Analisis Yuridis Tehadap Fungsi Pengawasan Direktorat Bea dan Cukai Dalam Kawasan Ekonomi Khusus

(1)

109

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Damuri, Yose Rizal, dkk. Kawasan EKonomi Khusus dan strategis di Indonesia

Yogyakarta PT Kanisius, 2015

Ibrahim, Johny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Surabaya: Bayu Media Publishing, 2005

Hidayat, Syarif dan Agus Syarip Hidayat (ed.), Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Irfan, Fahmi. 2012, Manajemen Kepemimpinan Teori dan Aplikasi, cetakan pertama, Penerbit : Alfabeta, Bandung,2012

Kabul, Imam. Paradigma Pembangunan Hukum di Indonesia. Yogyakarta,Kurnia Kalam, 2005.

Marbun, SF. Dan Moh. Mahfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 1987.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum Jakarta : Prenanda Media Group, 2013.

Rajagukguk, Erman. Peranan Hukum Dalam Pembangunan pada Era Globalisasi, Implikasinya bagi Hukum di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Hukum pada Jakarta: Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, 1997.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005.

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006

Sutarto, Eddhi. Rekonstruksi Sistem Hukum Pabean Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2010.

Sutedi, Andrian. Aspek Hukum Kepabeanan Jakarta: Sinar Grafika, 2012

Wicaksono, Padang. Sekali Lagi Tentang Ketergantungan Indonesia Jakarta:SK. Suara Pembaruan, 2003


(2)

B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945, alinea keempat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan ATAS Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan

Ekonomi Khusus.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Bab I, Pasal 2.

Peraturan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanam Modal Nomor 6 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan, Dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanam Modal.

Peraturan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanam Modal Nomor 6 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan, Dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanam Modal.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997.

C. Jurnal

Akinci, G. & Crittle, J. Special Economic Zones: Performance, Lessons Learned, and Implications for Zone Development, Foreign Investment Advisory Service (FIAS) occasional Paper (World Bank: Washington, D.C, 2008) Bambang Prasodjo, Domain Publik dari fungsi Kepabean dan Postulat Lembaga

yang Melaksanakan, Warta Bea Cukai, Edisi. 413, April 2009

Budi Santoso, Tinjauan Dan Perspektif Departemen Perdagangan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Mendukung Pengembangan KEK Diskusi Internal dengan tim peneliti P3DI, Jakarta, 04 April 2008.

Budiman Ginting, “Kepastian Hukum dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Investasi Di Indonesia”, Medan: Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Investasi pada Fakultas Hukum,


(3)

111

diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara, Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 20 September 2008.

Hasim Purba, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Fenomena global: Suatu Kajian Aspek Hukum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Jurnal Equality, Vol. 11 No. 2 Agustus 2006.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Liberal memiliki arti bersifat bebas; berpandangan bebas (luas dan terbuka). Balai Pustaka Pusat Bahasa Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Depdiknas Indonesia, 2001.

Bismar Nasution, Globalisasi dan Pendidikan Tinggi Hukum. Orasi Ilmiah pada Dies Natalis Ke-50 Fakultas Hukum USU, 2004.

Octarina Yuhani, Analisis Perbandingan Perlakuan Bea Dan Cukai Di Kawasan Berikat Dengan Perlakuan Bea Dan Cukai Di Kawasan Non Berikat, 2015, Skripsi Fakultas Ekonomi dan bisnis Universitas Sumatera Utara Medan. Siti Rifqa R. Tinjauan Yuridis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dalam Sistem

Administrasi Pemerintahan Negara Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret 2012.

Tumpal Sihaloho, Kajian Dampak Ekonomi Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus, Jurnal, April 2013.

D. Website

Dinas Aceh “Kawasan Industri”, http://kawasanindustri.com/ (diakses tanggal 3 April 2016).

KAPET Batulicin yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, memiliki potensi pengembangan komoditas unggulan berbasis pada sumber daya alam, terutama perkebunan (kelapa sawit dan karet), hutan produksi (perkayuan), pertambangan bijih besi, serta perikanan budidaya dan tangkap. “Perlu terobosan terhadap pengembangan KAPET Batulicin 20 tahun ke depan melalui pengembangan sentra komoditi unggulan, investasi industri, outlet yang berorientasi ekspor, serta infrastruktur pendukungnya.


(4)

Iman, “Pengembangan KAPET Batulicin Berbasis Komoditas Unggulan”, http://www.kapet.net/ (diakses tanggal 3 April 2016).

Mawhood P. (ed) Local Government in The Third World. : The Experience of Tropical Africa, Chicheser : John Wiley and Sons, 1987. Colin Vassarotti,

Risk Managemen – A Customs Prespective

Juni 2016).

Temp/Renkin%20Kementerian%20Perindustrian%20Tahun%202014.pdf (diakses tanggal 5 Juni 2016)


(5)

113

DAFTAR PUSTAKA E. Buku

Damuri, Yose Rizal, dkk. Kawasan EKonomi Khusus dan strategis di Indonesia

Yogyakarta PT Kanisius, 2015

Ibrahim, Johny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Surabaya: Bayu Media Publishing, 2005

Hidayat, Syarif dan Agus Syarip Hidayat (ed.), Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Irfan, Fahmi. 2012, Manajemen Kepemimpinan Teori dan Aplikasi, cetakan pertama, Penerbit : Alfabeta, Bandung,2012

Kabul, Imam. Paradigma Pembangunan Hukum di Indonesia. Yogyakarta,Kurnia Kalam, 2005.

Marbun, SF. Dan Moh. Mahfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 1987.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum Jakarta : Prenanda Media Group, 2013.

Rajagukguk, Erman. Peranan Hukum Dalam Pembangunan pada Era Globalisasi, Implikasinya bagi Hukum di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Hukum pada Jakarta: Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, 1997.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005.

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006

Sutarto, Eddhi. Rekonstruksi Sistem Hukum Pabean Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2010.

Sutedi, Andrian. Aspek Hukum Kepabeanan Jakarta: Sinar Grafika, 2012

Wicaksono, Padang. Sekali Lagi Tentang Ketergantungan Indonesia Jakarta:SK. Suara Pembaruan, 2003


(6)

F. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945, alinea keempat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan ATAS Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan

Ekonomi Khusus.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Bab I, Pasal 2.

Peraturan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanam Modal Nomor 6 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan, Dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanam Modal.

Peraturan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanam Modal Nomor 6 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan, Dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanam Modal.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997.

G. Jurnal

Akinci, G. & Crittle, J. Special Economic Zones: Performance, Lessons Learned, and Implications for Zone Development, Foreign Investment Advisory Service (FIAS) occasional Paper (World Bank: Washington, D.C, 2008) Bambang Prasodjo, Domain Publik dari fungsi Kepabean dan Postulat Lembaga

yang Melaksanakan, Warta Bea Cukai, Edisi. 413, April 2009

Budi Santoso, Tinjauan Dan Perspektif Departemen Perdagangan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Mendukung Pengembangan KEK Diskusi Internal dengan tim peneliti P3DI, Jakarta, 04 April 2008.

Budiman Ginting, “Kepastian Hukum dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Investasi Di Indonesia”, Medan: Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Investasi pada Fakultas Hukum,


(7)

115

diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara, Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 20 September 2008.

Hasim Purba, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Fenomena global: Suatu Kajian Aspek Hukum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Jurnal Equality, Vol. 11 No. 2 Agustus 2006.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Liberal memiliki arti bersifat bebas; berpandangan bebas (luas dan terbuka). Balai Pustaka Pusat Bahasa Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Depdiknas Indonesia, 2001.

Bismar Nasution, Globalisasi dan Pendidikan Tinggi Hukum. Orasi Ilmiah pada Dies Natalis Ke-50 Fakultas Hukum USU, 2004.

Octarina Yuhani, Analisis Perbandingan Perlakuan Bea Dan Cukai Di Kawasan Berikat Dengan Perlakuan Bea Dan Cukai Di Kawasan Non Berikat, 2015, Skripsi Fakultas Ekonomi dan bisnis Universitas Sumatera Utara Medan. Siti Rifqa R. Tinjauan Yuridis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dalam Sistem

Administrasi Pemerintahan Negara Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret 2012.

Tumpal Sihaloho, Kajian Dampak Ekonomi Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus, Jurnal, April 2013.

H. Website

Dinas Aceh “Kawasan Industri”, http://kawasanindustri.com/ (diakses tanggal 3 April 2016).

KAPET Batulicin yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, memiliki potensi pengembangan komoditas unggulan berbasis pada sumber daya alam, terutama perkebunan (kelapa sawit dan karet), hutan produksi (perkayuan), pertambangan bijih besi, serta perikanan budidaya dan tangkap. “Perlu terobosan terhadap pengembangan KAPET Batulicin 20 tahun ke depan melalui pengembangan sentra komoditi unggulan, investasi industri, outlet yang berorientasi ekspor, serta infrastruktur pendukungnya.


(8)

Iman, “Pengembangan KAPET Batulicin Berbasis Komoditas Unggulan”, http://www.kapet.net/ (diakses tanggal 3 April 2016).

Mawhood P. (ed) Local Government in The Third World. : The Experience of Tropical Africa, Chicheser : John Wiley and Sons, 1987. Colin Vassarotti,

Risk Managemen – A Customs Prespective

Juni 2016).

