42 5.
Kegiatan Pameran 5. Kalangan internal Islamic Research and Education Centre dan masyarakat luas.
6. Kegiatan Pendukung 6. Pengelola, pengajar, siswa, pelayan bangunan, dan
masyarakat luas
2.3. Studi Banding
2.3.1. Mesjid Besar Kauman Semarang
Masjid Besar Kauman Semarang adalah sebuah masjid yang berada di Semarang. Dahulu masjid ini bernama Masjid Agung Semarang sesuai dengan
nama yang tertulis di gerbang Masjid dan tertulis di fasad depan masjid. Tulisan dengan aksara arab cukup besar, namun masyarakat lebih mengenal masjid ini
dengan sebutan Masjid Besar Kauman Semarang.
Lokasi Mesjid Besar Kauman Semarang
Letak Masjid Besar Kauman Semarang tadinya berdiri megah di depan alun-alun kota Semarang. Namun, sejak tahun 1938 alun alun tersebut beralih
fungsi menjadi kawasan komersil yaitu dengan adanya Pasar Johar , Pasar Yaik, gedung BPD dan Hotel Metro yang kemudian menjadi area Kawasan
Perdagangan Johar. Masjid Besar Kauman Semarang kini terjepit di antara bangunan tinggi yang mengepungnya. Masjid Kauman beralamat di Jl. Alun-alun
Barat Nomor 71 Semarang. Sekarang Masjid Kauman atau Masjid Besar Semarang letaknya tidak lagi berada dalam wilayah Kampung Kelurahan
Kauman, tetapi masuk dalam wilayah Kelurahan Bangunharjo Semarang Tengah. Tabel 2.2, sambungan
Universitas Sumatera Utara
43 Gambar 2.12 Alun-alun kota Semarang
Sumber:http:4.bp.blogspot.com_Xpmm0Inq_hITQTzLfdaYiIAAAAAAAABS8h Eye2fCIkcws1600alun-alun-semarang-th-35.jpg
Masjid Besar Kauman Semarang dengan latar depan Alun Alun Kota Semarang, tahun 1935 . Alun alun kota Semarang sendiri sudah beralih fungsi
sejak tahun 1938 kini sudah penuh sesak menjadi kawasan pertokoan Pasar Yaik, Pasar Johar, gedung BPD dan Hotel Metro
Sejarah Mesjid Besar Kauman Semarang
Menurut inskripsi berbahasa dan berhuruf jawa yang terpatri di batu marmer tembok bagian dalam gerbang masuk ke Masjid Besar Kauman
Semarang, masjid ini dibangun pada tahun 1170 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1749M. lengkapnya inskripsi tersebut berbunyi seperti berikut :
“Tanda peringatan ketika kanjeng Tuan Nicoolass Hartingh, Gubernur serta Direktur tanah Jawa pada saat Kanjeng Kyai Adipati Suramanggala
membangun hingga jadinya masjid ini pada tahun 1170 Hijrah”
Tuan Nicoolass Hartingh sendiri seperti yang disebutkan dalam inskripsi tersebut adalah tokoh utama penggerak lahirnya perjanjian Giyanti pada tahun
1755 yang memecah wilayah Kesultanan Mataram atau dikenal dengan Palihan
Universitas Sumatera Utara
44 Nagari menjadi wilayah kesultanan Ngayokyakarta Hadiningrat berpusat di
Yokyakarta dan Kasunanan Surakarta. Atas upayanya Nicoolas Hartingh kemudian dihadiahi rumah dinas oleh pemerintah penjajahan Belanda VOC di
daerah tugu muda dengan nama De Vredestein atau Wisma Perdamaian. Masjid Besar Kauman Semarang ini yang kini masih berdiri kokoh adalah
bangunan yang didirkan oleh Adipati Suradimanggala Kiai Terboyo menggantikan masjid lama yang rusak parah akibat kebakaran selama geger
pecinan di Semarang tahun 1741. Lokasi masjid lama ini berada di sebelah timur alun alun diseberang barat kali Semarang. Masjid tua ini pernah dipugar pada
masa penjajahan, pada tahun 1889 sampai 1904 dikarenakan pernah terjadi kebakaran pada masjid tersebut. Pada waktu pemugaran Masjid Kauman ditangani
seorang arsitek Belanda bernama Gakampiyan.
Gambar 2.13 Masjid Kauman Semarang tahun 1953 Sumber: wisatanesia.com
Arsitektur
Bangunan Masjid Besar Semarang yang ada sekarang adalah bangunan yang keempat, yang merupakan lanjutan dari masjid keadipatian sebelumnya
Pertama kali masjid dibangun di kawasan Mugas Mugasari, tetapi karena
Universitas Sumatera Utara
45 penduduknya tidak berkembang masjid dipindahkan ke Bubakan yang
penduduknya lebih ramai sehubungan kawasan ini telah berkembang menjadi kota pelabuhan. Bersamaan timbulnya pemberontakan orang-orang Cina terhadap
Pemerintahan Kolonial Belanda, terjadi kebakaran yang menimpa perumahan termasuk bangunan masjid.
