Latar Belakang Masalah Analisis homonimi kata nafs dalam al-Qur'an terjemahan hamka

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semantik berasal dari bahasa Yunani: semantikos yang berarti, tanda atau memberikan tanda. Semantik adalah cabang linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode atau jenis representasi lain. 1 Semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti dan merupakan satu dari tiga jenis analisis bahasa: fonologi, gramatika dan semantik. 2 Dalam menganalisis semantik, seseorang harus menyadari bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya. 3 Maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja dan tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Itu semua karena bahasa adalah sebuah produk budaya. Jadi makna sebuah kata bisa menjadi berbeda atau memiliki nuansa makna yang berlainan. Teks adalah objek utama dalam kajian semantik. Ketika kita berhadapan dengan teks, maka kita akan menemukan dua unsur pembangun, yaitu penulis dan pembaca. Suatu teks tidak ada artinya, jika tidak ada penulis sebagai pengirim makna sender dan pembaca sebagai penerima makna receiver dari sang 1 www.id.wikipedia.orgsemantik. Data diakses pada tanggal 19 Februari 2010. 2 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, Cet ke- 2 , h. 2. 3 Siti Kurrotulaini, Analisis Semantik Terhadap Terjemahan al-Qur’an Juz Surat al-Qadr, al-Alaq dan al-Ikhlash Studi Komparatif antara Terjemahan Hamka dengan Terjemahan Mahmud Yunus, Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negri Jakarta, 2008, h. 5 2 penulis. Di samping itu juga, sebagai penerima makna, “pembaca juga memberi makna kedua” bagi teks. Di dalam posisi ini, pembaca diartikan sebagai penafsir makna. 4 Dalam kajian semantik terdapat pembahasan mengenai homonimi. Homonimi adalah beberapa kata yang mempunyai kesamaan bentuk dan pelafalan tetapi maknanya berbeda. Secara semantic, Verhaar 1978 memberi definisi homonimi sebagai ungkapan berupa kata, frase atau kalimat yang bentuknya sama dengan ungkapan lain juga berupa kata, frase atau kalimat tetapi maknanya tidak sama. 5 Homonimi adalah relasi makna antar kata yang ditulis sama, tetapi maknanya berbeda. Menurut Moeliono, homo sedikitnya mempunyai dua makna. Di dalam kamus kata-kata yang termasuk homonim muncul sebagai lema entri yang terpisah. Misalnya saja, kata tahu dalam kamus besar bahasa Indonesia muncul sebagai dua lema: Ta.hu v mengerti sesudah melihat menyaksikan, mengalami Ta.hu n makanan dari kedelai putih yang digiling halus-halus, direbus. Homonin dalam bahasa Arab pun banyak sekali dapat ditemukan. Berikut salah satu contoh homonim dalam bahasa Arab: 4 Yustian Yusa, Terjemahan Ayat-Ayat Ttentang Eksklusivitas Islam: Analisis Hermeneutik Terhadap Terjemahan Versi Departemen Agama dan The Holy Quran , Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negri Jakarta, 2009, h. 2. 