Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

3 Menurut ulama Malikiyah: Nikah adalah akad yang semata-mata untuk mendapatkan kesenangan dengan sesama manusia. 4 Menurut ulama Hanabilah: Nikah adalah akad dengan lafadz nikah atau kawin untuk mendapatkan manfaat bersenang-senang. 2 Dalam fikih dijelaskan bahwa nikah mengakibatkan kehalalan dalam berjimak. Pernikahan merupakan jalan alami dan biologis yang paling baik untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seksual. 3 Dari beberapa pengertian di atas, yang tampak adalah kebolehan hukum antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk melakukan pergaulan yang semula dilarang yakni bersenggama. Dewasa ini, sejalan dengan perkembangan zaman dan tingkat pemikiran manusia, pengertian nikah telah memasukkan unsur lain yang berhubungan dengan nikah maupun yang timbul akibat dari adanya pernikahan tersebut. 4 Pernikahan juga merupakan jalan untuk menyalurkan naluri manusia untuk memenuhi nafsu syahwatnya yang telah mendesak agar terjaga kemaluan dan kehormatannya. Jadi pernikahan adalah kebutuhan fitrah manusia yang harus 2 „Abd ar-Rahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-’Arba‘ah, Beirut: Dar al - Fikr, 2002, Cet. I. h. 3. 3 Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah. Kairo: Daar al-Fath, 2000. Cet. Ke-1, Jilid I, h. 7. 4 Abdul Basit Mutawally, Muhadarah fi al-Fiqh al-Muqaran, Mesir: t.p.,t.t, h. 120. dilakukan oleh setiap manusia. Begitu pentingnya pernikahan dalam Islam, Rasulullah pun sangat menekankan pernikahan terhadap umatnya untuk melaksanakan pernikahan. Syariat Islam juga merupakan ajaran yang mengatur hubungan antara sesama manusia maupun hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Tujuan utama syariat adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan keimanan, kehidupan, akal, keturunan, dan harta benda mereka. Apa saja yang menjamin terlindungnya lima perkara ini adalah maslahat bagi manusia dan dikehendaki. Melindungi keturunan salah satu dari lima hal yang harus dijaga oleh manusia. 5 Orang yang lebih berkewajiban mengasuh anak adalah ibu. 6 Karena anak dimasa kecil membutuhkan kasih sayang yang lebih, pemeliharaan yang optimal agar tumbuh kembang anak tersebut terpelihara. Yang dimungkinkan bapak sibuk untuk mencari nafkah, maka ibulah yang berkewajiban untuk memeliharanya. Oleh karena itu Islam memeberikan kewajiban hadhanah itu kepada ibu. Serta mewajibkan suaminya untuk menafkahi anak dan ibu dari anak tersebut. 5 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat, Jakarta: CV. Pustaka Setia, 1999. h. 171. 6 Al-Hamdani, Risalah Nikah: Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Pustaka Amani, 2002. h. 318. Hadhanah merupakan hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena ia membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan urusannya dan orang yang mendidiknya. Apabila dua orang suami bercerai sedangkan keduanya mempunyai seorang anak yang belum mumayyiz belum mengerti kemaslahatan dirinya, maka istrilah yang berkewajiban untuk mendidik dan merawat anak itu hingga ia mengerti akan kemaslahatan dirinya. 7 Bila salah seorang ibu dan ayah itu ingin melakukan perjalanan yang akan kembali pada waktunya, sedangkan yang satu lagi menetap di tempat lebih berhak mendapatkan hadhanah. Alasannya ialah, bahwa perjalanan itu mengandung resiko dan kesulitan bagi si anak. Oleh karena itu menetap lebih baik karen atidak ada resiko tersebut bagi si anak. 8 Dalam hal pindah tempat juga ulama berbeda pendapat. Menurut ulama Hanafiyah bila yang melakukan pindah tempat adalah ayah, maka ibu lebih berhak atas hadhanah. Bila ibu yang pindah ke tempat dilaksanakan pernikahannya dulu, ibu yang lebih berhak tapi bila ke tempat lain, maka ayahlah yang berhak. Ulama 7 Sulaiman Rasyid. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003. Cet. 3. h. 426. 8 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009. Cet. Ke-3. h. 332. lainnya termasuk Imam Malik dan al-Syafii yang berhak atas hadhanah dalam keadaan pindah tempat adalah ayah. 9 Muderis Zaini berpendapat bahwa keluarga mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai manusia sosial dan merupakan masyarakat kecil yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak. 10 Dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab dalam rumah tangga, mereka harus saling membantu, saling pengertian, saling membina, agar keutuhan itu tetap harmonis dan terlaksana, maka haruslah ada komunikasi yang baik dan efektif antara anggota keluarga. Akan tetapi sebaliknya, jika dalam suatu keluarga tidak ada komunikasi yang baik maka kan timbul permasalahan dan semua akan berdampak pada psikologi seorang anak. Diantara hal yang akan terjadi adalah anak akan menjadi stress, perubahan fisik dan mental, yang semua itu akan berdampak timbulnya kecemasan dalam diri seorang anak. Selain itu dampak yang akan terjadi hilangnya hak anak dan kepentingan anak, seperti kasih sayang dari sebuah keluarga yang utuh dan tingkat kecerdasan anak demi pengembangan diri mulai terabaikan. Ini semua disebabkan orang tua yang sibuk meyalahkan siapa yang menjadi awal 9 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. h. 332. 10 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1992, h. 7. penyebab dari keretakan rumah tangganya dan semua itu akan berujung kepada perceraian. 11 Perceraian memang berpangkal pada perselihan antara suami dan istri. Salah satu pihak menghendaki perceraian, oleh karena pihak yang lain berbuat sesuatu yang menyebabkan hubungan keluarga goyang. 12 Dalam pasal 116 KHI menyebutkan ada beberapa alasan yang dapat menyebabkan perceraian diantaranya bahwa salah satu pihak berbuat zina, salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain, antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Perceraian mengakibatkan putusnya hubungan ikatan pernikahan antara suami dan isteri, begitu juga hubungan orang tua dan anak yang berubah menjadi pengasuhan. Karena itu, jika pernikahan dipecahkan oleh hakim maka harus pula diatur tentang pemeliharaan terhadap anak terutama anak yang masih dibawah umur. Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 105 a: pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Akan tetapi dalam kasus perceraian pada putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 11 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, h. 8. 12 R. Soetojo Prawirohamidjojo, Asis Sarioedin, Hukum Orang dan Keluarga, Bandung: Penerbit Alumni, 1986, h. 109. 0305Pdt.G2010PAJS bahwa hak pemeliharaan anaknya yang masih dibawah umur jatuh ke pihak bapak bukan berada di pihak ibu seperti sebagaimana yang diatur dalam pasal 105 a Kompilasi Hukum Islam KHI. Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba meninjau lebih dalam mengenai hadhanah seorang anak kepada bapaknya setelah perceraian orang tuanya, dalam bentuk skripsi dengan judul Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian Analisis Putusan Pengadilan Agama Nomor: 0305Pdt.G2010PA.JS. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1 Pembatasan Masalah Jika dilihat dari latar belakang masalah, ternyata permasalahan yang ada begitu luas. Agar dalam penelitian masalah ini tidak terlalu melebar dan dapat terarah serta tersusun secara sistematis, maka penulis membatasi permasalahan dalam hal apa yang menjadi pertimbangan hakim tentang hak pemeliharaan anak akibat perceraian yang diperoleh bapak. 2 Perumusan Masalah Menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa pemeliharaan anak yang dibawah umur ketika terjadi perceraian adalah jatuh pada ibu. Akan tetapi pada kenyataannnya terdapat kasus perkara dimana hak-hak asuh anak jatuh kepada bapak. Inilah yang ingin penulis selusuri dalam pembahasan skripsi ini. Rumusan tersebut penulis rinci dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Siapakah yang berhak menurut hukum atas pemeliharaan anak sebagai akibat terjadinya perceraian dari kedua orang tuanya? 2. Apakah hakim memperhatikan masalah anak disaat membuat pertimbangan dalam memutus perkara? 3. Apakah yang menjadi pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam memutus hak asuh anak kepada bapak sebagai akibat perceraian?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini tidak lain untuk turut serta memberikan kontribusi peneliti terhadap wacana, pemikiran, kajian dan praktik kehidupan rumah tangga yang sedang berlangsung. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pihak yang berhak menurut hukum atas pemeliharaan anak sebagai akibat terjadinya perceraian dari kedua orang tuanya 2. Untuk mengetahui gambaran hakim dalam memperhatikan masalah anak disaat membuat pertimbangan dalam memutuskan perkara. 3. Untuk mengetahui pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam memutus hak asuh anak kepada bapak sebagai akibat perceraian. Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberi masukan dalam bidang munakahat bagi kalangan ibu-ibu, mahasiswa yang sudah menikah dan mempunyai anak dan orang tua lainnya. 2. Sebagai dokumentasi ilmiah di dalam maupun di luar kampus. 3. Dapat memberikan informasi serta pengetahuan lebih mendalam kepada penulis terkait dengan hadhanah.

D. Tinjauan Kajian Terdahulu

Berdasarkan penulusuran yang telah penulis lakukan di Fakultas Syariah dan Hukum, maka terdapat beberapa skripsi dengan tema yang sama, diantaranya: 1. Hak Hadhanah Ghairu Mumayyiz Kepada Ayah Karena Perdamaian. Pada tahun 2009. Oleh Widya Eka Rachmawati. Skripsi ini berisi tentang hak pemeliharaan anak akibat perceraian yang dipandang menurut fikih dan Kompilasi Hukum Islam. Skripsi ini menjelaskan tentang pengasuhan anak kepada bapaknya karena sudah terdapat perdamaian dan perjanjian sebelumnya oleh kedua ornag tua tentang siapa yang mendapat hak hadhanah. Dan dalam pengasuhannya dilakukan secara bersama-sama.