Temp/Renkin%20Kementerian%20Perindustrian%20Tahun%202014.pdf (diakses tanggal 5 Juni 2016)


(9)

BAB III

ASPEK HUKUM PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

A. Pengertian dan Tujuan Pengawasan Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus

Pengawasan yaitu proses untuk menetapkan pekerjaan yang sudah dilakukan, menilai dan mengoreksi agar pelaksanaan pekerjaan itu sesuai dengan rencana semula. Selaku Administrator KEK melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perizinan dan nonperizinan dalam bentuk daftar pemenuhan persyaratan (checklist) dan dalam hal terdapat penyimpangan pelaksanaan diberikan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan.57

Pengertian Pengawasan Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada Deklarasi Colombus adalah tindakan yang dilakukan pabean untuk memastikan kepatuhan terhadap Undang-undang Pabean (Customs control means measures by the Customs to ensure compliance with customs law). Selanjutnya tujuan pengawasan pabean, menurut Colin Vassarotti sebagaimana telah dirangkum oleh Eddhi Sutarto adalah: Memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat terbang, kendaraan, dan orang-orang yang melintas perbatasan negara berjalan dalam keranggka hukum, peraturan, dan prosedur pabean yang ditetapkan.

melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK

58

57

Pasal 83 ayat 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2015 Tentang Fasilitas Dan Kemudahan Di Kawasan Ekonomi Khusus.

58


(10)

Mengenai pemahaman pengawasan pabean Eddhi Sutarto, menegaskan: 59

Pengukuran tersebut digunakan untuk bahan penetapan profil yang berisi himpunan data. Untuk terciptanya optimalisasi hasil pengawasan pabean, dilakukan administrasi pabean yang mengusahakan kerja sama dengan administrasi pabean lain dan berusaha menghasilkan kesepakatan bantuan administratif yang saling menguntungkan untuk meningkatkan pengawasan pabean. Demikian juga kerja sama dilakukan dengan dunia usaha dan berusaha menghasilkan nota kesepahaman (MoU) untuk meningkatkan pengawasan pabean. Teknologi informasi dan perdagangan secara elektronik sangat mendukung untuk meningkatkan pengawasan pabean termasuk evaluasi sistem komersial dari pengusaha apabila sistem tersebut mempunyai dampak pada kegiatan pabean dalam memastikan kepatuhan terhadap persyaratan pabean. Pemeriksaan Pabean adalah untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan pabean yang diajukan terhadap barang impor dilakukan. Pemeriksaan pabean tersebut dalam bentuk penelitian terhadap dokumen dan pemeriksaan atas fisik barang. Pemeriksaan pabean tersebut dilakukan secara selektif berdasarkan analisis manajemen risiko.

Bahwa semua barang, termasuk sarana transportasi yang memasuki atau meninggalkan daerah pabean, tanpa memperhatikan terutang bea dan pajak atau tidak, harus berada dalam pengawasan pabean. Namun, pengawasan pabean tersebut harus dibatasi pada hal-hal yang dianggap perlu untuk memastikan dipatuhinya Undang-undang pabean. Di dalam menerapkan pengawasan pabean, pabean harus menggunakan manajemen risiko. Pabean dalam melaksanakan pengawasan harus menggunakan analisis risiko untuk menentukan orang dan barang, termasuk sarana transportasi, yang perlu diperiksa dan seberapa jauh tingkat pemeriksaannya. Pabean harus mengadopsi strategi pengukuran kepatuhan untuk mendukung pelaksanaan manajemen risiko.

59


(11)

66

Eddhi Sutarto, mengungkapkan atas dasar: Kewenangan pejabat pabean untuk melakukan pemeriksaan pabean atas barang impor-ekspor diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006. Hal ini diartikan bahwa kewenangan pejabat pabean (bea dan cukai) dalam melakukan pemeriksaannya pabean merupakan kewenangan berdasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku, yakni kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang.60

Pemeriksaan pabean dalam bentuk penelitian terhadap dokumen dan pemeriksaan atas fisik barang dilakukan untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan pabean. Pemeriksaan pabean tersebut pada dasarnya dilakukan dalam daerah pabean oleh pejabat bea dan cukai secara selektif dengan mempertimbangakan risiko yang melekat pada barang dan importir. Namun, dengan mempertimbangkan kelancaran arus barang dan/atau pengamanan penerimaan negara, dapat dilakukan pelaksanaanpemeriksaan pabean di luar daerah pabean oleh pejabat bea dan cukai atau pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada pemeriksaan pabean adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai dan/atu sistem komputer untuk memastikan bahwa pemberitahuan dibuat dengan lengkap dan benar.

Pejabat pemeriksa dokumen tersebut adalah pejabat bea dan cukai yang berwenang untuk melakukan penelitian dan penetapan ats data pemberitahuan pabean. Penelitian dokumen yang dilakukan oleh pejabat pemeriksa dokumen dan/atau sistem komputer pelayanan bertujuan:


(12)

1. Untuk memastikan bahwa pemberitahuan pabean diberitahukan dengan benar, dan dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan telah sesuai dengan yang telah ditentukan. Penelitian ini dilakukan oleh pejabat pemeriksa dokumen. 2. Untuk memastikan bahwa pengisian pemberitahuan pabean yang telah

disampaikan telah lengkap dan benar.

Penelitian ini dilakukan melalui sistem komputer pelayanan. Penelitian berdasarkan sistem komputer ditindaklanjuti dengan penelitian yang dilakukan pejabat pemeriksa dokumen berdasarkan data yang disajikan oleh sistem komputer pelayanan komputer trsebut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pejabat pemeriksa dokumen melakukan penetapan. Hal ini artinya tanggung jawab hukum pemeriksa dokumen terbatas pada penetapan yang dibuatnya. Pemeriksaan fisik dalam barang impor dan ekspor adalah kegiatan yang dilakukan pejabat pabean (bea dan cukai) pemeriksaan barang untuk mengetahui jumlah dan jenis barang impor yang diperiksa guna keperluan pengklasifikasian dan penetapan nilai pabean pejabat pemeriksa fisik barang impor tersebut adalah pejabat bea dan cukai yang memilikicukai. Pelaksanaan pemeriksaan fisik barang impor dilakukan oleh pejabat pemeriksa fisik berdasarkan instruksi pemeriksaan yang diterbitkan oleh pejabat bea dan cukai atau sistem komputer pelayanan, dan atas pemeriksaan fisik dimaksud, importir atau kuasanya mendapat pemberitahuan pemeriksaan fisik dari pejabat bea dan cukai atau sistem komputer pelayanan. Pada prinsipnya pejabat bea dan cukai memiliki wewenang berdasarkan undang-undang kepabeanan untuk melakukan pemeriksaan pabean atas barang impor atau barang ekspor setelah pemberitahuan pabean diserahkan. Hal ini diartikan bahwa jika


(13)

68

pabean memutuskan bahwa barang yang diberitahukan harus diperiksa, pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesegera mungkin setelah pemberitahuan barang di daftarkan.

Tujuan pengawasan penyelenggaran KEK yang dilakukan pihaknya Dewan Nasional berkaitan erat dengan upaya penegakan hukum, khususnya undang-undang keimigrasian dan upaya mencegah penyalahgunaan izin tinggal.61 Tujuan pengawasan KEK dapat dirumuskan untuk mengetahui dan memahami kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan atau kegiatan yang menjadi objek pengawasan yaitu sesuai dengan yang semestinya atau tidak dan sebagai bahan untuk melakukan perbaikan-perbaikan diwaktu yang akan datang. Dalam hal Bea dan Cukai harus mengembangkan dan mengoptimalkan fungsi pengawasan dalam rangka untuk penegakan hukum dan perlindungan masyarakat.62

B. Peran Pemerintah Pusat dalam Pengawasan Kawasan Ekonomi Khusus Pengawasan terhadap produk hukum diperlukan untuk memastikan bahwa produk hukum semisal Perda tidak bertentangan dengan prinsip negara kesatuan dan hukum nasional. Pengawasan juga berfungsi melindungi rakyat dari kesewenang-wenangan penguasa.

Unsur dari pemerintah pusat dalam pengawasan KEK antara lain : 1. Dewan Nasional

Dewan Nasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Dewan Nasional terdiri atas menteri dan kepala lembaga pemerintah

(diakses tanggal 6 Juni 2016)

62


(14)

nonkementerian. Dewan Nasional diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan beranggotakan Menteri/Pimpinan Lembaga yang sekurang-kurangnya menangani urusan pemerintahan di bidang pembinaan pemerintahan daerah, keuangan, perindustrian, pekerjaan umum, perdagangan, perhubungan, tenaga kerja, perencanaan pembangunan nasional, dan koordinasi penanaman modal. 63

2. Direktorat Bea dan Cukai

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Menteri Keuangan. Dalam tugas pokok di bidang kepabeanan dan cukai terkandung misi yang saling terkait (integrated mission) antara lain: a. Mengamankan penerimaan negara dari sektor impor, ekspor dan cukai;

melancarkan arus barang;

b. Membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pertimbuhan industri dan investasi melalui pemberian fasilitas kepabeanan dan cukai serta pencegahan terjadinya unfair trading;

c. Menjamin perlindungan masyarakat terhadap ekses negatif yang timbul sebagai akibat dari masuknya barang-barang pembatasan dan larangan.64 Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Fungsi pelayanan tersebut dilakukan untuk memberikan pelayanan dan proteksi kepada masyarakat sekaligus untuk mengamankan hak-hak Negara.

63

http://kek.ekon.go.id/tentang-kami/ (diakses tanggal 5 Juni 2016).

Juni 2016).


(15)

70

3. Direktorat Pajak

Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus, dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Saat terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pada saat pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak di tempat lain dalam Daerah Pabean, Tempat Penimbunan Berikat, atau Kawasan Ekonomi Khusus. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terjadi pada saat : harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya.harga jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dibayar, baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya.65

4. Kementerian Perindustrian

Peningkatan investasi melalui perbaikan kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, perbaikan sistem informasi, dan pengembangan KEK. Oleh karena


(16)

itu, kebijakan Kementerian Perindustrian sebagai pelaksanaan prioritas nasional ini adalah pengembangan zona industri di KEK.66

5. Kementerian Perdagangan

Mendukung program hilirisasi dalam rangka peningkatan daya saing produk dan dukungan terhadap KEK, menyederhanakan berbagai proses perizinan, juga mempermudah prosedur, termasuk menghilangkan berbagai rekomendasi yang dinilai menghambat bagi eksportir dan importir dalam melakukan berbagai kegiatannya, aturan baru bertujuan mempermudah mengurangi aturan adminstratif.67

6. Administrator KEK melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan dan nonperizinan dalam bentuk daftar pemenuhan persyaratan (checklist) dan dalam hal terdapat penyimpangan pelaksanaan diberikan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan.

