Perilaku Niat untuk
melakukan perilaku
Norma subjektif
mengenai perilaku
Sikap terhadap
perilaku
Gambar 2.1. Kepercayaan, Sikap, Niat, Dan Perilaku
Subjective norm, attitudes, intention and behavior
2.5. Pengertian Gizi Buruk dan Status Gizi 2.5.1. Defenisi Gizi Buruk
Gizi buruk mempunyai beberapa pendapat tentang defenisinya, di antaranya Depkes RI mendefenisikan gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein
tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi danatau menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi yang sangat kurus menurut
BB terhadap TB dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwahsiorkor Depkes RI, 2006. Menurut WHO gizi
buruk adalah bentuk terparah akut dari proses terjadinya kekurangan gizi anak balita atau kurang gizi yang dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan
sampai usia minimal 2 tahun Soekirman, 2002.
Universitas Sumatera Utara
a. Status Gizi
Menurut Masetyo 1991, status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat atau kondisi yang dapat diukur.
Indikator status gizi salah satunya adalah ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi dari pengarah faktor genetik dan lingkungan.
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari natriture dalam bentuk variabel tertentu. Di
masyarakat cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting, pada
masa bayi – balita berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizinya Supariasa, 2002
Kesesuaian komposisi dan nilai gizi makanan berperan dalam menentukan kualitas hidup anak. Kemunduran dan keterbelakangan serta rendahnya daya tahan
tubuh terhadap serangan penyakit dapat dijadikan cermin seberapa jauh makanan anak dapat diperhatikan oleh orangtua mereka.
Dalam menilai status gizi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu Supariasa, 2002 :
1. Secara antropometri yaitu dengan mengukur berat badan, tinggi badan, atau
mengukur bagian tubuh tertentu seperti lingkar lengan atas, lingkar kepala, tabel lapisan lemak dan lain-lain.
2. Secara klinis yaitu dengan pemeriksaan jaringan epitel seperti kulit, mata,
rambut, mukosa oral dan lain-lain
Universitas Sumatera Utara
3. Secara biokimia yaitu dengan pemeriksaan darah, urin, tinja dan beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot 4.
Secara biofisik yaitu dengan melihat kemampuan fungsi khususnya jaringan dan melihat perubahan status jaringan
2.5.2. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Antropometri gizi adalah berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Parameter antropometri
merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Indeks Antropometri yang umum digunakan dalam
menilai status gizi adalah berat badan menurut umur BBU, Tinggi badan menurut umur TBU atau panjang badan menurut umur PBU dan berat badan menurut
BBU. Indeks ini menggambarkan status gizi seseorang saat ini.
1. Berat Badan Menurut Umur BBU
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,
misalnya karena terserang infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat
labil, oleh karena itu indeks BBU lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini, dengan pedoman yang dikenal star baku dalam KMS kartu menuju sehat di
mana :
Universitas Sumatera Utara
a. Kelebihan indeks BBU
1. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum
2. Baik untuk mengukur status gizi saat akut dan kronis
3. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil
4. Dapat mendeteksi kegemukan
b. Kelemahan indeks BBU
1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema
maupun ascites 2.
Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak di bawah umur lima tahun
3. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau
gerakan pada anak saat penimbangan 4.
Sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini orangtua tidak mau menimbangkan anaknya karena dianggap
seperti barang dagangan.
2. Tinggi Badan Menurut Umur TBU
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi
terhadap tinggi badan nampak dalam waktu yang relatif lama. Untuk balita digunakan istilah panjang badan menurut umur PBU.
Universitas Sumatera Utara
a. Keuntungan Indeks TBU 1. Baik untuk menilai status gizi masa lampau
2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa b. Kelemahan indeks TBU
1. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin menurun 2. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga
diperlukan 2 orang untuk melaksanakannya. Untuk menilai status gizi seseorang atau masyarakat digunakan daftar baku
antropometri. Saat ini dikenal dua baku antropometri untuk menilai status gizi yaitu baku harvard dan baku WHO-NCHS World health organization-national center for
health and statistic. Salah satu sasaran yang dianjurkan pada semiloka antropometri di Cilito Februari 1991 adalah penggunaan secara seragam di Indonesia baku rujukan
pertumbuhan perorangan maupun masyarakat. Penilaian status gizi berdasarkan BBU dan PBU dapat dihitung dengan menggunakan Z-score atau standart deviasi SD.
Penilaian status gizi berdasarkan panjang badan terhadap umur PBU menurut klasifikasi WHO yang dikutip Supariasa 2002, dibagi menjadi tiga kategori
antara lain : tinggi normal dan pendek.
