Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan terjadinya Asma di Puskesmas Padang Bulan tahun 2015

(1)

37

Lampiran 1

CURRICULUM VITAE

Nama : Orlando F M Sinaga

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat/TanggalLahir : Medan, 31 Juli 1994

Warga Negara : Indonesia

Status : Belum Menikah

Agama : Kristen

Alamat :Jl.Tanjung Sari Pasar 2 Komplek Taman Perkasa Indah blok C no 8 Tanjung Sari, Medan Selayang Nomor Handphone : 082368110853

Alamat Email : Orlando.frans@yahoo.com Riwayat Pendidikan :

1. TK Swasta Santo Thomas 2 Medan (1999-2000) 2. SD Swasta Santo Thomas 5 Medan (2000-2006) 3. SMP Swasta Santo Thomas 1 Medan (2006-2009) 4. SMA Negeri 15 Medan (2009-2012)

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012-Sekarang) Riwayat Pelatihan :


(2)

38

2. Peserta Manajemen Mahasiswa Baru (MMB) FK USU 2012

Riwayat Organisasi :

1. Sekretaris departemen minat bakat PEMA FK USU 2015 2. UKM KMK USU UP FK

3. Anggota Seksi Peralatan dan Tempat MMB 2013

4. Anggota Seksi Peralatan dan Tempat PM Akbar FK USU 2014 5. Anggota Seksi Olahraga Futsal Putri Porseni FK USU 2014 6. Wakil Ketua Panitia Paskah FK USU 2014

7. Anggota Seksi Peralatan dan Tempat Panitia Natal FK USU 2014

8. Anggota Seksi Peralatan dan Tempat Panitia Baksos KMK FK USU 2015


(3)

39

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI CALON SUBJEK PENELITIAN

Salam Sejahtera,

Dengan Hormat,

Nama saya Orlando Frans Maranatha Sinaga, sedang menjalani pendidikan Kedokteran di Program S1 Ilmu Kedokteran FK USU. Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “ Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Terjadinya Penyakit Asma di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015”.

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang sangat seimbang dan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. Walaupun demikian, prevalensi pemberian ASI Eksklusif di Indonesia masih tergolong rendah. (RISKESDAS, 2013)

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia.(PDPI,2003). Prevalensi pada anak <1-4 tahun sebesar 5,3% dari angka asma di Indonesia (RISKESDAS, 2013). Asma dapat mengganggu aktivitas bermain anak, meningkatkan biaya untuk perobatan hingga menurunkan tingkat kehadiran di sekolah yang tentunya dapat merugikan bagi anak yang terkena asma dan keluarganya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan terjadinya Asma pada anak, dimana anak yang diberikan ASI Eksklusif dapat mengurangi risiko pada anak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan pemberian ASI Eksklusif terhadap terjadinya penyakit asma di RSUPH Adam Malik Tahun 2015. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif untuk mencegah terjadinya asma bagi pembaca, dan sebagai bahan rujukan bagi


(4)

40

peneliti berikutnya.Kami akan melakukan wawancara secara terstruktur kepada Bapak/Ibu/sdra/sdri mengenai :

a. Riwayat pemberian ASI Eksklusif ( 6 bulan ) pada anak

b. Riwayat terjadinya Asma dengan ciri – ciri batuk pada malam hari dan sesak nafas tanpa melakukan suatu pekerjaan yang berat, dan suara mengi (suara nafas tambahan yang melengking)

Wawancara akan kami lakukan sekitar 15 menit. Petugas wawancara adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran USU bersama peneliti. Partisipasi Bapak/ Ibu/ sdra/ sdri bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan dirahasiakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Untuk penelitian ini Bapak/ Ibu/ sdra/ sdri tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila Bapak/ Ibu/ sdra/ sdri membutuhkan penjelasan maka dapat menghubungi saya:

Nama : Orlando Frans Maranatha Sinaga

Alamat : Jalan setiabudi pasar 2 komplek TPI blok C no 8 Medan No Hp : 082368110853

Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak/ Ibu/ sdra/ sdri yang telah ikut berpartisipasi pada penelitian ini. Keikutsertaan Bapak/ Ibu/ sdra/ sdri dalam penelitian ini akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu Pengetahuan. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan Bapak/ Ibu/ sdra/ sdri bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah saya persiapkan.

Medan, 2015

Peneliti


(5)

41

Lampiran 2

SURAT PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Menyatakan bahwa:

1. Saya telah mendapat penjelasan segala sesuatu mengenai penelitian Hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan angka terjadinya Asma 2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan

tanpa paksaan dari siapapun bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan kondisi:

a. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya dipergunakan untuk kepentingan ilmiah.

b. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar/tidak berpartisipasi lagi dalam penelitian ini tanpa harus menyampaikan alasan apapun.

Medan, _______ 2015

Peneliti Partisipan


(6)

42

Lampiran 3

LEMBAR WAWANCARA PEMBERIAN ASI

1. Apakah ibu memberikan ASI saja tanpa makanan tambahan lainyya sampai 6 bulan

a. Ya b. Tidak

2. Selain ASI apakah ibu memberikan makanan tambahan? a. Ya

b. Tidak

3. Apakah ibu menyusui bayi 30 menit setelah lahir ? a. Ya

b. Tidak

4. Apakah ibu memberikan ASI yang pertama kali keluar yang berwarna kekuningan? a. Ya

b. Tidak

5. Bila ibu pergi apakah tetap memberikan ASI pada bayi? a. Ya

b. Tidak

6. Apakah berat badan bayi ibu bertambah setiap bulan? a. Ya


(7)

43

Kuesioner Asma Bronkial

1. Pernahkah anda mendengar suara mengi (seperti suara bersiul) pada dada anak anda yang muncul jika berhubungan dengan perubahan suhu udara (hujan) atau terhirup debu dan lain-lain?

Ya ( ) Tidak ( )

Jika tidak, silahkan langsung ke pertanyaan no 6.

2. Apakah suara mengi itu pernah terdengar dalam 1 tahun ini?

Ya( ) Tidak( )

Jika tidak,silahkan langsung ke pertanyaan no 6.

3. Berapa kali kejadian suara mengi tersebut terjadi dalam 1 tahun terakhir?

1-3 kali ( ) 4-12 kali ( ) Lebih dari 12 kali ( )

4. Dalam 1 tahun ini, berapa kali kira-kira anak anda terbangun dari tidur akibat serangan mengi?

Tidak pernah ( ) Kurang dari 1x seminggu ( ) Lebih dari 1x seminggu ( )

5. Dalam 1 tahun ini, apakah serangan mengi membuat anak anda menjadi sulit berbicara (hanya bisa bicara sepatah dua patah kata) karena sesak?

Ya ( ) Tidak ( )

6. Apakah anak anda pernah diobati dokter dan didiagnosis menderita asma? Ya ( ) Tidak ( )

7. Apakah 1 tahun ini pernah terdengar suara mengi dari dada anak anda saat sedang beraktivitas ataupun setelah beraktivitas?

Ya ( ) Tidak( )

8. Apakah dalam 1 tahun ini, anak anda pernah menderita sesak nafas, batuk kering di saat malam hari (selain batuk pilek dengan demam dan selain batuk akibat infeksi paru) ?


(8)

44

Correlations

[DataSet0]

Frequencies

Descriptive Statistics

.5000 .52705 10

.6000 .51640 10

.5000 .52705 10

.5000 .52705 10

.6000 .51640 10

.5000 .52705 10

3.0000 1.94365 10

soal1 soal2 soal3 soal4 soal5 soal6 total

Mean Std. Deviation N

Correlations

1 .408 .600 1.000** .408 1.000** .651*

.242 .067 .000 .242 .000 .042

10 10 10 10 10 10 10

.408 1 .816** .408 1.000** .408 .886**

.242 .004 .242 .000 .242 .001

10 10 10 10 10 10 10

.600 .816** 1 .600 .816** .600 .868**

.067 .004 .067 .004 .067 .001

10 10 10 10 10 10 10

1.000** .408 .600 1 .408 1.000** .651*

.000 .242 .067 .242 .000 .042

10 10 10 10 10 10 10

.408 1.000** .816** .408 1 .408 .886**

.242 .000 .004 .242 .242 .001

10 10 10 10 10 10 10

1.000** .408 .600 1.000** .408 1 .651*

.000 .242 .067 .000 .242 .042

10 10 10 10 10 10 10

.651* .886** .868** .651* .886** .651* 1

.042 .001 .001 .042 .001 .042

10 10 10 10 10 10 10

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N soal1 soal2 soal3 soal4 soal5 soal6 total

soal1 soal2 soal3 soal4 soal5 soal6 total

Correlation is s ignific ant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Correlation is s ignific ant at the 0.05 level (2-tailed). *.


(9)

45

[DataSet1] E:\ktio\asi asma o data.sav

Frequencies

[DataSet1] E:\ktio\asi asma o data.sav

Frequencies

[DataSet1] E:\ktio\asi asma o data.sav

Statistics Jenis Kelamin 20 0 Valid Missing N Jenis Kelamin

12 60.0 60.0 60.0

8 40.0 40.0 100.0

20 100.0 100.0

laki-laki perempuan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Statistics usia 20 0 Valid Missing N usia

2 10.0 10.0 10.0

5 25.0 25.0 35.0

2 10.0 10.0 45.0

4 20.0 20.0 65.0

7 35.0 35.0 100.0

20 100.0 100.0

<12 bulan 12-24 bulan 25-36 bulan 37-48 bulan 49-60 bulan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(10)

46

Frequencies

[DataSet1] E:\ktio\asi asma o data.sav

Crosstabs

[DataSet1] E:\ktio\asi asma o data.sav

Statistics PemberianASI 20 0 Valid Missing N PemberianASI

13 65.0 65.0 65.0

7 35.0 35.0 100.0

20 100.0 100.0

diberikan ASI tidak diberikan ASI Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Statistics ASMA 20 0 Valid Missing N ASMA

7 35.0 35.0 35.0

13 65.0 65.0 100.0

20 100.0 100.0

terkena tidak terkena Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(11)

47

Crosstabs

[DataSet2] E:\ktio\asi asma o data.sav

Case Processing Summary

20 100.0% 0 .0% 20 100.0%

PemberianASI * ASMA

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

PemberianASI * ASMA Crosstabulation Count

2 11 13

5 2 7

7 13 20

diberikan ASI tidak diberikan ASI PemberianASI

Total

terkena tidak terkena ASMA

Total

Case Processing Summary

20 100.0% 0 .0% 20 100.0%

PemberianASI * ASMA

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

PemberianASI * ASMA Crosstabulation Count

2 11 13

5 2 7

7 13 20

diberikan ASI tidak diberikan ASI PemberianASI

Total

terkena tidak terkena ASMA


(12)

48

Chi-Square Tests

6.282b 1 .012

4.060 1 .044

6.360 1 .012

.022 .022

5.968 1 .015

20 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Assoc iation N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2. 45.