C. Peran Pemerintah Daerah dalam Pengawasan Kawasan Ekonomi Khusus Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu bahwa yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

66

Temp/Renkin%20Kementerian%20Perindustrian%20Tahun%202014.pdf (diakses tanggal 5 Juni 2016)

(diakses tanggal 5 Juni 2016)


(17)

72

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah ini secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Untuk tingkatkabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur, sedangkan untuk tingkat pemerintahan desa dikoordinasikan oleh bupati/walikota, dan dapat dilimpahkan kepada camat untuk pembinaan dan pengawasan yang dimaksud.

Di tingkat provinsi, institusi kunci KEK dinamakan Dewan Kawasan, yang diketuai oleh Gubernur. Tugas Dewan Kawasan antara lain membentuk Administrator KEK, mengawasi, mengendalikan, mengevaluasi, dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas Administrator KEK dalam hal PTSP dan operasional KEK, serta menyampaikan laporan pengelolaan KEK kepada Dewan Nasional setiap tahun.68

Pemerintah provinsi adalah gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur pemerintahan daerah provinsi. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota adalah bupati/walikota dan perangkat daerah sebagai unsure pemerintahan daerah kabupaten/kota. Baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota, keduanya adalah pemerintahan daerah dimana didalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya.


(18)

Unsur dari pemerintah daerah dalam pengawasan KEK antara lain : 1. Gubernur

a. Melaksanakan kebijakan umum yang telah ditetapkan oleh Dewan Nasional untuk mengelola dan mengembangkan KEK di wilayah kerjanya; b. membentuk Administrator KEK di setiap KEK;

c. mengawasi, mengendalikan, mengevaluasi, dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas Administrator KEK dalam penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu satu pintu dan operasionalisasi KEK;

d. menetapkan langkah strategis penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan KEK di wilayah kerjanya;

e. menyampaikan laporan pengelolaan KEK kepada Dewan Nasional setiap akhir tahun; dan

f. menyampaikan laporan insidental dalam hal terdapat permasalahan strategis kepada Dewan Nasional.

2. Walikota/bupati

Kewenangan (authority, gezag) adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap segolongan orang tertentu maupun terhadap sesuatu bidang secara bulat. Sedangkan wewenang (competence, bevoedheid) 69

Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang

hanya mengenai bidang tertentu saja.

69

SF Marbun dan Moh. Mahfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara (Liberty: Yogyakarta, 1987), hlm 7


(19)

74

ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah.Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Untuk urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah di luar urusan pemerintahan, Pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan, melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah atau menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan. Hanya negara yang menganut sistem otonomi daerah yang bisa menyelenggarakan KEK di negaranya, karena pemerintah pusat melimpahkan sebagian wewenangnya kepada pemerintahan daerah berdasarkan otonomi daerah yang disebut dengan sistem desentralisasi.Pemerintahan daerah bisa menjalankan wewenangnya untuk mengatur daerahnya berdasarkan pembagian secara vertical yang disebut sistem dekonsentrasi.70

Peran walikota/bupati dalam pengawasan KEK adalah:71 1. Melakukan koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan; 2. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;

3. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan;

4. Pendidikan dan pelatihan;

70

Siti Rifqa Raihani, Op.Cit, hlm 47.

71


(20)

5. Peremcanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.

D. Pengawasan Oleh Dewan Nasional, Dewan Kawasan, Administrasi Kawasan Ekonomi Khusus dan Badan Usaha Pengelola

Penyelenggarakan KEK, maka dibentuk lembaga penyelenggara KEK yang terdiri atas Dewan Nasional di tingkat pusat dan Dewan Kawasan di tingkat provinsi. Dewan Kawasan membentuk Administrator KEK di setiap KEK untuk melaksanakan pelayanan, pengawasan, dan pengendalian operasionalisasi KEK. Kegiatan usaha di KEK dilakukan oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha.72

1. Dewan Nasional KEK

a. Menyusun Rencana Induk Nasional KEK

b. Menetapkan kebijakan umum dan langkah strategis pengembangan KEK c. Menetapkan standar infsruktur dan pelayanan minimal dalam KEK d. Memberikan rekomendasi pembentukan KEK

e. Menyelesaikan permasalahan strategis dalam pelaksanaan, pengelolaan dan pengembangan KEK

f. Memantau dan mengevaluasi pengembangan KEK

Cara pengawasan yang dilakukan Dewan Nasional dalam KEK, antara lain: 1) Dewan Kawasan melakukan evaluasi setiap tahun

2) Menetapkan kebijakan tersendiri dalam kerja sama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK.

72


(21)

76

3) Meminta masukan dan/atau bantuan instansi Pemerintah, pemerintah daerah, atau para ahli sesuai dengan kebutuhan

4) Melakukan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan kebutuhan. 2. Dewan Kawasan

a. Melaksanakan kebijakan umum yang telah ditetapkan oleh Dewan Nasional

b. Mengawasi, mengevaluasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Administrator KEK

c. Menetapkan langkah strategis penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan KEK di wilayah kerjanya.

d. Menyampaikan laporan pengelolaan KEK kepada Dewan Nasional Cara pengawasan yang dilakukan Dewan Kawasan dalam KEK, antara lain: 1) Meminta penjelasan Administrator KEK mengenai pelaksanaan sistem

pelayanan terpadu satu pintu serta pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK.

2) meminta masukan dan/atau bantuan kepada instansi Pemerintah atau para ahli sesuai dengan kebutuhan; dan/atau melakukan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan kebutuhan.

3. Administrator KEK

a. Mengeluarkan berbagai izin yang diperlukan oleh pelaku usaha untuk mengembangkan usaha di KEK

b. Melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK c. Menyampaikan laporan operasionalisasi KEK kepada Dewan Kawasan


(22)

Cara pengawasan yang dilakukan Administrator KEK dalam KEK, antara lain: 1) memperoleh pendelegasian atau pelimpahan wewenang di bidang

perizinan dari Pemerintah dan pemerintah daerah; dan

2) dapat meminta penjelasan kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK mengenai kegiatan usahanya.

3) Arahan kepada Badan Usaha pengelola KEK untuk perbaikan operasionalisasi KEK; dan

4) teguran kepada Badan Usaha pengelola KEK dalam hal terjadi penyimpangan dalam pengoperasian KEK

4. Badan Usaha Pengelola KEK

a. Menyelenggarakan kegiatan usaha di KEK

b. Arahan kepada Badan Usaha pengelola KEK untuk perbaikan operasionalisasi KEK; dan

c. teguran kepada Badan Usaha pengelola KEK dalam hal terjadi penyimpangan dalam pengoperasian KEK.

Cara pengawasan yang dilakukan oleh Badan Usaha Pengelola KEK yaitu 1) melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK

2) pengawasan terhadap alat pembayaran yang sah di KEK.

3) Pemasukan dan pengeluaran mata uang rupiah antara KEK dan luar negeri tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

4) Mata uang asing hanya dapat dijualbelikan di KEK melalui bank atau pedagang valuta asing yang telah mendapat izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(23)

78

E. Pengawasan Oleh Direktorat Bea dan Cukai

Bidang Kepabeanan, Kegiatan Perdagangan Internasional menyebabkan banyak barang dan produk dari Luar negeri yang masuk ke Indonesia. Di sinilah Peran DJBC untuk melakukan Pengawasan dan Pemeriksaan terhadap barang-barang tersebut. Barang dan produk yang masuk ke wilayah Indonesia mungkin merupakah barang yang dilarang atau dibatasi, bisa juga barang illegal, selundupan, barang berbahaya.

Dalam melakukan fungsi pengawasannya, DJBC juga diberikan beberapa wewenang seperti wewenang patroli, penyegelan, pemeriksaan barang, pemeriksaan pembukuan (dalam hal audit), pemeriksaan bangunan, sarana pengangkut, dll. Ruang lingkup Pengawasan aparat Bea dan Cukai meliputi seluruh wilayah NKRI baik darat, laut, maupun udara. Daerah pengawasan ini juga termasuk berbagai wilayah perbatasan.

Penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut ini dilakukan baik ditengah laut maupun di perairan pelabuhaan. Prioritas pemeriksaan ini dilakukan terhadap sarana pengangkut yang dicurigai membawa atau mengangkut barang selundupan atau barang lain yang tidak diberitahukan dalam pemberitahuan pabean. Oleh karena itu tidak setiap sarana pengangkut dilakukan pemeriksaan oleh pihak Bea dan Cukai. Penghentian dan pemeriksaan sarana pengangkut serta barang diatasnya hanya dilakukan secara selektif, yang dilakukan berdasarkan pengamatan maupun informasi yang dikumpulkan.

Dalam melakukan pengawasan atas sarana pengangkut yang melakukan pembongkaran barang impor, pihak Bea dan Cukai berwenang untuk


(24)

menghentikan pembongkaran tersebut jika ternyata barang yang dibongkar (walaupun sudah mendapat izin bongkar dari Bea dan Cukai) sesuai ketentuan yang berlaku tidak boleh diimpor. Sebagai contoh importasi daging dari India. Pada saat diangkut ke Indonesia belum ada larangan impor. Namun pada waktu barang dibongkar di pelabuhan Indonesia, terbit larangan impor daging yang berasal dari India karena mengandung penyakit tertentu.

