memiliki kepemimpinan formal, seorang aktivis gerakan sosial tampil menjadi pemimpin
gerakan karena keberhasilannya mempengaruhi massa dengan kepiawaiannya
Universitas Sumatera Utara
dalam memahami dan menjelaskan tujuan dari gerakan serta memiliki rencana yang paling efektif dalam mencapainya.
54
Soekanto dan Broto Susilo memberikan empat ciri gerakan sosial, yaitu: Pertama, tujuannya bukan untuk mendapatkan persamaan kekuasaan, akan tetapi
mengganti kekuasaan. Kedua, adanya penggantian basis legitimasi, Ketiga, perubahan sosial yang terjadi bersifat massif dan pervasive sehingga
mempengaruhi seluruh masyarakat, dan Keempat, koersi dan kekerasan biasa dipergunakan untuk menghancurkan rezim lama dan mempertahankan
pemerintahan yang baru. Dan J. Smelser menyatakan, bahwa gerakan sosial ditentukan oleh lima faktor. Pertama, daya dukung struktural structural
condusiveness di mana suatu perlawanan akan mudah terjadi dalam suatu lingkungan atau masyarakat tertentu yang berpotensi untuk melakukan suatu
gerakan massa secara spontan dan berkesinambungan seperti lingkungan kampus, buruh, petani, dan sebagainya. Kedua, adanya tekanan- tekanan struktural
structural strain akan mempercepat orang untuk melakukan gerakan massa secara spontan karena keinginan mereka untuk melepaskan diri dari situasi yang
menyengsarakan.
55
Ketiga, menyebarkan informasi yang dipercayai oleh masyarakat luas untuk membangun perasaan kebersamaan dan juga dapat menimbulkan
kegelisahan kolektif akan situasi yang dapat menguntungkan tersebut. Keempat, faktor yang dapat memancing tindakan massa karena emosi yang tidak terkendali,
seperti adanya rumor atau isu-isu yang bisa membangkitkan kesadaran kolektif untuk melakukan perlawanan. Kelima, upaya mobilisasi orang- orang untuk
54
Zubir, Op., Cit., hal. 25
55
Lihat Riza Sihbudi dan Moch. Nurhasim, ed., Kerusuhan Sosial di Indonesia, Studi Kasus Kupang, Mataram dan Sambas, Jakarta: Grasindo, 2001, hal. 48
Universitas Sumatera Utara
melakukan tindakan tindakan yang telah direncanakan.
56
Sedangkan perlawanan sembunyi-sembunyi dapat dicirikan sebagai perlawanan yang bersifat: Pertama, Tidak teratur, tidak sistematik dan terjadi
secara individual, Kedua, Bersifat oportunistik dan mementingkan diri sendiri, Ketiga, Tidak berkonsekuensi revolusioner, dan; atau Keempat, Lebih akomodatif
terhadap sistem dominasi. Oleh karena itu, gejala- gejala kejahatan seperti: pencurian kecil- kecilan, hujatan, makian, bahkan pura- pura patuh tetapi
dibelakang membangkang mempakan perwujudan dari perlawanan sembunyi sembunyi. Perlawanan jenis ini bukannya bermaksud atau mengubah sebuah
sistem dominasi, melainkan lebih terarah pada upaya untuk tetap hidup dalam sistem terse but sekarang, minggu ini, musim ini. Percobaan- percobaan untuk
menyedot dengan tekun dapat memukul balik, mendapat keringanan marjinal dalam eksploitasi, dapat menghasilkan negosiasi- negosiasi tentang batas- batas
pembagian, dapat mengubah perkembangan, dan dalam peristiwa tertentu dapat menjatuhkan sistem. Tetapi, menurut, semua itu hanya mempakan akibat- akibat
yang mungkin terjadi, sebaliknya, tujuan mereka hampir selalu untuk kesempatan hidup dan ketekunan.
57
Bagaimanapun, kebanyakan dari tindakan ini oleh kelas- kelas lainnya akan dilihat sebagai keganasan, penipuan, kelalaian, pencurian, kecongkakan-
singkat kata semua bentuk tindakan yang dipikirkan untuk mencemarkan orang- orang yang mengadakan perlawanan. Perlawanan ini dilakukan untuk
mempertahankan diri dan rumah tangga. Dapat bertahan hidup sebagai produsen komoditi kecil atau pekerja, mungkin dapat memaksa beberapa orang dari
56
Ibid, hal. 48-49
57
James, Op., Cit., hal. 60-61
Universitas Sumatera Utara
kelompok ini menyelamatkan diri dan mengorbankan anggota lainnya.