2.5.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Menurut Jeliffe yang dikutip oleh Supariasa 2002, pertumbuhan adalah peningkatan secara bertahap dari tubuh, organ dan jaringan dari masa konsepsi
sampai dengan remaja. Pertumbuhan berarti bertambah besar dalam arti fisik akibat membesarnya sel-sel tubuh manusia. Sedangkan perkembangan berarti pertambahan
Universitas Sumatera Utara
keterampilan dan fungsi kompleks dari seseorang akibat bertambahnya jumlah sel. Pertumbuhan dan perkembangan pada prakteknya saling berkaitan, sehingga sulit
untuk mengadakan pemisahan. Sejak masa bayi sampai dewasa terjadi pertumbuhan dan perkembangan dari segi jasmaniah, mental dan intelektual.
Perkembangan kecerdasan manusia sejalan dengan pertumbuhan jaringan otaknya, berbeda dengan pertumbuhan bagian tubuh yang lain. Pertumbuhan otak
berlangsung cepat dalam waktu yang relatif singkat. Waktu lahir, otak bayi telah mencapai 25 berat otak orang dewasa dan pada usia 12 bulan mencapai 70 .
Sedangkan pertumbuhan bagian tubuh yang lain hanya mencapai 5 pada waktu lahir dan baru 50 pada waktu umur 10 tahun. Jadi masa kritis tersebut anak
menderita kurang gizi, maka pertumbuhan otak menjadi terhambat dan tidak di kejar untuk memperbaikinya di kemudian hari Kadsu, 2004.
2.5.4. Pola Asuh Terhadap Anak
Pengasuhan berasal dari kata asuh to rear yang mempunyai makna menjaga, merawat, dan mendidik anak yang masih kecil serta membimbing menuju
pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan, dan sebagainya terhadap mereka yang diasuh Sunarti, 1989 yang dikutip oleh Nurasyah
2007. Sedangkan menurut Engle 1997 pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan dalam
memenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial dari anak yang sedang tumbuh dan anggota keluarga lainnya Nurasiyah, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Pengasuhan juga menyangkut aspek manajerial, berkaitan dengan kemampuan merencanakan, melaksanakan, serta mengontrol atau mengevaluasi semua hal yang
berkaitan dengan pertumbuhn dan perkembangan anak. Kemampuan orangtua dalam mengevaluasi bisa ditunjukkan dari kemampuan mengantisipasi hal-hal atau kondisi
yang dapat mengganggu optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anak Sunarti, 2004 yang dikutip oleh Nurasiyah 2007.
2.5.5. Peranan Orangtua Terhadap Anak
Orangtua adalah ibu dan ayah dari penderita anak gizi buruk. Peranan orangtua, baik ibu maupun ayah merupakan kunci di dalam menjaga, merawat dan
mendidik anak yang berkualitas sehingga mencapai sukses. Oleh sebab itu di dalam pertumbuhan anak, perhatian orangtua adalah hal yang tidak bisa dipungkiri.
Orangtua berkewajiban menjaga anaknya dari berbagai serangan penyakit, memberi makanan yang cukup dan memenuhi gizi sesuai dengan pertumbuhannya.
Seorang ayah berperan sebagai pengayom dalam rumah tangga di mana anak akan merasa terlindungi di dalam proses hidup kesehariannya. Sedangkan seorang ibu,
berperan untuk merawat anak-anak di rumh dari dalam kandungan hingga mencapai usia dewasa, kemudian memperhatikan pola makan anak, gizi anak, pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai dengan usianya. Selain itu peranan nenek, bibi, dan pembantu rumah tangga dalam mengasuh anak-anak juga sangat diperhitungkan di
saat orangtua tidak bersama anak. Namun peranan mereka tidak sebanding dengan peranan orangtua dalam mengasuh anak. www.pola asuh.com.
Universitas Sumatera Utara
2.5.6. Praktek Pemberian Makanan Anak
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa.
Kekurangan makanan yang bergizi akan menyebabkan retardasi perlambatan pembaharuan pertumbuhan anak Soetjiningsih, 2003. Upaya untuk memberikan
makanan pada anak dengan cara yang baik, tidak memaksa, walaupun anak dalam keadaan menangis, menolak atau sulit makan akan memberikan dampak positif
terhadap keadaan gizi. Anak-anak yang selalu diupayakan untuk mendapatkan makanan walaupun menangis, dan menolak makanan, keadaan gizinya lebih baik
dibandingkan dengan mereka yang tidak diperhatikan atau didiamkan saja Jahari, 2000.