Aparat Bea dan Cukai juga harus melakukan pengawasan terhadap barang yang belum diselesaikan kewajiban Pabean atau Cukainya. Namun seringkali pengawasan tidak dapat dilakukan secara terus menerus dikarenakan berbagai faktor. Mangenai hal tersebut maka aparat DJBC memiliki wewenang penyegelan untuk memudahkan pengawasan.

Dalam pelaksaan tugasnya aparat DJBC harus memastikan kebenaran pemberitahuan barang atas barang impor maupun barang ekspor. Atas hal inilah maka petugas DJBC diberikan wewenang untuk pemeriksaan barang. Hal ini dilakukan untuk menghindari masuk atau keluarnya barang-barang yang sesuai ketentuan dilarang untuk dimpor atau ekspor. Tetapi dalam banyak hal, DJBC tidak mungkin memeriksa semua barang dikarenakan volume perdagangan Internasional yang tinggi. Untuk itu dilakukanlah pemeriksaan secara selektif dengan menggunakan manajemen resiko (risk management).

Walaupun secara keseluruhan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki peran pengawasan, namun DJBC memiliki satuan unit kerja yang khusus melakukan tugas tersebut. Unit tersebut adalah Seksi Pengawasan dan Penindakan. Seksi ini memiliki bagian khusus untuk pengawasan yang lebih


(25)

80

spesifik seperti bidang Intelijen. Seksi Penindakan dan Penyidikan mempunyai tugas melakukan intelijen, patroli dan operasi pencegahan, dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai, penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai serta pengelolaan dan pengadministrasian sarana operasi, sarana komunikasi, dan senjata api. Dalam melaksanakan tugas, Seksi Penindakan dan Penyidikan menyelenggarakan fungsi:

1. pengumpulan, pengolahan, penyajian, serta penyampaian informasi dan hasil intelijen di bidang kepabeanan dan cukai;

2. pengelolaan pangkalan data intelijen dibidang kepabeanan dan cukai; 3. pelaksanaan patroli dan operasi pencegahan dan penindakan pelanggaran

peraturan perundang-undangan di bidang kepabeamam dam cukai; 4. penyidikan tindak pidana dibidang kepabeanan dan cukai;

5. pemeriksaan sarana pengangkut; 6. pengawasan pembongkaran barang;

7. penghitungan bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan denda administrasi terhadap kekurangan/kelebihan bongkar, serta denda administrasi atas pelanggaran lainya;

8. penatausahaan dan pengurusan barang hasil penindakan dan barang bukti; 9. pengumpulan data pelanggaran peraturan perundang-undangan


(26)

10.pemantauan tindak lanjut hasil penindakan dan penyidikan di bidang kepabeanan dan cukai;

11.pengelolaan dan pengadministrasian sarana operasi, sarana komunikasi, dansenjata api Kantor Pengawasan dan Pelayanan.


(27)

BAB IV

FUNGSI PENGAWASAN DIREKTORAT BEA DAN CUKAI TERHADAP PENYELENGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

D. Tugas dan Kewenangan Direktorat Bea dan Cukai

Melaksanakan sebagian tugas pokok Kementerian Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai, berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan Bea Masuk dan Cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai fungsi :

1. Perumusan kebijaksanaan teknis di bidang kepabeanan dan cukai, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

2. Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan pengamanan teknis operasional kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3. Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan pengamanan teknis operasional di bidang pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan


(28)

lainnya yang pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4. Perencanaan, pembinaan dan bimbingan di bidang pemberian pelayanan, perijinan, kemudahan, ketatalaksanaan dan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.73

Pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai dan penindakan di bidang kepabeanan dan cukai serta penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun kewenangan dari Direktorat Bea dan Cukai adalah sebagai berikut:

1) Membetulkan surat penetapan tagihan kekurangan pembayaran bea masuk yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penetapan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan;

2) Mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda dalam hal sanksi tersebut dikenakan pada orang yang dikenai sanksi karena kekhilafan atau bukan karena kesalahannya.74

Pejabat Bea dan Cukai memiliki wewenang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas kepabeanan. Wewenang tersebut dikelompokan menjadi tiga berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Udnang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yaitu antara lain :

74


(29)

84

4. Kewenangan Pengawasan dan Penyegelan.Dalam Pasal 78 disebutkan : Pejabat bea dan cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan terhadap barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dan barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi menurut undang-undang ini yang berada di sarana pengangkut, tempat penimbunan atau tempat lain.

5. Kewenangan Memeriksa pada Pasal 82 disebutkan kewenangan pejabat bea cukai adalah :

a. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan pabean atas barang impor atau barang ekspor setelah pemberitahuan pabean diserahkan.

b. Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta importir, eksportir, pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat, atau yang mewakilinya menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka sarana pengangkut atau bagiannya, dan membuka setiap bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa.

6. Jika permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi:

a. pejabat beadan cukai berwenang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas risiko dan biaya yang bersangkutan; dan

b. yang bersangkutan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar sebesar Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

7. Setiaporang yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam pemberitahuan pabean atas impor yang mengakibatkan kekurangan


(30)

pembayaran bea masuk dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1.000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.

8. Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan atau jumlah barang dalam pemberitahuan pabean atas ekspor yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari pungutan negara dibidang ekspor yang kurang dibayar dan paling banyak 1.000% (seribu persen) dari pungutan negara di bidang ekspor yang kurang dibayar.

Sedangkan dalam Pasal 82A disebutkan :

1. Untuk kepentingan pengawasan, pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan karena jabatan atas fisik barang impor atau barang ekspor sebelum atau sesudah pemberitahuan pabean disampaikan.

2. Ketentuan mengenai tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Pada ketentuan Pasal 85 diuraikan sebagai berikut :

1. Pejabat bea dan cukai memberikan persetujuan impor atau ekspor setelah pemberitahuan pabean yang telah memenuhi persyaratan diterima dan hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan pemberitahuan pabean.

2. Pejabat bea dan cukai berwenang menunda pemberian persetujuan impor atau ekspor dalam hal pemberitahuan pabean tidak memenuhi persyaratan.


(31)

86

3. Pejabat bea dan cukai berwenang menolak memberikan pelayanan kepabeanan dalam hal orang yang bersangkutan belum memenuhi kewajiban kepabeanan berdasarkan Undang-Undang ini.

Selanjutnya pada Pasal 85A disebutkan bahwa :

(1) Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pejabat bea dan cukai dapat melakukan pemeriksaan pabean terhadap barang tertentu yang diangkut dalam daerah pabean.

(2) Pemeriksaan pabean terhadap barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat pemuatan, pengangkutan, dan atau pembongkaran di tempat tujuan.

(3) Ketentuan mengenai pemeriksaan pabean terhadap barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Sedangkan Pasal 86 disebutkan :

(1) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.

(1a)Dalam melaksanakan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat bea dan cukai berwenang:

a. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan;


(32)

b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang dan pihak lain yang terkait;

c. memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana atau media penyimpan data elektronik, dan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan; dan

d. melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan.

(2) Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat menjalankan kewenangan audit kepabeanan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima jutarupiah).

(3) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Di antara Pasal 86 dan Paragraf 3 disisipkan 1 (satu) pasal, yaitu Pasal 86A yang berbunyi sebagai berikut: Apabila dalam pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan adanya kekurangan pembayaran bea masuk yang disebabkan oleh kesalahan pemberitahuan jumlah dan atau jenis barang, orang wajib membayar bea masuk yang kurang dibayar dan dikenai sanksi administrasi berupa denda


(33)

88

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (5).Ketentuan Pasal 88 ayat (2) diubah sehingga Pasal 88 berbunyi sebagai berikut:

(1) Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang ini, pejabat bea dan cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunan atau tempat yang bukan rumah tinggal selain yang dimaksud dalam Pasal 87 dan dapat memeriksa setiap barang yang ditemukan.

(2) Selama pemeriksaan atas bangunan atau tempatsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan atas permintaan pejabat bea dan cukai, pemilik atau yang menguasai bangunan atau tempat tersebut wajib menyerahkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan barang yang berada di tempat tersebut.

Ketentuan Pasal 90 ayat (3) dan ayat (4) diubah sehingga Pasal 90 berbunyi sebagai berikut:

(1) Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang ini pejabat bea dan cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta barang di atasnya.

(2) Saranapengangkut yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos dikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pejabat bea dan cukai berdasarkan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (3) berwenang untuk menghentikan pembongkaran barang dari sarana pengangkut apabila ternyata barang yang dibongkar tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.


(34)

(4) Orang yang tidak melaksanakan perintah penghentian pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

E. Kedudukan Direktorat Bea dan Cukai dalam Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia sebagai Negara yang berdaulat dan menganut sistem ekonomi terbuka serta sebagai Negara yang sedang melaksanakan pembangunan yang mengandalkan ekspor, merasakan dampak dari perubahan ekonomi global yang sangat cepat tersebut, maka sejalan dengan itu, dibutuhkan suatu badan yang terkait dengan masalah perdagangan internasional khususnya dalam hal ini adalah Direktorat Jendral Bea dan Cukai (selanjutnya disebut DJBC) sebagai sarana bagi Indonesia untuk menciptakan suatu system dan prosedur kepabeanan berupa kinerja pelayanan dan pengawasan yang ditujukan terhadap peningkatan kelancaran arus lalu lintas barang dan dokumen yang melampaui batas-batas Negara di era perdagangan bebas ini. Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC) merupakan organisasi yang eksistensinya memiliki peran dan tanggung jawab yang signifikan, yaitu untuk Memberikan pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan (trade facilitator, community protector, revenue collector).

Kedudukan DJBC merupakan instansi pusat di bawah naungan Departemen Keuangan Republik, yang secara structural dengan unit-unit pelaksana teknis di dalamnya membawahi Kantor Wilayah (Kanwil) yang ada di seluruh Indonesia.


