Manifestasi Klinis Asma Asma

superinfeksi bakteri jarang dan biakan seringkali terkontaminasi dengan organisme orofaring. Protein serum dan kadar immunoglobulin biasanya normal pada asma, kecuali bahwa kadar IgE mungkin bertambah. Uji alergi kulit dan URAS uji radioalergosorben atau penentuan IgE spesifik secara in vitro lainnya, berguna dalam mengendali allergen lingkungan yang secara potensial penting. Uji tantangan inhalasi bronkus jarang sekali dilakukan untuk menjajaki arti klinik keterlibatan allergen dengan uji kulit, karena tantangan alergik dapat menimbulkan respons asma fase lambat, prosedur ini memakan waktu dan hanya satu allergen yang dapat diuji pada satu saat. Bila diagnosis asma tidak pasti, uji hiper-responsivitas terhadap pengaruh bronkokon-striktif metakolin atau histamine dapat membantu anak yang cukup tua untuk bekerja sama pada uji fungsi paru. Uji provokatif metakolin tidak boleh dilakukan bila garis dasar fungsi paru abnormal, respons terhadap terapi bronkodilator lebih tepat. Respons penderita asma terhadap uji olahraga sangat khas. Lari selama 1- 2 menit sering menyebabkan bronkodilatasi pada penderita dengan asma; tetapi bila bernapas dalam udara yang kering dan relative dingin, olahraga berat yang lama menyebabkan bronkokonstriksi yang sebenarnya pada semua subjek asmatis. Peragaan respons abnormal terhadap olahraga ini secara diagnostic membantu dan menolong dalam menyakinkan penderita dan orangtua mengenai pentingnya pengobatan pencegahan. Lari pada treadmill 3-4 miljam dengan kemiringan 15 serta bernapas melalui mulut selama sekurang-kurangnya 6 menit akan menimbulkan penyumbatan jalan napas pada kebanyakan penderita dengan asma, terutama jika olahraga menyebabkan kenaikan frekuensi nadi sampai sekurang-kurangnya 180 denyutmenit. Pengukuran fungsi paru segera sebelum olahraga, segera sesudah olahraga, juga 5 dan 10 menit kemudian biasanya menampakkan penurunan angka aliran ekspirasi puncak peak expiratory flow rate = PEFR atau volume ekspirasi paksa forced expiratory volume = FEV dalam 1 detik FEV 1 sekurang-kurangnya 15 tanpa premedikasi. Jika olahraga tidak menyebabkan penyumbatan jalan napas, uji diulangi pada hari lainnya ketika kelembaban udara relative rendah, biasanya mendatangkan respons positif pada penderita asma. Uji olahraga harus ditangguhkan jika terjadi penyumbatan jalan napas yang berarti. Bila mungkin, bronkodilator dan kromolin harus dihentikan selama sekurang-kurangnya 8 jam sebelum pengujian; teofilin lepas lambat slow releasejangan diberikan 12-24 jam sebelum pengujian. Setiap anak yang diduga menderita asma tidak memerlukan roentgenogram dada, tetapi pemeriksaan ini seringkali tepat untuk mengesampingkan kemungkinan diagnosis lainnya ataupun komplikasi, seperti atelektasisatau pneumonia. Corakan paru sering bertambah pada asma. Hiperinflasi terjadi selama serangan akut dan dapat menjadi kronis apabila penyumbatan jalan napas menetap. Atelectasis dapat terjadi sebanyak 6 anak selama eksaserbasi akut dan sepertinya terutama melibatkan lobus media kanan, di mana atelectasis dapat menetap selama berbulan-bulan. Roentgenogram ulangan selama masa eksaserbasi biasanya tidak diindikasikan bila tidak ada demam; bila tidak ada kecurigaan pneumotoraks, atau takipnea yang lebih dari 60 denyutmenit, takikardia yang lebih dari 160menit, ronki atau mengi setempat, atau suara pernapasan yang berkurang. Uji fungsi paru bermanfaat dalam mengevaluasi anakyang didugaa menderita asma. Pada mereka yang diketahui menderita asma, uji demikian berguna dalam menilai tingkat penyumbatan jalan napas dan gangguan pertukaran gas, pada pengukuran respons jalan napas terhadap alergen dan bahan kimia yang dihirup, atau olahraga uji provokasi bronkus, dalam menilai respons terhadap agen terapeutik, dan dalam mengevaluasi perjalanan penyakit jangka lama. Penilaian fungsi paru pada asma adalah paling bermanfaat bila dibuat sebelum dan sesudah pemberian aerosol bronkodilator, suatu prosedur yang menunjukkan tingkat reversibiltas penyumbatan jalan napas pada saat pengujian. Kenaikan PFR atau FEVI, sekurang-kurangnya 10 sesudah terapi aerosol, sangat memberi kesan asma. Kegagalan dalam merespons tidak berarti mengesampingkan asma dan dapat disebabkan oleh status asmatikus atau karena fungsi paru yang mendekati-maksimum. Pada kasus asma ringan yang dalam penyembuhan, kelainan tidak dapat terdeteksi. Pada yang lain mungkin ditemukan berbagai kelainan. Kapasitas total paru, kapasitas sisa fungsional, dan volume sisa bertambah. Kapasitas vital biasanya menurun. Uji-uji dinamis aliran udara, kapasitas vital paksa forced vital capacity = FVC, FEVI, PFR, dan aliran ekspirasi maksimum antara 25-75 kapasitas vital forced expiratory flow = FEF 25-75 dapat juga menunjukkan pengurangan nilai-nilai, yang kembali ke arah normal sesudah pemberian aerosol bronkodilator.dengan tersedianya instrumen kecil, yang secara relative tidak mahal, yang mengukur angka aliran ekspirasi puncak PEFR Mini-WrightPeak Flow Meter, Healthscan Assess Plus peak flow meter, cocok untuk memantau angka aliran ekspirasi di rumah dua sampai tiga kali sehari. Ini memberikan pengukuran tingkat penyumbatan jalan napas yang objektif di luar kunjungan ke tempat praktek. Penurunan aliran ekspirasi puncak meramalkan mulainya eksaserbasi dan mendorong intervensi dini dengan terapi obat tambahan. Penentuan gas dan pH darah arterial adalah penting dalam evaluasi penderita asma selama masa eksaserbasi yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Selama masa pembaikan remisi, tekanan parsial oksigen PO 2 , tekanan parsial karbondioksida PCO 2 dan pH mungkin normal. Pada periode bergejala, ditemukan PO 2 menurun secara teratur dan dapat menetap beberapa hari atau beberapa minggu sesudah episode akut selesai. Penentuan saturasi oksigen dengan oksimetri secara teratur membantu dalam menentukan keparahan eksaserbasi akut. PCO 2 biasanya rendah selama stadium awal asma akut. Ketika penyumbatan memburuk, PCO 2 naik; ini merupakan tanda yang tidak menyenangkan. pH darah tetap normal atau kadang-kadang sedikit alkalosis karena hiperventilasi sampai kapasitas penyangga buffering darah habis, dan kemudian terjadi asidosis. Ketika penyumbatan jalan napas dan hipoksia menjadi lebih berat, terjadi asidosis, baik respiratorik maupun metabolik karena masing-masing adalah asidosid hiperkarbia dan laktat.