58
Scott menambahkan, bahwa perlawanan jenis ini sembunyi- sembunyi tidak begitu dramatis, namun terdapat di mana- mana, melawan efek-efek
pembangunan kapitalis asuhan negara. Perlawanan ini bersifat perorangan dan seringkali anonim. Terpencar dalam komunitas- komunitas kecil dan pada
umumnya tanpa sarana- sarana kelembagaan untuk bertindak kolektif, menggunakan sarana perlawanan yang bersifat lokal dan sedikit memerlukan
koordinasi. Koordinasi yang dimaksudkan di sini, bukanlah sebuah konsep koordinasi yang dipahami selama ini, yang berasal dari rakitan formal dan
birokratis. Tetapi merupakan suatu koordinasi dengan aksi- aksi yang dilakukan dalam komunitas dengan jaringan jaringan informasi yang padat dan sub kultur-
sub kultur perlawanan yang kaya.
59
Konflik merupakan faktor yang turut membangun perkembangan masyarakat. Konflik akan bisa membangun solidaritas kelompok dan hubungan
antar warga Negara maupun antar kelompok. Konflik tidak bisa dihindari oleh setiap aktor, namun yang paling penting adalah cara untuk menyelesaikan konflik
agar ancaman threat bias menjadi kesempatan oppurtunity dan bahaya timbulnya konflik terbuka secara meluas dilokalisasi dengan membangun suatu
model pencegahan dan penanggulangan dini.
1.5.3. Teori Resolusi Konflik
60
Suatu kebiasaan khas dalam konflik adalah memberikan prioritas yang tinggi guna mempertahankan kepentingan pihaknya sendiri. Jika kepentingan si A
58
Lihat James C. Scoot, Perlawanan Kaum Tani, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993, hal. 27
59
Ibid.
60
Riza Sihbudi, Op., Cit., hal. 66
Universitas Sumatera Utara
bertentangan dengan kepentingan B, A cenderung mengabaikan kepentingan B, atau secara aktif menghancurkannya. Menurut Miall, pihak pihak yang berkonflik
biasanya cenderung melihat kepentingan mereka sebagai kepentingan yang bertentangan secara diametrikal, oleh karena itu, berkesimpulan bahwa hasil yang
diperoleh adalah hasil kalah- menang.
61
Untuk itu, menurut Dahrendorf, perlu diadakan suatu peraturan pertentangan yang mensyaratkan tiga faktor. Pertama, kedua kelompok yang
terlibat dalam pertentangan harns mengakui pentingnya dan nyatanya situasi pertentangan dan dalam hal ini, mengakui keadilan fundamental dari maksud
pihak lawan. Pengakuan adilnya maksud lawan tentu saja bukan berarti bahwa subtansi kepentingan lawan harns diakui sebagai adil dari awal. Pengakuan di sini
berarti bahwa kedua kelompok yang bertentangan menerima untuk apa pertentangan itu, yakni menerimanya sebagai suatu hasil pertumbuhan yang tak
terelakkan. Syarat Kedua, adalah organisasi kelompok- kelompok kepentingan. Selama kekuatan- kekuatan yang bertentangan itu terpencar- pencar dalam
kesatuan yang kecil yang masing- masing erat ikatannya, peraturan pertentangan tidak akan efektif. Dan Ketiga, adanya keharnsan bagi kelompok- kelompok yang
berlawanan dalam pertentangan sosial menyetujui aturan formal tertentu yang menyediakan kerangka hubungan bagi mereka.
62
Berdasarkan buku panduan pengelolaan konflik yang dikeluarkan oleh The British Council, bahwa penyelesaian suatu konflik yang terjadi dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu:
61
Hugh Miall, Resolusi Damai Konflik Kontemporer, Menyelesaikan, Mencegah dan Mengubah Konflik BersumberPolitik, Sosial, Agama, dan Ras, Jakarta: Rajawali Pers, 2002, hal. 18
62
Dahrendorf, Op., Cit., hal. 73
Universitas Sumatera Utara
1. Negosiasi, suatu proses untuk memungkinkan pihak- pihak yang
berkonflik untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan pilihan dan mencapai penyelesaian melalui interaksi tatap muka.
