Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan

1.2. Perumusan Masalah

Yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana dominasi kekuasaan terhadap pedagang Pasar Senapelan ? 2. Bagaimana perlawanan masyarakat terhadap dominasi kekuasaan tersebut ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui bagaimana dominasi yang dilakukan oleh pemkot terhadap pedagang pasar Senapelan Kota Pekanbaru ? 2. Untuk mengetahu bagaimana perlawanan yang dilakukan oleh para pedagang Senapelan terhadap dominasi kekuasaan pemkot Pekanbaru?

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini adalah untuk: a. Bagi Pemko Pekanbaru Riau agar dapat menjadikan pelajaran untuk mengambil dan melaksanakan kebijakan yang lebih arif dan bijaksana untuk kasus yang serupa di kemudian hari. b. Bagi MasyarakatPedagang agar dapat memahami bentuk dominasi kekuasaan oleh pemerintah dan juga mengetahui bentuk perlawanan yang ada. Universitas Sumatera Utara c. Bagi Akademisi dapat menjadi khasanah atau sumber referensi baru untuk memahami konflik yang terjadi di dalam masyarakat khususnya konflik antara pemerintah kota dan pedagang pasar tradisional. d. Bagi penulis sebagai salah satu media untuk mengasah kemampuan menulis dan mengaplikasikan teori-teori yang pernah didapat.

1.5. Kerangka Teori

Konflik merupakan peristiwa yang seringkali terjadi dalam kehidupan kemasyarakatan. Berkaitan dengan konflik, Neil J. Smelser menyatakan bahwa : “Teori konflik modern membuat asumsi sebagai berikut: a yang utama pada masyarakat yang akan datang adalah perubahan, konflik dan kekerasan’ b struktur masyarakat didasarkan pada dominasi oleh beberapa kelompok terhadap kelompok lain; c masing-masing kelompok dalam masyarakat memiliki kecenderungan perhatian umum, apakan para anggotanya memahami atau tidak; d ketika orang-orang memahami kecenderungan umumnya, mereka mungkin membentuk kelas sosial, dan e intensitas konflik kelas bergantung pada adanya kepastian politik dan kondisi sosial.” 25 1. Setiap masyarakat kapan saja tunduk pada proses perubahan; perubahan sosial ada di mana-mana, Sementara , Dahrendorf dalam Johnson 1986 menjelaskan bahwa; 2. Setiap masyarakat kapan saja memperlihatkan perpecahan dan konflik; konflik sosial ada di mana-mana, 3. Setiap elemen dalam masyarakat menyumbang disintegrasi dan perubahan, 4. Setiap masyarakat di dasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain. 26 Dengan mendasarkan pada pemikiran Dahrendorf, Ian Craib mengurai pemikiran konflik dalam memandang fenomena sosial sebagai berikut: 25 Lihat Muchtar, Sunyoto Usman dan Lambang Trijon, Konflik Dalam Transportasi Kota di Kota Malang, Yogyakarta: Fisipol UGM, 2001, hal. 41 26 Lihat Johnson dan Doyle Paul, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta: Gramedia Universitas Sumatera Utara 1. Kepentingan adalah unsur dari kehidupan sosial, 2. Kehidupan sosial perlu terbagi, 3. Kehidupan sosial melahirkan oposisi, 4. Kehidupan sosial melahirkan konflik struktural 5. Kehidupan sosial melahirkan kepentingan bagian-bagian 6. Diferensiasi sosial melibatkan kekuasaan 7. Sistem sosial tidak terintegrasi dan ditimpa oleh kontradiksi- kontradiksi, dan 8. Sistem-sistem sosial cenderung untuk berubah. 27 Dilihat dari asal usul terjadinya konflik, Soekanto menyatakan bahwa konflik mencakup suatu proses di mana bermula dan pertentangan hak atau kekayaan, kekuasaan, kedudukan, dan seterusnya di mana salah satu pihak berusaha menghancurkan pihak yang lain. 28 Sementara K. Sanderson lebih menekankan pada bentuk-bentuk konflik: “konflik adalah pertentangan kepentingan antara individu dan kalangan berbagai individu dan kelompok sosial, baik yang mungkin terlihat secara gamblang ataupun tidak, baik yang mungkin pecah menjadi tertentangan terbuka atau kekerasan fisik ataupun tidak”. 29 Senada dengan penjelasan di atas, Dahrendorf berkesimpulan bahwa: Pertama. hubungan wewenang adalah suatu bentuk hubungan antara supra- dan subordinasi, hubungan: atas-bawah, Kedua, di mana terdapat hubungan wewenang, di situ unsur atas larangan-larangan-mengendalikan perilaku unsur bawah subordinat, Ketiga, perkiraan demikian secara relativ lebih dilekatkan kepada posisi sosial daripada kepribadian individual. Keempat, berdasarkan pada kenyataan ini, hubungan wewenang selalu meliputi spesifikasi orang-orang yang harus tunduk kepada pengendalian dan spesifikasi dalam bidang mana saja pengendalian itu diperbolehkan. Kelima, wewenang adalah sebuah hubungan 27 Lihat Ian Craib, Teori-teori Sosial Modern, Jakarta: CV. Rajawali, 1986, hal. 22 28 Lihat Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, Jakarta: CV. Rajawali, 1984, hal, 37 29 Lihat Stephen Sanderson, Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial, Jakarta: Raja Grafindo, 1995, hal. 63. Universitas Sumatera Utara yang sah; tidak tunduk kepada perintah orang yang berwenang dapat dikenai sangsi tertentu. 30 Baik Smelse maupun Dahrendorf menyatakan bahwa konflik sosial terjadi antara dua kelompok yang berbeda kepentingan yang dipengaruhi oleh kondisi sosial dan politik yang ada. Satu kelompok berusaha untuk mengendalikan kelompok yang lainnya. Ketika satu kelompok berusaha mengendalikan kelompok lain dengan berbagai cara, selalu melibatkan kekuasaan dan wewenang, maka yang terjadi adalah dominasi kekuasaan yang dilakukakn oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya. Kelompok yang menguasai disebut sebagai superdinat dan kelompok yang dikuasai sebagai subordinat. 31 “Dalam setiap masyarakat, … terdapat dua kelas penduduk. Satu kelas yang menguasai dan satu kelas yang dikuasai. Kelas pertama yang jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan, dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu, sedangkan kelas kedua yang jumlahnya jauh lebih besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas pertama”

