Gambar 2.2 Langkah-langkah Diagnostik diabetes melitus dan Toleransi Glukosa Terganggu
2
PERKENI. Buku Pedoman Konsensus Pengelolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia Indonesia
. PERKENI. 2011
2.3 Peranan Insulin dalam Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
Patogenesis diabetes melitus tidak dapat lepas dari dinamika insulin. Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh
normal oleh sel β dalam 2 fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic.
16,17
Sekresi insulin normal yang bifasik ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin berfungsi
mengatur kadar glukosa darah dalam interval normal, baik pada saat puasa maupun setelah mendapat beban, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang
fisiologis.
17,18
Sekresi bifasik tersebut adalah :
Sekresi fase 1 acute insulin secretion response = AIR
Sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel β,
muncul cepat dan berakhir cepat. Sekresi fase 1 biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi pada 3-5 menit pertama setelah stimulus. Hal
tersebut diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam segera setelah makan.
18
Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting dan berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah post-prandial. AIR yang
berlangsung normal bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa post prandial postprandial
spike dengan segala konsekuensinya termasuk hiperinsulinemia
kompensatif. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan proses metabolisme glukosa secara fisiologis.
18
Sekresi fase 2
Setelah fase 1 berakhir, tahap sekresi fase 2 dimulai yaitu sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu yang relatif
lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang
berlangsung relatif lebih lama, puncak fase 2 secara kuantitatif ditentukan oleh kadar glukosa darah di akhir fase 1, di samping faktor resistensi
insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat,
terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2.
Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah postprandial tetap
dalam batas-batas normal.
18
Bila kinerja fase 1 normal disertai pula oleh aksi insulin yang normal di jaringan yaitu tanpa resistensi insulin, sekresi fase 2 juga akan berlangsung
normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan sintesis maupun sekresi insulin pada fase 2 di atas normal untuk dapat mempertahankan keadaan
normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis. Bila terdapat peningkatan kadar glukosa darah, dapat memberikan dampak glucotoxicity dan hiperinsulinemia
yang memiliki berbagai dampak negatif.
18
Fase pertama mencapai puncaknya pada 3-5 menit setelah ada rangsangan glukosa dari luar tubuh. Fase kedua mulai meningkat pada menit ke-2 dan
meningkat secara perlahan sampai 60 menit atau sampai stimulus berhenti.
19
Gambar 2.3 Sekresi Bifasik Insulin
Ward W.K.,et all. Pathology of Insulin Secretion in Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
. Diabetes Care Journal. 1984; 491-502
Gangguan baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan pada metabolisme glukosa. Pada dasarnya ini berawal dari hambatan
utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah. Peningkatan ini pada awalnya dapat dikompensasi oleh insulin, namun seiring
peningkatan kadar glukosa darah, insulin tidak mampu mengkompensasi sehingga
menyebabkan diabetes melitus.
18
Pada diabetes melitus tipe 2 yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, terdapat 4 karakteristik yang khas, yaitu:
20
Adanya defisiensi insulin relatif
Resistensi insulin yaitu kurang sensistifnya jaringan tubuh terhadap
insulin
Peningkatan glukosa dari jaringan hepar
Metabolisme lipid yang abnormal
Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi diawali oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin berupa gangguan sekresi insulin pada fase 1 yang
inadekuat. Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak buruk terhadap homeostatis glukosa darah. Hal pertama yang terjadi adalah
hiperglikemia akut postprandial HAP yakni peningkatan kadar glukosa darah segera 10-30 menit setelah beban glukosa.
18
Tidak adekuatnya fase 1, kemudian diikuti peningkatan kinerja fase 2 sekresi insulin. Pada tahap awal belum menimbulkan gangguan terhadap kadar
glukosa darah. Secara klinis, barulah pada tahap dekompensasi dapat terdeteksi keadaan yang dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu TGT yang disebut juga
sebagai pre-diabetic state. Pada tahap ini mekanisme kompensasi sudah mulai tidak adekuat lagi, tubuh mengalami defisisensi yang mungkin secara relatif,
terjadi peningkatan kadar glukosa darah postprandial.
18
Keadaan hiperglikemia yang terjadi, baik secara kronis pada tahap diabetes atau hiperglikemia akut postprandial yang terjadi berulangkali sejak
tahap TGT, memberi dampak buruk terhadap jaringan dalam jangka panjang. Tingginya kadar glukosa darah glucotoxicity akan diikuti oleh lipotoxicity dan
bertanggungjawab terhadap kerusakan jaringan secara langsung melalui stress oksidatif.
18,20
Resistensi insulin mulai menonjol peranannya sejak konversi fase TGT menjadi diabetes melitus tipe 2. Resistensi insulin menjadi penyebab dominan
hiperglikemia maupun berbagai kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan yang terjadi terutama mikrovaskular meningkat secara tajam pada tahap diabetes,
sedangkan gangguan makrovaskular telah muncul sejak prediabetes. Semakin tingginya tingkat resistensi insulin dapat terlihat dari peningkatan kadar glukosa
darah puasa maupun postprandial.
18,20
Selain itu, semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap glikogenolisis dan
glukoneogenesis menyebabkan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari hepar.
20
Jadi dapat disimpulkan perjalanan penyakit diabetes melitus tipe 2 pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negatif
terhadap kinerja fase 2 dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah hiperglikemia. Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh
gangguan sekresi insulin yaitu defisiensi insulin, namun pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin.
18,20
2.4 Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2