2. Mediasi, suatu proses interaksi yang dibantu oleh pihak ketiga sehingga
pihak pihak yang berkonflik menemukan penyelesaian yang mereka sepakati sendiri.
3. Arbitrasi atau perwalian dalam sengketa, tindakan oleh pihak ketiga yang
diberi wewenang untuk memutuskan dan menjalankan suatu penyelesaian.
63
Secara tradisional, tugas penyelesaian konflik adalah membantu pihak- pihak yang merasakan situasi yang mereka alami sebagai sebuah situasi zero- sum
keuntungan diri sendiri adalah kerugian pihak lain. Agar melihat konflik sebagai keadaan non- zero- sum di mana kedua belah pihak dapat memperoleh hasil atau
keduanya sama- sarna tidak memperoleh hasil dan kemudian membantu pihak- pihak yang berkonflik berpindah ke arah hasil yang positif. Untuk menciptakan
hasil non- zero- sum, mewajibkan akan adanya pihak yang berfungsi menyelesaikan konflik.
64
Konsiliasi, tidak melibatkan pihak manapun dalam menyelesaikan suatu pertentangan. Konsiliasi lebih cenderung pada upaya damai yang dilakukan oleh
pihak pihak yang bertentangan terhadap pertentangan yang mereka alami. Menurut Dahrendorf, ketiga bentuk penyelesaian pertentangan tersebut, yakni
konsiliasi, mediasi, dan arbitrasi dapat dilaksanakan sebagai peraturan pertentangan secara berurutan atau dapat pula diterapkan secara terpisah- pisah
menurut situasi yang dihadapi.
65
Menurut Dahrendorf, mediasi merupakan bentuk yang paling ringan dari campur tangan pihak luar dalam menyelesaikan pertentangan. Kedua kelompok
63
Ibid.
64
Hugh Miall, Op., Cit., hal. 73
65
Ibid, hal. 75
Universitas Sumatera Utara
yang bertentangan sepakat untuk berkonsultasi dengan pihak luar yang diminta memberikan nasihat. Akan tetapi, nasihat tersebut tidak mempunyai kekuatan
mengikat terhadap kelompok yang bertentangan. Sekilas, hal ini hanya menjanjikan pengaruh sedikit, tetapi dari pengalaman di berbagai bidang
kehidupan sosial menunjukkan bahwa mediasi merupakan suatu tipe penyelesaian pertentangan yang berhasil.
66
1. Otonom, dibekali hak untuk mengambil keputusan tanpa campur tangan
pihak lain. Berkaitan dengan keberhasilan mediasi, Kerr dalam Dahrendorf,
mengungkapkan lima hal positif dari model ini: Pertama, mengurangi sikap irrasional, Kedua, menyingkirkan sikap non- rasional, Ketiga, menjajaki
penyelesaian, Keempat, membantu pengenduran perlahan, dan Kelima, meningkatkan biaya pertentangan. Dahrendorf 1986 juga mensyaratkan empat
hal sebagai syarat wajib dipenuhi oleh pihak ketiga:
2. Memegang posisi monopoli, merupakan satu- satunya institusi dalam
suatu perserikatan satu- satunya kelompok di luar dua kelompok yang bertikai.
3. Perannya harns dipatuhi, keputusan- keputusan yang telah dicapai harns
mengikat kedua kelompok kepentingan.Demokratis, kedua kelompok yang bertentangan di dengar dan diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat
sebelum keputusan diambil.
67
Berkaitan dengan arbitrasi, Lockwood mengandung dua konsep, yaitu konsep politik dan pengadilan. Konsep pertama memberikan kesan bahwa adalah
menjadi tugas untuk menemukan titik kompromi yang dapat dilaksanakan di antara isu- isu yang bertentangan. Sedangkan konsep kedua melihat pertentangan
dari sudut pandangan hukum, yakni memberikan tugas kepada arbitrator untuk
66
Dahrendorf, Op., Cit., hal 86
67
Ibid. hal. 88
Universitas Sumatera Utara
menilai kebaikan isu yang dipertentangkan itu menurut ukuran yang pasti, benar atau salah
68
Metode penelitian didefinisikan sebagai ajaran mengenai cara-cara yang digunakan dalam proses penelitian. Metode berguna untuk memberikan ketepatan,
kebenaran dan pengetahuan yang mempunyai nilai ilmiah yang tinggi. .
