hakikatnya merupakan perumusan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi
rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian adalah “Bagaimana
Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan PNPM-MP pada program pembangunan PNPM di Desa Huta Padang Di Kota
Padang Sidempuan efektif atau tidak efektif ?. 1.4
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a.
Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan pembangunan program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan PNPM-MP di Desa Huta Padang
Di Kota Padang Sidempuan Hutaimbaru. b.
Untuk mengetahui apakah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan berdampak positif terhadap penghasilan rumah tangga miskin dan
penciptaan kesempatan kerja masyarakat miskin di desa Huta Padang. c.
Untuk menganalisis efektivitas dampak yang dirasakan masyarakat dengan program PNPM Mandiri Perkotaan.
1.5 Mamfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap teori-teori dan konsep-konsep tentang efektivitas pelaksanaan Program Nasional
Pemberdayaan Mesyarakat Mandiri Perkotaan PNPM-MP dan kemiskinan.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun terhadap pelaksanaan PNPM-
Mandiri Perkotaan pada keluarga miskin.
c. Meningkatkan kemampuan penulis dalam berfikir dan memahami permasalahan
kemiskinan perdesaan serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh
selama perkuliahan di FISIP USU melalui penulisan karya ilmiah.
1.6 Kerangka Teori
Teori merupakan preposisi yang menggambarkan satu gejala yang terjadi. Untuk memudahkan penelitian yang diperlukan pedoman berfikir yaitu kerangka
teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut
mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih Suyanto,2005:34. Kerangka teori ini di harapkan memmberikan pemahaman yang jelas dan
tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang akan diteliti.
1.6.1 Efektivitas 1.6.1.1. Pengertian Efektivitas.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa
diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan
dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan
yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya suatu kegiatan
tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan.
Suatu organisasi secara keseluruhannya dalam kaitannya dengan efektivitas adalah mencapai tujuan organisasi. Jika tiap-tiap individu
berperilaku atau bekerja efektif dalam mencapai tujuannya, maka kelompok dimana ia menjadi anggota juga efektif dalam mencapai tujuan, organisasi itu
juga efektif mencapai tujuan. Efektivitas berbeda dengan efesiensi. Efesiensi adalah pengorbanan untuk mencapai tujuan. Dimana semakin kecil
pengorbanannya dalam mencapai tujuan, maka dikatakan semakin efesiensi. Sedangkan Efektivitas adalah ukuran sejauh mana tujuan organisasi dapat
dicapai Sigit, 2003: 1 . Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana
dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya.
Efektivitas merupakan suatu ukuran yang dapat menunjukkan suatu program tersebut berhasil atau tidak. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi
tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan Siagian, 2001: 24. Suatu efektivitas dilihat berdasarkan pencapain hasil atau pencapaian
dari suatu tujuan. Sesuai dengan pendapat soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bernard, efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama
Bernard, 1992:207. Masih menurut pendapat ahli, menurut Cambel J.P, Pengukuran
efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah : a.
Keberhasilan program b.
Keberhasilan sasaran c.
Kepuasan terhadap program d.
Tingkat input dan output e.
Pencapaian tujuan menyeluruh Cambel, 1989:121 Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan
operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara Komprehensif, efektivitas
dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokonya atau untuk mencapai
sasaran yang telah ditentukan sebelumnya Cambel, 1989:47. Dari beberapa uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan kemampuan
untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal.
Efektivitas organisasi merupakan suatu konsep meyeluruh yang menyertakan sejumlah konsep komponen. Konsep efektivitas organisasi
tergantung pada teori sistem yaitu dimensi waktu yang juga penting.
Berdasaarkan teori sistem, suatu organisasi merupakan elemen sebuah sistem yang lebih besar yaitu lingkungan. Dengan berlalunya waktu setiap organisasi
mengambil, memproses, dan mengembalikan sumber daya ke lingkungan. Kriteria utama dari efektivitas organisasi adalah apakah organisasi tersebut
bertahan dengan lingkungan. Sehubungan dari penjelasan tersebut maka efektivitas adalah
menggambarkan seluruh program atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana tujuan kualitas, kuantitas, dampak dan waktu telah dicapai, serta
ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya.
