antibiotik yang sensitif adalah amikacin 83,3, sedangkan yang resisten adalah penicillin dan sulfametoxazole 100, cefuroxim 80,0,
ampicilin 77,8, dan negram 62,5.
Tabel 5.4. Sensitivitas Antibiotika Secara Keseluruhan Tanpa Mengenal Jenis Isolat
No. Jenis
antibiotika
Sensitive Intermediate
Resisten Total
1 nitrofurantoin
55,5 16,1
27,3 100
2 negram
25,2 8,2
66,7 100
3 ampicilin
11,9 11,9
76,2 100
4 erythromycin
24,1 24,1
51,8 100
5 ciprofloxacin
38,8 11,2
50,0 100
6 amikacin
81,6 11,2
7,2 100
7 gentamycin
18,9 36,1
45,1 100
8 penicilin
9,9 7,4
82,6 100
9 amoxyclav
48,7 27,8
23,5 100
10 sulfametoxazole
17,9 7,5
74,5 100
11 cefuroxim
29,0 4,3
66,7 100
12 doxycycline
33,0 37,4
29,7 100
Secara keseluruhan, amikacin menunjukkan sensitivitas yang paling baik 81,6 dalam menangani kuman penyebab ISK diikuti oleh
nitrofurantoin 55,5. Sementara kuman penyebab ISK adalah paling resisten terhadap penicillin 82,6, ampicilin 76,2, dan
sulfametoxazole 74,5.
5.2. Pembahasan
Kultur urin merupakan pemeriksaan ”baku emas” gold standard dalam diagnosis infeksi saluran kemih. Seseorang dikatakan menderita
ISK apabila terdapat pertumbuhan koloni kuman yang signifikan yaitu lebih daripada 10
5
CFUml urin.
Universitas Sumatera Utara
Didasari tabel 5.1, secara kesuluruhan, ISK lebih banyak mengenai pasien perempuan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
di Kathmandu Valley mengenai sensitivitas dan resistensi kuman penyebab ISK Jha N. dan Bapat S.K., 2005 yang juga mengatakan
perempuan lebih predominans. Hal ini dapat disebabkan pelbagai faktor seperti struktur anatomi perempuan yaitu letak anatomi uretra yang dekat
dengan anus jarak antara uretra dan anus lebih pendek berbanding dengan laki-laki, hygiene personal yaitu cara cebok yang tidak betul, dan usia
reproduktif perempuan dimana mereka yang aktif secara seksual lebih berisiko untuk terpapar dengan bakteri Nguyen, H.T., 2004. Faktor yang
menyebabkan resiko meningkat pada usia reproduktif kemungkinan berkaitan dengan aktivitas seksual Foxman, B. et al, 1995 dan
pengguanan alat kontrasepsi seperti diafram atau spermaticida
Dilihat dari segi kelompok usia, ISK terbanyak dijumpai pada golongan anak, yaitu yang berusia 0 sampai 15 tahun. Hasil yang didapati
adalah sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan di RS Dr. Wahidin Suudirohusodo Samirah et al, 2004 yang menyimpulkan
bahwa ISK lebih banyak didapati pada golongan anak yaitu berusia 0 sampai 15 tahun. Hal ini mungkin terkait dengan kebiasaan anak seperti
suka menahan kencing, malas minum, dan cara cebok yang tidak benar dari belakang ke depan, serta faktor higiene dan sanitasi yang tidak baik.
Satu dari beberapa faktor penting terhadap berkembangnya ISK adalah statis urin. Sterillitas urin yang normal sebagian tergantung pada aliran
urin sehingga bakteri yang akan memasuki kandung kemih dikeluarkan sebelum terjadi multiplikasi secara bermakna. Anak yang suka menahan
kencing atau refluks vesikoureterik memungkinkan bakteri tumbuh dan berkembang dalam saluran kemih karena urin merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri Stamy, T.A., 1980. Fihn, S.D.
et al., 1996.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, pada kelompok usia anak –anak 0-15 tahun, didapati ISK lebih banyak terkena pada laki-laki. Fenomena ini mungkin terkait
dengan struktur anatomi dan hiegen pada anak laki-laki dimana sirkumsisi dapat mengurangi resiko terkena ISK. Suatu penelitian mengenai
pencegahan ISK melalui sirkumsisi telah menunjukkan terdapat hubungan antara sirkumsisi dengan kejadian ISK dimana insidens ISK lebih tinggi
pada anak laki-laki yang tidak disirkumsisi Singh-Grewal, D., Macdessi J. dan Craig, J., 2005.
Berdasarkan tabel 5.2, distribusi pasien ISK lebih sering pada pasien rawat inap yaitu sebanyak 152 orang 81,7. Hal ini mungkin
berkaitan dengan ISK nosokomial yang berhubungan dengan pemakaian kateter Catheter-Associated UTI. Kejadian ISK akibat penggunaan
keteter tetap dapat terjadi meskipun pemasangan kateter dilakukan secara aseptik dan atraumatik Danchaivijitr, S., 2005.