1.6. Metode Penelitian
69
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan penekanan pada deskriptif dan analitis. Bogdan dan Taylor mendefenisikan penelitian
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata- kata baik tertulis maupun lisan dan pelaku yang dapat diamati. Metode
penelitian kualitatif ini dipilih karena dapat menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden serta lebih peka dan dapat menyesuaikan
diri dengan pola- pola nilai yang dihadapi Untuk
itu, penelitian ini akan memaparkan beberapa cara sebagai batasan untuk mencapai kebenaran ilmiah, yakni: jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik
pengumpulan data, pemilihan informan, dan teknik analisa data.
1.6.1. Jenis Penelitian
70
68
Ibid. hal. 97-98
69
Lihat Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: CV. Mandar Maju, 1996, hal. 17
70
Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Deskriptif - analitis adalah suatu upaya untuk menggambarkan hasil dari data data yang diperoleh di lapangan, baik
secara lisan maupun tulisan untuk kemudian dianalisis sebagai suatu kesimpulan
Universitas Sumatera Utara
penelitian.
71
Penelitian ini berusaha menggambarkan bagaimana bentuk-bentuk dominasi kekuasaan yang terjadi terhadap pedagang, bagaimana perlawanan yang
dilakukan oleh pedagang, dan upaya seperti apa yang telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Sedangkan pedekatan yang penulis gunakan
adalah pendekatan studi kasus case study, yakni suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus case dalam
konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar.
72
1.6.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini diadakan di kelurahan Padang Bulan kecamatan Senapelan kota Pekanbaru, propinsi Riau. Dipilihnya lokasi ini karena beberapa
pertimbangan, diantaranya: Pertama. lokasi ini merupakan salah satu wilayah yang memiliki pasar tradisional yang cukup besar dan telah lama berdiri kurang
lebih tiga puluh tahun dengan mayoritas pedagang yang memiliki modal ekonomi menengah kebawah, lokasi penelitian berada di tengah kota, ibukota propinsi
Riau sebagai pusat pemerintahan, sangat berpengaruh dan menjadi model bagi daerah- daerah lainnya di propinsi Riau, Ketiga. merupakan pusat ekonomi
menengah ke bawah sehingga sangat sesuai bagi terjadinya konflik vertika4 dan Keempat. lebih mudah dijangkau dan dekat dengan akses informasi lainnya, yang
berhubungan dengan penelitian ini.
71
Kartini Kartono, Op., Cit., hal. 21
72
Lihat Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001, hal. 26
Universitas Sumatera Utara
1.6.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti dalarn penelitian ini untuk memperoleh informasi atau data yang akurat sehingga
dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu penelitian sosial yang ilmiah. Adapun cara-cara tersebut dapat dibagai atas tiga bagian, yakni melalui: observasi atau
pengamatan, dan dokumentasi. Observasi berfungsi sebagai data primer, sedangkan dokumen dokumen berfungsi sebagai data sekunder.
73
Observasi adalah teknik atau cara pengumpulan data melalui pengamatan terhadap fenomena- enomena sosial dan gejala- gejala alam. Menurut Faisal,
pengamatan dapat juga dilakukan terhadap benda, keadaan, kondisi, situasi, kegiatan, proses, dan penampilan tingkah laku seseorang.
1.6.3.1. 0bservasi
74
Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung. Di mana peneliti melakukan kunjungan langsung ke lapangan berkaitan dengan perilaku atau
kondisi lingkunngan yang relevan dengan maksud penelitian ini sebagai tambahan dimensi- dimensi baru dalam konteks memahami fenomena yang diteliti
tersebut.
75
Dalam hal penelitian ini, observasi dilakukan pada saat pedagang sedang melakukan transaksi jual beli di pasar Senapelan. Kebanyakan pengamatan ini
dilakukan pada waktu siang hari. Dengan harapan, observasi yang dilakukan akan lebih menyeluruh, karena dapat melihat kondisi pedagang secara holistik ketika
melakukan interaksi sosial dengan masyarakat lainnya, dan dengan sesama
73
Lihat Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: Rajawali Pers, 2001, hal. 27
74
Ibid.
75
Lihat Robert K. Yin, Studi Kasus, Desain dan Metode, Jakarta: Rajawali Pers, 2003, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
pedagang dari beragam tingkatan penghasilan dan modal yang mereka miliki. Selain itu juga dilakukan pada waktu peneliti melakukan kegiatan wawancara di
lapangan dengan pedagang. Dan kebanyakan observasi ini difokuskan Pada kondisi sosial yang dihadapi pedagang ketika mereka harus mencari nafkah
ditempat yang tidak memadai.