1.5.1. Teori Dominasi Kekuasaan

Mosca dalam karyanya The Rulling Class Yang dikutikp oleh Sastroandmodjo dalam Perilaku Politik menyatakan: 32 Pandangan ini menekankan, bahwa dalam masyarakat terdapat dua kelas yang menonjol, yaitu kelas yang memerintah dan yang diperintah, kelas pertama yangmenguasai politik, yakni memonopoli kekuasaan sekaligus menguasai hasil- hasilnya. Kelas yang kedua sebaliknya, mereka yang jumlahnya lebih besar tetapi . 30 Lihat Ralf Dahrendorf, Konflik Dalam Masyarakat Industri; Sebuah Analisa-Kritik, Jakarta: CV. Rajawali Pers, 1986, hal. 67 31 Ibid. 32 Lihat Satroadmodjo, Perilaku Politik, Jakarta: Rajawali Pers, 1995, hal 19 Universitas Sumatera Utara mempunyai kekuasaan atau fungsi politik, mereka diarahkan dan dikendalikan oleh kelas pertama dengan cara-cara tertentu 33 Mengenai konflik sosial, para ahli ilmu sosial memiliki pandangan penekanan yang berebeda. Setiap konflik yang terjadi di antara kelas atau kelompok yang ada dimasyarakat memiliki sebab dan akibat yang beragam, ada yang dikarenakan oleh status, kekuasaan, kekayaan, usia , peran menurut gender, dan keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu. Hal ini dapat berakibat pada terbentuknya suatu tatanana atau struktur sosial, terjadinya kekerasan, penindasan, dan bahkan peperangan. . 34 Marx mendefinisikan kelas sebagai kelompok individu atau kelompok kesatuan yang pada dasarnya bukan ditentukan semata-mata oleh tempatnya dalam proses produksi. Tetapi dari kedudukan ekonomi dapat juga ditentukan kelas sosialnya. Marx menyatakan bahwa penyebab penugasan kelas tertentu terdapat kelas lainnya dikarenakan oleh hubungan produksi yang tidak seimbang surplus value dalam suatu hubungan produksi yang kapitalistik. Ekonomi politik merupakan penekanan khusus yang dibicarakan Marx dalam pertentangan ini. Marx menganggap perbincangan mengenai modal dan kerja, dan antara modal dan tanah perlu dijelaskan secara rinci, yang belum pernah disinggung dalam setiap perbincangan ekonomi dan politik 35 Marx menjelaskan, bahwa semakin miskin keadaan pekerja atau tenaga kerja, semakin banyak kekayaan yang diproduksikannya. Semakin banyak kekayaan yang diproduksikannya, semakin besar pula kekuasaan yang terbentuk . 33 Ibid., hal. 20 34 Ibid. 35 Lihat Antonio Gidens dan David Held, Perdebatan Klasik dan Kontemporer Mengenai Kelompok, Kekuasaan dan Konflik, Jakarta: Rajawali Pers, 1987, hal. 39 Universitas Sumatera Utara dan semakin luas pula pengaruh kekuasaan tersebut. Pekerja menjadi komoditi murah. Semakin murah harga komoditi itu semakin banyak barang yang dihasilkannya. Devaluasi dunia manusia semakin membesar, hal mana berhubungan lansung dengan peningkatan nilai benda. Kerja tidak hanya menciptakan benda-benda, tetapi juga menciptakan kerja itu sendiri dan pekerja sebagai komoditi dalam proposisi yang sama dengan produksi barang-barang 36 Lain halnya dengan Marx, para pengikut Marx dikenal dengan kaum Marxis, menyatakan bahwa faktor ekonomi jelas mempunyai peranan yang menentukan terhadap cara produksi atau terhadap susunan sosial. Tetapi faktor yang bersifat politis dan idiologis super struktur juga mempunyai peranan yang penting. Kelas sosial ditentukan oleh tempatnya dalam kesatuan praktek-praktek sosial dalam arti menurut tempatnya dalam kesatuan pembagian kerja yang mencakup hubungan-hubungan politik dan idiologi. Tempat ini berhubungan dengan determinasi kultural dari kelas, yakni cara yang ditentukan oleh struktur hubungan produksi, dominasi, politik, idiologi yang berpengaruh terhadap praktek-praktek kelas . 37 “Sejarah dari semua masyarakat yang ada hingga kini adalah sejarah perjuangan kelas. Orang bebas dan budak, bangsawan dan rakyat biasa, tuan dan hamba, pemimpin peusahaan dan orang luntang-lantang, dalam satu kata, penindas dan yang ditindas, selalu bertentangan satu sama lain, yang berlangsung tak putus-putusnya dalam suatu pertarungan yang kadang-kadang tersembunyi, kadang-kadang terbuka, suatu pertarungan yang setiap kali berakhir, baik dalam suatu rekonstitusi masyarakat pada umumnya secara revolusioner, maupun dalam keruntuhan umumnya dari kelas-kelas yang bercekcok tersebut” . Dalam The communist Manifesto, Marx menyatakan: 38 36 Ibid, hal, 40 37 Ibid 38 Johnson, Op., Cit., hal, 43 . Universitas Sumatera Utara Pemilikan atau kontrol terhadap alat produksi merupakan dasar utama bagi kelas-kelas sosial dalam semua tipe masyarakat, dari masyarakat yang dibedakan menurut kelas yang paling awal sampai ke kapitalisme modern. Walaupun demikian, karakteristik dari kelas yang berbeda-beda dan sifat hubungan sosial diantara kelas-kelas tersebut akan berbeda dalam masyarakat yang berbeda dan tahap yang berbeda pula. 39 Kelas penguasa adalah yang mengekploitasi dalam sistem hubungan produksi yang diajukan terutama jka ada hubungan-hubungan produksi lain dalam masyarakat itu melalui totalitas kadar dan bentuk intervensi Negara dalam jangka waktu tertentu. Kelas pengasa tidak harus merupakan kelas dominant secara ekonomi dalam arti kelas yang mengeksploitasi menurut cara produksi dominant, di mana terdapat berbagai cara produksi, seperti pertanian, subsistensi, feodalisme, kapitalisme, dan lain sebagainya 40 Mengenai kelas atau kelompok yang berkuasa dan dikuasai. Mosca menjelaskan, seperti yang dikutip dalam Soekanto. Kelas pertama berkuasa biasanya terdiri dari orang-orang yang sedikit jumlahnya, menerapkan semua fungsi-fungsi politik, memonopoli kekuasaan dengan menikmati segala keuntungan dari kedudukan sebagai pemegang kekuasaan. Kelas yang kedua dikuasai, terdiri dari lebih banyak orang, diarahkan dan dikendalikan oleh kelas pertama, dengan cara-cara yang kurang legal, sewenang-wenang atau dengan kekerasan. Kelas kedua tersebut meyediakan sarana untuk dapat hidup dan bertahan, serta hal-hal lainnya yang sangat penting bagi organisme politik. . 