Pengumpulan Data Kesimpulan Perbedaan Perilaku Nyeri Pasien Kanker Kronis yang Didampingi Pasangan Hidup dengan yang Tidak Didampingi di RSUP H. Adam Malik Medan

6. Pengumpulan Data

6.1 Permohonan izin pelaksaan penelitian didapatkan dari institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU. 6.2 Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada direktur RSUP Haji Adam Malik Medan. 6.3 Mengajukan permohonan izin kepada Kepala ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan. 6.4 Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat penelitian dan prosedur pengumpulan data. 6.5 Peneliti meminta calon responden menandatangani lembar persetujuan sebagai bentuk persetujuan bersedia menjadi responden. 6.6 Kemudian peneliti mengobservasi perilaku nyeri responden selama sepuluh menit berdasarkan protokol PBOP yang terdiri dari duduk selama satu menit dan kemudian diulangi selama dua menit, berdiri selama satu menit dan kemudian diulangi selama dua menit, berbaring sebanyak dua kali masing-masing selama satu menit, berjalan sebanyak dua kali masing-masing selama satu menit. Untuk observasi perilaku nyeri pertama, prosedur diatas dilakukan dengan meminta pasangan hidup pasien mendampingi pasien di dalam ruangan sedangkan untuk observasi perilaku nyeri kedua pasangan hidup pasien tidak dihadirkan dalam ruangan. 6.7 Setelah semua data terkumpul akan dilanjutkan ke dalam pengelolaan dan analisa data. Universitas Sumatera Utara

7. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, data akan diolah dengan komputerisasi. Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Statistik univariat Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian Polit Hungler, 1999. Pada penelitian ini analisa data dengan metode statistik univariat akan digunakan untuk menganalisa data demografi, variabel 1 perilaku nyeri yang yang didampingi dan variabel 2 perilaku nyeri yang tidak didampingi. Untuk menganalisa variabel perilaku nyeri yang didampingi dengan perilaku nyeri yang tidak didampingi akan dianalisis dengan menggunakan skala ordinal dan akan ditampilkan dalam distribusi frekuensi. 2. Statistik bivariat Statistik bivariat digunakan untuk melihat perbedaan antara perilaku nyeri saat didampingi dengan yang tidak didampingi. Data yang diperoleh diuji normalitasnya menggunakan Shapiro-Wilk jika jumlah responden 50 sedangkan jika 50 maka akan diuji dengan Kolmogrove-Smirnov. Jika data yang diperoleh berdistribusi normal maka akan diuji dengan uji t paried dependent tetapi jika ditemukan data tidak berdistribusi normal maka uji yang digunakan adalah sign rank test Wilcoxon. Hasil analisa akan diperoleh nilai p, jika nilai p 0.05 itu berarti ada perbedaan perilaku nyeri pasien kanker kronis yang didampingi dengan yang tidak didampingi sedangkan jika nilai p 0.05 itu berarti tidak ada perbedaan Arikunto, 2005. Universitas Sumatera Utara BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan penelitian tentang perbedaan perilaku nyeri pasien kanker kronis yang didampingi pasangan hidup dengan yang tidak didampingi di RSUP H.Adam Malik Medan. Pengambilan data dilakukan mulai tanggal 25 Februari 2010 sampai 22 Mei 2010 terhadap 23 orang responden yang sedang rawat inap di RINDU A3, RINDU A5 dan RINDU B2. 1. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik demografi responden, perilaku nyeri pasien kanker kronis dan perbedaan perilaku nyeri pasien kanker kronis yang didampingi pasangan hidup dengan yang tidak didampingi.