(35)

90

Fungsi Implementasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) adalah: 2) Trade Facilitator adalah memberi fasilitas perdagangan (antara lain

peningkatan kelancaran arus barang dan perdagangan) sehingga dapat menekan ekonomi biaya tinggi yang pada akhirnya akan menciptakan iklim perdagangan yang kondusif.

3) Industrial Assintance adalah memberi dukungan kepada industri dalam negeri sehingga memiliki keunggulan kompetitif dalam pasar internasional.

4) Revenue Collector adalah mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan bea masuk dan cukai.

5) Community Protector adalah melindungi masyarakat dari masuknya barangbarang yang dilarang atau dibatasi yang dapat menggangu kesehatan dan keamanan serta moralitas.75

Direktorat Bea dan Cukai dalam KEK merupakan salah satu instansi pemerintah yang mempunyai tanggungjawab untuk melaksanakan pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan cukai dalam daerah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun bentuk pelaksanaan pelayanan dan pengawasan tersebut harus dapat secara beriring tentunya dengan tetap memegang asas kehati-hatian (prubdential).

Kedudukan Bea dan Cukai dalam KEK adalah sebagai Fasilitas Pabean dan Fasilitas Perpajakan (bea masuk, bea keluar) walaupun sama bermakna kemudahan akan tetapi alasan pemberian fasilitas berbeda, ada jenis fasilitas pabean diberikan dalam rangka mendukung efisiensi systems rantai distribusi

75


(36)

barang melalui laut dan atau udara dari suatu negara kepulauan seperti Indonesia

(archipelagic state), sementara itu ada fasilitas perpajakan diberikan karena berbagai alasan hukum yang mendasarinya, yang apabila alasan hukum termaksud tersedia maka atas barang-barang impor atau ekspor berhak memperoleh pembebasn bea masuk atau pengembalian bea masuk (drawback systems). Dengan demikian desain sistem pemberian fasilitas dan implementasinya/pengawasannya berbeda sesuai alasan pemberian fasilitas kepabeanan dan pemberian fasilitas perpajakan / bea masuk.

Dalam menjalankan tugas dan fungsi Dirjen Bea Cukai berpayung pada Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UndangUndang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai, Dirjen Bea Cukai menentukan bahwa barang yang dimasukan ke dalam daerah pabean telah memenuhi kewajiban yang disyaratkan kepabeanan, dan melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penegakan terhadap sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Instansi Kepabeanan di Indonesia) memiliki peran yang harus mengemban tugas perlindungan masyarakat atas masuknya barang-barang berbahaya; perlindungan kepada industri tertentu dari persaingan barang-barang impor sejenis (proteksi); memberantas penyelundupan; instansi-instansi lain yang berkepentingan dengan lalu lintas barang yang melampaui batas-batas negara memberikan dan menitipkan tugas; sekaligus


(37)

92

berkewajiban untuk menghasilkan penerimaan negara untuk kepentingan laju perkembangan nasional.76

Peran aparat penegak hukum dan masyarakat juga berperan penting untuk memberantas penyelundupan tersebut. Aparat penegak hukum yang dimaksud adalah Direktorat Bea dan Cukai. Sebagai daerah kegiatan ekonomi maka sektor Bea dan Cukai merupakan suatu instansi dari pemerintah yang sangat menunjang dalam kelancaran arus lalu lintas ekspor dan impor barang di daerah pabean. Adapun tujuan pemerintah dalam mengadakan pengawasan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan adalah untuk menambah pendapatan atau devisa negara; sebagai alat untuk melindungi produk-produk dalam negeri dan sebagai alat pengawasan agar tidak semua barang dapat keluar masuk dengan bebas di pasaran Indonesia atau daerah pabean. Untuk menghindari hal tersebut, maka untuk keluar masuknya barang melalui suatu pelabuhan harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang sah melalui kerjasama antara Bea dan Cukai dengan instansi lain pengelola pelabuhan untuk mengelola, memelihara, menjaga keamanan dan kelancaran arus lalu lintas barang yang masuk maupun keluar daerah pabean dengan maksud untuk mencegah tindakan penyelundupan yang merugikan negara.77

76

Eva Yuliana Noor, Peranan kepabeanan dalam perdagangan luar negeri, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Surakarta, 2012

77


(38)

F. Pengawasan Direktorat Bea Dan Cukai di Kawasan Ekonomi Khusus Pengawasan secara umum dapat didefinisikan sebagai cara suatu organisasi mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien, serta lebih jauh mendukung terwujudnya visi dan misi organisasi.Pengawasan secara umum juga diartikan sebagai suatu kegiatan administrasi yang bertujuan mengandalkan evaluasi terhadap pekerjan yang sudah diselesaikan apakah sesuai dengan rencana atau tidak. Karena itu bukanlah dimaksudkan untuk mencari siapa yang salah satu yang benar tetapi lebih diarahkan kepada upaya untuk melakukan koresi terhadap hasil kegiatan. Dengan demikian jika terjadi kesalahan atau penyimpangan-penyimpagan yang tidak sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, maka segera diambil langkah-langkah yang dapat meluruskan kegiatan berikutnya sehingga terarah pelaksanaanya.

Pengawas mempunyai peranan yang penting dalam manajemen kepegawaian. Ia mempunyai hubungan yang terdekat dengan pegawai-pegawai perseorangan secara langsung dan baik buruknya pegawai bekerja sebagian besar akan tergantung kepada betapa efektifnya ia bergaul dengan mereka.

Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu dilakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.78

Dalam surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: KEP-32/KMK.01/1998 tanggal 4 Februari 1998 tentang Organisasi dan Tatakerja

78

Fahmi Irfan, Manajemen KepemimpinanTeori dan Aplikasi, cetakan pertama, (Bandung : Alfabeta, 2012), hlm 138.


(39)

94

Direktorat Jendral Bea dan Cukai terjadi perubahan tugas dan fungsi dimana Kantor Wilayah mempunyai fungsi operasi pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan, penindakan, dan penyidikan yang tidak dimiliki oleh Kantor Pelayanan. Dengan kata lain dinyatakan bahwa fungsi pengawasan berada di Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan hanya berfungsi pelayanan. Dalam hal ini akan muncul pertanyaan, “Apakah dengan demikian di Kantor Pelayanan Bea Cukai tidak dimungkinkan adanya operasi pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan, penindakan dan penyidikan?”

Pengawasan secara umum berarti kegiatan untuk menjaga agar rencana yang telah dibuat dapat dilaksanakan dengan efektif. Pengertian ini hakikatnya sama dengan defenisi Colin Vassarotti mengenai pengawasan pabean, yaitu suatu kegiatan yang tujuannya memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat terbang, kendaraan, dan orang-orang yang melintas perbatasan negara berjalan dalam kerangka hukum, peraturan, dan prosedur pabean yang telah ditetapkan. Pengertian ini tidak sejalan dengan pengertian bentuk pengawasan yang digunakan dalam buku-buku World Customs Organitations (WCO). Pengawasan pabean antara lain penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca-impor.

Untuk dapat melaksanakan pengawasan diperlukan informasi yang mencukupi dan khusus untuk Bea dan Cukai informasi yang diperlukan itu sebagian besar berada dalam dokumen pabean atau dokumen pelengkap pabean yang diserahkan kepada Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan. Dengan demikian, Kantor Pelayanan mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan Kantor


(40)

Wilayah dalam penguasaan informasi ini dan lebih mudah melakukan pengawasan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No: 32/KMK.01/1998 tanggal 4 Februari 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jendral Bea dan Cukai titik berat fungsi pengawasan berada pada Kantor Pelayanan namun kalau dilihat dari ketersediaannya informasi dan akses ke arah informasi Kantor Pelayanan lebih potensial untuk melakukan pengawasan dalam pengertian day to day operations.

Fungsi pengawasan yang bersifat pencegahan (preventif) oleh Kantor Wilayah akan menghadapi kendala kurangnya informasi, jumlah tenaga dan biaya yang harus dikeluarkan tetapi untuk pengawasan yang tidak bersifat pencegahan misalnya verifikasi dan audit dapat dilakukan sepenuhnya. Meskipun didalam fungsi Kantor Pelayanan tidak tersebut adanya pencegahan, penindakan, dan penyidikan namun seyogianya kegiatan ini tetap dapat dilaksanakan di Kantor Pelayanan sebab kegiatan-kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang, pemeriksaan penumpang, dan hasil patroli.

Saat ini tidak ada lagi negara di dunia yang dapat melaksanakan politik autarki, sehingga atas dasar pertimbangan ekonomis dan faktor perkembangan teknologi di bidang produksi, transportasi, komunikasi, dan informasi, setiap negara dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi nasionalnya perlu melakukan perdagangan luar negeri yang terdiri atas impor dan ekspor. Pelaksanaan pergerakan fisik barang dalam rangka kegiatan perdagangan impor dan ekspor itu


(41)

96

harus dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin kepentingan nasional dari perdagangan luar negeri yang tidak terhindarkan melalui suatu sistem yang dikenal sebagai fungsi kepabeanan.

Faktor terpenting dalam pelaksanaan tugas-tugas pabean adalah pengawasan dan pemungutan bea masuk dan bea keluar. Peraturan di bidang kepabeanan diatur sesuai dengan standar pabean internasional, sehingga pengertian undang-undang kepabean diartikan sebagai ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan impor, ekspor, dan pergerakan atau penimbunan barang, dimana administrasi dan penegakan hukumnya dibebankan kepada Pabean.