Selain itu, terdapat juga fakta yang mengatakan kondisi medis juga meningkatkan resiko terkena
ISK pada pasien. Sebagai contoh adalah seperti diabetes mellitus, masalah ginjal, neurogenic bladder, Sickle-cell anemia, masalah system imun dan
kelainan traktus urinarius Litwin, M.S dan Saigal, C.S., 2007. Berdasarkan tabel 5.2 di atas, pola kuman terbanyak pada ISK
merupakan Enterobacter sp. yaitu sebanyak 44 orang 23,7 , diikuti oleh Pseudomonas sp. sebanyak 34 orang 18,3 dan Escherichia coli
sebanyak 33 orang 17,7. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Samirah et
al, 2004 yang menyimpulkan bahwa pola kuman ISK terbanyak adalah E.coli 39,4 dan diikuti oleh Klebsiella pneumoniae 26,3. Hasil
penelitian juga berbeda dengan penelitian dilakukan di University of Nigeria Teaching Hospital Kenechukwu, M. et al., 2005 yang
mengatakan kuman penyebeb terbanyak adalah Escherichia coli 46,3, diikuti Staphylococcus aureus 30,7, Streptococcus faecalis and
Proteus sp. Suatu penelitian lain mengenai pola sensitivitas antimikroba
Universitas Sumatera Utara
pada ISK Sovane, A. et al, 2008 juga menunjukkan pola kuman penyebab tersering termasuk E.coli 41,3, Klebsiella sp. 15,8,
Pseudomonas sp. 11,4, dan Enterobacter sp. 8,0. Hal tersebut menunjukkan bahwa pola kuman dapat berubah dari waktu ke waktu dan
berbeda dari satu tempat dengan tempat lain Pape et al. Berdasarkan tabel 5.3, didapati untuk Enterobacter sp., antibiotika
yang sensitif adalah doxycycline 100, amikacin 87,9. Yang resisten yaitu penicilin 96,7, ampicilin dan cefuroxim 89,5 serta
sulfametoxazole 85,2. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di RS Dr. Wahidin Suudirohusodo Samirah
et al., 2004 yang menemukan Enterobacter sp. adalah sensitif 100 terhadap amikacin, astreonam, cefazolin, ceftriaxone, ciprofloxacin,
norfloxacin, ofloxacin, dan cefotaxime. Sementara yang resisten adalah amoxycillin, ampicillin, cefazoleline, chloramphenicon, dibekacin,
doxycycline, trimethropine dan piperacillin sebanyank 100. Hasil ini juga berbeda dengan penelitian lain tentang pola kuman dan uji kepekaan
penderita infeksi traktus uranius di RSUP dr. Moewardi Surakarta Prasetyo, D.H., 2006 yang menemukan Enterobacter sp. sensitif
terhadap sefalosporin 72,3 dan meropenem 63,6. Hal ini disebabkan karena sensitivitas kuman terhadap antibiotika sering berubah
tergantung jenis kuman yang terinfeksi, tempat dan dari waktu ke waktu Nelwan, 2006. Faktor penggunaan antibiotika dan pengendalian infeksi
merupakan faktor penting yang mempengaruhui munculnya kuman resisten terhadap antibiotika. Maka penggunaan antibiotika secara
bijaksana merupakan hal yang sangat penting disamping penerapan pengendalian infeksi secara baik untuk mencegah berkembangnya kuman-
kuman resisten tersebut ke masyarakat Hadi, 2006. Pemberian antibiotika yang tidak rasional dapat memicu terjadinya kejadian resisteni
kuman terhadap antibiotika karena bacteria mampu bermutasi dan mengahasilkan protein yang dapat menginaktifkan antibiotik. Gen bacteria
Universitas Sumatera Utara
yang termutasi akan ditransformasi ke dalam sel bakteri lain yang masih rentan menyebabkan bakteri menjadi semakin resisten terhadap
antibiotika. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan antibiotika
yang rata-rata paling efektif adalah amikacin 81,6
dan
nitrofurantoin 55,5. Sementara yang resisten adalah penicillin 82,6, ampicilin
76,2, dan sulfametoxazole 74,5. Hasil ini sedikit berbeda denga hasil penelitian dari 5 buah rumah sakit di Delhi Kothari, A. and Sagar,
V., 2008 yang mennyatakan antibiotik paling sensitif adalah meropenem 100, diikuti oleh piperacillin 90,2, amikacin 75,6 dan
nitrofurantoin 65,7. Hal ini mungkin dapat berkaitan dengan jenis antibiotik yang digunakan di tiap tempat berbeda tergantung ketersediaan
dan harga antibiotik.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan