PROSEDUR MELAKUKAN POLIGAMI POLIGAMI
Pasal 56 1.
Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.
2. Pengajuan permohonan izinnya yang di maksud pada ayat 1, dilakukan menurut
tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.
3. Perkawinan yang dilakukan dengan istri yang kedua, ketiga, atau keempat tanpa
izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum. Pasal 57
1. Pengadian agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. b Istri mendapat cact badan yang tidak dapat disembuhkan.
c Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Pasal 58
1. Selain syarat utama yag tersebut pada pasal55 ayat 2, maka untuk memperoleh izin dari pengadilan agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pasal 55
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yaitu:
a Adanya persutujuan istri. b Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan istri-istri dan anak-
anak mereka. 2. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 42 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9
tahun 1975, persetujuan istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, akan tetapi sekalipun adanya persetujuan secara tertulis, persetujuan ini di pertegas
dengan persetujuan lisan istri di depan Pengadilan Agama. 3. Persetujuan yang dimaksud pada ayat 1 huruf a tidak diperlukan lagi bagi seoarng
suami apabila istri atau istri-istri tidak mungkin dimintai persetujuan dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari istri atau istri-
istrinya sekurang-kurangnya dua 2 tahun atau karena sebab yang lain yang perlu mendapat penilaian hukum.
Pasal 59 Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristri
lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat 2, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memriksa atau
mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan agama dan tehadap penetapan ini istri dan suami dapat mengajukan banding atau kasasi.
Menurut ketentuan pasal 44 PP No. 9 Tahun 1974 tentang pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi “Pegawai pencatat nikah dilarang untuk
melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang, sebelum adanya izin dari pengadilan seperti yang terdapat dalam pasal 43”.
26
Prosedur yang dituangkan dalam UU Negara, dimaksudkan agar tidak terjadinya pelemahan terhadap hak-hak wanita juga menghindari praktek-praktek poligami liar
yang menindas kaum wanita.