Semua peraturan yang dibuatpabean sesuai apa yang terjadi dalam kegiatan perdagangan internasional, dengan wewenang seperti yang diatur dalam undang-undang. Kepabean mempunyai fungsi sebagai pengawas di satu pihak dan pelayanan di lain pihak dalam lalu lintas barang yang keluar atau masuk ke atau keluar daerah pabean. Sebagai tambahan yang dititipkan oleh instansi-instansiteknik, berupa peraturan mengenai pembatasan dan larangan serta tata niaga. Sebaliknya pabean (dalam hal ini Menteri Keuangan) dibebankan untukmemberikan insentif bagi pengguna jasa dengan cara memberikan pembebasan atau keringanan pajak lalu lintas barang. Dua hal yang sangat kontradiktif antaratugas pengawasan dan pemberian fasilitas, selain itu menyelenggarakan perumusan dan fungsi kebijakan kepabeanan dan cukai, penyusuan norma, standar, prosedur dan kriteria kepabeanan dan cukai, dan pelaksanaan adminstrasi bea dan cukai.


(42)

Pengawasan secara umum berarti kegiatan untuk menjaga agar rencana yang telah dibuat dapat dilaksanakan dengan efektif. Pengertian ini hakikatnya mengenai pengawasan pabean, yaitu suatu kegiatan yang tujuannya memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat terbang, kendaraan, dan orang-orang yang melintas perbatasan negara berjalan dalam kerangka hukum, peraturan, dan prosedur pabean yang telah ditetapkan.

Menurut Colin Vassarotti, tujuan pengawasan pabean adalah memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat terbang, kendaraan, dan orang-orang yang melintas perbatasan negara berjalan dalam kerangka hukum, peraturan, dan prosedur pabean yang ditetapkan.79

Dalam modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh

World Customs Organoitation (WCO) disebutkan bahwa pengawasan pabean adalah salah satu metode untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran kepabeanan. Berdasarkan modul WCO tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan

Untuk menjaga dan memastikan agar semua barang, kapal dan orang yang keluar/masuk dari dan ke suatu negara mematuhi semua ketentuan kepabeanan.

Setiap administrasi pabean harus melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan pabean meliputi seluruh pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas pabean dalam perundang-undangannya, yaitu memeriksa kapal, barang, penumpang, dokumen, pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan lain-lain.

79


(43)

98

penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan: penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca impor. Disamping tiga kegiatan itu menurut hemat penulis patroli juga merupakan pengawasan Bea Cukai untuk mencegah penyelundupan.

Jika kita lihat uraian tugas dan fungsi Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tidak tampak adanya fungsi pencegahan pelanggaran, penindakan, dan penyidikan tetapi kalau dilihat pada fungsi seksi-seksi didalamnya tampak ada fungsi patroli, pemeriksaan kapal, periksaan barang, pemeriksaan badan, penelitian dokumen, dan sebagainya yang merupakan kegiatan pengawasan (custom control) menurut terminologi WCO.

Apabila ditinjau dari kegiatan kepabeanan mulai dari saat kedatangan kapal atau penumpang, pembongkaran barang, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang atau penumpang, tampaklah bahwa fungsi-fungsi yang dimiliki seksi-seksi didalam Kantor Pelayanan telah dapat melaksanakan sebagian fungsi pengawasan. Petugas Kantor Pelayanan berwenang melakukan pengawasan pembongkaran, penelitian dokumen, pemeriksaan barang dan pemeriksaan penumpang. Hal yang tidak dapat dilaksanakan hanyalah kegiatan audit pasca impor, penindakan dan penyidikan karena ketiga kegiatan ini tidak tercantum dalam uraian tugas dan fungsi Kantor Pelayanan maupun seksi-seksi didalamnya.

Kegiatan penindakan dan penyidikan sebenarnya merupakan tindak lanjut dari pengawasan pabean. Pengawasan pabean yang dilakukan melalui penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, audit pasca impor, maupun patroli jika menemukan adanya pelanggaran atau tindak pidana akan ditindaklanjuti dengan penidakan


(44)

atau bahkan penyidikan. Penelitian dokumen atau audit yang menemukan dokumen palsu akan segera ditindaklanjuti dengan penyidikan. Demikian juga apabila dalam pemeriksaan fisik ditemukan barang terlarang akan ditindaklanjuti dengan penyidikan.

Jika petugas Bea Cukai di Kantor Pelayanan tidak mempunyai wewenang melakukan penindakan akan timbul masalah apabila dalam tugasnya ia menemukan pelanggaran misalnya menemukan adanya pembawa uang rupiah dalam jumlah lebih dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Petugas Bea Cukai yang menemukan pelanggaran akan melakukan penegahan atau penyegelan, tetapi kalau tidak mempunyai wewenang untuk itu akan menimbulkan keadaan vakum menunggu petugas dari Kantor Wilayah.

Kegiatan Bea Cukai merupakan satu mata rantai yang tidak terputus mulai dari kedatangan kapal, penyerahan pemberitahuan, penelitian dokumen, pemeriksaan barang sampai dengan pengeluaran barang. Demikian pula apabila petugas menemukan pelanggaran pada pemeriksaan barang harus ditindaklanjuti dengan penindakan atau penyidikan. Jika ada petugas yang menemukan narkotika dalam koper penumpang harus segera ditindaklanjuti dengan penyidikan. Jika wewenang penyidikan hanya diberikan kepada Kantor Wilayah akan menyebabkan terhambatnya proses penyidikan.

Memberikan wewenang pemeriksaan terhadap petugas Kantor Pelayanan tetapi tidak memberikan wewenang tindak lanjut berupa penindakan atau penyidikan seperti membuat pengkotak-kotakan tugas yang akan menghambat pelaksanaan tugas dan fungsi Bea Cukai. Meskipun dalam tugas dan fungsi


(45)

100

Kantor Pelayanan tidak disebutkan secara tersurat adanya wewenang penindakan dan penyidikan bahkan unit kerja penindakan dan penyidikan juga tidak ada namun kedua kegiatan ini harus tetap dapat dilaksanakan di situ karena merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan barang.

Di kantor-kantor pelayanan saat ini terdapat juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang berwenang melakukan penyidikan. Kalau mereka tidak difungsikan karena fungsi penyidikan tidak ada dalam struktur organisasi Kantor Pelayanan akan menimbulkan kesulitan kalau terjadi tindak pidana dan harus mendatangkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Kantor Wilayah. Dalam Undang-Undang Kepabeanan diatur wewenang Pejabat Bea dan Cukai mulai dari Pasal 74 sampai dengan Pasal 92 yang antara lain berisi wewenang penindakan dan Pasal 112 tentang wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai (PPNS Bea dan Cukai).

Jika wewenang-wewenang itu tidak dapat dijalankan oleh petugas Kantor Pelayanan akan menyebabkan hambatan dalam tugas pokok Bea dan Cukai. Petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan memeriksa barang, mencocokkan apakah semua barang yang diimpor telah diberitahukan dengan benar atau apakah tarif dan harganya telah diberitahukan dengan benar.

Benar di sini adalah sesuai dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku mengenai pemberitahuan impor.

Kepala Kantor Wilayah dapat menunjuk pegawai-pegawai di Kantor Wilayah untuk melakukan pemeriksaan barang di Kantor Pelayanan apabila ia menganggap terjadi penyimpangan terhadap undang-undang atau peraturan yang


(46)

berlaku karena diduga adanya kolusi di kantor tersebut. Kepala Kantor Wilayah yang sudah memberikan informasi untuk ditindaklanjuti tetapi tidak menghasilkan temuan oleh Kantor Inspeksi (Kantor Pelayanan Bea dan Cukai) tentu akan mengirim sendiri petugas-petugas di Kantor Wilayah untuk langsung mengadakan pemeriksaan.

Konsekuensi logis bagi atasan yang wajib mengawasi bawahan karena Kantor Pelayanan dianggap sudah tidak mampu lagi melakukan tugas pengawasan. Kantor Wilayah yang berfungsi koordinasi dan pengendalian. Kantor Pusat yang fungsinya adalah perumusan kebijaksanaan, pembinaan atau pengendalian di bidang pencegahan, patroli, dan penyidikan tetapi karena mempunyai fungsi pengawasan melekat terhadap kinerja Kantor Pelayanan dapat mengirimkan tim untuk pencegahan di Kantor Pelayanan bawahannya.

Pengiriman tim ini sifatnya sewaktu-waktu jika dipandang perlu dan merupakan supervisi dari atasan kepada bawahan. Bentuk pengawasan ini tidak bersifat day-to-day-operations karena tempat kedudukan Kantor Pusat dan Kantor wilayah tidak berada di pelabuhan dimana barang impor diproses. Dalam uraian tugas dan fungsi Kantor Pelayanan tidak disebutkan adanya fungsi pencegahan, penindakan, penyidikan, verifikasi, dan audit.

Tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan oleh Kantor Wilayah. Bentuk pengawasan ini sama dengan fungsi audit yang dilakukan oleh Kantor Pusat atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang sasarannya adalah pembukuan untuk tahun yang lalu. Kendala yang mungkin muncul dalam pelaksanaan struktur ini adalah karena pelayanan dan pengawasan dalam tugas


(47)

102

Bea dan Cukai itu sulit dipisahkan. Hal ini disebabkan karena tugasBea dan Cukai mengandung aspek pencegahan, Bea dan Cukai mempunyai fungsi patroli untuk mencegah pelanggaran.

Pemeriksaan barang di pelabuhan adalah upaya pencegahan (preventif) agar tidak terjadi pelanggaran, demikian pula penelitian dokumen sebelum barang diizinkan keluar dari pelabuhan. Petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan yang melakukan penelitian dokumen berarti memberikan pelayanan kepada masyarakat tetapi penelitian dokumen itu juga sekaligus suatu pengawasan pabean (Customs Control). Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa pelayanan Bea dan Cukai terkait dengan tugas pengawasan.