1.6.1.2. Kriteria Efektivitas Organisasi.
Konsep mengenai efektivitas organisasi selain disandarkan pada teori sistem, tetapi perlu ditambahkan dengan sesuatu yang baru yaitu pada dimensi
waktu. Hubungan antara kriteria efektivitas dan dimensi waktu dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Produksi
Produksi menggambarkan kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output yang sesuai dengan permintaan lingkungan.
b. Efesiensi
Konsep efesiensi didefenisikan sebagai angka perbandingan antara output dan input. Ukuran efesiensi harus dinyatakan dalam perbandingan, antara
keuntungan dan biaya atau dengan waktu atau output yang merupakan bentuk umum dari ukuran ini.
c. Kepuasan
Konsep kepuasan mendefenisikan penekanan pada perhatian yang menguntungkan bagi anggota organisasi maupun pelanggannya. Artinya
bahwa organisasi harus mampu memberikan kepuasan kepada kebutuhan para anggota.
d. Adaptasi
Kemampuan beradaptasi diartikan dengan sampai seberapa organisasi mampu menanggapi perubahan intren dan ekstren. Jika organisasi tidak
dapat menyesuaikan diri , maka kelangsungan hidupnya akan terancam, namun adaptasi tidak memiliki ukuran yang pasti dan nyata. Dapat
dijelaskan, apabila tiba waktunya untuk mengadakan penyesuaian dikarenakan adanya fenomena-fenomena tertentu, maka organisasi harus
dapat menyesuaikan diri. e.
Perkembangan Organisasi harus mengembangkan diri agar tetap hidup atau berjaya untuk
jangka panjang. Efektivitas dengan pertimbangannya, maka efektivitas dapat dibagi menjadi efektivitas jangka pendek, menengah, dan jangka
panjang. Keseimbangan optimal adalah keseimbangan dari pencapaian hubungan yang wajar antara kriteria-kriteria itu dalam periode waktu
tertentu Tampubolon, 2008: 177.
1.6.1.3. Pendekatan Terhadap Efektivitas
Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap
efektivitas yaitu: a.
Pendekatan Sasaran Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga
berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi
dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut.
Selain tercapainya tujuan, efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur
waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut efektif.
b. Pendekatan Sumber
Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya.
Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan
pada teori mengenai keterbukaan system suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan
lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang
merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya.
c. Pendekatan Proses
Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses
internal berjalan dengan lancer dimana kegiatan bagian-bagian yang berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan
melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi
serta kesehatan lembaga. Kegiatan PNPM-Mandiri Perkotaan, transparan dan diumumkan;
gotong royong dan tambahan pendapatan; monitoring dan evaluasi proyek. Menurut Subagyo,2000:12 efektivitas adalah kesesuaian antara output
dengan tujuan yang ditetapkan. Tingkat efektivitas program dalam hal ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan
program yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Jarak range realisasi program sebagai berikut :
a. 1 sampai dengan 50 : tidak efektif
b. 51 sampai dengan 100 : efektif
1.6.2 Pembangunan
1.6.2.1 Pengertian Pembangunan
Penggunaan kata pembangunan telah dipopulerkan oleh para sarjana dan pembuat kebijakan di Amerika Serikat, dan diperkenalkan ke Eropa Barat dan
negara-negara dunia ketiga yang sedang berkembang. Pembangunan berasal dari kata development. Kata development ini diartikan sebagai pembangunan atau
perkembangan dan perubahan sosial. Menurut Sondang P. Siagian pembangunan didefenisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan
secara terencana dan sadar dalam rangka pembinaan bangsa. Pembangunan menurut Alexander,2005 adalah proses perubahan yang
mencakup seluruh sistem sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya. Portes
mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki
berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menurut Tikson,T Deddy. 2005: 176 bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi
ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat
dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin
besar.
Menurut Todaro,2003: 33 pembangunan merupakan suatu proses berdimensi jamak yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur
sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan, dan pemberantasan
kemiskinan absolut. Menurut Todaro defenisi di atas memberikan beberapa implikasi bahwa:
1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi juga
pemerataan. 2.
Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan seperti: a.
Life sustenance: kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. b.
Self-Esteem: kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang memiliki harga diri dan tidak diisap orang lain.
c. Freedom From Servitude: Kemampuan untuk melakukan berbagai pilihan
dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain. Konsep dasar di atas telah melahirkan beberapa arti pembangunan
yang sekarang ini menjadi popular, yaitu: a.
Capacity: hal ini yang menyangkut aspek kemampuan meningkatkan income atau produktivitas.
b. Equity: hal ini menyangkut aspek pengurangan kesenjangan antara
berbagai lapisan masyarakat dan daerah. c.