2.5.7. Food Habit Kebiasaan Makan
Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang keluarga memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan dan
sosial. Suhardjo, 1989. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif, negatif bersumber pada nilai-nilai efektif yang berasal dari lingkungan alam, budaya, sosial,
ekonomi di mana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh Khumaidi, 1994. Setiap manusia membutuhkan makanan untuk mempertahankan hidupnya.
Sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respon-respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa
kanak-kanak.
Universitas Sumatera Utara
2.5.8. Tinjauan Kurang Energi Protein KEP
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi AKG Depkes, 2000.
1. Klasifikasi KEP
Untuk tingkat Puskesmas, penentuan kurang energi protein KEP yang dilakukan dengan menimbang berat badan anak dibandingkan dengan umur dengan
menggunakan KMS dan tabel berat badan menurut umur BBU baku median WHO- NCHS.
Klasifikasi kurang energi protein KEP Depkes, 2000 : a.
Kurang energi protein KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita kuning
b. Kurang energi protein KEP sedang bila hasil penimbangan BBU 60 baku
median, sehingga untuk menentukan KEP beratgizi buruk digunakan tabel BBU baku median WHO-NCHS.
2. Gejala Klinis Balita KEP BeratGizi Buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala KEP beratgizi buruk secara garis besar dapat dibedakan
sebagai marasmus, kwashiorkor, atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah kurang energi
protein KEPgizi buruk tipe kwashiorkor.
Universitas Sumatera Utara
a. Kwashiorkor
- Edema, kedua punggung dan kaki bengkak
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu apatis
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
rasa sakit, rontok -
Cengeng dan rewel -
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman di tungkai atau di pantat
- Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut, anemia dan diare
b. Marasmus
- Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orangtua
- Cengeng dan rewel
- Rambut tipis jarang dan kusam
- Pantat kendur dan keriput
- Perut cekung
c. Marasmus-Kwashiorkor adalah penyakit ini memperlihatkan gejala klinis
campuran antara marasmus dan kwashiorkor Depkes RI, 2006 d.
Gejala klinis yang umum adalah gagal tumbuh kembang, di samping itu terdapat satu atau lebih gejala kwashiorkor seperti edema, dermatitis, mental hipertrofi
otot jaringan lemak subkutan berkurang, kerdil, anemia.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Landasan Teori
Keadaan gizi buruk masyarakat di Indonesia saat ini masih memprihatinkan, walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasinya. Untuk mengatasi gizi
buruk tersebut, maka diperlukan promosi kesehatan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap dalam upaya pencegahan gizi buruk. Promosi kesehatan
sebaiknya menggunakan metode yang sesuai dengan kelompok sasaran, sehingga tujuan promosi kesehatan tercapai. Teori difusi inovasi yang dikemukakan oleh
Rogers 1973 merupakan suatu landasan yang menekankan pada sumber media yang bertujuan untuk mengubah perilaku melalui penyebaran informasi dan upaya
mempengaruhi motivasi dan sikap. Perubahan dalam proses difusi dan inovasi meliputi pengetahuan, persuasi, keputusan dan konfirmasi.
2.7. Kerangka Konsep
Intervensi Penyuluhan
Media Leaflet
Pre Test Post Test
Pengetahuan dan sikap ibu tentang gizi
buruk setelah intervensi
Pengetahuan dan sikap ibu tentang gizi
buruk sebelum intervensi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimental dengan menggunakan rancangan one group Pretest dan Postest, dimana rancangan ini tidak menggunakan
kelompok perbandingan Kontrol tetapi sesudah dilakukan observasi pertama pretest yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan – perubahan yang
terjadi setelah adanya perlakuan Notoatmodjo, 2002. Rancangan ini dapat di gambarkan sebagai berikut :
Pretest Perlakuan
Postest
O1 = Pretest sebelum diberi perlakuan pada kelompok penyuluhan pada ibu balita
tentang gizi buruk Minggu Pertama O1 X O2
O3 O4
O2 = Postest setelah diberi perlakuan pada kelompok penyuluhan pada ibu balita tentang gizi buruk mingu ke dua
O3 = Pretest sebelum diberi perlakuan pada kelompok media leaflet pada ibu balita tentang gizi buruk minggu pertama
O4 = Postest setelah diberi perlakuan pada kelompok media leaflet pada ibu balita tentang gizi buruk pada minggu kedua
Universitas Sumatera Utara