5 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia Jakarta: Rineka Cipta, 1994 h. 93 3 Kata daraba ب mempunyai artî 1 berdenyut; 2 mengepung; 3 memikat; 4 menembak; 5 memukul; 6 menyengat; 7 cenderung; 8 menentukan; 9 mengetuk. Semua kata daraba yang mempunyai sedikitnya 9 arti ini semuanya dilafalkan dan berbentuk sama. Homonim merupakan salah satu objek kajian dalam Al-Qur’an. 6 Sebagai teks, al-Qur’an telah termasuk dalam kajian semantik. Al-Qur’an sebagai kitab suci tidak hanya berisi mengenai kumpulan ayat-ayat berbahasa Arab yang sastrawi dan indah, tetapi juga telah menjadi pedoman hidup kaum muslimin. Agar menjadi pegangan hidup maka kaum muslimin perlu menafsirkan al-Qur’an agar senantiasa aplikatif di dalam kehidupan. Dalam kajian studi al-Quran, persoalan terjemahan al-Quran merupakan salah satu yang dipersoalkan di kalangan ulama. Mereka pada umumnya menganggap terjemahan al-Quran tanpa menyertakan teks Arab ayat sebagai sesuatu yang dilarang. Sehingga, andai kata al-Quran harus diterjemahkan, teks aslinya harus disertakan agar makna sesungguhnya yang diinginkan ayat tidak tereduksi atau tidak menimbulkan pengertian yang justru berlawanan dengan maksud al-Quran. Oleh sebab itu, dapat dipahami jika dalam penulisan karya ilmiah ada pedoman bahwa jika seseorang ingin memaknai sebuah kata-kata tertentu yang padanannya dalam bahasa lain tidak ditemukan atau ditemukan, 6 Beberapa tahun terakhir Al-Qur’an telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa atas bantuan rabithah al alam al Islami dan dar al ifta wa al irsyad yang bermarkas di Saudi Arabia. Mujamma’ khadim al haramain al syarifain al malik fahd untuk pencetakkan mushaf, telah mencetak terjemahan Al-Qur’an dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Perancis, Turki, Urdu, China, Hausa, dan Indonesia. Departemen agama, Al-Qur’an dan terjemahannya semarang: PT. Karya Toha Putra, 1990 h. 30 4 namun mempunyai kemungkinan banyak arti harus menyertakan teks aslinya agar pembaca bisa memahami konteks yang diinginkan. Atau, dalam rangka mengarahkan bahwa maksud yang diinginkan dari teks Arab atau lainnya adalah makna yang diungkapkan penulis. Hal itu dianggap penting agar pembaca tidak menimbulkan persepsi lain selain yang diinginkan penulis. Salah satu bentuk variasi makna terjemahan yang terdapat dalam al- Qur’an yaitu kata nafs’. Secara bahasa dalam kamus al-Munjid, nafs jama’nya nufûs dan anfus berarti rûh roh dan ‘ain diri sendiri. 7 Sedangkan dalam kamus al-Munawir disebutkan bahwa kata nafs jamaknya anfus dan nufûs itu berarti roh dan jiwa, juga berarti al-jasad badan, tubuh, al-syakhsu orang, al-syakhsu al-insân diri orang, al-dzat atau al’ain diri sendiri 8 . Sedangkan menurut Dawan Raharjo dalam Ensiklopedia al-Qur’an disebutkan bahwa dalam al-Qur’an nafs yang jama’nya anfus dan nufus diartikan jiwa soul, pribadi person, diri self atau selves, hidup life, hati heart, atau pikiran mind, disamping juga dipakai untuk beberapa arti lainnya. 9 Dawan Raharjo menyimpulkan dalam Ensiklopedi al-Qur’an, kata nafs’ lebih identik dengan jiwa soul. Pengertian tentang ”jiwa” dalam kata nafs memang cukup tampak didalam al-Qur’an dan ternyata dalam sejarah kebudayaan, makna kata itu tertangkap oleh pembacanya dan dikembangkan lebih lanjut dalam tasawuf. Dalam al-Qur’an Q.S. al- Anbiya21 ayat 53 dan diulang dalam al-Qur’an Q.S. al-’Ankabût29 ayat 57 7 Lewis Makluf, al-Munjid fi al-Lughah wa A’lam , Beirut: Daar al-Masyriq, 1986, 826. 8 Ahmad Warson Munawir, al-Munawir Kamus Arab Indonesia , Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984, 1545. 