41 39 Ibid. 40 Antonio Gidens, Op., Cit., hal. 45 41 Soerjono Soekamto, Op., Cit., hal. 38 Universitas Sumatera Utara Sementara Weber, mengakui pentingnya stratifikasi ekonomi sebagai dasar yang fundamental untuk kelas, selain prestise dan kekuasaan politik. Kelas sosial terdiri dari semua mereka yang memiliki kesempatan hidup yang sama dalam bidang ekonomi. Weber menyatakan bahwa jika ingin berbicara tentang suatu kelas, tidak mungkin terlepas dari pembicaraan tentang: 1 sejumlah orang yang sama-sama memiliki suatu komponen tertentu yang merupakan sumber dalam kesempatan hidup mereka, 2 komponen ini secara eksklusif tercermin dalam kepentingan ekonomi berupa pemilikan benda-benda dan kesempatan- kesempatan untuk memperoleh pendapatan, 3 hal itu terlihat dalam kondisi- kondisi komoditi atau pasar tenaga kerja. 42 Tidak seperti kelas ekonomi, kelompok kelas status berlandaskan pada ikatan subyektif antara para anggotanya, yang terikat menjadi satu karena gaya hidup yang sama, nilai serta kebiasaan yang sama, dan sering pula oleh perkawinan di dalam kelompok itu sendiri, serta oleh perasaan-perasaan akan jarak sosial dari kelompok-kelompok status lainnya. Mereka saling mengenal dan menyebut masing-masing sebagai “orang kita” dan berjuang mempertahankan perasaan superioritas terhadap mereka yang tidak termasuk dalam lingkaran 43 Selain posisi ekonomis dan kehormatan kelompok status, dasar yang lain untuk stratifikasi sosial adalah kekuasaan politik. Bagi Weber kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak seseorang meskipun mendapat tantangan dari orang lain. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengatasi perlawanan dari orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan seseorang, khususnya dalam mempengaruhi perilaku. Kekuasaan tersebut digunakan terus-menerus . 42 Johnson, Op., Cit., hal. 36 43 Ibid Universitas Sumatera Utara untuk menanamkan suatu kepercayaan akan haknya untuk berbuat demikian, berusaha untuk menegakkan legitimasi kekuasaan sebagai batu loncatan bagi peningkatan posisi ekonomi atau status 44 Menurut kaum Marxis, kelas penguasa ketika berkuasa tidak mutlak membuat semua keputusan bagi masyarakat sebagai suatu unit yang kompak. Kekuasaan kelas penguasa dilaksanakan melalui seperangkat mekanisme yang secara obyektif saling berkaitan tetapi tidak harus menyatu secara pribadi. Melalui cara ini, teknik eksploitasi yang ada direproduksi. Kelas penguasa bukanlah suatu subyek kekuasaan yang bersatu. Kekuasaan diwujudkan dalam proses sosial yang obyektif, yang memelihara dan memperluas cara produksi tertentu serta dijamin oleh pemerintah atau Negara . 45 Gramsci, ia menyatakan bahwa kelas sosial akan memperoleh keunggulan supremasi melalui dua cara, yaitu: melalui cara dominasi . 46 dominio atau paksaan coercion dan melalui kepemimpinan intelektual dan moral, yang disebut dengan hegemoni 47 Hegemoni merupakan konsep dari realitas yang menyebar melalui masyarakat dalam sebuah lembaga dan manifestasi perseorangan, pengaruh dari jiwa ini membentuk moralitas, adat, religi, prinsip-prinsip politik, dan semua relasi sosial, terutama dari intelektual dan hal-hal yang menunjukkan pada moral. Upaya untuk menggiring individu agar menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang telah ditentukan, sebuah rantai kemenangan yang di . 44 Ibid., hal. 37-38 45 Antonio, Op., Cit., hal. 27 46 Dominasi diartikan sebagai penguasaan, penempatan posisi bagus dan kuat; pengaruh besar Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-barry, 1994, Kamus Ilmiah Popular, Arkola, Surabaya. 47 Berasal dari bahasa Yunani kuno disebut eugomoni, diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi Negara-negara kota lainnya Franz Magnis-Suseno, 2003, Dalam Bayangan Lenin, Enam Pemikir Marxisme Dari Lenin Sampai Tan Malaka, Gramedia, Jakarta Universitas Sumatera Utara dapat melalui mekanisme consensus dengan mekanisme institusi yang ada dimasyarakat. Perlu diingat, bahwa Gramsci beranggapan hegemoni bukan hanya kepemimpinan intelektual dan moral saja tanpa diikuti praktek dominasi atau paksaan. Akan tetapi dapat terjadi sebagai kepemimpinan intelektual dan moral sekaligus diiringi dengan praktek dominasi atau paksaan. 48 Kekuasaan, sebagaimana yang dikemukakan Weber merupakan kemampuan orang atau kelompok memaksakan kehendaknya pada pihak lain walaupun ada penolakan melalui perlawanan. Perlawanan akan dilakukan oleh kelompok masyarakat atau individu yang merasa tertindas, frustasi, dan hadirnya situasi ketidakadilan di tengah- tengah mereka.