(13)

P$hfiERII{TAH

KOTA

MAI}AN

I}INAS

KASEITATAFI

&- flrail

:

dl*-lMar@yatrco.wn

-Jalan

Rotan Komptek Fetfsah Telp (061 ) 4520331

TIEDAN

Nomor

:

44Ol 7uzsVXV2A15

Lamp.

:

Perihal

:

llin

Penelitiqn

Medan,

l7'

November 2015 Kepada Yth :

Dekan FK Universitas Sumatera Utara

di-MEPA.N

Sehubungan

dengan

surat Dekan

FK

Universitas Sumatera

tJtara

Nomor:

12241UN5.2.1.1/SPB/2015 Tanggal 31 Oktober 2015 Perihat tentang permohonan melaksanakan lzin Penelitian di linEkungan Dinas.Kesehatan Kota Medan, kepada:

Nama

: Orlands

Frans Maranatha Sinaga

Nim

:

fiA'lA0218

Judut

:

Hubungnn Pemberian

A$l

Eksklueif

dengan Teriadinya Penyakit Asma di Puskesmas Padang Bulan Tahun

20{5-Berkenaan hal tersebut diatas, maka dengan

ini kami

sampaikan bahwa kami dapat menyetujui kegiatan lzin Penelitian tersebut sepaniang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

Datam rangka meningkatkan Vatidasi

Data hasil

penelitian

maka

diharapkan kepada saudara agar salah satu Dosen Pengu$ datam Uitan Proposat dan Uifan Akhir berasal dari Dinas Kesehataft Kerta Medan.

&mikian

kami

sarnpaikan

agar dapat

dimakltrvni,

atas

keryasarna

yang

baik

diucapkan terima kasih.

Tepbu$An:

1. Ka.Puske$rnas Padang Bulan 2. Mahasiswa yang Bersangkutan 3.

Perti6gal.-DINAS KESEgarr

A N$T,M.Kee

.'t96{{003

{98903

2002


(14)

I

llruril

RI$nnGfi

ImlGlL

G0ilillilIl

tcdlml

ffilU

d

Unlmrsilm

$rmn

$rrr / lLffim tallt

0mcml

t0snilrl

lL llJ.

tm$rulto

s toilaL 20lE[ -

lilOnBla

Tel: +62-61-8211045;

82{0555

Fax +62-614216264

E-mail: kom isieti kfkusu@ya haoo.com

PERSETUJUAI{ KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATANT

Nomor: 286/KOMET /FK USU /2015

Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utarao setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan

penelitian yang berjudul:

"Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Terjadinya Penyakit Asma Di Puskesmas Padang Bulang Tahun 2015"

Yang

menggunakan

manusia

sebagai subjek penelitian dengan ketua Pelaksana/Peneliti Utama: Orlando Frans Maranatha Sinaga

Dari Institusi : Fakultas Kedokteran USU

Dapat disetujui pelaksanaannya selama tidak bertentangan dengan kaidah neuremberg code dan deklarasi helsinki.

Universitas Sumatera U tar a

Kasiman, SpPD., SpJP(K) Medan, 20 Agustus 2015


(15)

KtrMENTERTaN

Rrs

rt't',

1'Er{ I\ror,cxi

I,

t )A I\r I, Ir ND I D

IKaN

.Ir

}vGG

r

I

IrI\irvINRsIlrAS

stra'n'Irrltta

''IrAItA

I]'AK{IL.I'AS I(E

lx)f<truniX

- - "- ^

j11113';I:y:::y

No, s xurnpu,

usu ru"oan

20155

ry3T=:i:1*tl{oi

i'i#iiil

:

;Hru;,;:."d

@ us u a c id

/LrN5.2.1.1/SPB/2015

Medan,

1l

ouroo"r 2ot5

: Izin Penelitian

Kepada Yth:

Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan

di Tempat

Dengan hormat' berkenaan dengan kegiatan Karya

Tulis llmiah (KTI) Mahasiswa Fakultas Kedokteran USIJ Angk atan 2012, maka

kami mohon kepada Mahasiswa tersebut di bawah

ini:

Nama

: ORLANDO FRANS MARANATHA SINAGA

NIM

:120100218

JUDUL

: Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan

Terjadinya penyakit Asma

di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015

Dapat diberi izin Penelitian di Institusi yangBapawrbu pimpin,

dalam rangka pengumpulan

data untuk penulisan KTI tersebut.

Demikian Atas bantuan clan perhatian rnengenai hal ini kami ucapkan terima kasih.

No Lamp Hal

Mo*f-$

Tembusan:

-

Pertinggal

ihan D. y-ipta, SpA(K) 7

t98fi1

1002


(16)

Nama

Jenis

Kelamin Usia Status Pemberian ASI Status Asma

Sarah Mentari Perempuan <12 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Terkena Davidson Laki-laki 37-48 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena Ester Perempuan 49-60 Bulan Tidak Diberikan ASI Eksklusif Terkena Indah Sari Perempuan 49-60 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena Putri Ayu Perempuan 49-60 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena

-Alif Laki-laki <12 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena

Cristian Suranta Laki-laki 37-48 Bulan Tidak Diberikan ASI Eksklusif Terkena Alif Fadlan Laki-laki 12-24 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Terkena

Rici Laki-laki 12-24 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena

Zayo Aidin Laki-laki 12-24 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena Syakina Aulia Perempuan 12-24 Bulan Tidak Diberikan ASI Eksklusif Terkena Aldi Laki-laki 25-36 Bulan Tidak Diberikan ASI Eksklusif Terkena

Abbas Laki-laki 49-60 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena

Rida B Perempuan 49-60 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena

Sarah Perempuan 49-60 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena

Amanda Perempuan 12-24 Bulan Tidak Diberikan ASI Eksklusif Terkena

Rafael Laki-laki 37-48 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena

Rifaldi Laki-laki 25-36 Bulan Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena Alif Laki-laki 37-48 Bulan Tidak Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena Cristian Situmorang Laki-laki 49-60 Bulan Tidak Diberikan ASI Eksklusif Tidak Terkena


(17)

Kuesioner Pemberian ASI Eksklusif

Nama 1 2 3 4 5 6 Persentase Interpretasi

Sarah Mentari Ya Ya Ya Ya Ya ya 100% Diberikan ASI Eksklusif

Davidson Ya Ya Ya Ya Ya Ya 100% Diberikan ASI Eksklusif

Ester Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak 50% Tidak Diberikan ASI Eksklusif

Indah Sari Ya Ya Tidak Ya Ya Ya 83% Diberikan ASI Eksklusif

Putri Ayu Ya Ya Ya Ya Ya Ya 100% Diberikan ASI Eksklusif

Alif Ya Ya Ya Ya Ya Ya 100% Diberikan ASI Eksklusif

Cristian Suranta Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak 33% Tidak Diberikan ASI Eksklusif

Alif Fadlan Ya Ya Ya Ya Ya Tidak 83% Diberikan ASI Eksklusif

Rici Ya Ya Ya Tidak Ya Ya 83% Diberikan ASI Eksklusif

Zayo Aidin Ya Ya Ya Ya Ya Ya 100% Diberikan ASI Eksklusif

Syakina Aulia Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 0% Tidak Diberikan ASI Eksklusif

Aldi Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak 16% Tidak Diberikan ASI Eksklusif

Abbas Ya Ya Ya Ya Ya Ya 100% Diberikan ASI Eksklusif

Rida B Ya Ya Ya Ya Ya Ya 100% Diberikan ASI Eksklusif

Sarah Ya Ya Ya Ya Ya Ya 100% Diberikan ASI Eksklusif

Amanda Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 0% Tidak Diberikan ASI Eksklusif

Rafael Ya Ya Ya Ya Ya Ya 100% Diberikan ASI Eksklusif

Rifaldi Ya Ya Ya Ya Ya Ya 100% Diberikan ASI Eksklusif

Alif Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak 33% Tidak Diberikan ASI Eksklusif


(18)

Kuesioner Status Asma

Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 Interpretasi

Sarah Mentari Ya Ya 1-3 Kali Tidak Pernah Ya Ya Ya Ya Terkena

Davidson Tidak - - - - Tidak Tidak Tidak Tidak Terkena

Ester Ya ya 1-3 kali Kurang Dari 1x seminggu Ya Ya Ya Ya Terkena

Indah Sari Ya Tidak - - - Tidak Tidak Tidak Tidak Terkena

Putri Ayu Tidak - - - - Tidak Tidak Tidak Tidak Terkena

Alif Tidak - - - - Tidak Tidak Tidak Tidak Terkena

Cristian Suranta Ya Ya 1-3 kali Tidak Pernah Ya Ya Ya Ya Terkena

Alif Fadlan Ya Ya 1-3 kali Tidak Pernah Ya Ya Ya Ya Terkena

Rici Ya Tidak - - - Tidak Tidak Tidak Tidak Terkena

Zayo Aidin Ya Tidak - - - Tidak Tidak Tidak Tidak Terkena

Syakina Aulia Ya Ya 1-3 kali Kurang Dari 1x seminggu Ya Ya Ya Ya Terkena

Aldi Ya Ya 1-3 kali Tidak Pernah Ya Ya Ya Ya Terkena

Abbas Ya Tidak - - - Tidak Tidak Tidak Tidak Terkena

Rida B Tidak - - - - Tidak Tidak Tidak Tidak Terkena

Sarah Ya Tidak - - - Tidak Tidak Tidak Tidak Terkena

Amanda Ya Ya 1-3 kali Tidak Pernah Ya Ya Terkena

Rafael Ya Tidak - - - Tidak Tidak Tidak Tidak Terkena

Rifaldi Tidak - - - - Tidak Tidak Tidak Tidak Terkena

Alif Tidak - - - - Tidak Tidak Tidak Tidak Terkena

Cristian


(19)

34

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Eny Retna. (2008). Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta : Mitra Cendikia

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Baratawidjaja, K.G. dan Rengganis, Iris. 2012. Imunologi Dasar Edisi ke- 10. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.