1.1 Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik responden penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden 56.5 berusia dewasa madya tengah dengan rentang 41-60 tahun M=45.13, SD= 10.94. Lebih dari setengah responden adalah laki-laki 56.5 dan lebih dari setengah responden beragama Islam 56.5 serta paling banyak responden adalah suku Batak 47.8. Tingkat pendidikan responden paling banyak adalah tamatan SD 34.8 dan paling banyak responden 39.1 tidak memiliki pekerjaan Ibu Rumah Tangga. Berkaitan dengan diagnosa penyakit, paling banyak diagnosa penyakit responden adalah NPC 30.4 kemudian Ca. Mammae 17.4. Paling banyak responden sedang tidak mengikuti treatment 43.5, tetapi sedang rawat inap dalam persiapan mengikuti salah satu treatment beberapa hari Universitas Sumatera Utara kemudian. Treatment yang paling banyak dijalani oleh responden adalah kemoterapi 39.1. Data demografi responden dapat dilihat pada tabel 5.1 Tabel 1.Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi responden N=23 Karakteristik Demografi Frekuensi 1. Usia 25-40 tahun 9 39.1 41-60 tahun 13 56.5 60 tahun M= 45.13, SD=10.94 1 4.3 2. Jenis kelamin Laki-laki 13 56.5 Perempuan 10 43.5 3. Agama Islam 13 56.5 Kristen 9 39.1 Katolik 1 4.3 4. Suku Batak 11 47.8 Jawa 5 21.7 Aceh 5 21.7 Melayu 1 4.3 Lain-lain 1 4.3 5. Pendidikan SD 8 34.8 SMP 5 21.7 SMA 6 26.1 Sarjana 1 4.3 Lain-lain 3 13 6. Pekerjaan Petani 8 34.8 Pegawai Swasta 4 17.4 Wiraswasta 3 13 Tidak Bekerja 8 34.8 7. Diagnosa NPC 7 30.4 Ca.Mammae 4 7.4 Tumor Paru 2 8.7 Ca.Mandibula 2 8.7 Universitas Sumatera Utara Karakteristik Demografi Frekuensi OMSK Malignant 2 8.7 Lain-lain 6 26.1 9. Treatment Kemoterapi 9 39.1 Pembedahan 3 13 Radioterapi 1 4.3 Tidak mengikut i treatment 10 43.5

1.2. Perilaku Nyeri Pasien Kanker Kronis yang Didampingi Pasangan dengan yang Tidak Didampingi.

Pada saat didampingi sebagian besar responden memiliki perilaku nyeri dalam level rendah 73.9 dan skor item perilaku nyeri yang paling tinggi adalah menahan nyeri bracing M=0.83 yaitu dalam level sedang. Pada saat pasien tidak didampingi, sebagian besar responden memiliki perilaku nyeri dalam level rendah 82.6 dan skor item perilaku nyeri yang paling tinggi adalah menahan nyeri bracing M=0.94 yaitu dalam level sedang. Tingkat perilaku nyeri pasien kanker kronis yang didampingi pasangan hidup dengan yang tidak didampingi dapat dilihat pada tabel 5.2 Tabel 2.Tingkat perilaku nyeri pasien kanker kronis saat didampingi pasangan hidup dan saat tidak didampingi N=23 Tingkat Didampingi Tidak Didampingi Perilaku Nyeri Frekuensi Frekuensi Rendah 0-3 17 73.9 19 82.6 Sedang 4-7 5 21.7 3 13 Tinggi 8-10 1 4.3 1 4.3 M= 3, SD= 1.65, M= 2.74, SD= 1.84 min-max= 1-8 min-max= 1-9 Universitas Sumatera Utara . Parameter item perilaku nyeri terdiri dari terjaga guarding, menahan nyeri bracing, menggosok bagian yang nyeri rubbing, meringis grimacing, dan mendesah sighing. Tingkatan skor perilaku nyeri pasien saat didampingi pasangan hidup dapat dilihat pada tabel 5.3 sedangkan tingkatan skor perilaku nyeri pasien saat tidak didampingi pasangan hidup dapat dilihat pada tabel 5.4 Tabel 3.Tingkatan skor perilaku nyeri pada saat didampingi pasangan hidup Perilaku Nyeri Skore aktual Mean S D Level Menahan nyeri 0-2 0.84 0.73 Sedang Bracing Terjaga Guarding 0-2 0.71 0.66 Rendah Menggosok bagian 0-2 0.33 0.40 Rendah yang nyeri Rubbing Meringis Grimacing 0-2 0.17 0.39 Rendah Mendesah Sighing 0-2 0.054 0.17 Rendah Tabel 4.Tingkatan skor perilaku nyeri pada saat tidak didampingi pasangan hidup Perilaku Nyeri Skore aktual Mean SD Level Menahan Nyeri 0-2 0.98 0.62 Sedang Bracing Terjaga Guarding 0-2 0.64 0.70 Rendah Menggosok bagian 0-2 0.28 0.29 Rendah yang nyeri rubbing Meringis Grimacing 0-2 0.12 0.38 Rendah Mendesah Sighing 0-2 0.10 0.37 Rendah 1.3. Perbedaan Perilaku Nyeri Pasien Kanker Kronis yang Didampingi Pasangan Hidup dengan yang Tidak Didampingi Data yang diperoleh diuji normalitasnya dengan uji shapiro-wilk karena jumlah sampelnya hanya 23 orang, dari uji normalitas yang dilakukan didapatkan bahwa data-data yang diperoleh tidak berdistribusi normal. Dengan Universitas Sumatera Utara demikian peneliti menggunakan uji non-parametik sign rank test Wilcoxon untuk mengidentifikasi perbedaan perilaku nyeri pasien kanker kronis yang didampingi pasangan hidup dengan yang tidak didampingi. Hasil penelitian diperoleh p=0.3 0.05. Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan perilaku nyeri pasien kanker kronis saat didampingi dengan saat tidak didampingi. Dengan demikian H 1 ditolak dan H diterima. Perbedaan perilaku nyeri yang didampingi dengan yang tidak didampingi dapat dilihat pada tabel 5.6 Tabel 6. Hasil uji non-parametrik sign rank test Wilcoxon perbedaan perilaku nyeri pasien kanker kronis yang didampingi pasangan hidup dengan yang tidak didampingi Variabel Z score Sig. Perilaku nyeri pasien kanker kronis yang didampingi pasangan hidup dengan yang tidak didampingi -1.037 0.300 2. Pembahasan 2.1. Karakteristik Demografi Responden Data demografi menunjukkan bahwa usia responden terbesar adalah dewasa madya tengah 56,5 dengan rata-rata usia 45.13 SD= 10.94. Data diatas didukung oleh data yang dipaparkan dalam Journal of Gynecologic Oncology 2009 yang menyatakan bahwa distribusi usia penyakit kanker tertinggi di Indonesia berada pada rentang usia 45-54 tahun. Potter Perry Universitas Sumatera Utara 2005 mengatakan bahwa pada dewasa madya tengah terjadi perubahan fisiologis tubuh sehingga mereka cenderung berhubungan dengan penyakit. Burnside 1979 dalam Potter Perry, 2005 mengatakan bahwa salah satu tugas perkembangan dewasa madya lanjut adalah penyesuaian terhadap kematian pasangan sehingga angka kejadian hidup menyendiri karena kehilangan pasangan hidup tinggi pada dewasa lanjut. Hal ini menyebabkan sangat sedikit responden penelitian ini pada usia madya lanjut karena banyak yang sudah tidak memiliki pasangan hidup lagi. Selain itu, selama penelitian dilakukan peneliti menemukan sangat sedikit jumlah pasien kanker yang dirawat di rumah sakit dalam rentang usia madya lanjut. Berkaitan dengan diagnosa penyakit, diagnosa penyakit terbanyak responden adalah nasopharing cancer NPC 30 dan semuanya 100 adalah laki-laki kemudian diikuti oleh kanker payudara Ca. Mammae 17,4. NPC menduduki prevalensi penyakit kanker kedua teratas pada pria Indonesia sedangkan Ca. Mammae menduduki prevalensi penyakit kanker kedua teratas pada wanita Indonesia Azis, 2009. Hal inilah yang menyebabkan kedua diagnosa di atas menjadi diagnosa tertinggi pada responden. Selain itu, selama pengambilan data dilakukan peneliti menemukan bahwa pasien NPC cukup kooperatif untuk menjadi responden, sedikit berbeda dengan pasien penyakit kanker lain. . Treatmen yang paling banyak dijalani oleh responden adalah kemoterapi 39,1. Kemoterapi merupakan penanganan kanker yang cukup efektif, setiap kali tumor terpajan terhadap agen kemoterapeutik, persentase Universitas Sumatera Utara sel-sel tumor dapat dirusak 20 sampai 99 Brunner Suddarth, 2001. Kemoterapi juga sering dikombinasikan dengan penanganan kanker lainya yaitu pembedahan dan radiasi karena kemoterapi dapat mematikan sel-sel kanker yang sudah menyebar di seluruh tubuh. Sebagian besar responden sedang tidak mengikuti treatment 43,5, tetapi sedang rawat inap dalam persiapan mengikuti salah satu treatment beberapa hari kemudian. Ada beberapa prosedur yang harus dijalani oleh pasien kanker kronis sebelum mengikuti treatment seperti pemeriksaan laboratorium darah. Prosedur ini membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 2-3 hari, jika ditemukan ada hal-hal yang tidak normal maka kondisi ini harus terlebih dahulu ditangani sebelum akhirnya treatment dilakukan kepada pasien. Hal inilah yang menyebabkan peneliti menemukan sebagian besar responden penelitian ini belum menjalani treatment kanker.