1.6.3.2. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengumpulan dokumen dokumen yang dianggap penting dan berkaitan dengan penelitian ini. Dokumen
dokumen dalam penelitian ini berupa teks- teks yang dapat ditafsirkan lebih lanjut. Teks- teks ini berbentuk arsip, statistik, hasil laporan, buku- buku, koran
harian, website, ataupun hasil penelitian yang pernah dilakukan terhadap permasalahan berkaitan dengan penelitian ini.
76
Proses analisa data dimulai dengan menelaah informasi atau data yang telah didapat, baik yang diperoleh dari wawancara, pengamatan, atau pun dari
Dokumen- dokumen berupa buku berguna untuk mendapatkan data tentang sejarah kota Pekanbaru dan sejarah Senapelan. Untuk mengisi data- data
statistik yang diperlukan dalam penelitian ini, digunakan buku- buku yang berasal dari Biro Pusat Statistik sebagai penunjangnya. Selain itu, juga terdapat data dari
koran harian dan website yang digunakan sebagai penunjang kekuatan informasi dalam penelitian ini.
1.6.5. Teknik Analisa Data
76
Ibid. hal. 23-24.
Universitas Sumatera Utara
studi terhadap dokumen-dokumen. Keseluruhan data yang di dapat tersebut dirangkum dan dikategorisasikan sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian.
Selanjutnya, kategori kategori yang telah diklasifikasikan tersebut dikontruksikan dengan pendekatan kualitatif dalam sebuah deskripsi untuk kemudian dianalisis
sehingga memungkinkan diambil kesimpulan yang utuh.
77
• Bab I Pendahuluan; akan mengulas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan peneilitian, manfaat penelitian, kerangka teori,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
1.7. Sistematika Penulisan
Tulisan penelitian ini akan terdiri dari 4 bagian BAB dengan urutan penulisan sebagai berikut:
• Bab II Dominasi Kekuasaan Pemko Terhadap Pedagang Senapelan; bab ini akan memaparkan deskripsi lokasi Pasar Senapelan, dan bagaimana
bentuk-bentuk dominasi kekuasaan yang terdapat pada kasus peremajaan pasar Senapelan, Pekanbaru.
• Bab III Perlawanan Pedagang Senapelan Terhadap Pemko; sedangkan pada bagian ini menceritakan bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan
oleh pedagang pasar Senapelan dan juga akan membahas resolusi konflik terhadap masalah yang terjadi.
• Bab IV Penutup: Kesimpulan dan saran menjadi isi pada bagian ini.
77
Ibid. hal. 31
Universitas Sumatera Utara
BAB II DOMINASI KEKUASAAN PEMERINTAH KOTA TRHADAP
PEDAGANG PASAR SENAPELAN KOTA PEKANBARU
Untuk menjelaskan bagaimana bentuk- bentuk dominasi kekuasaan berlangsung pada pembangunan pasar tradisional ini, akan dimulai dengan
penjelasan mengenai suatu hubungan konfliktual yang terjadi antara Pemkot dan investor dengan pedagang pasar Senapelan. Beberapa teori dominasi kekuasaan
yang relevan akan digunakan sebagai pengantar bab ini. Diantaranya adalah teori mengenai pembagian masyarakat atas dua kelompok dalam suatu hubungan sosial
yang asimetris, yang menjadikan suatu kelompok masyarakat menguasai kelompok masyarakat lainnya, superdinat dan subordinat. Dilanjutkan dengan
teori Wright yang mengemukakan beberapa karekteristik yang dapat dikenali dari hubungan asimetris tersebut, yaitu: 1 kesejahteraan suatu kelompok secara
material tergantung pada perampasan material dari kelompok lain, 2 hubungan itu melibatkan pengucilan dan penutupan exclusion akses terhadap sumber daya
produktif, 3 mekanisme yang menghasilkan pengucilan dan penutupan tersebut melibatkan pengambilalihan nilai tambah fruits of labour
78
Selanjutnya teori Mosca yang menjelaskan mengenai kelompok pertama yang menguasai fungsi politik terhadap kelompok yang lain. Tindakan ini diiringi
dengan tindakan pemaksaan, mengendalikan pedagang sampai patuh, dan mencampuri kebebasan serta memaksanya dengan cara- cara khusus. Cara cara
tersebut dapat dilakukan melalui: 1 kebijakan pemerintah atau negara, 2 .