Sly, R. Michael. 2013. „ Asma‟ dalam Bherman, Richard E, Kliegman, Robert,

Arvin, Ann M. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Budijanto, Didik. 2013. Populasi, Sampling, dan Besar Sampel. Available from : http://www.risbinkes.litbang.depkes.go.id/2015/wpcontent/uploads/2013/02/ SAMPLING-DAN-BESAR-SAMPEL.pdf

Gan, Sulistia dan Gunawan. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi ke- 5. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.

Ginting, Rosida. 2013. Pengaruh Karateristik, Pengetahuan dan sikap ibu

menyusui terhadap pemberian ASI eksklusif diwilayah kerja Puskesmas munte Kabupaten Karo Tahun 2013. Available From :


(20)

35

Hasibuan, Mardiana. 2013. Hubungan penyakit alergi, riwayat atopi dengan

kejadiaan leukemia pada anak. Available From :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/43889/1/Appendix.pdf

Khairuniyah. (2004). Pemberian ASI Ekslusif ditinjau dari faktor motivasi,

persepsi, emosi dan sikap pada ibu yang melahirkan. Tesis. Bandung.

Universitas Padjadjaran

Munasir, Zakiudin dan Kurniati, Nia. 2013.Air Susu Ibu dan Kekebalan Tubuh. Available From : http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-kekebalan-tubuh.html

Oddy WH, Peat JK, de Klerk NH. 2002. “Maternal asthma, infant feeding, and the risk for asthma in childhood” in J. Allergy Clin Immunol. 110: 65-67.

Paramita, O. D.. 2011. Hubungan Jenis Alergi (Asma, rhinitis alergik, dermatitis

atopi) dengan Kadar IgE Spesifik pada Anak Usia 6-7 tahun. Available from

: http://eprints.undip.ac.id/31178/3/Bab_2.pdf

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. ASMA. Badan Penerbit PDPI.

Roesli, Utami. 2005. Panduan Praktis Menyusui. Jakarta: Puspa Swara Sanyoto, Dien dan Eveline PN.2008. Air Susu Ibu dan Hak Bayi. Bedah ASI.

Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta

Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan.2013. Dasar-Dasar Metodologi


(21)

36

Wijaya, Tony. 2011. Cepat Menguasai SPSS 19. Yogyakarta: Penerbit Cahaya Atma.

Yanny, F.F., Afdal, Basir, Darfioes, Machmoed, Rizanda. 2009. Faktor Risiko

Asma Pada Murid Sekolah Dasar Usia 6-7 Tahun di Kota Padang Berdasarkan Kuisioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood yang di Modifikasi. Available from :

http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/FAKTOR-RISIKO-ASMA-PADA-MURID-SEKOLAH-DASAR.pdf

Yuligawati, Reka. 2014. Hubungan Konsentrasi Sulphur Dioxide (SO2) udara

Ambien dan Faktor-Faktor Lainnya dengan Gejala Asma pada Murid Sekolah Dasar Negeri usia 6-7 tahun dikelurahan Ciputat Tahun 2014.

Available from:

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28758/1/REKA%2 0YULIGAWATI-FKIK.pdf

Zulfikar, Teuku, Yunus, Faisal, Wiyono, W.H. 2008. Prevalens Asma

Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Hubungan dengan Faktor yang

Mempengaruhi Asma Pada Siswa SLTP di Daerah Padat Penduduk Jakarta Barat. J Respir Indo 31 (4): 181-192.


(22)

20

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Variabel Independen : Pemberian ASI Eksklusif a) Definisi

ASI yang diberikan mulai dari setelah 30 menit kelahiran bayi dan berlanjut selama 6 bulan awal kelahiran bayi tanpa adanya makanan Pengganti ASI (PASI).

b) Alat ukur

Kuesioner

c) Cara Ukur

Kuesioner yang diberikan dan di isi oleh ibu dari anak penderita sesak nafas

d) Kategori

Diberikan ASI Eksklusif Tidak diberikan ASI Eksklusif

e) Skala pengukuran

Skala kategorik

3.2.2. Variabel Dependen : Asma a. Definisi

Suatu inflamasi kronik saluran pernafasan yang memiliki gejala klinis yang bersifat periodik seperti mengi, batuk-batuk terutama pada saat malam hari atau dini hari

Pemberian ASI Eksklusif 1. Diberikan ASI

Eksklusif

2. Tidak diberikan ASI Eksklusif

Asma

1. Terkena penyakit Asma

2. Tidak terkena penyakit Asma


(23)

21

b. Alat Ukur

Kuesioner ISAAC

c. Cara Ukur

Kuesioner yang diberikan dan di isi oleh ibu dari anak penderita asma

d. Kategori

 Terkena penyakit Asma  Tidak terkena penyakir Asma

e. Skala Pengukuran

Skala kategorik

3.3. Hipotesis

Ho : Tidak ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan angka terjadinya asma pada anak sesak nafas di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015

Ha : Ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan angka terjadinya asma pada anak sesak nafas di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015


(24)

22

BAB 4

METODELOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu. Pengukuran variabel dalam satu saat bukan berarti semua obyek diamati tepat dalam waktu yang sama, tetapi artinya tiap subyek hanya di observasi satu kali saja dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Padang Bulan, puskesmas ini dipilih karena merupakan tempat yang memiliki salah satu poli yang khusus menangani masalah pernafasan dan Puskesmas merupakan pelayanan primer bagi masyarakat.

4.2.2. Waktu Penilitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan agustus sampai oktober 2015.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi yang digunakan adalah anak-anak yang berobat dengan gejala klinis sesak nafas di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015.

4.3.2. Sampel Penelitian

Menurut Sudigdo (2011) rumus yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut


(25)

23

Keterangan n = Besar sampel

zα = tingkat kemaknaan, ditetapkan 1,96

P = Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari , P (dari pustaka) Q = 1-P

Menurut perhitungan di atas besar sampel pada penilitian ini adalah sebesar 19 orang pasien dengan gejala klinis sesak nafas. Untuk mempermudah perhitungan jumlah sampel adalah 20 orang. Pemilihan sampel penelitian yaitu dengan cara Consecutive Sampling dimana semua subjek yang termasuk pada kriteria inklusi dan tidak termasuk kriteria eksklusi dijadikan sampel penelitian.

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Sampel penelitian harus memenuhi kriteria inklusi serta tidak memiliki kriteria eksklusi.

Kriteria Inklusi

1. Ibu yang memiliki anak dibawah umur 5 tahun dan memiliki riwayat sesak nafas

2. Ibu bersedia untuk mengikuti penelitian

3. Ibu bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent yang diberikan


(26)

24

Kriteria Eksklusi

1. Anak yang mengalami penyakit infeksi kronis paru 2. Anak yang mempunyai riwayat keganasan

3. Ibu tidak bersedia untuk mengisi kuesioner yang diberikan

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan terdiri dari data primer diperoleh melalui wawancara yang memuat daftar pertanyaan dan isian sesuai dengan masalah penelitian yaitu tentang pemberian ASI eksklusif dan terjadinya asma pada anak. Data ini langsung diperoleh saat penelitian berlangsung seperti identitas responden, kriteria ekslusi dan inklusi.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah dan dianalisis secara komputerisasi menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 17 yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

Editing

Memeriksa kembali kelengkapan setiap lembar kuesioner yang mencakup kelengkapan jawaban, keseragaman jawaban, dan kejelasan penulisan identitas

Coding

Setelah data terkumpul dan dikoreksi, selanjutnya diberi kode oleh peneliti secara manual dalam kategori yang sama

Entry


(27)

25

Cleaning data

Semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer diperiksa kembali apakah sudah sesuai dengan data penelitian.

1. Saving

Data dalam komputer lalu disimpan untuk dianalisis.

2. Analisis data

Identitas responden telah ditabulasi sederhana dan dilakukan perhitungan besar sampel dan persentase terhadap keseluruhan sampel, Data Pemberian ASI eksklusif dikategorikan berdasarkan diberikan ASI eksklusif atau tidak diberikan ASI eksklusif. Sedangkan, data terjadinya asma dikategorikan berdasarkan terkena penyakit asma atau tidak terkena penyakit asma. Besar sampel dan persentase terhadap kedua data tersebut dihitung dan selanjutnya, data pemberian ASI eksklusif dan terjadinya asma dilakukan uji hipotesis,


(28)

26

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Padang bulan yang terletak di Jalan Jamin Ginting, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Sumatera Utara, Indonesia. Dalam melaksanakan kegiatannya, Puskemesmas Padang Bulan melayani 6 kelurahan di wilayah kerja Kecamatan Medan Baru yaitu :

 Kelurahan Titi Rantai

 Kelurahan Padang Bulan

 Kelurahan Babura

 Kelurahan Darat

 Kelurahan Merdeka

 Kelurahan Petisah Hulu

Pengisian kuesioner dilakukan di setiap rumah responden. Berdasarkan data – data yang dikumpulkan.

5.1.2. Deskripsi Karateristik Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah anak balita yang memiliki riwayat sesak nafas di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2015. Jumlah balita yang mengalami gangguan pernafasan dan beroba di Puskemas Padang Bulan Medan tahun 2015 adalah 148 orang, 37 diantaranya memiliki gejala klinis sesak nafas. Berdasarkan perhitungan sampel didapati 20 orang


(29)

27

sampel. Pada penelitian ini , karateristik responden yang ada dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin, usia, status pemberian ASI eksklusif, dan status Asma.

5.1.3. Deskripsi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Karateristik sampel berdasarkan jenis kelamin ditampilkan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Jenis Kelamin N %

Laki-laki 12 60

Perempuan 8 40

Jumlah 20 100

Dari tabel diatas didapati bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan rincian : Laki-laki sebanyak 12 orang (60%) dan perempuan sebanyak 8 orang (40%).