Enpowerment: hal ini menyangkut pemberdayaan masyarakat agar dapat menjadi aktif dalam memperjuangkan nasibnya dan sesamanya.
d. Suistanable: hal ini menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian
pembangunan Esensi dari pembangunan ternyata tidak hanya dapat dilihat dari sisi
pengertian tetapi juga dapat dilihat dari segi tujuannya pembangunan tersebut. Dalam hal ini Gant menyebutkan tujuan pembangunan ada dua tahap. Tahap
pertama, pada hakikatnya pembangunan bertujuan menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap keduanya adalah
menciptakan kesempatan-kesempatan bagi bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya. Berdasarka pendapat diatas
menunjukan bahwa pembangunan memiliki tujuan yang luas dan mulia yang menyangkut pada kesempatan pada keseluruhan kebutuhan manusia dalam
mewujudkan dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas baik dalam bentuk materi dan non materi.
1.6.2.2 Pembangunan Desa
Pembangunan pedesaan sangat penting dilakukan untuk Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia, yaitu kurang lebih 60 melakukan kegiatan
pertanian sebagai mata pencaharian, dan mereka tinggal di pedesaan. Pembangunan atau pengembangan pedesaan meurut Mosher,1968:19 yang
dikuti oleh Jayadinata dan Pramandika. Maksud pembangunan pedesaan adalah menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatan dalam kehidupan sosial-
ekonomi, seperti kurang pengetahuan dan keterampilan, kurang kesempatan kerja, dan sebagainya. Sasaran dari program pembangunan pedesaan adalah
meningkatkan kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi keluarga petani sehingga mereka mendapat kesejahteraan, yang berarti mereka memperoleh tingkat
kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan material makanan-minuman, pakaina, perumahan, alat-alat, dsb.
Pembangunan desa harus dilihat sebagai upaya mempercepat pembangunan pedesaan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk
memberdayakan masyarakat dan upaya mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh. Pembangunan sarana dan prasarana pedesaan
meliputi pengairan, jaringan jalan, lingkungan pemukiman dan lainnya.Tujuan pembangunan desa jangka panjang adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat
pedesaan secara langsung melalui peningkatan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan pendapatan berdasarkan pendekatan bina lingkungan, bina usaha
dan bina manusia, dan secara tidak langsung adalah meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi pembangunan nasional. Sedangkan tujuan jangka pendeknya adalah
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Sasaran pembangunan
desa adalah terciptanya peningkatan produkti dan produktivitas, percepatan pertumbuhan desa, peningkatan keterampilan dalam berproduksi dan
pengembangan lapangan kerja dan lapangan usaha produktif, peningkatan prakarsa dan partisipasi masyarakat, dan perkuatan kelembagaan. Pembangunan
pedesaan seharusnya menerapkan prinsi-prinsip yaitu transparansi, partisipasi, dapat dinikmati masyarakat, dapat dipertanggung jawabkan, dan berkelanjutan.
Pembangunan desa yang dilaksanakan harus sesuai dengan masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, serta aspirasi dan prioritas masyarakat pedesaan.
1.6.2.3 Tiga Prinsip Pokok Pembangunan Desa
Pembangunan pedesaan
dilakukan dengan
pendekatan secara
multisektoral holistic, partisipatif, berlandaskan pada semangat kemandirian, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta melaksanakan pemanfaatan
sumber daya pembangunan secara serasi dan selaras dan sinergi sehingga tercapai optimalitas. Ada tiga prinsip pokok pembangunan pedesaan, yaitu:
a. Kebijakan dan langkah-langkah pembangunan di setiap desa mengacu kepada
pencapaian Trilogi Pembangunan. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas yang sehat dan dinamis, diterapkan di sektor, termasuk desa dan kota, di setiap wilayah dan antar wilayah secara
saling terkait, serta dikembangkan secara selaras dan terpadu. b.
Pembangunan desa dilakukan dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan mensyaratkan
setiap daerah lebih mengandalkan sumber-sumber alam yang terbaharui sebagai sumber pertumbuhan. Di samping itu setiap desa perlu memanfaatkan
SDM secara luas, memanfaatkan modal fisik, prasarana mesin-mesin, dan peralatan seefisien mungkin.
c. Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijaksanaan deregulasi,
debirokratisasi, dan desentralisasi dengan sebaik-baiknya.
1.6.2.4 Tujuan Pembangunan Desa
Salah satu faktor pembentuk kemampuan untuk untuk mewujudkan masa depan yang direncanakan menurut Arifin ,Muhammad 2007:24 adalah
Empowerment. Dengan Empowerment masyarakat mempunyai kesempatan untuk terus mengembangkan kemampuan dan peranannya dalam merencanakan
dan melaksanakan sendiri perubahan-perubahan yang mereka kehendaki untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Pembangunan yang terkait dengan
empowerment adalah pembangunan desa, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dan lembaga desa secara simultan atau serentak. Dengan
tujuan itu pembangunan desa dirancang untuk menjadi landasan yang kokoh bagi pembangunan daerah dan pembangunan nasional, selain itu pembangunan desa
juga diharapkan dapat menjadi pembangunan yang berwawasan masa depan dan berkelanjutan.
1.6.2.5 Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian yang integral yang harus
ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya akan
menumbuhkan rasa memiliki sense of belonging dan rasa tanggung jawab sense of responsibility dari masyarakat secara sadar, bergairah dan bertanggung
jawab, karena partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang. Partisipasi masyarakat menurut
Adisasmita 2006:41 adalah pemberdayaan masyarakat, peran sertanya dalam kegiatan penyusunan perencanaan, dan implementasi program atau proyek
pembangunan dan merupakan aktualisasi dan kesediaan dan kemauan masyarakat untuk
berkorban dan
berkontribusi terhadap
implementasi program
pembangunan. Dan agar partisipasi dapat memberikan hasil yang berdaya guna, Adisasmita 2006:41 menyatakan perlu memperhatikan sifat dan ciri-ciri
partisipasi tersebut, yaitu : a.
Partisipasi harus bersifat sukarela. b.
Berbagai isu atau masalah haruslah disajikan atau dibicarakan secara jelas dan objektif.
c. Kesempatan untuk berpartisipasi haruslah mendapat keteranganinformasi
yang jelas dan memadai tentang setiap segi dari program yang dilaksanakan. d.
Partisipasi masyarakat dalam rangka menentukan kepercayaan diri sendiri haruslah menyangkut berbagai tingkatan dan berbagai sektor, bersifat dewasa,
penuh arti dan berkesinambungan. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan menurut Cohen
dan Uphoff Tangkilisan, 2005:323 dapat diklasifikasikan menjadi enam tahap berdasarkan bentuk aktifitas yang dilaksanakannya. Keenam bentuk
tahapan partisipasi itu adalah sebagai berikut:
a. Partisipasi dalam atau melalui kontak dengan pihak lain sebagai titik awal
pelaksanaan aktivitas tersebut. b.
Partisipasi dalam memperlihatkan atau menyerap dan memberi tanggapan terhadap
informasi, baik dalam arti menerima, maupun dalam arti menolaknya. c.
Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan keputusan, baik yang bersifat politis yang menyangkut kepentingan mereka
maupun dalam hal yang bersifat teknis. d.
Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan. e.
Partisipasi dalam hal menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan.
f. Partisipasi dalam hal menilai pembangunan, yaitu keterlibatan anggota
masyarakat dalam menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan
sejauh mana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pada hakikatnya partisipasi masyarakat itu merupakan suatu keniscayaan, karena hasil
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah betrsama-sama
dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan dan untuk kemajuan masyarakat sendiri. Dalam hal ini pemerintah membari bantuan, sedangkan masyarakat harus
memberi respon dalam bentuk partisipasi secara aktif dalam proses pembangunan tersebut. Masyarakat hanya dapat diharapkan ikut ambil bagian dalam suatu
kegiatan adalah bila yang bersangkutan merasa dirinya berkepentingan dan diberi kesempatan untuk ambil bagian. Dengan kata lain partisipasi tidak mungkin
optimal jika diharapkan dari mereka yang merasa berkepentingan tidak diberi keleluasaan untuk ambil bagian.
Soedjono dalam Soetrisno, 1995:48 meyatakan pula bahwa partisipasi adalah sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai
dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri. Dan menurut Tjokroamidjojo partisipasi masyarakat dalam pembangunan dibagi atas
tiga tahap, yaitu: a.
Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah.
b. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggungjawab dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan.; c.
Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan. Sedangkan partisipasi masyarakat atau keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan menurut Adi 2003:252 dapat dilihat dalam empat tahap, yaitu:
1. Tahap Assessment
Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang dimiliki. Untuk ini masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan permasalahan yang
sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri. 2.
