KELEMAHAN POLIGAMI ANALISIS HUKUM POLIGAMI

poligaminya dilakukan secara siri sembunyi, tanpa pencatatan resmi. Kebanyakan suami berpoligami bukan karena isterinya tidak punya anak, atau sakit atau tidak melakukan kewajiban, melainkan semata karena tidak mampu mengekang keinginan syahwatnya. Lagi-lagi soal biologis, Karena itu, manejemen qalbu saja ternyata tidak cukup, harus diiringi dengan menejemen syahwat. Mengapa semua alasan yang membolehkan suami berpoligami hanya dilihat dari perspektif kepentingan suami, tidak sedikit pun mempertimbangkan perasaan dan kepentingan perempuan. Bagaimana jika suami tidak mampu menjalankan kewajibannya. Bagaimana jika suami cacat atau ditimpa penyakit. Bagaimana jika suami mandul. Apakah Pengadilan Agama juga akan memberi izin kepada istri menikah lagi. Ketentuan tentang poligami dalam UUP jelas menunjukkan posisi inferior dan subordinat perempuan di hadapan laki-laki. Dan ini sungguh bertentangan dengan esensi Islam yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kesetaraan dan kemaslahatan. 2 Berbicara tentang poligami, maka yang sering kali muncul dalam pembahasan dan pengkajiannya adalah dari aspek keagamaan yang dimunculkan sebagai payung hukum boleh tidaknya poligami dilakukan. Namun jarang sekali dibahas dari aspek yang lainnya misalnya sosiologi, psikologi, atau ekonomi serta pengaruhnya terhadap institusi keluarga. 2 Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, Jakarta :PT: Gramedia. 2005 Salah satu kelemahan dari yang ditimbulkan oleh poligami adalah adanya pertengkaran dan cekcok antara anak-anak yang mengakibatkan keluarga berantakan. Terkadang muncul permasalahan antara dua orang istri. Inilah Kasus-kasus poligami yang kebanyakan terjadi saat ini jika ditinjau dari perspektif keadilan sangat sulit sekali di mana walaupun suami tersebut mampu dalam segi materiilnya tetapi belum mampu dalam segi moril dalam pembagian terhadap istri-istrinya. Sehingga dalam hal ini masih diperlukan pemikiran lebih dalam lagi serta pertimbangan-pertimbangan yang lebih matang dalam pengambilan sikap suatu tindakan. Akan tetapi permasalahannya juga sering timbul dan tidak sedikit yang menjadi meruncing, apalagi dari kasus-kasus tersebut timbul perkara dan masalah yang baru. Harus pula diketahui bahwa poligami dalam Islam bukan menghidupsuburkan tirani dan dominasi kaum laki-laki dan perbudakan atas perempuan, tetapi sebagai jalan keluar dari kesulitan yang dialami oleh keluarga. Jadi, poligami dalam Islam dilakukan bukan hanya untuk kepentingan dan kebaikan suami saja, tetapi juga untuk istri dan seluruh keluarga. Poligami bukanlah penghancur perkawinan, tetapi merupakan sumber perlindungan bagi monogami. Karena dengan diperbolehkannya poligami, maka berbagai bentuk penyelewengan laki-laki dengan urusan cinta terselubung yang akan mengancam perkawinan dapat diatasi. Kesimpulannya. Bagaimanapun juga poligami yang ada di masyarakat, walaupun banyak sisi negatifmya, maka poligami tidak dapat di larang begitu saja. Namun pemberian izin untuk poligami harus benar-benar diperhatikan, pemberian izin yang dikeluarkan harus memenuhi syarat seseorang untuk melangsungkan poligami. Hukum tetap harus ditegakan dengan memperhatikan azas keadilan, jangan sampai keputusan yang diambil akan menyengsarakan pihak-pihak yang terkait dengan keputusan poligami tersebut.

B. Kritik Pemahaman Feminisme Tentang Poligami

Perkembangan pemikiran keIslaman sepanjang sejarahnya telah menunjukkan adanya varian-varian yang khas sesuai dengan semangat zamannya. Varian-varian itu berupa semacam metode, visi, dan kerangka berpikir yang berbeda-beda antara satu pemikiran dengan pemikiran lainnya. Ajaran dan semangat Islam akan bersifat universal melintasi batas-batas zaman, ras, dan agama, rasional akal dan hati nurani manusia sebagai partner dialog, dan necessary suatu keniscayaan dan keharusan yang fitri, tetapi respon historis manusia di mana tantangan zaman yang mereka hadapi sangat berbeda dan bervariasi, maka secara otomatis akan menimbulkan corak dan pemahaman yang berbeda pula. Namun dewasa ini, muncul kesulitan-kesulitan yang dihadapi pemikir-pemikir hukum Islam, kesulitan itu pun menjadi lebih akut oleh kenyataan bahwa penggunaan metode muslim klasik tidak dapat dengan mudah menggantikan tugas menanggulangi ketidakcukupan Ilmu-Ilmu Barat. Ini karena ilmu-ilmu klasik dengan sendirinya tidak memadai untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas ilmiah modern. Ketidakcukupan ini telah menjadi sorotan sejumlah pakar muslim khususnya pada permasalahan poligami. Yang banyak menimbulkan polemik di kalangan masyarakat kita. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya merekontruksi hukum poligami, guna menjawab kritik-kritik yang diajukan kaum feminis tentang poligami. Ketika berbicara tentang upaya melakukan studi rekonstruksi terhadap suatu konsep, tentu yang paling pertama diketahui adalah pengertian rekonstruksi itu sendiri. Rekonstruksi atau reconstructie Perancis, reconstruction Inggris berarti sebuah usaha atau proses pembangunan kembali, penyusunan atau perangkaian kembali. Dalam sebuah acara Diskusi di Hotel Indonesia yang di muat dalam The Jakarta Post pada tanggal 28 Maret 2008, Prof. Dr. Siti Musdah Mulia menyatakan “ penghalalan homoseksual dan pengharaman poligami dalam rangka mencari solusi atas perbuatan poligami yang menindas hak-hak kaum wanita” 3 3 Siti Musdah Mulia. Diskusi Lesehan Ramadhan, The Jakarta Post, edisi 28 Maret 2008.