Tugas pencegahan, penindakan dan penyidikan ini harus dilaksanakan terutama oleh Kantor Wilayah. Hal ini nampak dari adanya fungsi pelaksanaan intelejen, patroli, dan operasi pencegahan pelanggaran, penindakan, serta penyidikan yang tidak dimiliki oleh Kantor Pelayanan. Bidang Pencegahan dan Penyidikan pada Kantor Wilayah diharapkan dapat melakukan day-to-day-opretions (terus-menerus) dalam bidang pencegahan penindakan dan penyidikan.

Informasi yang umumnya dipakai untuk kegiatan pengawasan berada di dalam dokumen Airway Bill (AWB), Bill of Lading (B/L), manifest, Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Invoice, Polis Asuransi, Certificate of Origin, Letter of Credit (L/C), profit importir, data pemeriksaan kapal, data kapal, data Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan, dan sebagainya yang berada di Kantor Pelayanan karena data tersebut berada dalam dokumen-dokumen yang harus diserahkan kepada Bea dan


(48)

Cukai dalam rangka pelayanan. Kantor Wilayah hanya bisa memperoleh data tersebut apabila dikirim ke Kantor Pelayanan. Untuk bisa melakukan pengawasan Kantor Wilayah harus mempunyai informasi yang cukup. Informasi yang diperlukan ini justru berada di Kantor Pelayanan.

Sebenarnya Kantor Pelayanan adalah institusi yang paling efektif untuk mendeteksi dan mencegah adanya pelanggaran atau penyelundupan karena menguasai informasi yang banyak.Informasi tentang muatan kapal, jumlah, dan jenisnya, importir dan eksportir semua ada pada Kantor Pelayanan. Petugas Kantor Pelayanan juga melihat dan mengawasi langsung penimbunan atau pemuatan dan dapat mendeteksi adanya kejanggalan yang merupakan indikator adanya pelanggaran.

Hal-hal seperti ini hanya dapat dilakukan oleh Kantor Wilayah jika informasi tentang muatan kapal dan barang impor/ekspor dapat ditransfer secara elektronik dari Kantor Pelayanan ke Kantor Wilayah. Namun informasi yang diperoleh dari pengolahan dokumen ini juga tidak cukup untuk dapat melakukan pengawasan dengan efektif. Masih diperlukan adanya informasi dari lapangan secara terus menerus mulai dari kapal datang, saat pembongkaran, saat penimbunan, dan seterusnya. Ini berarti Kantor Wilayah harus menempatkan orang di pelabuhan secara terus-menerus sesuai dengan hakikat day–to-day-operations.

Jika Kantor Wilayah berada pada satu kota dengan Kantor Pelayanan, kegiatan ini dapat dilaksanakan tetapi jika Kantor Wilayah tidak berada dalam satu kota dengan Kantor Pelayanan, day-today- operations tidak dapat dijalankan


(49)

104

karena biayanya sangat besar. Diperlukan banyak pegawai dan dana perjalanan dinas yang cukup besar untuk melaksanakan hal ini. Informasi yang mungkin diperoleh di Kantor Wilayah hanyalah informasi yang berasal dari informan atau laporan masyarakat tentang pengimporan suatu party barang yang merugikan negara.

Mengenai hal inipun sebenarnya yang menguasai detail dari informasinya juga petugaspetugas Kantor Pelayanan karena mereka mengetahui semua kegiatan Impor yang ada di situ dan paling mengetahui kalau ada kejanggalan/penyimpangan yang terjadi. Informasi dari masyarakat itu biasanya menyangkut kolusi antara petugas dan pengusaha yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kantor Wilayah dengan menurunkan tim untuk mengusut.

Tim inipun hanya bisa bekerja kalau mempunyai informasi yang cukup tentang pengimporan barang. Informasi tentang kegiatan impor ini tersedia di Kantor Pelayanan dansebenarnya petugas-petugas di Kantor Pelayanan yang lebih mengetahui permasalahannya dibandingkan dengan petugas yang dikirim dari Kantor Wilayah. Jika party barang yang diinformasikan itu belum tiba di pelabuhan tindakan pencegahan dapat dilakukan tetapi pencegahan ini kadang-kadang tidak menghasilkan tangkapan misalnya karena pengimporan dibatalkan, barang tidak jadi dibongkar atau diperbaiki dari semua ketentuan dipenuhi.

Hukuman atau sanksi sanksi yang diberikan diharapkan membuat jera pelakunya sehingga dikemudian hari tidak melakukan pelanggaran lagi. Jika dilihat dari banyaknya importir/eksportir yang melakukan kegiatan tentunya tidak seluruh perusahaan diaudit. Untuk menyeleksi perusahaan mana yang perlu


(50)

dilakukan audit juga diperlukan informasi dan informasi yang diperlukan ini tersedia di Kantor Pelayanan.

Jika tidak ada transfer informasi dari Kantor Pelayanan ke Kantor Wilayah akan sulit bagi Kantor Wilayah menentukan sasaran audit. Fungsi pengawasan di Kantor Pelayanan saat ini sebagian dilaksanakan oleh Seksi Kepabeanan yang melakukan kegiatan pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang, pemeriksaan penumpang, dan Seksi Manifest dan Informasi yang melakukan patroli dan pemeriksaan sarana pengangkut.


(51)

106

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan pada bab sebelumnya, dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan KEK berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawawan Ekonomi Khusus beserta peraturan pelaksananya diselenggarakan berdasarkan beberapa tahapan yaitupengusulan, penetapan, pembangunan, pengelolaan, dan evaluasi KEK, yang dilakukan oleh lembaga penyelenggraan KEK. Sebagai tindak lanjut terhadap pembentukan UU KEK, maka dibentuklah PP Nomor 2 Tahun 2011 dan diikuti dengan perubahannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2014 diikuti Perka BKPM Nomor 14 Tahun 2015 yang mengatur Penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Untuk lebih memaksimalkan esensi penyelenggaraan KEK tersebut, Pemerintah mengeluarkan PP Penyelengaraan KEK dengan menambahkan aturan tentang tata cara penetapan badan usaha pembangunan dan pengelola.

2. Aspek hukum pengawasan terhadap penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus, pada saat pembangunan KEK yang mengawasinya adalah Menteri Dalam Negeri, setelah KEK sudah beroperasi yang mengawasinya adalah dari pemerintah pusat terdiri dari Dewan Nasional yang mengawasi urusan pemerintahan di bidang pembinaan pemerintahan daerah, keuangan,


(52)

perindustrian, pekerjaan umum, perdagangan, perhubungan, tenaga kerja, perencanaan pembangunan nasional, dan koordinasi penanaman modal.Direktorat Bea dan Cukai yang mengawasi masalah penerimaan negara dari sektor impor, ekspor dan cukai; melancarkan arus barang. Direktorat Pajak mengawasi masalah pajak pertambahan nilai (PPn), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Penghasilan (PPH). Kementerian Perindustrian yang mengawasi masalah Peningkatan investasi melalui perbaikan kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, perbaikan sistem informasi, dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kementerian Perdagangan yang mengawasi peningkatan daya saing produk dan dukungan terhadap KEK, menyederhanakan berbagai proses perizinan, juga mempermudah prosedur, termasuk menghilangkan berbagai rekomendasi yang dinilai menghambat bagi eksportir dan importir dalam melakukan berbagai kegiatannya, aturan baru bertujuan mempermudah mengurangi aturan adminstratif dan Administrator KEK melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perizinan dan nonperizinan dalam bentuk daftar pemenuhan persyaratan (checklist) dan dalam hal terdapat penyimpangan pelaksanaan diberikan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan. Sedangkan perwakilan daerah terdari gubernur dan walikota/bupati.

3. Fungsi pengawasan Direktorat Bea dan Cukai terhadap penyelengaraan Kawasan Ekonomi Khusus, yaitu mencegahan pelanggaran kepabeanan dan cukai dan penindakan di bidang kepabeanan dan cukai serta penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai. Melakukan Pengawasan dan Pemeriksaan


(53)

108

terhadap barang-barang. Barang dan produk yang masuk ke wilayah Indonesia mungkin merupakan barang yang dilarang atau dibatasi, bisa juga barang illegal, selundupan, barang berbahaya.

B. Saran

Dari kesimpulan di atas, penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Untuk mendukung penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 dan peraturan pelaksananya.agar menjadi lebih baik, seharusnya Pemerintah memperjelas masing-masing tugas para pihak yang terlibat dalam mengelola Kawasan Ekonomi Khusus dan mengoptimalkan lima) tahap dalam membangun Kawasan Ekonomi Khusus tersebut.

2. Untuk hubungan Badan Usaha Pengelola dengan Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten Kota agar pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus agar lebih baik lagi, maka Peraturan Pemerintah yang seharusnyadibuat haruslah lebih jelas. Sebab, melihat Peraturan Pemerintah yang ada pada saat ini tidak ada penjelasan mengenai hubungan yang jelas antara Badan Usaha Pengelola dengan Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Sehingga, hal yang ditakutkan adalah timbulnya perbedaan penafsiran dari pasal-pasal yang menerangkan secara umum dan terpisah-pisah.


(54)

A. Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia 1. Pengertian kawasan ekonomi khusus

Istilah ‘Kawasan Ekonomi Khusus’ memiliki arti yang cukup luas sebab dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis zona komersial. Pabrik-pabrik di Maquiladora, Meksiko, dan seluruh kota Shenzhen merupakan KEK, meskipun memiliki perbedaan pada struktur dan ukuran. Istilah KEK sudah cukup banyak diketahui sebagai literasi modern dari zona komersial bebas, yang mana pertama kali berdiri pada tahun 1959 di Shannon, Irlandia. Menurut World Bank, KEK dalam segala bentuknya terdiri atas, sedikitnya, area yang secara geografis dibatasi dengan area kepabeanan yang terpisah, dibawahi oleh sebuah badan pengatur, dan di mana manfaatnya dapat dirasakan oleh mereka yang berlokasi di dalam kawasan.20

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum NKRI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan

20

Akinci, G. & Crittle, J. Special Economic Zones: Performance, Lessons Learned, and Implications for Zone Development, Foreign Investment Advisory Service (FIAS) occasional Paper (World Bank: Washington, D.C, 2008), hlm 27.