I.5.2. Teori Perlawanan

49 Jika situasi ketidakadilan dan rasa frustasi ini mencapai puncaknya, akan menimbulkan apa yang disebut sebagai gerakan sosial atau sosial movement, yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi sosial, politik, dan ekonomi menjadi kondisi yang berbeda dengan sebelumnya. 50 Scott mendefinisikan perlawanan sebagai segala tindakan yang dilakukan oleh kaum atau kelompok subordinat yang ditujukan untuk mengurangi atau menolak klaim misalnya harga sewa atau pajak yang dibuat oleh pihak atau kelompok superdinat terhadap mereka. Scott membagi perlawanan tersebut menjadi dua bagian, yaitu: perlawanan publik atau terbuka public transcript dan 48 Lihat Patria dan Arief, Antonio Gramsci, Negara dan Hegemoni, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 44. 49 Lihat Zaiyardam Zubir, Radikalisme Kaum Pinggiran: Studi Tentang Idiologi, Isu, Strategi, dan Dampak Gerakan, Yogyakarta: Insist Press, 2002, hal. 19 50 Lihat Tarrow, Power In Movement, Social Movement, Collective Action and Politics, Sidney: Cornel University Universitas Sumatera Utara perlawanan tersembunyi atau tertutup hidden transcript. 51 Kedua kategori tersebut, oleh Scott, dibedakan atas artikulasi perlawanan; bentuk, karekteristik, wilayah sosial dan budaya. Perlawanan terbuka dikarakteristikan oleh adanya interaksi terbuka antara kelas-kelas subordinat dengan kelas- kelas superdinat. Sementara perlawanan sembunyi- sembunyi dikarakteristikan oleh adanya interaksi tertutup, tidak langsung antara kelas-kelas subordinat dengan kelas-kelas superdinat. Untuk melihat pembedaan yang lebih jelas dari dua bentuk perlawanan di atas, Scott mencirikan perlawanan terbuka sebagai perlawanan yang bersifat: Pertama, organik, sistematik dan kooperatif. Kedua, berprinsip atau tidak mementingkan diri sendiri. Ketiga, berkonsekuensi revolusioner, danatau Keempat, mencakup gagasan atau maksud meniadakan basis dominasi. 52 Dengan demikian, aksi demonstrasi atau protes yang diwujudkan dalam bentuk unjuk rasa, mogok makan dan lain- lain merupakan konsekuensi logis dari perlawanan terbuka terhadap pihak superdinat. 53 51 Lihat James C. Scoot, Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1981, hal. 69 52 Ibid, hal. 58 53 Tarrow, Op., Cit., hal. 37 Menurut Fakih, gerakan sosial diakui sebagai gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan terhadap sistem sosial yang ada. Karena memiliki orientasi pada perubahan, dianggap lebih mempunyai kesamaan tujuan, dan bukan kesamaan analisis. Mereka tidak bekerja menurut prosedur baku, melainkan menerapkan struktur yang cair dan operasionalnya lebih diatur oleh standar yang muncul saat itu untuk mencapai tujuan jangka panjang. Mereka juga tidak memiliki kepemimpinan formal, seorang aktivis gerakan sosial tampil menjadi pemimpin gerakan karena keberhasilannya mempengaruhi massa dengan kepiawaiannya Universitas Sumatera Utara dalam memahami dan menjelaskan tujuan dari gerakan serta memiliki rencana yang paling efektif dalam mencapainya. 54 Soekanto dan Broto Susilo memberikan empat ciri gerakan sosial, yaitu: Pertama, tujuannya bukan untuk mendapatkan persamaan kekuasaan, akan tetapi mengganti kekuasaan. Kedua, adanya penggantian basis legitimasi, Ketiga, perubahan sosial yang terjadi bersifat massif dan pervasive sehingga mempengaruhi seluruh masyarakat, dan Keempat, koersi dan kekerasan biasa dipergunakan untuk menghancurkan rezim lama dan mempertahankan pemerintahan yang baru. Dan J. Smelser menyatakan, bahwa gerakan sosial ditentukan oleh lima faktor. Pertama, daya dukung struktural structural condusiveness di mana suatu perlawanan akan mudah terjadi dalam suatu lingkungan atau masyarakat tertentu yang berpotensi untuk melakukan suatu gerakan massa secara spontan dan berkesinambungan seperti lingkungan kampus, buruh, petani, dan sebagainya. Kedua, adanya tekanan- tekanan struktural structural strain akan mempercepat orang untuk melakukan gerakan massa secara spontan karena keinginan mereka untuk melepaskan diri dari situasi yang menyengsarakan. 