2.2. Perilaku nyeri pasien kanker kronis

Pada saat responden didampingi pasangan hidup, sebagian besar responden memiliki perilaku nyeri dalam level rendah 73.9 dengan skor rata-rata 3 SD= 1.65 dan pada saat responden tidak didampingi, sebagian besar responden memiliki perilaku nyeri dalam level rendah 82.6 dengan skore rata-rata 2.74 SD= 1.84. Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa perilaku nyeri sebagian besar responden pada saat didampingi maupun tidak didampingi adalah perilaku nyeri rendah. Universitas Sumatera Utara Dalam penelitian ini, kriteria salah satu responden adalah pasien yang memiliki nyeri dalam rentang ringan sampai sedang. Harahap 2007 meneliti hubungan intensitas nyeri dengan perilaku nyeri, dari penelitian yang dilakukan diperoleh adanya hubungan yang signifikan antara intensitas nyeri dengan perilaku nyerir= 0.59, p= 0.01 . Berdasarkan penelitian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan yaitu sebagian besar responden memiliki perilaku nyeri rendah karena responden penelitian ini memang pasien yang memiliki nyeri ringan sampai sedang. Semakin tinggi usia maka respon terhadap nyeri semakin menurun Brunner Suddarth, 2001. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Woodrow dan koleganya 1972 yang menemukan bahwa baik pria maupun wanita mengalami penurunan toleransi nyeri dengan semakin bertambahnya usia. Selama melakukan pengumpulan data, Peneliti menemukan banyak pasien kanker kronis yang mengaku tidak merasakan nyeri meskipun telah memasuki stadium lanjut terutama pasien yang telah memasuki usia madya tengah ke atas jadi usia memang sangat mempengaruhi respon pasien terhadap nyeri. Pada penelitian ini lebih dari setengah responden merupakan dewasa madya tengah 56.5 dimana mereka telah mengalami penurunan toleransi nyeri sehingga perilaku nyeri yang diekspresikan juga adalah perilaku nyeri rendah. Jenis kelamin mempengaruhi perilaku nyeri pasien. Pada Robinson dan koleganya 2003, dalam Brannon Feist, 2007 menemukan bahwa ada perbedaan persepsi nyeri antara pria dan wanita yaitu bahwa wanita lebih Universitas Sumatera Utara sensitif terhadap nyeri. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Berkley 1998 yang menemukan bahwa wanita lebih sering melaporkan nyeri yang dirasakannya dan lebih mengekspresikan perilaku nyeri sedangkan pria lebih jarang melaporkan nyeri dan cenderung menutupi rasa nyerinya. Pada penelitian ini jumlah responden laki-laki lebih dari setengah 56.5 dimana pria kurang sensitif terhadap nyeri dan kurang mengekspresikan perilaku nyerinya. Nyeri kanker dipengaruhi oleh jenis kanker itu sendiri, tidak semua jenis kanker menghasilkan intensitas nyeri yang sama Baredo koleganya, 2007. Kanker nasopharing merupakan kanker dengan rata-rata intensitas nyeri rendah Anderson, Syrjala, Cleeland, 2001. Sebagian besar responden penelitian ini merupakan pasien kanker nasopharing 30.4 dimana seperti yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa jenis kanker ini merupakan kanker dengan intensitas nyeri rendah. Hal yang sama memang ditemukan oleh peneliti di lapangan bahwa pasien kanker nasopharing melaporkan jarang merasakan nyeri, keluhan yang dilaporkan lebih kepada adanya cairan yang menyumbat hidung pasien dan beberapa pasien mengalami pendarahan dari hidung sehingga membuat pasien kurang nyaman. Jadi hal ini juga mempengaruhi ditemukannya perilaku nyeri responden adalah rendah. Individu yang mengalami nyeri biasanya tergantung pada dukungan atau bantuan dan perlindungan anggota keluarga atau teman dekat Potter Perry, 2005. Pasangan hidup mengambil peranan yang besar dalam penguatan pasien akan nyeri yang dialami Cano, Bartein Heller, 2008. Selama pengumpulan Universitas Sumatera Utara data, peneliti menemukan hampir sebagian besar pasien kanker tidak didampingi pasangan hidupnya lagi setelah siklus pertama pengobatan terutama pada pasien perempuan, jadi yang menggantikan pendampingan untuk pasien selama pengobatan adalah keluarga maupun anak-anak mereka. Ketidakhadiran pasangan hidup pasien ini dikarenakan pasangan hidup harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kehadiran pasangan mempengaruhi perilaku nyeri pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Block dan koleganya 1980 menemukan bahwa pasien yang didampingi pasangan hidupnya menunjukkan perilaku nyeri tinggi. Flor dan koleganya 1987 menemukan bahwa pasien yang memiliki hubungan yang harmonis dengan pasangan hidupnya menunjukkan perilaku nyeri yang lebih tinggi sedangkan pasien yang memiliki hubungan yang kurang harmonis menunjukkan perilaku nyeri yang lebih rendah. Dalam melakukan observasi perilaku nyeri pada saat pasien didampingi pasangan hidup, peneliti menemukan bahwa pasangan hidup pasien kurang berpartisipasi. Peneliti sebenarnya meminta pasangan hidup pasien untuk berdiri di dekat pasien selama observasi dilakukan tetapi sebagian besar pasangan hidup pasien tidak bersedia, mereka memang di dalam ruangan tetapi duduk di kursi dengan jarak satu atau dua meter dari tempat tidur pasien, beberapa pasangan hidup pasien malah bercerita dengan pasien lain atau keluarga pasien lainnya saat observasi dilakukan. Peneliti melihat bahwa kondisi-kondisi di atas yang telah mempengaruhi kenapa pasien kanker kronis menunjukkan perilaku nyeri rendah saat Universitas Sumatera Utara didampingi pasangan hidup, berbeda dengan yang ditemukan oleh Blok dan koleganya. Hal ini pasti dikarenakan pasien memang kurang merasakan pendampingan atau kehadiran pasangan hidup itu sendiri. Dalam melakukan observasi perilaku nyeri ada lima item perilaku nyeri yang akan diobservasi. Pada saat didampingi pasangan hidup perilaku nyeri yang paling sering muncul adalah menahan nyeri bracing M=0.84, SD= 0.73 dan pada saat tidak didampingi perilaku nyeri yang paling sering muncul adalah menahan nyeri bracingM= 0.98, SD= 0.62. Menahan nyeri merupakan perilaku yang ditujukan pasien berupa gerakan yang statis dengan memberikan tahanan pada daerah yang mengalami nyeri. Prakchin 2008 mengatakan bahwa perilaku terjaga guarding dan menahan nyeri bracing mengacu kepada adanya kerusakan jaringan. Sebagian besar responden penelitian ini adalah pasien kanker nasopharing NPC dan kanker payudara Ca. Mammae. Hampir semua pasien tersebut di atas menunjukkan gerakan yang statis pada daerah nyeri yang dialami, misalnya pada pasien NPC jika sumber nyerinya pada leher sebelah kiri maka pada saat ingin melihat ke sebelah kiri pasien akan membalikkan badannya ke sebelah kiri bukan mengarahkan lehernya ke sebelah kiri. Pada pasien kanker payudara menunjukkan perilaku menahan payudara yang merupakan sumber nyeri pada saat melakukan aktivitas observasi perilaku nyeri. Menurut peneliti, perilaku menahan nyeri dilakukan oleh responden karena responden memiliki persepsi bahwa bagian tubuh tersebut merupakan sumber nyeri jadi harus Universitas Sumatera Utara dilindungi supaya tidak terjadi gesekan atau gerakan yang dapat merangsang nyeri. 