Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010.
e. Riwayat orang tua yang menderita kebutaan
Tabel 5.10. Distribusi kebutaan akibat glaukoma berdasarkan riwayat orang tua.
Riwayat orang tua Jumlah
Ya 3
5 Tidak
47 85
Tidak tahu 5
10 Jumlah
55 100
Dari tabel di atas, 47 orang tidak mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan orang tuanya, 5 orang menjawab tidak tahu dan hanya 3 orang yang mempunyai orang
tua dengan riwayat sama.
f. Tempat berobat
Tabel 5.11. Distribusi kebutaan akibat glaukoma berdasarkan tempat berobat.
Tempat berobat Jumlah
Persentase
Puskesmas 19
34 RS. Pemerintah
9 16
RS. Swasta 4
7 Praktek Swasta
3 5
Tradisional 5
10 Obat sendiri
5 10
Dibiarkan 10
18 Jumlah
55 100
Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010.
Dari tabel di atas 19 orang penderita berobat ke Puskesmas, 9 orang ke Rumah Sakit Umum Pemerintah dan 4 orang Rumah Sakit Swasta, 5 orang berobat tradisional, 5
orang berobat sendiri dan 10 orang tak berobatdibiarkan.
g. Pembagian glaukoma
Tabel 5.12. Distribusi kebutaan akibat glaukoma berdasarkan pembagiannya.
Pembagian glaukoma
Satu mata Dua mata
Total
N N
N Primer
- -
8 14,55
8 14,55
Sekunder 44
80 3
5,45 47
85,45 Jumlah
44 80
11 20
55 100
h. Tabel Estimasi Kebutaan Akibat Glaukoma di Kabupaten Langkat.
Kabupaten Langkat Estimasi Pada CI 95
Batas bawah ; Batas atas
Prevalensi Kebutaan akibat glaukoma
11 29500 x 100 = 0,037 0,018 ; 0,056
Persentase Kebutaan akibat glaukoma
11 123 x 100 = 8,943 3,906 ; 13,98
Prevalensi kebutaan
12329500 x 100 = 0,417 0,345 ; 0, 489
Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010.
5.2. PEMBAHASAN
Dari tabel 5.1 sampai 5.5 tampak gambaran karakteristik penduduk sampel di wilayah penelitian.
Dari tabel 5.1 dan 5.2 terlihat distribusi umur dan jenis kelamin menunjukkan lebih banyak penduduk dengan usia tua dan jenis kelamin yang terbanyak adalah
perempuan. Distribusi umur ini sesuai dengan gambaran kependudukan di Indonesia umumnya. Umumnya negara-negara yang sedang berkembang seperti Burma, India dan
Indonesia dikatakan berstruktur muda dengan penduduk yang berumur di bawah 15 tahun jumlahnya lebih besar yaitu lebih dari 40 sedangkan peduduk yang berumur 65 tahun
ke atas kurang dari 10. Dari tabel 5.3 terlihat bahwa sebagian besar penduduk hanya sampai pada bangku
sekolah dasar. Rendahnya tingkat pendidikan ini berhubungan dengan rendahnya pengetahuan yang menyebabkan rendahnya sumber daya manusia.
Dari tabel 5.4 terlihat bahwa sebagian besar penduduk yang merupakan objek penelitian, mempunyai pekerjaan sebagai petani yaitu sekitar 52,71 , hal ini sangat
sesuai dengan daerah Indonesia yang berdaerah Agraris yang mana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani
Dari tabel 5.5 suku terbanyak yang diperiksa adalah suku Jawa diikuti suku Melayu dan yang lainnya. Sebenarnya penduduk asli setempat banyak bersuku Melayu,
namun dengan banyaknya daerah lahan transmigrasi, maka daerah tersebut banyak didatangi oleh penduduk luar yang umumnya bersuku Jawa.
Dari tabel 5.6 tampak gambaran peserta penelitian yang mengalami kebutaan akibat glaukoma berkisar 40 tahun ke atas, dimana terbanyak pada usia 61-80 tahun. Ini
Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010.
sesuai dengan perpustakaan yang ada maupun penelitian yang pernah dilakukan, menyebutkan bahwa usia sebagai salah satu faktor resiko kebutaan akibat glaukoma yaitu
40 tahun ke atas dan resiko makin bertambah dengan bertambahnya usia. Dari table 5.7, penyebaran kebutaan akibat glaukoma menurut jenis kelamin
terdapat 28 orang wanita dan 27 orang laki-laki. Hal ini mungkin diakibatkan oleh populasi wanita yang relatif lebih banyak dari laki-laki. Dari penelitian yang pernah
dilakukan di Indonesia wanita juga relatif lebih banyak. Dari table 5.8, sebagian besar penderita tidak bersekolah dan sekolah dasar.
Rendahnya tingkat pendidikan ini menyebabkan penderita kurang memahami penyakitnya sehingga hal ini perlu menjadi perhatian dalam upaya penanggulangan
kebutaan akibat glaukoma. Dari tabel 5.9. terlihat bahwa, penderita yang mengalami glaukoma secara
mayoritas mempunyai pekerjaan sebagai petani, yaitu sekitar 34 orang 62 . Hal ini sesuai dengan keadaan daerah Indonesia umumnya dan Langkat Khususnya yang
mempunyai daerah agraris. Dari table 5.10, 47 orang menjawab orang tua mereka tidak mempunyai riwayat
penyakit buta, tapi 5 orang menjawab tidak tahu dan hanya 3 orang yang mempunyai orang tua dengan riwayat sama, sehingga tidak dapat diambil kesimpulan mengenai
riwayat keturunan glaukoma pada penelitian ini. Dari table 5.11, tampak bahwa sebagian besar penderita berobat ke tempat
fasilitas kesehatan yang ada seperti Puskesmas, Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Swasta, tetapi oleh karena keterbatasan tenaga medis yang mengerti tentang penyakit
Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010.
glaukoma dan alat yang tidak mendukung, dan ketidakrutinan berobat oleh karena faktor ekonomi dan kebosanan karena mereka merasa penyakitnya tidak sembuh-sembuh.
Dari table 5.12, tampak bahwa glaukoma primer hanya terdapat pada 8 penderita, sedangkan 47 penderita lainnya adalah glaukoma sekunder, dan kebutaan akibat
glaukoma dua mata terdapat pada 11 penderita serta dua mata pada 44 penderita.
Prevalensi kebutaan akibat glaukoma di Kabupaten Langkat.
Dari semua sampel peduduk sebesar 29500 orang, dijumpai kebutaan akibat glaukoma sebanyak 55 orang, kejadian pada satu mata berkisar 44 orang dan pada dua
mata berkisar 11 orang. Prevalensi didapatkan dengan rumus jumlah penderitajumlah populasi dikali 100, sehingga prevalensi kebutaan akibat glaukoma untuk Kabupaten
Langkat adalah 0,037 , dengan estimasi sekitar 0,018 - 0,056. Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sri Ninin Asnita di Kabupaten Karo,
didapatkan angka prevalensi kebutaan akibat glaukoma yaitu berkisar 0,094
8
. Pada penelitian ini angka yang di dapat lebih rendah dibanding angka sebelumnya dan angka
nasional, beberapa faktor diduga berperan antara lain penelitian ini terbatas pada kasus dimana tekanan intra okuli dapat diukur dan belum stadium lanjut yang mana pada
stadium lanjut tekanan intra okuli dapat di bawah normal dan mengalami atropi. Dari data ini terlihat bahwa adanya penurunan prevalensi kebutaan akibat glaukoma di Kabupaten
Langkat dengan hasil 0,037 dengan di Kabupaten Tanah Karo dengan hasil 0,094 .
Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010.
5.3. HUBUNGAN KEBUTAAN AKIBAT GLAUKOMA DENGAN DEMOGRAFI DAN SOSIO EKONOMI KABUPATEN LANGKAT.