Pandangan Hukum Islam Terhadap Ketentuan Informasi Keterbukaan Publik
Sunnah. Hazairin menamakan ketetapan-ketetapan Rasul sebagai supplement bagi ketetapan- ketetapan Allah.
9
Syaikhul-Islam Imam Nawawi mengatakan, ghibah dalam ta’arif definisi “ghibah” berarti seseorang menyebut-nyebut sesuatu yang dibenci saudaranya baik tentang tubuhnya,
agamanya, dunianya, jiwanya, akhlaknya,hartanya, anak-anaknya,istri-istrinya, pembantunya, gerakannya, mimik bicarnya atau kemuraman wajahnya dan yang lainnya yang bersifat
mngejek baik dengan ucapan maupun isyarat. Termasuk ghibah adalah ucapan sindiran terhadap perkataan para penulis kitab
contohnya kalimat: ‘Barangsiapa yang mengaku berilmu’ atau ucapan ’sebagian orang yang mengaku telah melakukan kebaikan’. Contoh yang lain adalah perkataa berikut yang mereka
lontarkan sebagai sindiran, “Semoga Allah mengampuni kami”, “Semoga Allah menerima taubat kami”, “Kita memohon kepada Allah keselamatan”. Firman Allah Swt.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain
dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. QS. Al-Hujurat: 12
9
Ibid
Selanjutnya Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim dan Riyadhu As- Shalihin, menyatakan bahwa ghibah hanya diperbolehkan untuk tujuan syara yaitu yang
disebabkan oleh enam hal, yaitu: 1. Orang yang mazhlum teraniaya boleh menceritakan dan mengadukan kezaliman orang
yang menzhaliminya kepada seorang penguasa atau hakim atau kepada orang yang berwenang memutuskan suatu perkara dalam rangka menuntut haknya.
Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 148:
Allah tidak menyukai ucapan buruk yang diucapkan dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. QS. An-Nisa : 148.
Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang teraniaya boleh menceritakan keburukan perbuatan orang yang menzhaliminya kepada khalayak ramai. Bahkan jika ia
menceritakannya kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan, kekuatan, dan wewenang untuk menegakkan amar maruf nahi munkar, seperti seorang pemimpin atau hakim, dengan
tujuan mengharapkan bantuan atau keadilan, maka sudah jelas boleh hukumnya. Tetapi walaupun kita boleh mengghibah orang yang menzhalimi kita, pemberian maaf atau
menyembunyikan suatu keburukan adalah lebih baik. Hal ini ditegaskan pada ayat berikutnya, yaitu Surat An-Nisa ayat 149:
Jika kamu menyatakan kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan orang lain, maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa. QS. An-Nisa: 149
2. Meminta bantuan untuk menyingkirkan kemungkaran dan agar orang yang berbuat maksiat kembali ke jalan yang benar.
Pembolehan ini dalam rangka istianah minta tolong untuk mencegah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang hak. Selain itu ini juga merupakan
kewajiban manusia untuk ber-amar maruf nahi munkar. Setiap muslim harus saling bahu membahu menegakkan kebenaran dan meluruskan jalan orang-orang yang menyimpang dari
hukum-hukum Allah, hingga nyata garis perbedaan antara yang haq dan yang bathil. 3. Istifta meminta fatwa akan sesuatu hal.
Walaupun kita diperbolehkan menceritakan keburukan seseorang untuk meminta fatwa, untuk lebih berhati-hati, ada baiknya kita hanya menyebutkan keburukan orang lain
sesuai yang ingin kita adukan, tidak lebih. 4. Memperingatkan kaum muslimin dari beberapa kejahatan seperti:
a. Apabila ada perawi, saksi, atau pengarang yang cacat sifat atau kelakuannya, menurut ijma ulama kita boleh bahkan wajib memberitahukannya kepada kaum muslimin. Hal ini
dilakukan untuk memelihara kebersihan syariat. Ghibah dengan tujuan seperti ini jelas diperbolehkan, bahkan diwajibkan untuk menjaga kesucian hadits. Apalagi hadits merupakan
sumber hukum kedua bagi kaum muslimin setelah Al-Quran. b. Apabila kita melihat seseorang membeli barang yang cacat atau membeli budak untuk
masa sekarang bisa dianalogikan dengan mencari seorang pembantu rumah tangga yang pencuri, peminum, dan sejenisnya, sedangkan si pembelinya tidak mengetahui. Ini dilakukan
untuk memberi nasihat atau mencegah kejahatan terhadap saudara kita, bukan untuk menyakiti salah satu pihak.
c. Apabila kita melihat seorang penuntut ilmu agama belajar kepada seseorang yang fasik atau ahli bidah dan kita khawatir terhadap bahaya yang akan menimpanya. Maka kita wajib
menasehati dengan cara menjelaskan sifat dan keadaan guru tersebut dengan tujuan untuk kebaikan semata.
5. Menceritakan kepada khalayak tentang seseorang yang berbuat fasik atau bidah seperti, minum-minuman keras, menyita harta orang secara paksa, memungut pajak liar atau perkara-
perkara bathil lainnya. Ketika menceritakan keburukan itu kita tidak boleh menambah- nambahinya dan sepanjang niat kita dalam melakukan hal itu hanya untuk kebaikan.
6. Bila seseorang telah dikenal dengan julukan si pincang, si pendek, si bisu, si buta, atau sebagainya, maka kita boleh memanggilnya dengan julukan di atas agar orang lain langsung
mengerti. Tetapi jika tujuannya untuk menghina, maka haram hukumnya. Jika ia mempunyai nama lain yang lebih baik, maka lebih baik memanggilnya dengan nama lain tersebut.
10
Dengan demikian ghibah itu diperbolehkan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang dibenarkan oleh syara’ yang mana bila tanpa ghibah tujuan itu tidak akan tercapai, tentunya
dalam hal informasi. Adapun ketetapan-ketetapan ulil amri dalam arti sebagai petugas-petugas kekuasaan
negarabadan publikpemerintah, itu ada dua macam
10
Imam Nawawi, Riyadlus Shalihin, juz II. Ter. Muslich Shabir, hal. 399
a. Ketetapan yang merupakan pemilihan atau penunjukkan garis hukum yang setepat- tepatnya “untuk dipakaikan kepada sesuatu perkara atau kasus yang dihadapi”, baik
yang bersumber dari al-Qur’an maupun dari Sunnah Rasul.
11
b. Ketetapan yang merupakan pembentukan garis hukum yang baru “bagi keadaan baru menurut tempat dan waktu, dengan berpedoman pada al-Qur’an dan Sunnah.
12
ktegori ini dinamakan hasil ijtihad dengan menggunakan al-ra’yu.
Sesungguhnya termasuk dalam kelompok ulil amri bukan hanya mereka yang memiliki kewenangan atau kekuasaan negara saja, tetapi juga para sarjana muslim
terutama para sarjana hukum Islam yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad. Dari pemikiran-pemikiran mereka dapat dapat dilahirkan seperangkat kaidah-kaidah
hukum baru yang tidak terdapat baik dalam al-Qur’an maupun dalam Sunnah Rasul. Prinsip ketaatan mengandung makna bahwa seluruh rakyat tanpa terkecuali
berkewajiban menaati pemerintah. Sejauh mana prisip ini mengikat rakyat? Para sarjana hukum Islam sependapat bahwa kewajiban rakyat untuk menaati penguasa atau
pemerintah itu menerapkan prinsip-prinsip hukum Islam, dengan kata lain, selam penguasa atau pejabat publik tidak bersikap zalimmenutupi informasi yang memang
perlu untuk dipublikasi selam itu pula rakyat wajib taat dan tunduk kepada penguasa atau pemerintahpejabat publik.
13
Sebaliknya apabila penguasa yang keliru itu tidak mau menyadari kekeliruannya maka rakyat tidak wajib mentaati lagi dan penguasa
seperti itu harus segera mengundurkan diri atau dihentikan dari jabatannya itu.
14
Dari segi prinsip ketaatan dapat pula diartikan bahwa penguasa atau pemerintah, kecuali
memiliki hak ketaatan rakyat terhadapnya, ia atau mereka berkewajiban pula memperhatikan kepentingan-kepentingan rakyat banyak. Penguasa pejabat publik
11
Ibid
12
Ibid
13
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, al-Islam, Jilid II Jakarta: Bulan Bintang, 1977, h. 437-439.
14
A.Rahman Zainuddin dalam Aneka pemikiran tentang Kuasa dan WibawaBandung:Pustaka,1985,h. 438
dalam menjalankan kekuasaannya tidak boleh mengabaikan atau melalaikan kepentingan-kepentingan umum. Maka pejabat publik wajib mendahulukan
kepentingan rakyat ketimbang kepentingan pribadi atau kepentingannya sendiri. Dengan demikian dapat diartikan keterbukaan informasi dibenarkan dalam hukum
Islam, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang yang mengatur keterbukaan Informasi Publik.
Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang khususnya bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional.
Hak untuk memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu cirri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Keterbukaan informasi public merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap
penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Selain itu Pengelolaan informasi publik juga merupakan salah satu upaya
untuk mengembangkan masyarakat informasi. Menurut Islam hak manusia terbatas dengan orang lain, hurriyyatul mar’ie
mahdudatun bihurriyyati ghairihi, kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Ada hak maka ada kewajiban, supaya hak bisa terlaksana harus dad pihak lain yang
memenuhi tuntutan hak itu. Dala hak manusia terdapat kewajiban manusia lain untuk memenuhi hak tersebut. Dan sebaliknya dalam pelaksanaan kewajiban sekaligus terdapat hak
manusia. Hak Asasi Manusia dala pandangan Islam dibagi dalam dua kategori, yaitu huquuqullaah dan huquuqul ibad. Huquuqullaah hak-hak Allah adalah kewajiban-kewajiban
manusia terhadap Allah yang diwujudkan dalam berbagai ritual ibadah, sedangkan huquuqul
ibad hak-hak hamba merupakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap makhluq-makhluq Allah lainnya.
15
Firman Allah Swt
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”. QS. Al-Maidah : 8 Sejak diperjuangkan pada tahun 2000, pengakuan lebih tegas atas hak atas informasi
sudah mengalami kemajuan yang sangat berarti. Seiring dengan pengakuan Hak Asasi Manusia, hak atas informasi pun merupakan salah satu bagian dari HAM yang dilindungi
oleh konstitusi Indonesia. Pasal 28F Perubahan Kedua UUD 1945 menyebutkan bahwa: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia” Ketentuan tersebut memperlihatkan bahwa hak atas informasi dilindungi dalam dua
2 konteks, yaitu 1 hak atas informasi dilindungi sebagai suatu prasyarat bagi HAM yang lain, yaitu “………untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya” serta 2
15
Rashidi, Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta:Bulan Bintang, 1984, hal. 134-136
sebagai hak itu sendiri dengan bunyi “………serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia”. Oleh karenanya terlihat bahwa konstitusi menjamin hak atas informasi secara lengkap baik sebagai 1 a means to an end maupun sebagai 2 an end
itself. Konsekuensinya, hak atas informasi seharusnya diterjemahkan secara operasional oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Akses informasi seharusnya dijamin agar
bersifat mudah, murah dan sederhana, agar setiap orang dapat memperolehnya untuk mengembangkan pribadi dan lingkungannya.
61
BABA V PENUTUP