Tahap Alternatif Program atau Kegiatan Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang
mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan cara alternatif program.
3. Tahap Pelaksanaan implementasi Program atau Kegiatan
Dilakukan dengan melaksanakan program yang telah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaan dilapangan.
4. Tahap Evaluasi
Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas dari program yang sedang berjalan.
1.6.2.6 Paradigma Pembangunan
Pradigma pembangunan adalah cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam
arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. Pradigma
pembangunan pada suatu waktu tertentu dipergunakan sebagai acuan pada proses pembangunan bangsa di suatu Negara, sebagai upaya meningkatkan kualitas
pembangunannya. Peningkatan kualitas pembangunan yang benar-benar berorientasi untuk peningkatan kualitas hidup manusia dan kepentingan
kesejahteraan rakyat merupakan salah satu perwujudan good governance yang diangendakan dalam reformasi birokrasi pemerintahan.
Dalam perkembangannya, pembangunan bangsa-bangsa di dunia mengalami beberapa pergeseran pola atau model atau paradigma pembangunan
mulai dari paradigma pertumbuhan, paradigma kesejahteraan, paradigma neo - ekonomi, paradigma dependencia sampai paradigma pembangunan manusia.
Dalam tulisan ini secara terbatas dilakukan pengkajian pada tiga paradigma saja yang dipandang cukup dominan, khususnya di negara kita, yaitu :
a. Paradigma Pertumbuhan Growth Paradigm
Pelaksanaan pembangunan dinegara berkembang developing countries, penekanannya pada upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan
pendapatan nasional. Penerapan paradigma pertumbuhan dalam pelaksanaan pembangunan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Dalam hubungan ini
PBB mencanangkan dasawarsa pembangunan pertama berlangsung pada dasawarsa 1960-1970 dengan strategi pertumbuhan ekonomi negara berkembang
sebesar 5 pertahun. Pada periode ini ternyata mengabaikan masalah distribusi pendapatan nasional, sehingga timbul masalah kemiskinan, penganguran dan
kesenjangan pembagian pendapatan, urbanisasi dan kerusakan lingkungan. Melihat kenyataan itu terjadilah pergeseran dari strategi pertumbuhan ekonomi
menjadi strategi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan Selanjutnya timbul pemikiran paradigma baru yaitu paradigma kesejahteraan welfare paradigm.
b. Paradigma Kesejahteraan welfare paradigm
Pada awal dasawarsa 1970_an muncul pemikiran baru dalam pelaksanaan pembangunan yaitu paradigma kesejahteraan welfare paradigm yang
orientasinya ingin mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial dalam waktu sesingkat mungkin.
Pada periode dasawarsa pembangunan kedua 1971-1980 pelaksanaan pembangunan dengan strategi pertumbuhan ekonomi bergeser menjadi orientasi
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan growth and equity of strategy
development menuju industrialisasi dengan strategi pertumbuhan ekonomi
sebesar 6 pertahun dengan tujuan pemerataan pembangunan di bidang pendapatan,
kesehatan, keadilan,
pendidikan, kewirausahaan,keamanan,
kesejahteraan sosial termasuk pelestarian dan penyelamatan lingkungan dari kerusakan. Dalam dasawarsa ini ternyata juga belum mampu merubah
ketergantungan negara berkembang terhadap negara maju ditandai dengan ketergantungan investasi, bantuan dan pinjaman luar negeri.
Penerapan paradigma kesejahteraan ini cenderung pelaksanaan pembanagunan
bersifat sentralistik
top down
sehingga cenderung
menumbuhkan hubungan ketergantungan antara rakyat dan proyek-proyek pembangunan birokrasi pemerintah yang dilakukan oleh pemerintah. Pada
gilirannya dapat membahayakan keberlanjutan proyek pembangunan itu, karena pembangunan sifatnya tidak menumbuhkan pemberdayaan disempowering
rakyat agar mampu menjadi subyek dalam pembangunan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pembangunan dengan
orientasi pada pertumbuhan ekonomi menjadikan paradigma pertumbuhan menjadi semakin dominan. Akan tetapi keberhasilan itu tidak terlepas dari
berbagai resiko negatif yang terjadi. Sebagaimana dinyatakan oleh Tjokrowinoto 1999:10 bahwa paradigma pertumbuhan cenderung menciptakan efek negatif
tertentu yang akibatnya menurunkan derajat keberlanjutan pembangunan. Selanjutnya muncul gagasan baru dalam strategi pembangunan untuk menjamin
keberlanjutan pembangunan yaitu pembangunan berkelanjutan sustained development.