9 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci , Jakarta: Paramadina, 1996, 250 5 disebut bahwa: ”Tiap-tiap jiwa itu pasti akan merasakan kematian”. Kata ”kullu nafs” dalam kedua ayat itu dapat pula diterjemahkan dengan ”tiap-tiap yang berjiwa”. Pada terjemahan itu, seorang dilihat esensinya pada jiwanya, sedangkan pada ayat yang kedua, jiwa dilihat sebagai sesuatu yang terpisah dan terdapat pada sesuatu yang tak lain pada wadah atau badannya. Jamridafrizal, S.Ag.,M.HUM dalam tesis Nafs jiwa menurut konsep al- Qur’an, menjelaskan sisi dalam nafs. Kajian tentang nafs merupakan bagian dari kajian tentang hakikat manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang bisa menempatkan dirinya menjadi subyek dan obyek sekaligus. Nafs juga sebagai penggerak tingkah laku seperti berbuat baik ataupun yang buruk. Kata nafs juga menjadi bahan perbincangan para sufi, terutama dalam kajian tasawwuf. Sebagaimana terminologi kaum sufi ahli tasawuf, yang oleh Al-Qusyairi dalam risalahnya dinyatakan bahwa, ”Nafs dalam pengertian kaum sufi adalah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk”. Al-Ghazali pun menyatakan dalam hadist yang berbunyi َﺃ ﻙﻴﺒﻨﺠ ﻥﻴﺒ ﻰﺘﻝﺍ ﻙﺴﻔﻨ ﻙﻭﺩﻋ ﻯ ﺩﻋ yang artinya “musuhmu yang paling berat adalah nafsumu yang ada di dua sisimu”. 10 Sama halnya yang terdapat dalam Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nafs nafsu juga dipahami sebagai dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik, padahal dalam alQur’an nafs tidak selalu berkonotasi negatif. 10 Imam al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, tt; Kitab al-Syu’ab, tth, Vol.II, h.1345 6 Dalam penelitian ini, penulis ingin menganalisis dan mengklasifikasikan homonimi terhadap terjemahan kata nafs dalam al-Qur’an, berdasarkan fitur dan perilaku semantis dalam pemakaian bahasa tulis. Sebagaimana contoh nafs yang diartikan ”jiwa” atau ”diri”, sebenarnya kedua istilah tersebut hanyalah soal pilihan kata terjemahan. Dalam al-Qur’an Q.S. al- Hasyr59 ayat 9, umpamanya dijumpai kalimat: ”Dan barang siapa diselamatkan dari kekikiran jiwanya, mereka adalah orang yang beruntung” . Disini kata ”jiwa” dapat diganti dengan ”diri”. Pokoknya nafs menunjuk kepada orang. Namun, jika seorang penterjemah memilih kata ”jiwa”, maka ia tentu mempunyai maksud tertentu. Misalnya, penterjemah melihat bahwa esensi manusia adalah jiwanya. Jika seseorang itu kikir, maka yang memiliki predikat kikir adalah jiwanya. 11 Atas dasar inilah penulis tertarik dengan karya-karya terjemahan al Qur’an, terutama yang berkaitan dengan kata nafs dalam al-Qur’an. Dengan memakai pendekatan teori Lyons, 12 penelitian ini mengacu kepada klasifikasi homonimi bahasa Arab yang terdiri atas: i homonimi mutlak absolute homonymy, dan ii homonimi sebagian partial homonymy. Dalam pembahasan kali ini Penulis mengangkat seorang profil ulama Indonesia yang sudah diakui karya-karya terjemahannya, yaitu Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan sebutan HAMKA sebagai objek penelitian. Dari sekian banyak bentuk 11 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci , Jakarta: Paramadina, 1996, h. 254 12 John Lyon, Linguistic Semantics, Cambridge: Cambridge University Press, 1996, Cet. Ke-2, h. 55-57 7 dan makna kata nafs, penulis hanya membatasi penulisan ini dengan menggunakan teori Achmad Mubarok dengan metode temantiknya, menyebutkan 8 makna nafs dalam al-Quran. Dengan dilatarbelakangi variasi makna tersebut, penulis mengambil skripsi yang berjudul ”ANALISIS HOMONIMI KATA NAFS’ DALAM AL- QUR’AN TERJEMAHAN HAMKA”.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah