BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Keanekaragaman
Menurut Krebs 1978 keanekaragaman
diversity
merupakan banyaknya jenis yang biasanya disebut kekayaan jenis
species richness
. Helvoort 1981 menyatakan bahwa keanekaragaman merupakan ciri khas bagi suatu komunitas
yang berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah individu tiap jenis sebagai komponen penyusun komunitas. Selanjutnya Odum 1993 menyatakan bahwa
keanekaragaman jenis tidak hanya kekayaan atau banyaknya jenis, tetapi juga kemerataan
evenness
dari kelimpahan individu tiap jenis. Selanjutnya dijelaskan bahwa keanekaragaman jenis mempunyai komponen yang dapat memberikan
reaksi berbeda
terhadap faktor
geografis, perkembangan
atau fisik.
Keanekaragaman terdiri dari 2 komponen yaitu kekayaan jenis dan kemerataan.
2.2. Pengertian Burung Air
Burung air merupakan jenis burung yang sangat tergantung pada lahan basah meliputi rawa, paya, hutan bakauhutan payau, muara sungaiestuari, danau,
sawah, sungai dan pantai sebagai tempat mencari makan, istirahat dan berkembang biak Sibuea
et al.,
1996. Burung-burung air ini memanfaatkan hutan mangrove sebagai tempat beristirahat dan hamparan lumpur pada saat
pasang surut serta areal lahan basah lainnya seperti tambak dan sawah sebagai tempat mencari makan
feeding area
Jumilawaty Aththorick, 2007; Akasia Indonesia, 2007.
Menurut Konvensi Ramsar, burung air merupakan jenis burung yang ekologinya bergantung pada lahan basah seperti rawa payau, lahan gambut,
perairan tergenang, perairan mengalir, dan wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari 6 meter. Burung ini memiliki ciri-ciri kaki dan
paruh panjang yang memudahkannya untuk berjalan dan mencari makan di sekitar air; contohnya bangau, kuntul, trinil, dan cerek Sibuea, 1997. Burung air
dikelompokkan menjadi dua, burung penetap dan burung migran. Perbedaannya,
Universitas Sumatera Utara
burung penetap berkembang biak di tempat dia mencari makan dan tinggal sedangkan burung migran tidak akan berkembang biak di daerah migrasinya
Annisa, 2012. Burung air diduga berperan penting dalam pertukaran energi antara
kehidupan daratan dan perairan, sehingga burung tersebut turut menentukan dinamika produktivitas pada lahan basah. Burung air menyediakan sejumlah
pupuk alami bagi vegetasi pantai dan daerah-daerah yang lebih tinggi, dan vegetasi tersebut berfungsi sebagai stabilisator lingkungan pantai terhadap
pengaruh erosi. Kehadiran burung air dapat mempercepat suksesi yang terjadi di lahan basah Wirasiti, 2004. Burung air sangat peka terhadap polusi dan
penurunan kondisi makanannya, karena berada pada urutan akhir dalam tingkatan rantai makanan. Oleh sebab itu, kelompok burung air tersebut dapat digunakan
sebagai indikator perubahan kualitas lingkungan Ismanto, 1990. Rose Scott 1994, menyebutkan bahwa famili burung air mencakup
Podicipedidae
titihan,
Phalacrocoracidae
pecuk,
Pelecanidae
pelikan,
Ardeidae
cangak, kuntul, kowak,
Ciconiidae
bangau,
Threskiornithidae
pelatuk besi,
Anatidae
bebek, mentok, angsa,
Gruidae
burung jenjang,
Rallidae
ayam ayaman, mandar, kareo, terbombok,
Heliornithidae
,
Jacanidae
ucing-ucingan,
Rostratulidae
,
Haemotopodidae
,
Charadriidae
cerek,
Scolopacidae
gajahan, berkik,
Recurvirostridae
,
Phalaropididae
,
Burhinidae
,
Glareolidae
terik, dan
Laridae
camar. Famili tersebut terdapat di Indonesia, sedangkan famili
Gaviidae
,
Balaenicipitidae
,
Scopoidae
,
Phoenicopteridae
,
Anhimidae
,
Pedionomidae
,
Eurypygidae
,
Dromadidae
,
Ibidorhynchidae
,
Thinocordae
, dan
Rhynchopidae
merupakan burung air yang tidak terdapat di Indonesia Andrew, 1992.
2.3. Pembagian Burung Air