5.1.4. Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia

Karateristik sampel berdasarkan usia ditampilkan dalam tabel dibawah ini

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Usia

Usia (Bulan) N %

<12 2 10

12 – 24 5 25

25 – 36 2 10

37 – 48 4 20

49 – 60 7 35


(30)

28

Dari tabel diatas didapati bahwa pasien yang mengalami sesak nafas paling banyak pada kelompok usia 49 – 60 bulan (35%) di ikuti oleh kelompok usia 12 -24 bulan (25%), Usia 37 -48 (20%), usia <12 bulan (10%) dan 25 – 36 bulan (10%).

5.1.5. Deskripsi Sampel Berdasarkan Status Pemberian ASI Eksklusif

Karateristik sampel berdasarkan status pemberian ASI eksklusif ditampilkan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Status Pemberian ASI Eksklusif

Status Pemberian ASI Eksklusif N %

Diberikan ASI Eksklusif 13 65

Tidak Diberikan ASI Eksklusif 7 35

Jumlah 20 100

Dari tabel diatas didapati bahwa pasien yang diberikan ASI eksklusif lebih banyak dibandingkan pasien yang tidak diberikan ASI eksklusif, dengan rincian : pasien yang diberikan ASI eksklusif 13 orang (65%) dan pasien yang tidak diberikan ASI eksklusif 7 orang (35%).

5.1.6. Deskripsi Sampel Berdasarkan Status Asma

Karateristik sampel berdasarkan status asma ditampilkan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Status Asma

Status Asma N %

Terkena Asma 7 35

Tidak terkena Asma 13 65


(31)

29

Dari tabel diatas didapati bahwa pasien yang tidak terkena asma lebih banyak dibandingkan pasien yang terkena asma, dengan rincian : pasien yang tidak terkena asma 13 orang (65%) dan pasien yang terkena asma 7 orang (35%).

5.1.7. Distribusi Kejadian Asma Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif Pada Penelitian ini dapat diketahui besat kejadian asma berdasarkan pemberian ASI eksklusif bayi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.5. Distribusi Kejadian Asma Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif

Asma Total

Ya Tidak

N % N % N %

Ya 2 10 11 55 13 65

Tidak 5 25 2 10 7 35

Dari tabel diatas bahwa balita yang tidak diberi ASI eksklusif lebih banyak mengalami asma sebanyak 5 orang (25%) sedangkan yang tidak mengalami asma hanya 2 orang (10%).

5.1.7. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Terjadinya Penyakit Asma

Tabel 5.6. Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Terjadinya Penyakit Asma

ASI Eksklusif

Asma Total RP p

value

Ya Tidak

N % N % N %


(32)

30

Tidak 5 25 2 10 7 35

Total 7 35 13 65 20 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan terdapat 7 balita (35%) yang mengalami asma sedangkan 13 balita lainnya(65%) tidak mengalami asma. Dari 13 balita yang diberi ASI eksklusif mengalami asma sebanyak 2 balita (10%). Terdapat 7 balita yang tidak diberi ASI eksklusif dan 5 balita (25%) diantaranya mengalami asma.

Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode Fisher’s Exact Test dengan

tingkat kemaknaan 0,05 (α = 5%) diperoleh nilai p (p value) sebesar 0,022

(p<0,05) maka Ho ditolak yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemeberian ASI esklusif dengan kejadian Asma pada balita di Puskesmas Padang Bulan Medan.

Berdasarkan penelitian ini juga dapat dihitung besar rasio prevalens sehingga diperoleh besar risiko pemberian ASI eksklusif, bahwa pada balita yang diberi ASI eksklusif 0,28 kali mengalami asma dibandingkan dengan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif.

5.2. Pembahasan

Jumlah responden pada penelitian ini adalah 20 orang. Mayoritas responden diberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 13 balita (65%) dan tidak memiliki penyakit asma sebanyak 11 balita (55%). Hal yang sama terjadi pada penelitian Afdal dkk (2012) dengan responden berjumlah 879 orang, 92,7% diantaranya diberikan ASI eksklusif dan 92,6% diataranya tidak mengalami asma.

Penelitian ini menunjukkan balita yang diberikan ASI eksklusif 65% dan yang tidak diberikan ASI eksklusif sebesar 35%. Dapat diartikan bahwa pemberian ASI eksklusif pada balita lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak


(33)

31

diberikan ASI eksklusif. Adapun alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, diantaranya ibu bekerja atau memiliki kegiatan social lainnya yang membuat ibu sibuk dan merasa tidak sempat untuk memberikan ASI, rendahnya produksi ASI/ tidak keluarnya sama sekali ASI dari payudara ibu, kurangnya pengetahuan ibu, faktor makanan, psikologis, dan perawatan payudara. (Khairuniyah, 2004)

Penelitian ini juga menunjukkan bayi yang mengalami asma 35% dan yang tidak mengalami asma 65%. Dapat diartikan bahwa angka kejadian asma di wilayah penelitian rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Reka yuligawati (2014) dikelurahan ciputat mendapatkan prevalensi asma 15,8%. Adapun faktor resiko yang menyebabkan terjadinya asma pada anak adalah atopi ayah atau ibu,faktor berat badan lahir dan kebiasaan merokok pada ibu serta pemberian obat parasetamol.pemberian ASI dan kontak dengan ungags.(afdal, 2012).

Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian terjadinya asma pada

balita dengan uji fisher‟s test didapati (PR=0,28; 95%CI= 1,30 – 1,63; p= 0,022) yang berarti terdapat hubungan antara keduanya. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kull dkk tahun 2002 dalam penelitiannya menunjukan bahwa pemberian ASI selama 4 bulan menurunkan risiko bayi terkena asma atau mengi. Penelitian yang dilakukan oleh Reka di kelurahan ciputat pada tahun 2014 mendapati adanya hubungan pemberian ASI eksklusif dengan terjadinya penyakit asma (p= 0,023). Pada penelitian Afdal dkk juga menunjukan adanya hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian asma (p= 0,019) yang semakin mendukung bahwa ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap terjadinya asma pada balita.

Telah diketahui bahwa ASI mengandung komponen-komponen bioaktif yang dapat mencegah bayi mengalami asma. Beberapa dari komponen-komponen tersebut adalah komponen imun seperti Imunoglobulin A (IgA) dan interferon


(34)

32

yang mampu memberikan perlindungan kepada bayi dari serangan infeksi.(Karolina et all,2012). IgA dapat mengaktifkan system komplemen melalui jalur alternatif dan bersama-sama dengan makrofaage untuk memfagositosis bermacam macam kuman yang masuk kedalam tubuh. Selain itu Bronchus Associated Lymphocyte Tissue (BALT) yang dikandung ASI merupakan antibodi alami di saluran pernafasan. (Ariefuddin, 2010).

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan terjadinya penyakit asma yang signifikan pada balita.


(35)

33

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap terjadinya penyakit asma pada balita (p< 0,05)

2. Pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskemas Padang Bulan, Medan sebesar 65% sedangkan yang tidak diberi ASI eksklusif sebesar 35% 3. Kejadian Asma pada balita di Puskemas Padang Bulan, Medan sebesar

35% sedangkan yang tidak mengalami asma sebesar 65%

4. Bayi yang diberikan ASI eksklusif memiliki faktor resiko 0,28 kali terkena asma dibandingkan dengan balita yang tidak diberi ASI eksklusif, dengan kata lain ASI eksklusif merupakan faktor proteksi untuk terjadinya asma.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan penggalakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) lewat penyuluhan tentang pencegahan asma dan faktor resiko terjadinya asma

2. Perlu dilakukan pembinaan peran serta masyarakat dan kerjasama dengan kader-kader PKK. Untuk melakukan bimbingaan, motivasi kepada ibu yang menyusui untuk meningkatkan lagi kesadaran ibu memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, mengingat bahwa ASI merupakan makanan yang paling baik buat bayi


(36)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Susu Ibu (ASI)

2.1.1. Pengertian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif

ASI adalah satu-satunya makanan bayi yang paling baik, karena mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang dalam tahap percepatan tumbuh kembang (Sanyoto dan Eveline, 2008).

ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi yang baru lahir tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan tim. Pada bayi yang sehat umumnya tidak memerlukan tambahan sampai usia 6 bulan, tetapi pada keadaan khusus dibenarkan memberikan makanan padat kepada bayi setelah berumur 4 bulan. Misalnya, terjadi peningkatan berat badan yang kurang atau didapatkan tanda tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik (Roesli, 2005).

ASI merupakan emulsi lemak dalam protein, laktosa, dan garam organik yang disekresi oleh kelenjar payuudara ibu. ASI tidak memiliki komposisi yang sama dari waktu ke waktu. Komposisi ASI dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

1. Kolostrum, ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahit, warnanya agak kekuningan, dan lebih kuning dari ASI biasanya, bentuknya agak kasar karena mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel.

2. ASI masa transisi, ASI yang dihasilkan dari hari keempat sampai hari kesepuluh.

3. ASI Mature, ASI yang dihasilkan pada hari kesepuluh sampai seterusnya (Retna, 2008).


(37)

5

2.1.2. Manfaat Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif memiliki keuntungan bagi bayi, ibu, keluarga, masyarakat, dan negara. Sebagai makanan bayi yang paling sempurna, ASI dapat dengan mudah dicerna dan diserap karena mengandung enzim pencernaan. Beberapa manfaat ASI sebagai berikut:

1. Bayi

Ketika bayi berumur 0-6 bulan ASI merupakan makanan utama bagi bayi, karena mengandung sekitar 60% kebutuhan bayi. Pemberian ASI dapat mengurangi resiko infeksi lambung dan usus, sembeli serta alergi, bayi yang diberi ASI memiliki sistem imun yang kuat daripada bayi yang tidak diberi ASI, bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning. Pemberian ASI dapat mendekatkan hubungan ibu dan bayinya. Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan emosinya di masa depan. Apabila bayi sakit, ASI merupakan makanan yang tepat karena mudah dicerna dan dapat mempercepat penyembuhan. Pada bayi yang

premature, ASI dapat meningkatkan berat badan secara cepat dan

mempercepat pertumbuhan sel otak. Tingkat kecerdasan bayi yang diberi ASI lebih tinggi 7-9 poin dari bayi yang tidak diberi ASI (Roesli, 2000). 2. Ibu

Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali kemasa pra kehamilan, mengurangi resiko perdarahan, lemak yang ditimbun di sekitar panggul dan paha pada saat kehamilan akan berpindah kedalam ASI sehingga, ibu cepat kembali langsing, resiko ibu menyusui bayinya untuk terkena kanker rahim dan payudara lebih kecil daripada ibu yang tidak menyusui. Pada ibu yang menyusui anaknya langsung setelah persalinan akan mengurangi perdarahan pada saat selesai persalinan karena pada saat ibu menyusui anaknya akan terjadi peningkatan oksitosin yang berguna untuk kontraksi atau penutupan pembuluh darah.