Strategi pembangunan berkelanjutan Sustainable Development ini belajar dari pengalaman pelaksanaan pembangunan pada dasawarsa ketiga
dengan munculnya konsep tata ekonomi dunia baru sebagai upaya perbaikan sosial ekonomi negara berkembang dengan strategi pertumbuhan ekonomi
sebesar 7 pertahun. Pada dasawarsa ini pusat perhatian proses pembangunan berkaitan dengan masalah kependudukan yang meningkat pesat population
boom, urbanisasi, kemiskinan, kebodohan, partisipasi masyarakat, organisasi sosial politik, kerusakan lingkungan dan masyarakat pedesaan. Dalam dasawarsa
ini masih manghadapi masalah yakni pelaksanaan pembangunan tidak berdemensi pada pembangunan manusia, sehingga pada gilirannya berpengaruh
pada timbulnya masalah ketidak adilan,kelangsungan hidup dan ketidak terpaduan pembangunan.
c. Paradigma Pembangunan Manusia People Centered Development
Paradigm Belajar dari pengalaman pada dasawarsa ketiga pada awal 1980-an di
negara berkembang penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan sustainable development didukung dengan pendekatan pembangunan manusia
human development yang ditandai dengan pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada pelayanan sosial melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa
pelayanan sosial di sektor kesehatan, perbaikan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu juga
diarahkan pada upaya mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan
budaya, kedamaian serta pembangunan yang berpusat pada manusia people centered development dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat public
empowerment agar dapat menjadi aktor pembangunan sehingga dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, kemandirian dan etos
kerja. Fokus perhatian dari paradigma pembangun yang berpusat pada manusia
ini people centered development paradigm ini adalah perkembangan manusia human-growth, kesejahteraan well-being, keadilan equity dan berkelanjutan
sustainability. Dominasi pemikiran dalam paradigma ini adalah keseimbangan ekologi manusia balanced human ecology, sumber pembangunannya adalah
informasi dan prakarsa yang kreatif dengan tujuan utama adalah aktualisasi optimal dari potensi manusia diadaptasi dari Korten, 1984:300
dalam Tjokrowinoto, 1999:218 . Dalam paradigma pembangunan manusia yang
mendapatkan perhatian dalam proses pembangunan adalah : a.
Pelayanan sosial social service; b.
Pembelajaran sosial social learning; c.
Pemberdayaan empowerment; d.
Kemampuan capacity; e.
Kelembagaan institutional building.
1.6.3 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan
1.6.3.1 Pengertian PNPM Mandiri Perkotaan
PNPM program nasional pemberdayaan masyarakat Madiri Perkotaan Buku Pedoman Umum PNPM-MP edisi 2010 adalah program nasional
penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengertian yang terkandung mengenai PNPM Mandiri adalah:
a. PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan
sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan
masyarakat. PNPM
Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta
mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendamping dan pendanaan stumulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya
penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. b.
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baaik secaara individu maupun
berkelompok, dalam memecahkan brbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kmandirian dan kesejahteraan. Pemberdayaan
masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin
keberlanjutan berbahai hasil yang dicapai.
1.6.3.2 Visi, Misi dan Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan
Dalam buku Pedoman Umum PNPM-MP edisi 2012 Visi,Misi dan
Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan:
1. Visi PNPM Mandiri Perkotaan adalah masyarakat yang berdaya dan mampu
menjalin sinergi dengan pemerintah kota dan kelompok setempat dalam rangka
menanggulangi kemiskinan
secara efektif,
mandiri dan
berkelanjutan. 2.
Misi PNPM Mandiri Perkotaan adalah memberdayakan masyarakat perkotaan khususnya masyarakat miskin, menjalin kerjasama dengan
pemerintah dan kelompok peduli lokal untuk menaggulangi kemiskinan melalui: pengembangan kapasitas, penyediaan sumber daya, melembagakan
budaya kemitraan antar pelaku. 3.
Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan adalah : a.
Tujuan Umum PNPM Mandiri Perkotaan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.
b. Tujuan Khusus PNPM Perkotaan adalah:
1 Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat
miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan
ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengolahan pembangunan.