2.3 Perbedaan Perilaku Nyeri Pasien Kanker Kronis yang Didampingi Pasangan Hidup dengan yang Tidak Didampingi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku nyeri pasien kanker kronis yang didampingi pasangan hidup dengan yang tidak didampingi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Gil dan koleganya 1986 yang tidak menemukan adanya perbedaan perilaku nyeri pada pasien nyeri kronis 51 responden yang mendapatkan dukungan sosial yang tinggi dengan yang rendah. Dukungan sosial yang tinggi diartikan jika pasien mengaku merasakan memperoleh adanya kepuasan dari keluarga dan teman dekat sedangkan dukungan sosial yang rendah jika pasien kurang puas terhadap keluarga dan teman dekat. Pada saat observasi perilaku nyeri dilakukan peneliti menemukan bahwa sebagian besar pasangan hidup pasien kurang berpartisipasi. Mereka memang di dalam ruangan tetapi duduk di kursi dengan jarak satu atau dua meter dari tempat tidur pasien, beberapa pasangan hidup pasien malah bercerita dengan pasien lain atau keluarga pasien lainnya saat observasi dilakukan. Jadi pasien kurang mersakan kehadiran dari pasangan hidupnya tersebut sehingga tidak berpengaruh terhadap perilaku nyeri pasien. Penelitian-penelitian sebelumnya yang bertujuan melihat hubungan perilaku nyeri dengan kehadiran pasangan selalu memiliki responden dengan tingkat nyeri rata-rata sedang dan tinggi sedangkan dalam penelitian ini tingkat Universitas Sumatera Utara nyeri responden rata-rata rendah dan sedang, hal ini mungkin saja mempengaruhi hasil penelitian ini sehingga tidak ditemukan perbedaan perilaku nyeri pada saat didampingi dengan saat tidak didampingi. Selain itu, selama penelitian peneliti memang kurang mengontrol faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku nyeri lainnya seperti obat-obatan sehingga dapat juga mempengaruhi hasil penelitian ini. Universitas Sumatera Utara BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai perbedaan perilaku nyeri pasien kanker kronis yang didampingi pasangan hidup dengan yang tidak didampingi di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dengan 23 responden ditemukan sebagian besar responden memiliki perilaku nyeri dalam level rendah 73.9 pada saat didampingi pasangan hidupnya dengan skor rata-rata 3 SD= 1.65 dan pada saat responden tidak didampingi, sebagian besar responden memiliki perilaku nyeri dalam level rendah 82.6 dengan skor rata-rata 2.74 SD= 1.84. Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa perilaku nyeri sebagian besar responden pada saat didampingi maupun tidak didampingi adalah perilaku nyeri rendah. Beberapa hal yang mempengaruhi ditemukannya kondisi diatas adalah intensitas nyeri responden, usia, jenis kelamin dan diagnosa penyakit responden. Dalam melakukan observasi perilaku nyeri ada lima item perilaku nyeri yang akan diobservasi. Pada saat didampingi pasangan hidup perilaku nyeri yang paling sering muncul adalah menahan nyeri bracing M=0.84, SD= 0.73 dan pada saat tidak didampingi perilaku nyeri yang paling sering muncul adalah menahan nyeri bracingM= 0.98, SD= 0.62. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan perilaku nyeri yang signifikan antara yang didampingi dengan yang tidak didampingi z = - Universitas Sumatera Utara 1.037, p = 0.30 Jadi observasi perilaku nyeri pasien kanker kronis dapat dilakukan pada saat didampingi pasangan hidup maupun saat tidak didampingi.

2. Saran