(38)

6

2.2. Asma

2.2.1. Definisi Asma

Tidak ada definisi asma yang diterima secara umum; asma dapat dipandang sebagai penyakit paru obstruktif, difus dengan (1) hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan dan (2) tingginya tingkat reversibilitas proses obstruktif, yang dapat terjadi secara spontan atau sebagai penyakit jalan napas reaktif, kompleks asma mungkin mencakup bronchitis mengi, mengi akibat virus, dan asma terkait atopik. Disamping bronkokonstriksi, radang merupakan faktor patofisiologi yang penting; ia melibatkan eosinofil, monosit dan mediator imun dan telah menimbulkan tanda alternatif bronkitis eosinofilik deskuamasi kronis.

2.2.2. Epidemiologi

Asma dapat timbul pada segala umur; 30% penderita bergejala pada umutangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut biasanya lebih banyak terus-menerus daripada yang musiman; menjadikannya tidak mampu sekolah dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari. Hubungan antara umur timbulnya asma dan prognosanya tidak pasti; anak-anak yang paling berat terkena mulai timbul mengi selama tahun pertama kehidupan dan mempunyai riwayat keluarga asma serta penyakit alergi lainnya (terutama dermatitis atopik). Anak-anak ini dapat mengalami pertumbuhan yang lambat, yang tidak terkait dengan pemberian kortikosteroid, deformitas dada akibat hiperinflasi kronis, dan kelainan uji fungsi paru yang menetap.

Prognosis untuk anak muda yang terkena asma biasanya baik. Sebagian penyembuhan akhir tergantung pada pertumbuhan diameter potongan-melintang jalan napas. Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa sekitar 50% dari semua anak asma sebenarnya bebas gejala dalam 10-20 tahun, tapi sering terjadi kekambuhan pada masa anak-anak. Pada anak yang menderita asma ringan yang


(39)

7

timbul antara umur 2 tahun hingga pubertas, angka kesembuhan sekitar 50%, dan hanya 5% yang mengalami penyakit berat. Sebaliknya dengan anak asma berat, yang ditandai dengan penyakit kronis tergantung-steroid dengan riwayat rawat inap di rumah sakit yang sering, jarang membaik, dan sekitar 95% menjadi orang dewasa asmatis. Blum diketahui apakah hiperiritabilitas jalan napas mereka pernah menghilang; respon abnormal terhadap hirupan metakolin pada penderita yang dulunya asma ditemukan selama 20 tahun sesudah gejala-gejala telah berkurang.

2.2.3. Faktor Risiko Asma

Baik prevalensi maupun mortalitas asma meningkat selama 2 dekade terakhir. Penyebab kenaikan prevalensi ini tidak diketahui, tetapi beberapa faktor yang dihubungkan dengan timbulnya asma ataupun kenaikan mortalitas telah diketahui. Faktor-faktor risiko timbulnya asma adalah kemiskinan, ras kulit hitam, umur ibu kurang dari 20 tahun pada saat melahirkan, berat badan kurang dari 2500 gram, ibu merokok (lebih dari setengah bungkus per hari), ukuran rumah kecil (<8 kamar), ukuran keluarga besar (≥6 anggota), dan paparan allergen pada masa bayi kuat (lebih dari 10µg allergen tungau debu rumah Der p 1 per gram debu rumah yang dikumpulkan). Faktor risiko tambahan dapat meliputi seringnya infeksi pernapasan pada awal masa kanak-kanak dan kurang optimalnya perawatan oleh orangtua. Sensitisasi terhadap allergen hirupan dapat terjadi pada masa bayi, tetapi sensitisasi semakin bertambah sering setelah umur 2 tahun dan dapat ditunjukkan dari banyaknya anak setelah usia 4 tahun yang perlu mengunjungi kamar gawat darurat karena mengi.

Faktor risiko kematian asma adalah meremehkan asma berat, menunda pelaksanaan pengobatan yang tepat, kurangnya penggunaan bronkodilator dan kortikosteroid, ras kulit hitam, tidak patuh terhadap nasihat untuk penanganan, disfungsi dan stress psikososial yang dapat mengganggu kepatuhan dan kepekaan terhadap bertambahnya penyumbatan jalan napas, sedasi serta pemaparan berlebihan terhadap allergen. Pengobatan gawat darurat atau rawat inap di rumah


(40)

8

skait, karena asma, yang baru saja dilalui menambah risiko kematian asma. Penderita yang menjadi sasaran penyumbatan jalan napas berat, mendadak dan mereka yang menderita asma kronis tergantung-steroid adalah yang terutama berisiko tinggi untuk kematian oleh karena asma.

2.2.4. Patofisiologi Asma

Manifestasi penyumbatan jalan napas pada asma disebabkan oleh bronkokonstriksi, hipersekresi, mucus, edema mukosa, infiltasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan napas yang hiperreaktif, mencetuskan respon bronkokonstriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi alergen yang dihirup (tungau debu, tepung sari, sari kedelain, protein minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan (NSAID, antagonis reseptor ß, metabisulfit), udara dingin, dan olahraga.

Patologi asma berat adalah bronkokonstriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertrofi kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang dan deskuamasi. Tanda-tanda patognomosis adalah Kristal Charcot-Leyden (lisofosfolipase membrane eosinofil), spiral Cursch-mann (silinder mukosa bronchial), dan benda-benda Creola (sel epitel terkelupas).

Mediator yang baru disintesis dan disimpan dilepaskan dari sel mast mukosa lokal paska-ransangan nonspesifik atau pengikatan allergen terhadap immunoglobulin (Ig) E terkait-sel dan mast spesifik. Mediator seperti histamine, leukotrien C4, D4, dan E4 serta faktor pengaktif trombosit mencetuskan bronkokonstriksi, edema mukosa dan respon imun. Respons imun awal menimbulkan bronkokonstriksi, dapat diobati dnegan agonis reseptor ß2, dan dapat dicegah dengan agen penstabil-sel mast (kromolin atau nedokromil). Respons imun lambat terjadi 6-8 jam kemudian menghasilkan keadaan hiper-responsif jalan napas berkelanjutan dengan infiltrasi eosinofil dan neutrofil, dapat diobati dan dicegah dengan steroid, dan dapat dicegah dengan kromolin dan nedokromil.


(41)

9

Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan napas intratoraks biasanya menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Walaupun penyumbatan jalan napas difus, penyumbatan ini tidak seragam semua di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi, memperburuk ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Hiperinflasi menyebabkan penurunan kelenturan, dengan akibat kerja pernapasan bertambah. Kenaikan tekanan transpulmoner, yang diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan napas yang tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan lebih lanjut atau penutupan dini (prematur) beberapa jalan napas total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan risiko pneumotoraks. Kenaikan intratoraks dapat mengganggu aliran balik vena dan mengurangi curah jantung, yang kemungkinan tampak sebagai pulsus paradoksus.

2.2.5. Etiologi Asma

Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Pengendalian diameter jalan napas dapat dipandang sebagai suatu keseimbangan gaya neural dan humoral. Aktivitas bronko-konstriktor neural diperantai oleh bagian kolinergik system saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan napas, mencetuskan reflex arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi otot polos bronkus. Neurotrans-misi peptide intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus. PIV mungkin merupakan suatu neuropeptide dominan yang dilibatkan pada pemeliharaan terbukanya jalan napas. Faktor humoral membantu bronkodilatasi termasuk katekolamin endogen yang bekerja pada reseptor adrenergik-β menghasilkan relaksasi otot polos bronkus. Bila substansi humoral local seperti histamin dan leukotriene dilepaskan melalui reaksi yang diperantarai proses imunologis, mereka menghasilkan bronkokonstriksi, dengan cara bekerja langsung pada otot polos atau dengan rangsangan reseptor sensoris vagus. Adenosin yang dihasilkan setempat, yang melekat pada reseptor spesifik dapat turut menyebabkan bronkokonstriksi. Metil-santin merupakan antagonis adenosine secara kompetitif.


(42)

10

Asma dapat disebabkan oleh kelainan fungsi reseptor adenilat siklase adrenergic-β, dengan penurunan respons adrenergik. Laporan penurunan jumlah reseptor adrenergic-β pada leukosit penderita asma dapat memberi dasar strukutural hipo-responsivitas terhadap agonis-β. Cara lain, bertambahnya aktivitas kolinergik pada jalan napas diusulkan sebagai defek pada asma, kemungkinan diakibatkan oleh beberapa kelainan pada reseptor iritan, baik intrinsic ataupun didapat, yang para penderita asma agaknya mempunyai nilai ambang yang rendah dalam responsnya terhadap rangsangan, daripada individu normal. Tidak ada teori yang cocok dengan semua data. Pada penderita-penderita perseorangan biasanya sejumlah faktor turut membantu aktivitas proses asmatis pada berbagai tingkat.

Faktor Endokrin. Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dngan kehamilan dan menstruasi, terutama premenstruasi, atau dapat timbul pada saat wanita menopause. Asma membaik pada beberapa anak pubertas. Hanya sedikit yang diketahui tentang peran faktor endokrin pada etiologi dan pathogenesis asma. Tirotoksikosis menambah keparahan asma; mekanismenya tidak diketahui.

Faktor-faktor Psikologis. Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi “penyimpangan” emosional atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai pada abak asma tidak lebih sering daripada anak dengan penyakit cacat yang lain. Sebaliknya, pengaruh penyakit kronis berat seperti asma pada pandangan anaknya sendiri, pandangan orangtuanya padanya, atau kehidupan pada umumnya, dapat merusak. Gangguan emosi dan tingkah laku terkait lebih erat dengan pengendalian asma yang buruk daripada keparahan serangan itu sendiri, karenanya, intervensi medis yang ahli dapat mempunyai dampak yang penting.

2.2.6. Manifestasi Klinis Asma

Timbulnya eksaserbasi asma dapat secara akut atau diam-diam. Episode akut paling sering disebabkan oleh pemaparan terhadap iritan seperti udara dingin dan gas (asap) beracun (rokok, cat basah) atau pemaparan terhadap allergen atau


(43)

11

bahan kimia sederhana, misalnya aspirin atau sulfit. Bila penyumbatan jalan napas terjadi dengan cepat dalam beberapa menit, sepertinya kebanyakan disebabkan oleh spasme otot polos pada jalan napas besar. Eksaserbasi dipercepat oleh infeksi virus pernapasan yang timbulnya lebih lambat, dengan frekuensi dan keparahan batuk dan mengi yang sedikit demi sedikit bertambah selama beberapa hari. Karena pembukaan jalan napas mengurang pada malam hari, banyak anak menderita asma akut pada saat ini. Tanda-tanda dan gejala-gejala asma adalah batuk, yang kedengarannya lengket dan batuk yang nonproduktif pada awal perjalanan serangan; mengi, takipnea, dan dyspnea dengan ekspresi panjang serta menggunakan otot-otot pernapasan tambahan; sianosis;hiperinflasi dada; tatikardi dan pulsus paradoksus; yang mungkin dijumpai pada berbagai tingkat, tergantung pada stadium dan keparahan serangan. Dapatdijumpai batuk tanpa mengi, atau dijumpai mengi tanpa batuk; juga dapat dijumpai takipnea tanpa mengi. Manifestasinya akan bervariasi tergantung pada keparahan eksaserbasi.

Bila penderita berada pada dalam disters pernapasan yang berat, tanda-tanda utama asma, mengi, mungkin tidak mencolok; pada penderita demikian, dapat terjadi gerakan udara yang cukup untuk menimbulkan mengi hanya sesudah pengobatan bronkodilator, yang memberikan sebagian kelegaan dari penyumbatan jalan napas. Napas yang pendek mungkin begitu berat, sehingga anak mengalami kesukaran berjalan atau bahkan berbicara. Penderita dengan penyumbatan berat bersikap duduk membungkuk, posisi duduk seperti tripod yang membuatnya lebih mudah bernapas. Ekspirasi (khas) lebih sukar karena penutupan prematur jalan napas ekspirasi, tetapi banyak anak yang mengeluhkan kesukaran dalam inspirasi juga. Sering didapat nyeri abdomen terutama pada anak yang lebih muda, dan agaknya karena penggunaan otot abdomen dan diafragma yang berlebihan. Hati dan limpa mungkin dapar teraba karena hiperinflasi paru. Sering dijumpai muntah dan dapat disertai pengurangan gejala sementara.

Selama penyumbatan jalan napas yang berat, usaha yang luar biasa untuk bernapas dapat dijumpai dan anak dapat berkeringat banyak; dapat terjadi demam ringan hanya karena kerja pernapasan yang berat, kelelahan mungkin menjadi


(44)

12

berat. Diantara serangan-serangan yang buruk anak dapat bebas gejala sama sekali dan tidak ditemui bukti adanya penyakit paru pada pemeriksaan fisik. Deformitas dada seperti tong merupakan tanda penyumbatan jalan napas asma berat yang kronis dan terus-menerus. Sulkus Harisson, depresi antero-lateral toraks pada insersi diafragma, mungkin ditemui pada anak dengan retraksi berat yang berulang. Jadi tabuh jarang ditemukan pada asma yang tanpa komplikasi, walaupun pada asma berat. Jadi tabuh memberi kesan penyebab penyakit penyumbatan paru kronis lainnya seperti kistik fibrosis.

2.2.7. Diagnosis Asma

Episode batuk berulang dan mengi, terutama jika diperburuk atau dipicu oleh olahraga, infeksi virus atau alergan hirupan, sangat memberi kesan asma. Namun, asma juga dapat menyebabkan batuk menetap pada anak tanpa riwayat mengi karena kecepatan aliran udara tidak mencukupi untuk menimbulkan mengi, penyumbatan jalan napas yang relatif ringan, atau pengasuh tidak mampu mengenali mengi. Gejala-gejala yang buruk tersebut dapat dianggap berasal dari “batuk alergi,” “bronkitis alergika,” “bronkitis mengi,” atau “bronkitis kronis”. Uji fungsi paru sebelum dan sesudah oalhraga dapat membantu menegakkan diagnosis asma. Pemeriksaan selama episode gejala yang berat dapat juga membantu jika terjadi perbaikan pasca-terapi bronkodilator. Lagipula, bila diobati dengan cara-cara yang spesifik untuk asma, dan anak yang terkena menunjukkan perbaikan yang mencolok, memberi kesan kuat bahwa batuk tersebut merupakan tanda asma.

Evaluasi laboratorium. Eosinophilia pada darah dan sputum terjadi pada asma. Eosinoffilia darah lebih dari 250-400 sel/mm3 adalah biasa. Sputum penderita asma sangat kental, elastis dan keputih-putihan. Cat biru metilen-eosin biasanya menampakkan banyak eosinophil dan granula dari sel yang terganggu. Beberapa penyakit pada anak selain asma mungkin menyebabkan eosinophilia dalam sputum. Biakan sputum biasanya tidak membantu pada anak asma karena


(45)

13

superinfeksi bakteri jarang dan biakan seringkali terkontaminasi dengan organisme orofaring. Protein serum dan kadar immunoglobulin biasanya normal pada asma, kecuali bahwa kadar IgE mungkin bertambah.

Uji alergi kulit dan URAS (uji radioalergosorben) atau penentuan IgE spesifik secara in vitro lainnya, berguna dalam mengendali allergen lingkungan yang secara potensial penting.

Uji tantangan inhalasi bronkus jarang sekali dilakukan untuk menjajaki arti klinik keterlibatan allergen dengan uji kulit, karena tantangan alergik dapat menimbulkan respons asma fase lambat, prosedur ini memakan waktu dan hanya satu allergen yang dapat diuji pada satu saat. Bila diagnosis asma tidak pasti, uji hiper-responsivitas terhadap pengaruh bronkokon-striktif metakolin atau histamine dapat membantu anak yang cukup tua untuk bekerja sama pada uji fungsi paru. Uji provokatif metakolin tidak boleh dilakukan bila garis dasar fungsi paru abnormal, respons terhadap terapi bronkodilator lebih tepat.

Respons penderita asma terhadap uji olahraga sangat khas. Lari selama 1-2 menit sering menyebabkan bronkodilatasi pada penderita dengan asma; tetapi bila bernapas dalam udara yang kering dan relative dingin, olahraga berat yang lama menyebabkan bronkokonstriksi yang sebenarnya pada semua subjek asmatis. Peragaan respons abnormal terhadap olahraga ini secara diagnostic membantu dan menolong dalam menyakinkan penderita dan orangtua mengenai pentingnya pengobatan pencegahan. Lari pada treadmill 3-4 mil/jam dengan kemiringan 15% serta bernapas melalui mulut selama sekurang-kurangnya 6 menit akan menimbulkan penyumbatan jalan napas pada kebanyakan penderita dengan asma, terutama jika olahraga menyebabkan kenaikan frekuensi nadi sampai sekurang-kurangnya 180 denyut/menit. Pengukuran fungsi paru segera sebelum olahraga, segera sesudah olahraga, juga 5 dan 10 menit kemudian biasanya menampakkan penurunan angka aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate = PEFR) atau volume ekspirasi paksa (forced expiratory volume = FEV) dalam 1 detik (FEV1) sekurang-kurangnya 15% tanpa premedikasi. Jika olahraga


(46)

14

tidak menyebabkan penyumbatan jalan napas, uji diulangi pada hari lainnya ketika kelembaban udara relative rendah, biasanya mendatangkan respons positif pada penderita asma. Uji olahraga harus ditangguhkan jika terjadi penyumbatan jalan napas yang berarti. Bila mungkin, bronkodilator dan kromolin harus dihentikan selama sekurang-kurangnya 8 jam sebelum pengujian; teofilin lepas lambat (slow release)jangan diberikan 12-24 jam sebelum pengujian.

Setiap anak yang diduga menderita asma tidak memerlukan roentgenogram dada, tetapi pemeriksaan ini seringkali tepat untuk mengesampingkan kemungkinan diagnosis lainnya ataupun komplikasi, seperti atelektasisatau pneumonia. Corakan paru sering bertambah pada asma. Hiperinflasi terjadi selama serangan akut dan dapat menjadi kronis apabila penyumbatan jalan napas menetap. Atelectasis dapat terjadi sebanyak 6% anak selama eksaserbasi akut dan sepertinya terutama melibatkan lobus media kanan, di mana atelectasis dapat menetap selama berbulan-bulan. Roentgenogram ulangan selama masa eksaserbasi biasanya tidak diindikasikan bila tidak ada demam; bila tidak ada kecurigaan pneumotoraks, atau takipnea yang lebih dari 60 denyut/menit, takikardia yang lebih dari 160/menit, ronki atau mengi setempat, atau suara pernapasan yang berkurang.

Uji fungsi paru bermanfaat dalam mengevaluasi anakyang didugaa menderita asma. Pada mereka yang diketahui menderita asma, uji demikian berguna dalam menilai tingkat penyumbatan jalan napas dan gangguan pertukaran gas, pada pengukuran respons jalan napas terhadap alergen dan bahan kimia yang dihirup, atau olahraga (uji provokasi bronkus), dalam menilai respons terhadap agen terapeutik, dan dalam mengevaluasi perjalanan penyakit jangka lama. Penilaian fungsi paru pada asma adalah paling bermanfaat bila dibuat sebelum dan sesudah pemberian aerosol bronkodilator, suatu prosedur yang menunjukkan tingkat reversibiltas penyumbatan jalan napas pada saat pengujian. Kenaikan PFR atau FEVI, sekurang-kurangnya 10% sesudah terapi aerosol, sangat memberi kesan asma. Kegagalan dalam merespons tidak berarti mengesampingkan asma


(47)

15

dan dapat disebabkan oleh status asmatikus atau karena fungsi paru yang mendekati-maksimum.