78
Lihat Nurul Widyaningrum, Pola-pola Eksploitasi Terhadap Usaha-usaha Kecil, Bandung : AKATIGA, 2003, hal. 21-22
Universitas Sumatera Utara
kekuatan premanisme, 3 kekuatan informasi dan modal, penguasaan dan penutupan akses terhadap informasi dan modal.
79
Selain menguasai politik, kelompok yang berkuasa ini juga menguasai ekonomi melalui suatu hubungan
ekonomi yang tidak seimbang atau hubungan sosial yang kapitalistik, seperti yang diungkapkan oleh Marx.
80
79
Ibid, hal. 22
80
Ibid, hal. 28
Dalam kasus pasar Senapelan ini, dominasi kekuasaan politik lebih kental daripada kekuasaan ekonomi. Kekuasaan politik menjadi
nuansa yang tergambar dengan jelas dalam pembangunan pasar tersebut, sedangkan nuansa ekonomi adalah nuansa kepentingan yang ada dibalik
kekuasaan politik tersebut. Secara politik, Pemkot sebagai kelas penguasa melakukan tindakan
dominasi melalui kebijakan yang tidak partisipatif non partisipatif, tindakan represi, dan kooptasi. Melalui kebijakan non partisipatif tersebut, melalui Surat
Keputusan, Pemkot memberikan legitimasi hukum bagi terlaksananya program peremajaan pasar Senapelan. Di samping itu, Pemkot juga membuat keputusan-
keputusan yang sepihak, seperti halnya keputusan untuk terus melanjutkan program peremajaan pasar Senapelan, walaupun ada kesepakatan untuk
menghentikan sementara pembangunan pasar tersebut sampai ada kesepakatan harga kios, selain sikap ngotot Pemkot dengan harga yang telah ditetapkan oleh
investor. Setiap tindakan yang dilakukan oleh Pemkot dianggap sebagai tindakan yang sah, mulai dari penentuan harga kios, menempatkan para pedagang, dan
melakukan tindakan pembongkaran paksa. Kebijakan yang dibuat tidak memihak masyarakat umum atau kecil, tetapi lebih memihak investor atau kepentingan
pemillik modal besar, sehingga pedagang berada dalam kondisi tersubordinasi.
Universitas Sumatera Utara
Selain melakukan dominasi dalam bentuk pembuatan kebijakan yang tidak partisipatif, Pemkot juga melakukan tindakan represi. Tindakan represi atau
tekanan ini dilakukan oleh Pemkot dengan bantuan aparat pemerintah, seperti polisi, Satpol PP, maupun pemanfaatan kekuatan di luar aparat pemerintah
seperti penggunaan preman. Mereka melakukan tekanan terhadap pedagang melalui intimidasi, teror, dan tindakan kekerasan. Tindakan intimidasi dan teror
dilakukan oleh kekuatan preman terhadap pedagang secara individual. sedangkan tindakan kekerasan dilakukan oleh aparat keamanan dan Satpol PP dalam aksi
pembongkaran kios- kios pedagang yang lama dan dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan pedagang.
Tindakan kooptasi dilakukan melalui pemanfaatan media massa dan organisasi pedagang. Melalui media massa lokal. kooptasi atau penguasaan
dilakukan oleh Pemkot. Pemberitaan yang minim dari dua koran Harian terbesar di kota Pekanbaru, yaitu Rian Post dan Riau Mandiri menjadikan informasi yang
diperoleh sangat minim. Walaupun ada pemberitaan tentang konflik yang terjadi akibat pembangunan pasar tersebut, porsinya sedikit dan kebanyakan informasi
lebih dikuasai oleh berita tentang desain atau bentuk bangunan dan fasilitasnya, harga kios versi investor, dan pemasaranya. Sedangkan di tingkat pedagang,
penguasaan terhadap pedagang dilakukan melalui lembaga ISIP. Melalui ISIP ini para pedagang di pecah belah menjadi dua, pedagang pendukung segala kebijakan
pemkot di bawah bendera ISIP walaupun tidak terang- terangan dan pedagang yang tidak setuju dengan kebijakan Pemkot FKPPS.
Mengenai bentuk – bentuk kekuasaan yang di lakukan pemerintah kota terhadap pedagang pasar senapelan kota Pekan Baru, akan di jelaskan pada
Universitas Sumatera Utara
pembahasan berikut.
2.1. Surat Keputusan Walikota Pekan Baru