22 glikosid, alkanoid, momorcharin alpha dan momorcharin beta. Daun pare
mengandung momordisina, momordina, karantina, asam trikosanik, resin, asam resinat, saponin, vitamin A dan C, dan lemak asam oleat, asamlinoleat, asam
stearat, dan L. oleostearat Indrawati, et al., 2016: 76. Dalam 100 gram buah pare segar mentah gizi yang terkandung tertera pada Tabel 1.
Pare memiliki beberapa macam jenis yaitu pare putih, pare hijau dan pare ular. Pare yang digunakan dalam penelitian ini merupaka pare dengan jenis pare
putih. Pare putih berwarna hijau putih kekuningan dengan ukuran buah 30-50 cm, diameter 3-7 cm dan berat rata-rata antara 200-500 grambuah Anonim, 2016.
Menurut Subahar Tim Lentera 2004: 6, pare putih dikenal dengan nama pare gajih atau pare mentega. Rasa buah pare putih tidak terlalu pahit. Tanaman pare
dapat mulai dipanen pada umur 2 bulan dengan masa panen sampai umur 3-3,5 bulan. Ciri-ciri buah yang layak panen adalah terdapat bintil-bintil dan keriputnya
masih rapat dengan alur belum melebar Setyaningrum Cahyo Saparinto, 2011: 176-177.
7. SEM EDX
Scanning Electron Microscope SEM menurut Riyan dalam Waluyo 2007, merupakan alat yang dapat membantu mengatasi permasalahan analisis
mikro dalam berbagai bidang. Menurut Purnama 2006, Scannng Electron Microscope SEM dapat memberikan informasi tentang struktur mikro
permukaan sampel. SEM digunakan untuk mengamati morfologi dari suatu bahan. Prinsip SEM adalah sifat gelombang dari elektron yakni difraksi pada sudut yang
sangat kecil. Elektron dihamburkan oleh sampel yang bermuatan, jika sampel
23 tidak bermuatan maka sampel harus dilapisi coating terlebih dahulu dengan
emas Amrina, 2008. Syarat agar SEM dapat menghasilkan gambar yang yang baik dan tajam apabila permukaan sampel bersifat sebagai pemantul elektron atau
dapat melepaskan elektron sekunder ketika ditembak dengan berkas elektron. Logam merupakan material yang dapat memantulkan elektron atau melepaskan
elektron sekunder ketika ditembak berkas elektron. Sampel yang tidak dapat memantulkan elektron atau melepaskan elektron sekunder maka permukaan
sampel tersebut harus dilapisi dengan logam. Metode pelapisan yang umumnya dilakukan adalah evaporasi dan sputtering.
Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan sampel dengan berkas elektron berenergi tinggi. Elektron akan bereaksi dengan atom-atom di permukaan
maupun di bawah permukaan sampel ketika berkas elektron discan pada permukaan sampel. Akibatnya sebagian besar berkas elektron disebut
Backscattered Electrons berhasil keluar kembali. Elektron yang terpental keluar Backscattered Electrons ini membawa informasi tentang atom-atom yang
ditumbuknya beserta iktannya dalam fasa. Sebagian kecil elektron masuk ke dalam bahan kemudian memindahkan sebagian energi pada elektron atom
sehingga elektron atom tersebut menjadi tidak stabil dan terpental ke luar permukaan sampel. Elektron yang dapat terpental keluar adalah elektron yang
memiliki energi yang rendah, jadi hanya elektron-elektron yang berada di permukaan sampel yang dapat terpental ke luar. Elektron-elektron yang dapat
terpental ke luar disebut Secondary Electron. Pembentukan elektron-elektron sekunder selalu diikuti proses munculnya sinar-X yang karakteristik untuk setiap
24 elemen, sehingga dapat digunakan untuk mengukur kandungan elemen yang ada
di dalam sampel. Dengan bantuan detektor khusus elektron sekunder dapat dimanfaatkan untuk membentuk gambar morfologi permukaan sampel dengan
baik Sujatno, et al, 2015. Setiap mikroskop elektron memiliki senapan elektron electron gun yaitu
pemercepat elektron menghasilkan pancaran elektron dan batas arus, pada celah lensa berfungsi untuk mengurangi pembelokan sudut. Interaksi pancaran elektron
dengan sampel dan elektron yang dipantulkan akan diterima oleh detector. SEM dapat menghasilkan gambar dengan kontras yang rendah karena sampel yang
mengandung komponen non konduktif seperti lapisan pasivasi oksida pada permukaan. Oleh karena itu SEM harus dioperasikan dengan pengaturan
parameter elektron seperti high viltage, spot size, bias dan bean current juga parameter optik seperti kontras, fokus dan astigmatismus yang tepat sehingga
diperoleh hasil gambar yang optimal secara ilmiah Sujatno, et al, 2015.
8. XRD Difraksi Sinar X