Pada kasus asma ringan yang dalam penyembuhan, kelainan tidak dapat terdeteksi. Pada yang lain mungkin ditemukan berbagai kelainan. Kapasitas total paru, kapasitas sisa fungsional, dan volume sisa bertambah. Kapasitas vital biasanya menurun. Uji-uji dinamis aliran udara, kapasitas vital paksa (forced vital capacity = FVC), FEVI, PFR, dan aliran ekspirasi maksimum antara 25%-75% kapasitas vital (forced expiratory flow = FEF 25-75%) dapat juga menunjukkan pengurangan nilai-nilai, yang kembali ke arah normal sesudah pemberian aerosol bronkodilator.dengan tersedianya instrumen kecil, yang secara relative tidak mahal, yang mengukur angka aliran ekspirasi puncak (PEFR) (Mini-WrightPeak Flow Meter, Healthscan Assess Plus peak flow meter, cocok untuk memantau angka aliran ekspirasi di rumah dua sampai tiga kali sehari. Ini memberikan pengukuran tingkat penyumbatan jalan napas yang objektif di luar kunjungan ke tempat praktek. Penurunan aliran ekspirasi puncak meramalkan mulainya eksaserbasi dan mendorong intervensi dini dengan terapi obat tambahan.

Penentuan gas dan pH darah arterial adalah penting dalam evaluasi penderita asma selama masa eksaserbasi yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Selama masa pembaikan (remisi), tekanan parsial oksigen (PO2), tekanan

parsial karbondioksida (PCO2) dan pH mungkin normal. Pada periode bergejala,

ditemukan PO2 menurun secara teratur dan dapat menetap beberapa hari atau

beberapa minggu sesudah episode akut selesai. Penentuan saturasi oksigen dengan oksimetri secara teratur membantu dalam menentukan keparahan eksaserbasi akut. PCO2 biasanya rendah selama stadium awal asma akut. Ketika penyumbatan

memburuk, PCO2 naik; ini merupakan tanda yang tidak menyenangkan. pH darah

tetap normal (atau kadang-kadang sedikit alkalosis karena hiperventilasi) sampai kapasitas penyangga (buffering) darah habis, dan kemudian terjadi asidosis. Ketika penyumbatan jalan napas dan hipoksia menjadi lebih berat, terjadi asidosis, baik respiratorik maupun metabolik karena masing-masing adalah asidosid hiperkarbia dan laktat.


(48)

16

2.2.8. Diagnosis Banding Asma

. Kebanyakan anak yang menderita episode batuk dan mengi berulang menderita asma. Penyebab lain penyumbatan jalan napas adalah malformasi kongenital (system pernapasan, kardiovaskuler, atau gastrointestinal), benda asing pada jalan napas atau esophagus, bronkiolitis infeksius, kistik fibrosis, penyakit defisiensi imunologis, pneumonitis hipersensitivitas, aspergilosis bronkopulmonal alergika, dan berbagai keadaan jarang yang mengganggu jalan napas, termasuk tuberklosis endobronkial, penyakit jamur, dan adenoma bronkus. Amat jarang di Amerika Serikat, eosinophilia tropika dan infeksi parasite lain yang dapat melibatkan paru-paru dan menyerupai asma.

2.2.9. Penatalaksanaan Asma

Terapi asma mencakup konsep dasar penghindaran allergen, peningkatan bronkodilatasi, dan mengurangi peradangan akibat mediator. Obat-obat sistemik atau hirupan topical yang digunakan tergantung pada keparahan episode. Dasar-dasar penghindaran allergen yang diuraikan pada pengobatan rhinitis alergika juga membantu anak dengan asma. Hiper-reaktivitas jalan napas asmatik sebagai faktor tambahan ditanganani dengan meminimalkan paparan terhadap iritan spesifik seperti asap tembakau, asap dari tungku yang membakar kayu, dan gas dari pemanas minyak tanah dan bau-bauan yang kuat seperti cat basah dan disinfektan, dan dengan menghindari minuman dingin, perubahan suhu serta kelembaban yang cepat. Rumat dengan udara yang dilembabkan penting pada cuaca dingin, kering di musim salju (dingin), tetapi kelembaban relative jangan melebihi 50% karena tungau debu rumah tumbuh dengan subur pada kelembaban yang lebih tinggi. Jika riwayat klinik memberi kesan sensitivitas yang diperantai IgE terhadap allergen hirupan yang dapat dihindari atau hanya dapat sebagian dihindari, imunoterapi harus dipertimbangkan.

Terapi farmakologis merupakan pengobatan utama asma. Pemberian oksigen dengan masker atau pipa hidung pada 2-3 L/menit diindikasikan pada kebanyakan anak selama asma akut. Tidak hanya PO2 yang menurun salama


(49)

17

episode akut, tetapi obat-obatan yang digunakan pada terapi (agonis adrenergik β atau aminofilin intravena) dapat mennyebabkan penurunan PO2 sementara akibat

pemburukan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, yang terjadi karena agen ini menyebabkan vasodilatasi pulmonal dan kenaikan curah jantung. Selama bertahun-tahun suntikan epinefrin merupakan terapi pilihan untuk asma akut, tetapi sekarang aerosol bronkodilator lebih disukai.

Bila epinefrin digunakan, diberikan dosis 0,01 mL/kg larutan aqua dengan kadar 1:1000(1,0 mg/mL). Untuk memperoleh kesembuhan optimal mungkin diperlukan pengulangan dosis yang sama sebanyak satu atau dua kali dengan interval 20 menit. Pada bayi dan anak kecil dosis 0,05 mL seringkali efektif. Efek samping efinefrin yang tidak menyenangkan (pucat,tremor, cemas, palpitasi dan nyeri kepala) sering dapat diminimalkan jika dosis yang diberikan tidak lebih dari 0,3 mL pada setiap umur. Terbutalin, agonis β yang lebih selektif, tersedia dalam bentuk suntikan dan merupakan pengganti epinefrin. Biasanya dosis 0,01 mL/kg dalam larutan dengan kadar 1:1000 tidak menyebabkan vasokonstriksi perifer dan mempunyai jangka aktivitas yang lebih lama, sampai 4 jam. Dosis maksimum terbutalin melalui suntikan subkutan adalah 0,25 mL/dosis ini dapat diulangi satu kali jika perlu sesudah 20 menit.

Inhalasi aerosol bronkodilator dengan cepat efektif dalam melegakan tanda-tanda dan gejala-gejala asma. Aerosol mempunyai manfaat di mana terlihat bahwa obat yang diberikan lebih sedikit daripada yang diperlukan secara subkutan; efek samping yang tidak enak dari obat-obat suntikan seperti epinefrin terhindari. Lagipula, walaupun ada penyumbatan jalan napas, yang dapat membatasi pemasukan aerosol ke jalan napas perifer, tetapi aerosol mungkin lebih efektif daripada epinefrin dalam mengembalikan bronkokonstriksi (menjadi normal). Larutan albuterol (Proventil, Ventolin) aman dan efektif pada dosis 0,15 mg/kg (maksimum 5 mg) diikuti dengan 0,05-0,15 mg/kg pada interval 20-30 menit sampai respons cukup. Albuterol tersedia sebagai larutan 0,5%(5 mg/mL) yang dilarutkan dengan 2-3 mL salin normal dan sebagai unit dosis 2,5 mg yang telah diencerkan sebelumnya, 0,083% (0,83 mg/mL). Nebulasi dengan oksigen


(50)

18

pada 6L/menit mencegah hipoksemia yang mungkin terkait dengan pengobatan. Disodiumedetat dan benzalkonium klorida, yang terdapat dalam beberapa larutan albuterol dan metaproterenol untuk nebulisasi, kadang-kadang dapat menyebabkan bronkokonstriksi pada penderita asma; Ventolin Nebule tidak mengandung zat-zat tersebut.

Jika respons terhadap epinefrin atau aerosol bronkodilator tidak memuaskan, dapat diberikan aminofilin secara intravena dengan dosis 5 mg/kg selama 5-15 menit, dengan kecepatan tidak lebih besar dari 25 mg/menit. Dosis ini (yang akan menaikkan kadar puncak teofilin tidak lebih dari 10 mg/mL) aman pada penderita yang belum mendapat teofilin beberapa jam sebelumnya. Jika terdapat alas an untuk memercayai bahwa penderita mungkin telah mempunyai kadar teofilin serum yang berarti, dosis intravena harus ditunda sampai kadar teofilin diketahui. Sesudahnya dosis teofilin 1 mg/kg akan menambah kadar serum sekitar.

2.3. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Terjadinya Asma

Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau alergik, eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepungsari, dan ketombe. Seringkali, tapi tidak selalu. Kagang IgE total maupun IgE spesifik penderita seperti ini meningkat terhadap antigen yang terlibat. Pada penderita lainnya dengan asma yangs serupa secara klinik, tidak ada bukti keterlibatan IgE; uji kulit negative dan kadar IgE rendah. Betuk asma ini, yang ditemukan paling sering pada usia 2 tahun pertama dan pada orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut intrinsic. Perbedaan antara asma intinsik dan ekstrinsik mungkin pada hal buatan (artifisal), karena dasar imun pada jejas mukosa akibat-mediator pada kedua kelompok tersebut serupa. Asma ekstrinsik mungkin dihubungkan dengan lebih mudahnya mengenal rangsang pelepasan mediator daripada asma intrinsik. Penderita asma dari semua umur biasanya mempunyai kadar serum IgE yang meningkat, pada kebanyakan penderita memberi kesan komponen alergik-ekstrinsik. Walaupun kenaikan kadar IgE dapat


(51)

19

karena atopi, rangsangan non-spesifik kronis, yaitu reaksi imun fase lambat akibat allergen pada sel mast menciptakan hiperreaktivitas jalan napas non-spesifik yang lama, yang dapat menghasilkan bronkospasme tanpa adanya faktor ekstrinsik yang dapat diketahui. Agen virus adalah pemicu infeksi asma yang paling penting. Pada umur muda (awal) virus sinsial respiratorik (respriratory syncytial = RSV) dan virus parainfluenza adalah yang palin sering terlibat. Infeksi virus influenza diduga berperan penting pada umur yang semakin tua. Agen virus dapat bekerja mencetuskan asma melalui rangsangan reseptor aferens vagus dari system kolinergik di jalan napas. Respons IgE terhadap RSV dapat terjadi pada bayi dan anak yang mengakibatkan RSV, tetapi tidak terjadi pada mereka yang penyakit RSV pernapasannya tidak terkait dengan mengi. Mengi dengan infeksi RSV dapat mengungkapkan kecenderungan terhadap asma.