Atas pertimbangan lokasi masjid yang terlalu dekat dengan perkampungan Cina, maka oleh Bupati Semarang Suro Hadimenggolo II 1713 - 1751
pembangunannya kembali dipindahkan ke kawasan Kanjengan,. Pembangunan masjid selesai tahun 1760, di masa pemerintahan Bupati Suro Hadimenggolo III
1751-1773. Namun bangunan masjid baru ini pada tahun 1885 kembali mendapat musibah, terbakar karena disambar petir. Pembangunan kembali masjid
di lokasi yang sama baru dimulai pada tahun 1889 atas bantuan Bupati Raden Tumenggung Tjokrodipuro, dan selesai pada tahun 1890.
Gambar 2.14 Gerbang Mesjid Besar Kauman Semarang Sumber: http:1.bp.blogspot.com_Xpmm0Inq_hITQT01LsJnzIAAAAAAAABTE
TOVjjqFCUxQs160019104787.jpg
Universitas Sumatera Utara
46 Arsitektur Masjid Besar Kauman Semarang ini sering disebut dengan
konsep tektonika. Sistem yang mirip dengan struktur tumpang pada bangunan tumpang berpenyangga berpilar lima pada bangunan bangunan pra Islam di tanah
Jawa. Menurut Ir. Totok Roesmanto, diterapkannya sistem tektonik dalam pembangunan Masjid Besar Kauman Semarang ini bukan menggunakan soko
guru layaknya Masjid Agung Demak, menunjukkan ketidakmampuan ahli bangunan Belanda pada masa itu mencerna aplikasi sistem konstruksi brunjung
empyak pada bangunan tajuk tradisional. Penggunaan sistem tektonik ini mengarah kepada struktur bangunan yang
rigid. Empat sokoguru digantikan dengan pilar pilar bata penopang rangkaian pilar dan balok kayu di atasnya. Pada rangkaian bangunan ini juga dikenal sistem
dhingklik yang menopang pilar pilar balok kayu yang lebih kecil di atasnya dan bntuk bangunan itu dan seterusnya. Dari tahun pendirian Masjid Besar Kauman
Semarang ini, menjadikan Masjid Kauman Semarang sebagai masjid pertama di Jawa yang bercitra tradisional, namun menggunakan konstruksi modern. Karya
demikian dikenal dengan sebutan arsitektur masjid modern tradisionalistik. Secara keseluruhan masjid kauman ini mencirikan bangunan tradisional
Jawa. Dengan atap limas besusun tiga yang mempunyai arti filosofi Iman, Islam, dan Ikhsan. Bentuknya seperti bangunan Majapahit, disokong 36 pilar. Tajug
paling bawah menaungi tempat ibadah, tajug kedua lebih kecil, dan tajug tertinggi berbentuk limas. Limas tersebut berhias mustika, sementara pintunya dari
rangkaian daun waru. Semua tajug ini ditopang kayu jati. Ciri khas yang mengacu
Universitas Sumatera Utara
47 pada tradisi Arab atau Persia. Ornamen seperti ini hampir serupa pada Masjid
Agung Demak.
Gambar 2.15 Interior Masjid Kauman Semarang Sumber:
http:seputarsemarang.commasjid-besar-kauman-4059interior- masjid
Secara keseluruhan masjid kauman ini mencirikan bangunan tradisional Jawa. Dengan atap limas besusun tiga yang mempunyai arti filosofi Iman, Islam,
dan Ikhsan. Bentuknya seperti bangunan Majapahit, disokong 36 pilar. Tajug paling bawah menaungi tempat ibadah, tajug kedua lebih kecil, dan tajug tertinggi
berbentuk limas. Limas tersebut berhias mustika, sementara pintunya dari rangkaian daun waru. Semua tajug ini ditopang kayu jati. Ciri khas yang mengacu
pada tradisi Arab atau Persia. Ornamen seperti ini hampir serupa pada Masjid Agung Demak.
Pada bagian utama masjid, yaitu ruang salat, hanya diperbolehkan bagi muslim laki-laki. Di sini berdiri seperti singgasana nan megah, kursi mimbar
tempat khotbah. Ukiran kayu mimbar ini tampak rumit. Lengkungan- lengkungannya indah. Pahatan halus menunjukkan kelenturan tangan berseni
pembuatnya. Di pojok terdapat pula jam bandul kuno yang masih digunakan.
Universitas Sumatera Utara
48 Untuk mencapai ruang salat utama, jamaah melewati beberapa pintu di sisi kanan
dan kiri bagi perempuan. Barisan pintu ini pun terbuat dari kayu jati bermotif pahatan kotak-kotak sederhana.
Masjid aslinya sendiri kini cukup sulit untuk dilihat karena sudah tertutup oleh bangunan masjid baru dibagian depan masjid asli ditambah dengan himpitan
gedung gedung disekitarnya.aslinya masjid ini beratap seng, kini sudah diganti dengan genteng beton. Sebuah menara yang cukup tinggi juga sudah menjadi
pelengkap bagi Masjid Besar Kauman Semarang ini. Tampakan depan nya sudah jauh lebih modern tanpa kehilangan keaslian bangunan aslinya.
2.3.2. Masjid Al-Irsyad Bandung