55 Ketiga, menyebarkan informasi yang dipercayai oleh masyarakat luas untuk membangun perasaan kebersamaan dan juga dapat menimbulkan kegelisahan kolektif akan situasi yang dapat menguntungkan tersebut. Keempat, faktor yang dapat memancing tindakan massa karena emosi yang tidak terkendali, seperti adanya rumor atau isu-isu yang bisa membangkitkan kesadaran kolektif untuk melakukan perlawanan. Kelima, upaya mobilisasi orang- orang untuk 54 Zubir, Op., Cit., hal. 25 55 Lihat Riza Sihbudi dan Moch. Nurhasim, ed., Kerusuhan Sosial di Indonesia, Studi Kasus Kupang, Mataram dan Sambas, Jakarta: Grasindo, 2001, hal. 48 Universitas Sumatera Utara melakukan tindakan tindakan yang telah direncanakan. 56 Sedangkan perlawanan sembunyi-sembunyi dapat dicirikan sebagai perlawanan yang bersifat: Pertama, Tidak teratur, tidak sistematik dan terjadi secara individual, Kedua, Bersifat oportunistik dan mementingkan diri sendiri, Ketiga, Tidak berkonsekuensi revolusioner, dan; atau Keempat, Lebih akomodatif terhadap sistem dominasi. Oleh karena itu, gejala- gejala kejahatan seperti: pencurian kecil- kecilan, hujatan, makian, bahkan pura- pura patuh tetapi dibelakang membangkang mempakan perwujudan dari perlawanan sembunyi sembunyi. Perlawanan jenis ini bukannya bermaksud atau mengubah sebuah sistem dominasi, melainkan lebih terarah pada upaya untuk tetap hidup dalam sistem terse but sekarang, minggu ini, musim ini. Percobaan- percobaan untuk menyedot dengan tekun dapat memukul balik, mendapat keringanan marjinal dalam eksploitasi, dapat menghasilkan negosiasi- negosiasi tentang batas- batas pembagian, dapat mengubah perkembangan, dan dalam peristiwa tertentu dapat menjatuhkan sistem. Tetapi, menurut, semua itu hanya mempakan akibat- akibat yang mungkin terjadi, sebaliknya, tujuan mereka hampir selalu untuk kesempatan hidup dan ketekunan. 57 Bagaimanapun, kebanyakan dari tindakan ini oleh kelas- kelas lainnya akan dilihat sebagai keganasan, penipuan, kelalaian, pencurian, kecongkakan- singkat kata semua bentuk tindakan yang dipikirkan untuk mencemarkan orang- orang yang mengadakan perlawanan. Perlawanan ini dilakukan untuk mempertahankan diri dan rumah tangga. Dapat bertahan hidup sebagai produsen komoditi kecil atau pekerja, mungkin dapat memaksa beberapa orang dari 56 Ibid, hal. 48-49 57 James, Op., Cit., hal. 60-61 Universitas Sumatera Utara kelompok ini menyelamatkan diri dan mengorbankan anggota lainnya. 58 Scott menambahkan, bahwa perlawanan jenis ini sembunyi- sembunyi tidak begitu dramatis, namun terdapat di mana- mana, melawan efek-efek pembangunan kapitalis asuhan negara. Perlawanan ini bersifat perorangan dan seringkali anonim. Terpencar dalam komunitas- komunitas kecil dan pada umumnya tanpa sarana- sarana kelembagaan untuk bertindak kolektif, menggunakan sarana perlawanan yang bersifat lokal dan sedikit memerlukan koordinasi. Koordinasi yang dimaksudkan di sini, bukanlah sebuah konsep koordinasi yang dipahami selama ini, yang berasal dari rakitan formal dan birokratis. Tetapi merupakan suatu koordinasi dengan aksi- aksi yang dilakukan dalam komunitas dengan jaringan jaringan informasi yang padat dan sub kultur- sub kultur perlawanan yang kaya. 59 Konflik merupakan faktor yang turut membangun perkembangan masyarakat. Konflik akan bisa membangun solidaritas kelompok dan hubungan antar warga Negara maupun antar kelompok. Konflik tidak bisa dihindari oleh setiap aktor, namun yang paling penting adalah cara untuk menyelesaikan konflik agar ancaman threat bias menjadi kesempatan oppurtunity dan bahaya timbulnya konflik terbuka secara meluas dilokalisasi dengan membangun suatu model pencegahan dan penanggulangan dini.

