2.2. Asma
2.2.1. Definisi Asma
Tidak ada definisi asma yang diterima secara umum; asma dapat dipandang sebagai penyakit paru obstruktif, difus dengan 1 hiperreaktivitas jalan
napas terhadap berbagai rangsangan dan 2 tingginya tingkat reversibilitas proses obstruktif, yang dapat terjadi secara spontan atau sebagai penyakit jalan napas
reaktif, kompleks asma mungkin mencakup bronchitis mengi, mengi akibat virus, dan asma terkait atopik. Disamping bronkokonstriksi, radang merupakan faktor
patofisiologi yang penting; ia melibatkan eosinofil, monosit dan mediator imun dan telah menimbulkan tanda alternatif bronkitis eosinofilik deskuamasi kronis.
2.2.2. Epidemiologi
Asma dapat timbul pada segala umur; 30 penderita bergejala pada umutangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut biasanya
lebih banyak terus-menerus daripada yang musiman; menjadikannya tidak mampu sekolah dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi
dari hari ke hari. Hubungan antara umur timbulnya asma dan prognosanya tidak pasti; anak-anak yang paling berat terkena mulai timbul mengi selama tahun
pertama kehidupan dan mempunyai riwayat keluarga asma serta penyakit alergi lainnya terutama dermatitis atopik. Anak-anak ini dapat mengalami
pertumbuhan yang lambat, yang tidak terkait dengan pemberian kortikosteroid, deformitas dada akibat hiperinflasi kronis, dan kelainan uji fungsi paru yang
menetap. Prognosis untuk anak muda yang terkena asma biasanya baik. Sebagian
penyembuhan akhir tergantung pada pertumbuhan diameter potongan-melintang jalan napas. Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa sekitar 50 dari semua
anak asma sebenarnya bebas gejala dalam 10-20 tahun, tapi sering terjadi kekambuhan pada masa anak-anak. Pada anak yang menderita asma ringan yang
timbul antara umur 2 tahun hingga pubertas, angka kesembuhan sekitar 50, dan hanya 5 yang mengalami penyakit berat. Sebaliknya dengan anak asma berat,
yang ditandai dengan penyakit kronis tergantung-steroid dengan riwayat rawat inap di rumah sakit yang sering, jarang membaik, dan sekitar 95 menjadi orang
dewasa asmatis. Blum diketahui apakah hiperiritabilitas jalan napas mereka pernah menghilang; respon abnormal terhadap hirupan metakolin pada penderita
yang dulunya asma ditemukan selama 20 tahun sesudah gejala-gejala telah berkurang.
2.2.3. Faktor Risiko Asma
Baik prevalensi maupun mortalitas asma meningkat selama 2 dekade terakhir. Penyebab kenaikan prevalensi ini tidak diketahui, tetapi beberapa faktor
yang dihubungkan dengan timbulnya asma ataupun kenaikan mortalitas telah diketahui. Faktor-faktor risiko timbulnya asma adalah kemiskinan, ras kulit hitam,
umur ibu kurang dari 20 tahun pada saat melahirkan, berat badan kurang dari 2500 gram, ibu merokok lebih dari setengah bungkus per hari, ukuran rumah
kecil 8 kamar, ukuran keluarga besar ≥6 anggota, dan paparan allergen pada masa bayi kuat lebih dari 10µg allergen tungau debu rumah Der p 1 per gram
debu rumah yang dikumpulkan. Faktor risiko tambahan dapat meliputi seringnya infeksi pernapasan pada awal masa kanak-kanak dan kurang optimalnya
perawatan oleh orangtua. Sensitisasi terhadap allergen hirupan dapat terjadi pada masa bayi, tetapi sensitisasi semakin bertambah sering setelah umur 2 tahun dan
dapat ditunjukkan dari banyaknya anak setelah usia 4 tahun yang perlu mengunjungi kamar gawat darurat karena mengi.
Faktor risiko kematian asma adalah meremehkan asma berat, menunda pelaksanaan pengobatan yang tepat, kurangnya penggunaan bronkodilator dan
kortikosteroid, ras kulit hitam, tidak patuh terhadap nasihat untuk penanganan, disfungsi dan stress psikososial yang dapat mengganggu kepatuhan dan kepekaan
terhadap bertambahnya penyumbatan jalan napas, sedasi serta pemaparan berlebihan terhadap allergen. Pengobatan gawat darurat atau rawat inap di rumah