2 Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar,
representif dan akuntabel. 3
Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan,
program dan pengangguran yang berpihak pada masyarakat miskin. 4
Meningkatkan sinergi
masyarakat, peemerintah
daerah, swasta,asossiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat,
dan kelompok peduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
5 Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta
kapasitas pemerintah daerah dan kelompok pduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.
6 Meningkatkan modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai
dengan potensi sosial dan budaya serta melestarikan kearifan local. 7
Meningkatnya inovasi dan pemamfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan.
1.6.3.3 Prinsip dan Pendekatan PNPM Mandiri Perkotaan
1. Prinsip PNPM Mandiri Perkotaan
a. Bertumpu pada Pembangunan Manusia, pelaksanaan PNPM senantiasa
bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia seutuhnya.
b. Berorientasi pada Masyarakat Miskin, semua kegiatan yang
dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.
c. Partisipasi, masyarakat yang terlibat secara aktif pada setiap proses
pngambilan keputusan pembangunan dan secara gotong royong mnjalankan pembangunan.
d. Otonomi, dalam pelaksanaan PNPM masyarakat memiliki kewenangan
secara mandiri dan partisipatif untuk menetukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola.
e. Desentralisasi, kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan
sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya.
f. Demokratis, setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan
secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentigan masyarakat miskin.
g. Transparansi dan Akuntabel, masyarakat harus memiliki akses yang
memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan
dipertanggunggugatkan baik secara moral, teknis, legal, mauoun administratif.
h. Berkelanjutan, setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan
kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tapi juga di masa depan dengan tetapmenjaga kelestarian lingkungan.
2. Pendekatan PNPM Mandiri Perkotaan
Penanggulangan kemiskinan
membutuhkan penanganan
yang menyeluruh dalam skala perwilayahan yang memadai yang memungkinkan
terjadinya keterpaduan antara pendekatan sektoral, perwilayahan dan partisipatif yang dalam hal ini dipilih kecamatan sebagai lokus program yang
mampu mempertemukan perencanaan dari atas dan dari bawah. Di tataran kecamatan inilah rencana pembangunan yang direncanakan
oleh SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah bermutu dengan perencanaan dari masyarakat dalam Musrembang Musyawarah Perencanaan Pembangunan
kecamatan sehingga dapat di galang perencanaan pembangunan yang menyeeluruh, terpadu dan selaras waktu synchrone. Dengan demikian PNPM
Mandiri Perkotaan akan menekankan pemanfaatan Musrembang Kecamatan sebagai mekanisme harmonis kegiatan berbagai program yang ada sehingga
peranan forum LKM lembaga swadaya masyarakat tingkat kecamatan menjadi sangat vital.
Berdasarkan pemikiran di atas maka pendekatan atau upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program dengan emperhatikan prinsip-prinsip
pengelolaan program adalah pembangunan yang berbasis masyarakat dengan: a.
Mengunakan kacamata seebagai lokus program
b. Memposisikan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan
c. Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dengan proses
pembagunan partisipatif d.
Mengunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang ssuai dengan karakteristik sosial dan geografis.
1.7 Defenisi Konsep
Menurut Marsi Singarimbun 1995, konsep adalah istilah dan defenisi yang dingunakan untuk mengambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau
individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel
yang diteliti. Berdasarkan penjelasan tersebut, berikut merupakan batasan yang jelas dari
masing-masing konsep yang akan diteliti, defenisi konsep tersebut antara lain: 1.
Penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara bertahap, terpadu, terukur, sinergi dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai
pihak dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama untuk mewujudkan pemenuhan hak- hak dasar.
2. efektivitas pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dan efisiensi
pemanfaatan dana pembangunan dalam pengentasan kemiskinan. Keberhasilan PNPM- Mandiri Perkotaan dalam menanggulangi kemiskinan sangat tergantung
dari efektivitas pelaksanaan program yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat miskin di wilayah penerima program. Keberhasilan pelaksanaan suatu
program penanggulangan kemiskinan PNPM-Mandiri Perkotaan agar sesuai tujuan yang diinginkan dapat dilihat dari efektivitas pelaksanaan program.
3. Efektivitas program akan terwujud apabila adanya partisipasi atau keterlibatan
masyarakat dalam program PNPM-Mandiri Perkotaan. Efektivitas program yang diharapkan memberikan dampak positif meliputi adanya peningkatan pendapatan
RTM dan kesempatan kerja bagi RTM itu sendiri.
1.8 Sistematika Penulisan