1.5.3. Teori Resolusi Konflik

60 Suatu kebiasaan khas dalam konflik adalah memberikan prioritas yang tinggi guna mempertahankan kepentingan pihaknya sendiri. Jika kepentingan si A 58 Lihat James C. Scoot, Perlawanan Kaum Tani, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993, hal. 27 59 Ibid. 60 Riza Sihbudi, Op., Cit., hal. 66 Universitas Sumatera Utara bertentangan dengan kepentingan B, A cenderung mengabaikan kepentingan B, atau secara aktif menghancurkannya. Menurut Miall, pihak pihak yang berkonflik biasanya cenderung melihat kepentingan mereka sebagai kepentingan yang bertentangan secara diametrikal, oleh karena itu, berkesimpulan bahwa hasil yang diperoleh adalah hasil kalah- menang. 61 Untuk itu, menurut Dahrendorf, perlu diadakan suatu peraturan pertentangan yang mensyaratkan tiga faktor. Pertama, kedua kelompok yang terlibat dalam pertentangan harns mengakui pentingnya dan nyatanya situasi pertentangan dan dalam hal ini, mengakui keadilan fundamental dari maksud pihak lawan. Pengakuan adilnya maksud lawan tentu saja bukan berarti bahwa subtansi kepentingan lawan harns diakui sebagai adil dari awal. Pengakuan di sini berarti bahwa kedua kelompok yang bertentangan menerima untuk apa pertentangan itu, yakni menerimanya sebagai suatu hasil pertumbuhan yang tak terelakkan. Syarat Kedua, adalah organisasi kelompok- kelompok kepentingan. Selama kekuatan- kekuatan yang bertentangan itu terpencar- pencar dalam kesatuan yang kecil yang masing- masing erat ikatannya, peraturan pertentangan tidak akan efektif. Dan Ketiga, adanya keharnsan bagi kelompok- kelompok yang berlawanan dalam pertentangan sosial menyetujui aturan formal tertentu yang menyediakan kerangka hubungan bagi mereka. 62 Berdasarkan buku panduan pengelolaan konflik yang dikeluarkan oleh The British Council, bahwa penyelesaian suatu konflik yang terjadi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: 61 Hugh Miall, Resolusi Damai Konflik Kontemporer, Menyelesaikan, Mencegah dan Mengubah Konflik BersumberPolitik, Sosial, Agama, dan Ras, Jakarta: Rajawali Pers, 2002, hal. 18 62 Dahrendorf, Op., Cit., hal. 73 Universitas Sumatera Utara 1. Negosiasi, suatu proses untuk memungkinkan pihak- pihak yang berkonflik untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan pilihan dan mencapai penyelesaian melalui interaksi tatap muka. 2. Mediasi, suatu proses interaksi yang dibantu oleh pihak ketiga sehingga pihak pihak yang berkonflik menemukan penyelesaian yang mereka sepakati sendiri. 3. Arbitrasi atau perwalian dalam sengketa, tindakan oleh pihak ketiga yang diberi wewenang untuk memutuskan dan menjalankan suatu penyelesaian. 63 Secara tradisional, tugas penyelesaian konflik adalah membantu pihak- pihak yang merasakan situasi yang mereka alami sebagai sebuah situasi zero- sum keuntungan diri sendiri adalah kerugian pihak lain. Agar melihat konflik sebagai keadaan non- zero- sum di mana kedua belah pihak dapat memperoleh hasil atau keduanya sama- sarna tidak memperoleh hasil dan kemudian membantu pihak- pihak yang berkonflik berpindah ke arah hasil yang positif. Untuk menciptakan hasil non- zero- sum, mewajibkan akan adanya pihak yang berfungsi menyelesaikan konflik. 64 Konsiliasi, tidak melibatkan pihak manapun dalam menyelesaikan suatu pertentangan. Konsiliasi lebih cenderung pada upaya damai yang dilakukan oleh pihak pihak yang bertentangan terhadap pertentangan yang mereka alami. Menurut Dahrendorf, ketiga bentuk penyelesaian pertentangan tersebut, yakni konsiliasi, mediasi, dan arbitrasi dapat dilaksanakan sebagai peraturan pertentangan secara berurutan atau dapat pula diterapkan secara terpisah- pisah menurut situasi yang dihadapi. 65 Menurut Dahrendorf, mediasi merupakan bentuk yang paling ringan dari campur tangan pihak luar dalam menyelesaikan pertentangan. Kedua kelompok 63 Ibid. 64 Hugh Miall, Op., Cit., hal. 73 65 Ibid, hal. 75 Universitas Sumatera Utara yang bertentangan sepakat untuk berkonsultasi dengan pihak luar yang diminta memberikan nasihat. Akan tetapi, nasihat tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap kelompok yang bertentangan. Sekilas, hal ini hanya menjanjikan pengaruh sedikit, tetapi dari pengalaman di berbagai bidang kehidupan sosial menunjukkan bahwa mediasi merupakan suatu tipe penyelesaian pertentangan yang berhasil. 66 1. Otonom, dibekali hak untuk mengambil keputusan tanpa campur tangan pihak lain. Berkaitan dengan keberhasilan mediasi, Kerr dalam Dahrendorf, mengungkapkan lima hal positif dari model ini: Pertama, mengurangi sikap irrasional, Kedua, menyingkirkan sikap non- rasional, Ketiga, menjajaki penyelesaian, Keempat, membantu pengenduran perlahan, dan Kelima, meningkatkan biaya pertentangan. Dahrendorf 1986 juga mensyaratkan empat hal sebagai syarat wajib dipenuhi oleh pihak ketiga: 2. Memegang posisi monopoli, merupakan satu- satunya institusi dalam suatu perserikatan satu- satunya kelompok di luar dua kelompok yang bertikai. 3. Perannya harns dipatuhi, keputusan- keputusan yang telah dicapai harns mengikat kedua kelompok kepentingan.Demokratis, kedua kelompok yang bertentangan di dengar dan diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat sebelum keputusan diambil. 67 Berkaitan dengan arbitrasi, Lockwood mengandung dua konsep, yaitu konsep politik dan pengadilan. Konsep pertama memberikan kesan bahwa adalah menjadi tugas untuk menemukan titik kompromi yang dapat dilaksanakan di antara isu- isu yang bertentangan. Sedangkan konsep kedua melihat pertentangan dari sudut pandangan hukum, yakni memberikan tugas kepada arbitrator untuk 66 Dahrendorf, Op., Cit., hal 86 67 Ibid. hal. 88 Universitas Sumatera Utara menilai kebaikan isu yang dipertentangkan itu menurut ukuran yang pasti, benar atau salah 68 Metode penelitian didefinisikan sebagai ajaran mengenai cara-cara yang digunakan dalam proses penelitian. Metode berguna untuk memberikan ketepatan, kebenaran dan pengetahuan yang mempunyai nilai ilmiah yang tinggi. .

1.6. Metode Penelitian

69 Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan penekanan pada deskriptif dan analitis. Bogdan dan Taylor mendefenisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata- kata baik tertulis maupun lisan dan pelaku yang dapat diamati. Metode penelitian kualitatif ini dipilih karena dapat menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden serta lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan pola- pola nilai yang dihadapi Untuk itu, penelitian ini akan memaparkan beberapa cara sebagai batasan untuk mencapai kebenaran ilmiah, yakni: jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, pemilihan informan, dan teknik analisa data.

1.6.1. Jenis Penelitian

70 68 Ibid. hal. 97-98 69 Lihat Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: CV. Mandar Maju, 1996, hal. 17 70 Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Deskriptif - analitis adalah suatu upaya untuk menggambarkan hasil dari data data yang diperoleh di lapangan, baik secara lisan maupun tulisan untuk kemudian dianalisis sebagai suatu kesimpulan Universitas Sumatera Utara penelitian. 71 Penelitian ini berusaha menggambarkan bagaimana bentuk-bentuk dominasi kekuasaan yang terjadi terhadap pedagang, bagaimana perlawanan yang dilakukan oleh pedagang, dan upaya seperti apa yang telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Sedangkan pedekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan studi kasus case study, yakni suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus case dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar. 72

1.6.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini diadakan di kelurahan Padang Bulan kecamatan Senapelan kota Pekanbaru, propinsi Riau. Dipilihnya lokasi ini karena beberapa pertimbangan, diantaranya: Pertama. lokasi ini merupakan salah satu wilayah yang memiliki pasar tradisional yang cukup besar dan telah lama berdiri kurang lebih tiga puluh tahun dengan mayoritas pedagang yang memiliki modal ekonomi menengah kebawah, lokasi penelitian berada di tengah kota, ibukota propinsi Riau sebagai pusat pemerintahan, sangat berpengaruh dan menjadi model bagi daerah- daerah lainnya di propinsi Riau, Ketiga. merupakan pusat ekonomi menengah ke bawah sehingga sangat sesuai bagi terjadinya konflik vertika4 dan Keempat. lebih mudah dijangkau dan dekat dengan akses informasi lainnya, yang berhubungan dengan penelitian ini. 71 Kartini Kartono, Op., Cit., hal. 21 72 Lihat Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001, hal. 26 Universitas Sumatera Utara

1.6.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti dalarn penelitian ini untuk memperoleh informasi atau data yang akurat sehingga dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu penelitian sosial yang ilmiah. Adapun cara-cara tersebut dapat dibagai atas tiga bagian, yakni melalui: observasi atau pengamatan, dan dokumentasi. Observasi berfungsi sebagai data primer, sedangkan dokumen dokumen berfungsi sebagai data sekunder. 73 Observasi adalah teknik atau cara pengumpulan data melalui pengamatan terhadap fenomena- enomena sosial dan gejala- gejala alam. Menurut Faisal, pengamatan dapat juga dilakukan terhadap benda, keadaan, kondisi, situasi, kegiatan, proses, dan penampilan tingkah laku seseorang.

1.6.3.1. 0bservasi

74 Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung. Di mana peneliti melakukan kunjungan langsung ke lapangan berkaitan dengan perilaku atau kondisi lingkunngan yang relevan dengan maksud penelitian ini sebagai tambahan dimensi- dimensi baru dalam konteks memahami fenomena yang diteliti tersebut. 75 Dalam hal penelitian ini, observasi dilakukan pada saat pedagang sedang melakukan transaksi jual beli di pasar Senapelan. Kebanyakan pengamatan ini dilakukan pada waktu siang hari. Dengan harapan, observasi yang dilakukan akan lebih menyeluruh, karena dapat melihat kondisi pedagang secara holistik ketika melakukan interaksi sosial dengan masyarakat lainnya, dan dengan sesama 73 Lihat Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: Rajawali Pers, 2001, hal. 27 74 Ibid. 75 Lihat Robert K. Yin, Studi Kasus, Desain dan Metode, Jakarta: Rajawali Pers, 2003, hal. 23 Universitas Sumatera Utara pedagang dari beragam tingkatan penghasilan dan modal yang mereka miliki. Selain itu juga dilakukan pada waktu peneliti melakukan kegiatan wawancara di lapangan dengan pedagang. Dan kebanyakan observasi ini difokuskan Pada kondisi sosial yang dihadapi pedagang ketika mereka harus mencari nafkah ditempat yang tidak memadai.

1.6.3.2. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengumpulan dokumen dokumen yang dianggap penting dan berkaitan dengan penelitian ini. Dokumen dokumen dalam penelitian ini berupa teks- teks yang dapat ditafsirkan lebih lanjut. Teks- teks ini berbentuk arsip, statistik, hasil laporan, buku- buku, koran harian, website, ataupun hasil penelitian yang pernah dilakukan terhadap permasalahan berkaitan dengan penelitian ini. 76 Proses analisa data dimulai dengan menelaah informasi atau data yang telah didapat, baik yang diperoleh dari wawancara, pengamatan, atau pun dari Dokumen- dokumen berupa buku berguna untuk mendapatkan data tentang sejarah kota Pekanbaru dan sejarah Senapelan. Untuk mengisi data- data statistik yang diperlukan dalam penelitian ini, digunakan buku- buku yang berasal dari Biro Pusat Statistik sebagai penunjangnya. Selain itu, juga terdapat data dari koran harian dan website yang digunakan sebagai penunjang kekuatan informasi dalam penelitian ini.

1.6.5. Teknik Analisa Data

76 Ibid. hal. 23-24. Universitas Sumatera Utara studi terhadap dokumen-dokumen. Keseluruhan data yang di dapat tersebut dirangkum dan dikategorisasikan sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Selanjutnya, kategori kategori yang telah diklasifikasikan tersebut dikontruksikan dengan pendekatan kualitatif dalam sebuah deskripsi untuk kemudian dianalisis sehingga memungkinkan diambil kesimpulan yang utuh. 77 • Bab I Pendahuluan; akan mengulas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan peneilitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

1.7. Sistematika Penulisan

Tulisan penelitian ini akan terdiri dari 4 bagian BAB dengan urutan penulisan sebagai berikut: • Bab II Dominasi Kekuasaan Pemko Terhadap Pedagang Senapelan; bab ini akan memaparkan deskripsi lokasi Pasar Senapelan, dan bagaimana bentuk-bentuk dominasi kekuasaan yang terdapat pada kasus peremajaan pasar Senapelan, Pekanbaru. • Bab III Perlawanan Pedagang Senapelan Terhadap Pemko; sedangkan pada bagian ini menceritakan bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan oleh pedagang pasar Senapelan dan juga akan membahas resolusi konflik terhadap masalah yang terjadi. • Bab IV Penutup: Kesimpulan dan saran menjadi isi pada bagian ini. 77 Ibid. hal. 31 Universitas Sumatera Utara BAB II DOMINASI KEKUASAAN PEMERINTAH KOTA TRHADAP PEDAGANG PASAR SENAPELAN KOTA PEKANBARU Untuk menjelaskan bagaimana bentuk- bentuk dominasi kekuasaan berlangsung pada pembangunan pasar tradisional ini, akan dimulai dengan penjelasan mengenai suatu hubungan konfliktual yang terjadi antara Pemkot dan investor dengan pedagang pasar Senapelan. Beberapa teori dominasi kekuasaan yang relevan akan digunakan sebagai pengantar bab ini. Diantaranya adalah teori mengenai pembagian masyarakat atas dua kelompok dalam suatu hubungan sosial yang asimetris, yang menjadikan suatu kelompok masyarakat menguasai kelompok masyarakat lainnya, superdinat dan subordinat. Dilanjutkan dengan teori Wright yang mengemukakan beberapa karekteristik yang dapat dikenali dari hubungan asimetris tersebut, yaitu: 1 kesejahteraan suatu kelompok secara material tergantung pada perampasan material dari kelompok lain, 2 hubungan itu melibatkan pengucilan dan penutupan exclusion akses terhadap sumber daya produktif, 3 mekanisme yang menghasilkan pengucilan dan penutupan tersebut melibatkan pengambilalihan nilai tambah fruits of labour 78 Selanjutnya teori Mosca yang menjelaskan mengenai kelompok pertama yang menguasai fungsi politik terhadap kelompok yang lain. Tindakan ini diiringi dengan tindakan pemaksaan, mengendalikan pedagang sampai patuh, dan mencampuri kebebasan serta memaksanya dengan cara- cara khusus. Cara cara tersebut dapat dilakukan melalui: 1 kebijakan pemerintah atau negara, 2 . 78 Lihat Nurul Widyaningrum, Pola-pola Eksploitasi Terhadap Usaha-usaha Kecil, Bandung : AKATIGA, 2003, hal. 21-22 Universitas Sumatera Utara kekuatan premanisme, 3 kekuatan informasi dan modal, penguasaan dan penutupan akses terhadap informasi dan modal. 79 Selain menguasai politik, kelompok yang berkuasa ini juga menguasai ekonomi melalui suatu hubungan ekonomi yang tidak seimbang atau hubungan sosial yang kapitalistik, seperti yang diungkapkan oleh Marx. 80 79 Ibid, hal. 22 80 Ibid, hal. 28 Dalam kasus pasar Senapelan ini, dominasi kekuasaan politik lebih kental daripada kekuasaan ekonomi. Kekuasaan politik menjadi nuansa yang tergambar dengan jelas dalam pembangunan pasar tersebut, sedangkan nuansa ekonomi adalah nuansa kepentingan yang ada dibalik kekuasaan politik tersebut. Secara politik, Pemkot sebagai kelas penguasa melakukan tindakan dominasi melalui kebijakan yang tidak partisipatif non partisipatif, tindakan represi, dan kooptasi. Melalui kebijakan non partisipatif tersebut, melalui Surat Keputusan, Pemkot memberikan legitimasi hukum bagi terlaksananya program peremajaan pasar Senapelan. Di samping itu, Pemkot juga membuat keputusan- keputusan yang sepihak, seperti halnya keputusan untuk terus melanjutkan program peremajaan pasar Senapelan, walaupun ada kesepakatan untuk menghentikan sementara pembangunan pasar tersebut sampai ada kesepakatan harga kios, selain sikap ngotot Pemkot dengan harga yang telah ditetapkan oleh investor. Setiap tindakan yang dilakukan oleh Pemkot dianggap sebagai tindakan yang sah, mulai dari penentuan harga kios, menempatkan para pedagang, dan melakukan tindakan pembongkaran paksa. Kebijakan yang dibuat tidak memihak masyarakat umum atau kecil, tetapi lebih memihak investor atau kepentingan pemillik modal besar, sehingga pedagang berada dalam kondisi tersubordinasi. Universitas Sumatera Utara Selain melakukan dominasi dalam bentuk pembuatan kebijakan yang tidak partisipatif, Pemkot juga melakukan tindakan represi. Tindakan represi atau tekanan ini dilakukan oleh Pemkot dengan bantuan aparat pemerintah, seperti polisi, Satpol PP, maupun pemanfaatan kekuatan di luar aparat pemerintah seperti penggunaan preman. Mereka melakukan tekanan terhadap pedagang melalui intimidasi, teror, dan tindakan kekerasan. Tindakan intimidasi dan teror dilakukan oleh kekuatan preman terhadap pedagang secara individual. sedangkan tindakan kekerasan dilakukan oleh aparat keamanan dan Satpol PP dalam aksi pembongkaran kios- kios pedagang yang lama dan dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan pedagang. Tindakan kooptasi dilakukan melalui pemanfaatan media massa dan organisasi pedagang. Melalui media massa lokal. kooptasi atau penguasaan dilakukan oleh Pemkot. Pemberitaan yang minim dari dua koran Harian terbesar di kota Pekanbaru, yaitu Rian Post dan Riau Mandiri menjadikan informasi yang diperoleh sangat minim. Walaupun ada pemberitaan tentang konflik yang terjadi akibat pembangunan pasar tersebut, porsinya sedikit dan kebanyakan informasi lebih dikuasai oleh berita tentang desain atau bentuk bangunan dan fasilitasnya, harga kios versi investor, dan pemasaranya. Sedangkan di tingkat pedagang, penguasaan terhadap pedagang dilakukan melalui lembaga ISIP. Melalui ISIP ini para pedagang di pecah belah menjadi dua, pedagang pendukung segala kebijakan pemkot di bawah bendera ISIP walaupun tidak terang- terangan dan pedagang yang tidak setuju dengan kebijakan Pemkot FKPPS. Mengenai bentuk – bentuk kekuasaan yang di lakukan pemerintah kota terhadap pedagang pasar senapelan kota Pekan Baru, akan di jelaskan pada Universitas Sumatera Utara pembahasan berikut.

2.1. Surat Keputusan Walikota Pekan Baru