(55)

28

kegiatanekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.21

Dengan kata lain, KEK adalah sebuah zona di mana pemerintah berharap untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan ekspor dan investasi dengan menyediakan berbagai keunggulan kompetitif bagi entitas yang memilih untuk berlokasi di dalam zonaKEK.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus bahwa kawasan ekonomi khusus merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum NKRI yang ditetapkan dan menyelenggarakan fungsi perekonomian dengan fasilitas tertentu.

22

Penetapan kawasan khusus harus memenuhi persyaratan administratif, teknis. Persyaratan teknis terhadap usulan yang disampaikan oleh Menteri dan/atau Pimpinan LPNK, gubernur, bupati/walikota meliputi faktor kemampuan ekonomi dan potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, luas kawasan, kemampuan keuangan, dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan berdasarkan indikator masing-masing faktor yang disusun oleh kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian, gubernur, bupati/walikota sesuai bidang tugas masing-masing. Persyaratan fisik kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UU KEKterhadap usulan penetapan kawasan khusus yang disampaikan oleh Menteri dan/atau Pimpinan

21

Octarina Yuhani, Analisis Perbandingan Perlakuan Bea Dan Cukai Di Kawasan Berikat Dengan Perlakuan Bea Dan Cukai Di Kawasan Non Berikat, 2015, Skripsi Fakultas Ekonomi dan bisnis Universitas Sumatera Utara Medan.

22


(56)

Lembaga Negara Non Kementerian (selanjutnya disebut LPNK), gubernur, dan bupati/walikota meliputi: (a) peta lokasi kawasan khusus ditetapkan dengan titik koordinat geografis sebagai titik batas kawasan khusus; (b) status tanah kawasan khusus merupakan tanah yang dikuasai pemerintah daerah dan tidak dalam sengketa; dan (c) batas kawasan khusus. Dalam memenuhi persyaratan administratif, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. 23

Pertama, usulan kawasan khusus yang disampaikan oleh Menteri dan/atau pimpinan meliputi: (a) rencana penetapan kawasan khusus yang paling sedikit memuat: studi kelayakan yang mencakup antara lain sasaran yang ingin dicapai, analisis dampak terhadap politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, ketertiban dan ketenteraman, pertahanan dan keamanan; luas dan status hak atas tanah; rencana dan sumber pendanaan; dan rencana strategis); (b) rekomendasi bupati/walikota dan gubernur yang bersangkutan; dan (c) rekomendasi Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (selanjutnya disebut DPOD) setelah berkoordinasi dengan menteri yang bidang tugasnya terkait dengan fungsi pemerintahan tertentu yang akan diselenggarakan dalam kawasan khusus.

Kedua, usulan kawasan khusus yang disampaikan oleh gubernur meliputi: (a) rekomendasi dari pemerintah kabupaten/kota yang bagian wilayahnya akan diusulkan sebagai kawasan khusus; (b) keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan penetapan kawasan khusus; dan (c) rencana penetapan kawasan khusus.


(57)

30

Ketiga, usulan kawasan khusus yang disampaikan oleh bupati/walikota meliputi: (a) rekomendasi gubernur yang bersangkutan; (b) keputusan DPRD kabupaten/kota tentang persetujuan penetapan kawasan khusus; dan (c) rencana penetapan kawasan khusus.

2. Tujuan dan manfaat pembentukan kawasan ekonomi khusus

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan tertentu dalam suatu negara yang memiliki payung hukum ekonomi yang lebih liberal.24

a. Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone-FTZ)

Tujuan utamanyaadalah meningkatkan investasi baik dari Penanam Modal Dalam Negeri maupun Penanam Modal Asing. Praktek KEK itu sendiri dapat terdiri atas 4 bagian yaitu:

Kawasan Perdagangan Bebas adalah konsep yang mengendalikan berlakunya sistem perdagangan internasional yang dibebaskan dari hambatan yang disebabkan oleh ketentuan pemerintah suatu negara, baik yang disebabkan oleh pengenaan tarif (tariff barriers) maupun non tarif (non tariff barriers).

Sebuah kajian World Bank mengidentifikasikan beberapa faktor utama yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan penerapan zona bebas, baik secara makro maupun mikro, antara lain sebagai berikut :

1) Faktor utama keberhasilan secara makro a) Lingkungan usaha yang stabil;25

b) Kebijakan penanam modal asing yang jelas dan tepat;

24

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Liberal memiliki arti bersifat bebas; berpandangan bebas (luas dan terbuka). Balai Pustaka Pusat Bahasa Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Depdiknas Indonesia, 2001).


(58)

c) Sistem nilai tukar uang yang liberal;

d) Nilai tukar uang yang tepat atau sedikit under-valued. 2) Faktor utama keberhasilan pada arus zona bebas:

a) Bebas hambatan dan bea bagi impor bahan baku, komponen, peralatan dan pasokan lain;

b) Prosedur bea cukai yang cepat dan efisien dalam proses impor dan ekspor;

c) Birokrasi minimum serta manajemen yang baik dalam pengelolaan zona;

d) Ketersediaan seluruh prasarana dan sarana pendukung terutama angkutan yang baik;

e) Upaya promosi yang terpadu, tepat dan memadai;

f) Memanfaatkan dengan optimal keunggulan lokal yang melekat pada lokasi.

3) Faktor kegagalan:

a) Lingkungan usaha yang birokratisasi dan terkekang banyak peraturan; b) Penerapan hukum dan peraturan zona bebas yang tidak efektif dan

inkonsisten;

c) Perumusan kebijakan yang tidak efektif; d) Lokasi yang tidak sesuai;


(59)

32

b. Kawasan Berikat (Bonded Zone)26

Dalam penetapan suatu kawasan atau daerah sebagai Kawasan Berikat serta pemberian izin penyelenggara Kawasan Berikat dilakukan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Kemudian, Kawasan Berikat merupakan suatu bangunan tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan hasil impor atau barang dari dalam daerah pabean Indonesia. Untuk impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan atau konstruksi Kawasan Berikat dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh pengusaha kena pajak yang telah mendapat izin diberikan fasilitas berupa penangguhan bea masuk tidak dipungut (Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Penghasilan (PPH). Selain itu, pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik ke daerah pabean Indonesia lainnya diberikan penangguhan pembayaran bea masuk, PPN, PPnNM, dan PPH. Kemudian, Kawasan Berikat terdiri dari 7 (tujuh) lokasi yaitu Tanjung Periok, Cakung, Cilincing (Jakarta), yang merupakan kawasan berikat terluas di Indonesia, Batam, Tanjung Emas (Semarang), Bintan dan Tanjung Perak Surabaya.27

26

Kawasan Berikat adalah kawasan dengan batas tertentu untuk pengolahan barang asal impor dan DPIL yang hasilnya untuk tujuan ekspor. Dasar hukum dari Kawasan Berikat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997.


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang mengambil judulAnalisis Yuridis Tehadap Fungsi Pengawasan Direktorat Bea Dan Cukai Dalam Kawasan Ekonomi Khusus

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha sebaik mungkin namun karena keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari penyajian materi maupun penyampaiannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran bagi berbagai pihak guna memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam masa penulisan skripsi ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulis banyak sekali menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, Dekan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum, selaku wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, selaku wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Prof. Dr.Bismar Nasution, SH., M.Hum, selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan saran mulai dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan saran mulai dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

9. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Ucapan terima kasih yang tiada tara untuk kedua orang tua penulis. Untuk Ibunda Maledm Peraten br Tarigan dan Ayahanda Antoni Purba yang telah menjadi orang tua terhebat, yang selalu memberikan motivasi, nasehat, cinta, perhatian, dan kasih sayang serta doa yang tentu takkan bisa penulis balas. 11. Kepada rekan-rekan mahasiswa/i, Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara Daniel Sitorus, Robby Andika Sembirng, Rio Elfrado Hutajulu, Enim Matondang dan Vandi Wahyudi, yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 12. Rekan-rekan diluar kampus yang tidak bisa disebutkan satu persatu


(3)

Penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, April 2016 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Keaslian Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 15

BABII PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS BERDASARKAN UU NO.39 TAHUN 2009 DAN PERATURAN PELAKSANANYA ... 17

A. Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia. ... 17

1. Pengertian Kawasan Ekonomi Khusus ... 17

2. Tujuan dan Manfaat Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus ... 20

3. Persyaratan Kawasan Ekonomi Khusus ... 28

B. Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus ... 32

1. Dewan Nasional ... 32


(5)

3. Administrator Kawasan ... 37

4. Badan Pengelola Kawasan ... 40

5. Pelaku Usaha ... 43

C. Aspek Hukum Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus ... 44

D. Aspek Hukum Pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus ... 50

BAB III ASPEK HUKUM PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS ... 55

A. Pengertian Dan Tujuan Pengawasan Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus... 55

B. Peran Pemerintah Pusat Dalam Pengawasan Kawasan Ekonmi Khusus ... 58

C. Peran Daerah Pusat Dalam Pengawasan Kawasan Ekonmi Khusus ... 61

D. Pengawasan Oleh DewanNasional, Dewan Kawasan, Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Dan Badan Pengelola Kawasan ... 65

E. Pengawasan Oleh Direktorat Bea Dan Cukai ... 68

BAB 4 FUNGSI PENGAWASAN DIREKTORAT BEA DAN CUKAI TERHADAP PENYELENGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS ... 72

A. Tugas Dan Kewenangan Direktorat Bea Dan Cukai... 72 B. Kedudukan Direktorat Bea Dan Cukai Dalam Kawasan


(6)

C. Pengawasan Direktorat Bea Dan Cukai Kawasan Ekonomi

Khusus ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA