Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

sangat dibutuhkan karena mekanisme perwakilan di parlemen tidak selalu dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat. Ini adalah bentuk representation in ideas yang tidak selalu inherent dalam representation in presence. 3 Mengingat pentingnya informasi, maka hak atas informasi dan berkomunikasi diakui sebagai hak asasi manusia. Pasal 28F UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. 4 Ketentuan tersebut menunjukkan pentingnya informasi bagi setiap orang, tidak saja terkait dengan penyelenggaraan negara tetapi juga dalam mengembangkan kehidupan pribadi dan kelompok. Sebagai hak asasi, maka adalah kewajiban negara untuk memajukan, menjamin, memenuhi dan melindungi hak-hak tersebut. 5 Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan Bangsa Bangsa PBB menilai bahwa hak ini penting bagi perjuangan 3 Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, hal. 161-162. Bandingkan dengan pendapat Robert A. Dahl yang menyatakan sumber informasi alternatif sebagai salah satu ciri negara demokrasi modern. Robert A. Dahl, Perihal Demokrasi: Menjelajah Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat, Judul Asli: On Democracy, Penerjemah: A. Rahman Zainuddin, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999, hal. 118. 4 Hasil Perubahan Kedua UUD 1945. Ketentuan ini merupakan penguatan dan pengulangan dari Pasal 14 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3886. 5 Pasal 28I ayat 4 UUD 1945. Hasil Perubahan Kedua. hak-hak yang lainnya. Hak ini menjadi sokoguru pemerintahan yang transparan dan partisipatoris, yang dengannya menyediakan jalan lempang bagi tersedianya jaminan pemenuhan hak-hak fundamental dan kebebasan lainnya. Dengan pertimbangan itu pula, maka hak atas informasi sebagai bagian dari kebebasan berpendapat kemudian dimasukkan ke dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia DUHAM. Di dalam Pasal 19 DUHAM dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat. Hak ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan tanpa memandang batas-batas wilayah. Penguatan atas hak informasi ini dinyatakan dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik 1966 Kovenan Sipol yang sudah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005. Di dalam Pasal 19 Kovenan Sipol dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan ide apapun, tanpa memperhatikan medianya, baik secara lisan, tertulis atau dalam bentuk cetakan, dalam bentuk seni, atau melalui media lainnya, sesuai dengan pilihannya. Norma yang tercantum di dalam instrumen-instrumen pokok ini mengikat Negara Indonesia dan berlaku sebagai hukum nasional supreme law of the land. Pemerintah Indonesia selanjutnya mempunyai kewajiban untuk menjalankan ketentuan-ketentuan tersebut. Kewajiban yang diembannya terdiri atas tiga bentuk, yaitu menghormati to respect, melindungi to protect dan memenuhi to fulfil. Kewajiban untuk menghormati obligation to respect adalah kewajiban negara untuk menahan diri untuk tidak melakukan intervensi, kecuali atas hukum yang sah legitimate. Hak atas informasi sebagai hak asasi manusia juga dapat dilihat dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 6 sebagai cakupan dari hak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat. Jaminan yang sama juga ditegaskan dalam Pasal 19 ayat 2 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik ICCPR. 7 Hak atas informasi juga menjadi materi amandemen pertama konstitusi Amerika Serikat. 8 Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berpendapat pada November 1999 dalam pertemuan Global Campaign for Free Expression menyatakan sebagai berikut: 9 “ Yang tersirat pada kebebasan memperoleh informasi adalah hak masyarakat dalam membuka jalan untuk memperoleh informasi dan untuk tahu apa yang sedang pemerintah lakukan atas nama mereka. Tanpa hal-hal itu, kebenaran akan merana dan partisipasi masyarakat pada pemerintahan akan tetap sepenggal- sepenggal.” Namun disadari bahwa setiap hak asasi manusia memiliki batasan, kecuali untuk hak-hak yang digolongkan dalam rumpun non-derogable rights. Paling tidak 6 Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 217 A III 10 Desember 1948. 7 Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 2200 A XXI 16 Desember 1966. 8 The Journal of College and University Law, Focus on Secrecy And University Research, The National Association of College And University Attoneys And The Notre Dame Law School, Volume 19, Number 3, 1993. 9 Toby Mendel, Kebebasan Memperoleh Informasi, Sebuah Survey Perbandingan Hukum, Judul Asli: Freedom of Information: A Comparative Legal Survey, Penerjemah: Tim Kawantama, Jakarta: UNESCO, 2004, hal. 3. batasannya adalah hak asasi manusia orang lain, dan dalam konteks kehidupan sosial dan bernegara batasannya adalah ketertiban sosial dan keamanan. Batasan ini tertuang dalam Pasal 28J ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. 10 Terhadap hak atas informasi juga berlaku batasan tersebut. Batasan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan hak dan kebebasan orang lain, keadilan, pertimbangan moral, dan nilai-nilai agama adalah batasan yang terkait dengan informasi privat. Sedangkan batasan berdasarkan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum adalah batasan dalam lingkup informasi publik. Dalam proses perjanjian sosial, tidak semua hal masuk dalam wilayah yang diperjanjikan. Terdapat hal-hal yang sifatnya pribadi yang tetap menjadi masalah tiap-tiap orang. Informasi yang sifatnya pribadi tersebut pada prinsipnya bersifat rahasia. Hal ini diakui dalam Pasal 28G UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta bendanya. Namun masing-masing informasi dan prinsipnya tersebut tentu tidak dapat dipisahkan secara tegas. Negara yang mengelola urusan-urusan publik dituntut juga 10 Batasan ini juga tercantum dalam Pasal 29 UDHR untuk mengetahui, walaupun tidak berarti mencampuri, hal-hal yang bersifat privat secara terbatas. 11 Sedangkan hal-hal yang diperjanjikan baik dalam pactum subjectionis maupun pactum unionis menjadi urusan publik. Hal-hal inilah yang kemudian penyelenggaraannya diserahkan kepada negara sebagai organisasi kekuasaan. Oleh karena itu, pada prinsipnya segala informasi yang terkait dengan negara adalah informasi publik. Warga negara berhak mengetahui informasi tersebut. Namun, terkait dengan tugas negara untuk memelihara ketertiban umum dan menjaga keamanan dan kedaulatan negara dan warga negara, terdapat beberapa informasi yang jika diberikan kepada publik akan diketahui oleh pihak-pihak tertentu atau negara lain. Hal ini dikhawatirkan akan digunakan untuk melakukan sesuatu yang mengganggu ketertiban dan keamanan serta mengancam eksistensi negara. Oleh karena itulah, informasi tersebut “disimpan” untuk waktu tertentu dan baru disampaikan kepada publik setelah melewati waktu tersebut. Inilah yang disebut dengan “rahasia negara”. Dengan demikian rahasia negara adalah informasi publik yang untuk sementara waktu dirahasiakan kepada publik. Rahasia negara adalah batasan atau pengecualian dari hak atas informasi sebagai hak asasi manusia. Pengecualian ini harus ditentukan dengan undang-undang. Namun prinsipnya adalah bahwa semua informasi publik, termasuk informasi yang dimiliki negara, adalah milik publik. Sebagai suatu pengecualian tentu sifatnya harus terbatas dan limitatif dan berlaku 11 Lihat ketentuan Pasal 17 ICCPR. pada jangka waktu tertentu saja. Agar pengecualian tersebut tetap menjadi satu kesatuan dan tidak bertentangan dengan hak atas informasi sebagai prinsip utama, maka sudah sewajarnya dibuat dalam satu produk hukum, bukan diatur dalam produk hukum tersendiri. Untuk menetapkan perkecualian tersebut, berdasarkan prinsip artikel 19 UDHR, Toby Mendel mengemukakan uji tiga bagian yang harus dilakukan, yaitu: 12 1. Informasi yang bersangkutan harus terkait dengan salah satu sasaran yang tercantum dalam undang-undang tersebut. 2. Pengungkapannya pasti mengancam timbulnya kerugian yang besar terhadap tujuan undang-undang itu sendiri. 3. Kerugian pada tujuan itu harus lebih besar dari pada kepentingan masyarakat untuk memiliki informasi tersebut. Selain itu, sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi, rakyat juga harus dilibatkan melalui mekanisme tertentu untuk menentukan informasi apa saja yang masuk kategori rahasia negara dan diberi hak untuk mengajukan keberatan terhadap keputusan rahasia negara yang dibuat secara sepihak oleh negara. Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, karya ilmiah ini berusaha mengelaborasi lebih lanjut kebebasan informasi dalam konteks Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, menurut perspektif 12 Toby Mendel,. Kebebasan Memperoleh Informasi, Sebuah Survey Perbandingan Hukum,, hal. 29 hukum Islam, maka penulis tertarik untuk, mengkaji lebih dalam bentuk sebuah skripsi atau karya ilimiah dengan judul “Kebebasan Informasi Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Perspektif Hukum Islam”

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Untuk mengkaji lebih dalam dan mendasar tentang Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, terutama mengenai ketentuan keterbukaan informasi publiki, maka penulis perlu membatasi masalah, sedangkan batasan skripsi yang penulis simpulkan adalah berkisar pada permasalahan yang berhubungan dengan keterbukaan informasi dalam pandangan hukum Islam. Dari pembatasan di atas, permasalahan yang hendak dijawab oleh penulis adalah : 1. Bagaimana aturan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik? 2. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui aturan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik 2. Untuk menjelaskan secara jelas perspektif hukum Islam terhadap Undang- undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik dalam hal kebebasan informasi Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para praktisi hukum di Indonesia dalam hal keterbukaan informasi publik 2. Bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengembangkan Studi Ketatanegaraan Islam Siyasah Syar’iyyah, serta memberikan kontribusi yang positif bagi kelangsungan hidup umat manusia 3. Merupakan sumber referensi dan saran pemikiran akademisi dan praktisi di dalam menunjang penelitian selanjutnya yang akan bermanfaat bagi penelitian yang lain sebagai bahan perbandingan

D. Metode Penelitian

Salah satu tahapan yang penting dalam penulisan karya ilmiah adalah penerapan metodologi yang tepat yang di gunakan sebagai pedoman penelitian dalam mengungkap fenomena serta mengembangkan hubungan antara teori yang menjelaskan gambaran situasi dengan realitas yang terjadi sesungguhnya. Penelitian ini dapat di golongkan sebagai penelitian normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi dokumenter. Dalam penelitian ini sumber data dibagi tiga yaitu: 13 Pertama, sumber data primer meliputi Undang-undang Republik 13 Soerjono Soekamto dan Sri Mujdi, “Penelitian Hukum Normatif ; Suatu Tinjauan Singkat”, Jakarta : PT Raja Grafindo 2006, hal. 24. Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik Kedua, Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti, buku-buku tentang keterbukaan informasi, kebebasan informasi, dan ketatanegaraan Indonesia serta hukum Islam. Ketiga, baha tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti, kamus, ensiklopedia dan indeks kumulatif. Dalam menganalisa data-data hasil penelitian ini , penulis menggunakan metode teknik pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena sosial yang diteliti. Artinya, dalam penelitian ini terdapat usaha menambah informasi kualitatif, dapat diperoleh pula pecanderaan yang sisitematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi yang diteliti. Pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah Jakarta 2008”.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam menjaga keaslian judul yang akan penulis ajukan dalam proposal skripsi ini perlu kiranya penulis lampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi pertimbangan yang diantaranya yaitu, yaitu : 1. Buku yang berjudul Keterbukaan Informasi dan kebebasan Pers, penulis Ichlasul Amal yang memuat diantaranya pemikiran-pemikiran mengenai Undang-undang keterbukaan informasi, kemerdekaan pers, akses terhadap informasi dan pemberdayaan masyarakat.