Mukosa saluran cerna bayi menunjukkan kemampuan serap yang tinggi terhadap molekul besar seperti protein utuh (misalnya protein susu sapi). Pada bayi yang memiliki risiko tinggi alergi, maka masuknya molekul besar ini menjadi proses pengenalan pertama dari alergen (molekul penyebab reaksi alergi). Paparan molekul yang sama selanjutnya akan menyebabkan timbulnya gejala penyakit alergi seperti gejala saluran cerna, eksema dan asma. Pada beberapa penelitian memperlihatkan pemberian ASI eksklusif selama 4-6 bulan berhubungan dengan rendahnya kejadian penyakit alergi. Penelitian yang dilakukan di Australia pada 2187 anak selama 6 tahun menyimpulkan bahwa risiko terjadinya asma berkurang pada bayi yang mendapat ASI eksklusif.(Zakiudin Munasir dan Nia

Kurniati,2013).

Oleh karena itu, diduga ada hubungan antara pemberia ASI Eksklusif dengan terjadinya penyakit Asma.


(52)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang sangat seimbang dan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi karena ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik secara kualitas maupun kuantitas. ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bayi normal sampai usia 4 – 6 bulan (Khairuniyah, 2004).

Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian hanya air susu ibu saja kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa makanan atau minuman lain, kecuali obat, vitamin, dan mineral.(DEPKES RI, 2008).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia pada bayi berumur 6 bulan "hanya" mencapai angka 30,2%

Prevalensi pemberian ASI Eksklusif di Indonesia data dari Sentra Laktasi Indonesia mencatat bahwa berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2007-2010 hanya 48% ibu yang memberikan ASI ekslkusif kepada anaknya. Prevalensi pemberian ASI Eksklusif di Indonesia tahun 2011 hanya 31% bayi yang mendapat ASI eksklusif hingga usia 6 bulan. Penyebab rendahnya prevalensi ini disebabkan oleh belum semua Rumah Sakit menerapkan 10 LMKM (Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui), belum semua bayi mendapatkan IMD (Inisiasi Menyusui Dini). Jumlah penyuluh ASI masih sedikit 2.921 penyuluh dari target 9.323 penyuluh sedangkan promosi susu formula sangat gencar dilakukan(Rosida Ginting, 2013).

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas


(53)

2

bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat tidak hadir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktivitas serta menurunkan kualitas hidup (PDPI, 2003).

Prevalensi terjadinya asma di Indonesia tahun 2013 sebanyak 4,5 % orang terkena asma hal ini didapati dengan cara wawancara semua umur berdasarkan gejala. Prevalensi pada anak <1-4 tahun sebesar 5,3% dari angka asma di Indonesia (RISKESDAS, 2013).

Penelitian di Negara berkembang mendapati bayi yang diberikan susu formula mengalami 3 kali lebih sering gangguan pernafasan daripada bayi yang diberikan ASI eksklusif selama 4 bulan atau lebih. Para peneliti di Australia sudah melakukan penelitian terhadap 2602 anak-anak untuk melihat peningkatan resiko asma dan gangguan pernafasan pada usia 6 tahun pertama, dan hasil nya adalah anak-anak yang tidak mendapat ASI 40% beresiko terkena asma dan gangguan pernafasan daripada anak-anak yang diberikan ASI eksklusif selama 4 bulan atau lebih. (WH Oddy, JK Peat, NH de Klerk.2002)

Pada penelitian Kull dkk tahun 2002 menunjukan pemberian ASI selama 4 bulan lebih mengurangi resiko anak terkena asma dan mengi.(Teuku Zulfikar, Faisal Yunus, Wiwien Heru Wiyono.2008).

1.2. Rumusan Masalah

Prevalensi asma di Indonesia terus menerus meningkat. Beberapa penelitian menunjukan ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan terjadinya asma. Bayi yang mengonsumsi ASI selama 4 bulan atau lebih dapat menurukan faktor resiko diterkena asma. Namun di beberapa penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada angka kejadian asma. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan terjadinya asma?


(54)

3

1.3. Hipotesa Masalah

Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan terjadinya asma.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1.

Tujuan Umum :

Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan terjadinya asma di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015

1.4.2.

Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui riwayat pemberian ASI pada anak penderita asma di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015

2. Untuk mengetahui insidensi asma pada anak yang terjadi di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Menambah kemampuan dalam mengerjakan KTI bagi peneliti

2. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif untuk mencegah terjadinya asma bagi pembaca


(55)

ii

ABSTRAK

Pemberian ASI eksklusif pada bayi merupakam hal yang penting, mengingat bahwa ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi baru lahir. Penyakit asma merupakan masalah kesehatan yang serius di berbagai negara, termasuk juga di Negara Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan terjadinya penyakit asma pada balita di Puskemas Padang Bulan tahun 2015.

Studi potong lintang dilakukan dengan mengumpulkan 20 anak balita usia 0-5 tahun

di Puskesmas Padang Bulan tahun 2015. Hasil dianalisis dengan uji Fisher’s exact test

dengan bantuan SPSS.

Pada penelitian ini didapati sebesar 65% anak balita usia 0-5 tahun mendapat ASI eksklusif dan didapati 35% anak menderita penyakit asma. Pada penelitian ini didapati Rasio Prevalensi sebesar 0,28.

Ada hubungan signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan terjadinya penyakit asma pada balita di Puskesmas Padang Bulan tahun 2015. Pada penelitian ini juga didapati bahwa pemberian ASI eksklusif merupakan faktor proteksi untuk terjadinya asma.

Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan terjadinya penyakit asma. Pemberian ASI eksklusif merupakan faktor proteksi untuk terjadinya asma.


(56)

iii

ABSTRACT

An Exclusive breastfeeding for infant is very important because it is the best nutrition for their body. Asthma is a serious health problem in many countries especially in Indonesia. This study aims to investigate the relationship between an exclusive breastfeeding and the occurrence of asthma for toddlers at Puskesmas Padang Bulan In 2015.

A cross-sectional study conducted by collecting 20 toddlers at Puskesmas Padang Bulan in 2015. The results were analyzed by Fisher's exact test with SPSS.

In this study, 65% of toddlers got an exclusive breastfeeding and 35% of them suffer from asthma. prevalence ratio of this study is 0.28.

There is a significant correlation between exclusive breastfeeding with the

occurrence of asthma for toddlers at Puskesmas Padang Bulan in 2015. This study also found that exclusive breastfeeding is a protective factor for the occurrence of asthma.

There is a strong relationship of exclusive breastfeeding with the occurrence of asthma. Exclusive breastfeeding is a protective factor for the occurrence of asthma. Key words : Breastfeeding, Asthma, toddlers.


(57)

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TERJADINYA PENYAKIT ASMA di PUSKESMAS PADANG BULAN TAHUN 2015

Oleh :

Orlando Frans Maranatha Sinaga 120100218

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(58)

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TERJADINYA PENYAKIT ASMA di PUSKESMAS PADANG BULAN TAHUN 2015

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh :

Orlando Frans Maranatha Sinaga 120100218

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(59)

LEMBAR PENGESAIIAN

Affia

Pemberian ASI Ekslusif terhadap Terjadinya Penyakit Asma di Puskesmas Tahun 2015

: Orlando F.M. Sinaga

: 120100218

w

05191989021001

dr. Jamaluddltt So. PA

NIP. 196105 l2l986l2l00l


(1)

v oleh karena itu, penulis bersedia menerima kritikan dan saran yang pada akhirnya dapat membuat Karya Tulis Ilmiah ini menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat benar-benar bermanfaat bagi para pembaca umumnya serta bagi penulis sendiri pada khususnya.

Medan, 2015 Penulis,


(2)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHALUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Hipotesa Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.4.1. Tujuan Umum ... 3

1.4.2. Tujuan Khusus ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Air SusuIbu (ASI) ... 4

2.1.1.Pengertian ASI Eksklusif ... 4

2.1.2.Manfaat Pemberian ASI Eksklusif ... 5

2.2.Asma 2.2.1.Pengertian Asma ... 6


(3)

2.2.2.Epidemiologi Asma ... 6

2.2.3.Faktor Resiko Asma ... 7

2.2.4.Patofisiologi Asma ... 8

2.2.5.Etiologi Asma ... 9

2.2.6.Manifestasi Klinis Asma ... 11

2.2.7.Diagnosa Asma ... 12

2.2.8.Diagnosa Banding Asma ... 16

2.2.9.Penatalaksaan Asma ... 16

2.3.Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap terjadinya Asma ... 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep ... 20

3.2.Definisi Operasional ... 20

3.2.1.Pemberian ASI Eksklusfif ... 20

3.2.2.Asma ... 20

3.3.Hipotesis ... 21

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 22

4.2.Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

4.2.1.Tempat Penelitian ... 22

4.2.2.Waktu Penelitian ... 22

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

4.3.1.Populasi Penelitian ... 22

4.3.2.Sampel Penelitian ... 22

4.3.2.1.Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 23

4.4.Metode Pengumpulan Data ... 24


(4)

viii

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian ... 26

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitan ... 26

5.1.2. Deskripsi Karateristik Sampel ... 26

5.1.3. Deskripsi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 27

5.1.4. Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia ... 27

5.1.5. Deskripsi Sampel Berdasarkan Status Pemberian ASI Eksklusif ... 28

5.1.6. Deskripsi Sampel Berdasarkan Status Asma ... 28

5.1.7. Distribusi Kejadian Asma Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif ... 29

5.1.8. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Terjadinya Penyakit Asma ... 29

5.2. Pembahasan ... 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 33

6.2. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Usia

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Status Pemberian ASI Eksklusif Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Status Asma

Tabel 5.5. Distribusi Kejadian Asma Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 5.6. Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Terjadinya Penyakit Asma


(6)

x

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Pribadi

Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua/Wali Subjek Penelitian Lampiran 3. Informed Consent

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

Lampiran 5. Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Lampiran 6. Surat izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran USU Lampiran 7. Surat izin Penelitian dari Dinas Kesehatan