Pengaruh Penggunaan Bahan Tambahan (Accelerator Admixture) , Kapur Dan Pengaruh Curing Pada Pembuatan Bata Beton Ringan Sebagai Alternatif Pengganti Bata Merah

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN

(ACCELERATOR ADMIXTURE) , KAPUR DAN PENGARUH

CURING PADA PEMBUATAN BATA BETON RINGAN

SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BATA MERAH

PROPOSAL Oleh : Leslie

090404046

Disetujui : Pembimbing

Ir. Daniel Terumbi, MT.

Co.Pembimbing

Rahmi Karolina,

ST. MT.

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Dalam sejarah konstruksi Indonesia, beton terus mengalami perkembangan. Beton dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan beratnya yaitu : beton ringan dan beton normal. Penggunaan beton ringan pada bangunan dapat mengurangi beban struktur tersebut. Bata Beton Ringan merupakan salah satu aplikasi dari beton ringan. Pada penelitian kali ini akan dibahas pengaruh penggunaan

Accelerator Admixture, kapur serta pengaruh curing pada pembuatan bata beton ringan. Adapun komposisi penyusun bata beton ringan adalah

semen, pasir, foaming agent dan dapat ditambahkan Accelerator

Admixture untuk mempercepat reaksi kimia dan proses pengeringan bata beton ringan serta kapur untuk menghasilkan bata beton ringan yang lebih ringan karena kapur akan bereaksi dengan foaming agent untuk membentuk gelembung-gelembung gas Hidrogen. Pada penelitian ini,

Accelerator Admixture yang digunakan adalah SikaSet Accelerator. Penggunaan SikaSet Accelerator membuat bata beton ringan mempunyai kuat tekan yang lebih optimal. Hal ini terlihat dari hasil kuat tekan pada umur 21 hari dapat mengimbangi kuat tekan bata beton ringan dengan perawatan pada umur 28 hari yaitu mencapai 2,53 MPa dan 2,62 MPa. Penggunaan Kapur membuat bata beton ringan yang dihasilkan menjadi jauh lebih ringan dibandingkan yang tidak menggunakan, namun kuat tekan bata beton ringan tersebut menurun sekitar 13% sampai 18% dibandingkan yang tidak menggunakan kapur dan bata beton ringan yang dihasilkan lebih ringan 14,29% - 25%. Pada penelitian ini juga diperoleh bahwa curing yang diterapkan selama 27 hari pada bata beton ringan dapat mengoptimalkan kuat tekan bata beton ringan tersebut hingga mencapai 2,62 MPa.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan pada Sang Hyang Adi Buddha Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberkati dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara, dengan judul “PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN

(ACCELERATOR ADMIXTURE) , KAPUR DAN PENGARUH CURING

PADA PEMBUATAN BATA BETON RINGAN SEBAGAI ALTERNATIF

PENGGANTI BATA MERAH

”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna,MT selaku pembimbing, yang telah banyak

memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ibu Rahmi Karolina, ST, MT selaku pembimbing, yang telah banyak

memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Pihak PT. Solid House Indonesia yang turut membantu dalam terwujudnya

penelitian ini.

6. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.


(4)

8. Buat saudara/i seperjuangan Sipil 2009 Benny Yohannes, Loliandy, Frans Subrata, Deser C. Wijaya, abang-abang dan kakak senior dan adik-adik 2010 dan 2012, serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2007 dan mahasiswa sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

9. Buat para asisten Laboratorium Bahan Rekayasa Fakultas Teknik USU yang

turut membantu dalam penelitian.

10. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin dituliskan satu-persatu atas

dukungannya yang sangat baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan penulis dalam hal ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2012

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Pembatasan Masalah ... 10

1.5 Mekanisme Pengujian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum ... 13

2.1.1 Beton Segar (Fresh Concrete) ... 14

2.2 Pengertian Bata Ringan ... 15

2.3 Komposisi Bata Ringan ... 18

2.3.1 Semen Portland ... 18

2.3.2 Pasir ... 24

2.3.3 Kapur / Limestone ... 26

2.3.4 Air ... 28

2.3.5 Foaming Agent ... 29

2.3.6 Admixture ... 30

2.3.6.1 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan ... 31

2.4 Jenis-Jenis Beton Ringan ... 33


(6)

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Bata Beton Ringan dibandingkan

Batu Bata Merah ... 38

2.7 Karakteristik Bata Beton Ringan ... 39

2.6.1 Absorpsi ... 39

2.6.2 Kuat Tekan ... 40

2.8 Estimasi Biaya Pembuatan Bata Beton Ringan ... 41

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum ... 42

3.2 Bahan penyusun beton ringan ... 44

3.2.1. Semen Portland ... 44

3.2.2. Agregat Halus ... 45

3.2.3. Kapur/ Limestone ... 51

3.2.4. Air ... 52

3.2.5. Foaming Agent ... 52

3.3 Perencanaan Campuran Bata Beton Ringan ... 53

3.4 Penyediaan Bahan Penyusun Bata Beton Ringan ... 54

3.5 Pembuatan Benda Uji ... 55

3.6 Pengujian Sampel ... 56

3.6.1 Pengujian Kuat Tekan Bata Beton Ringan ... 56

3.6.2 Pengujian Absorpsi Bata Beton Ringan ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kuat Tekan Kubus Bata Beton Ringan ... 58

4.1.1 Kuat Tekan Bata Beton Ringan dengan Penggunaan Kapur dan Perawatan ... 58

4.1.2 Kuat Tekan Bata Beton Ringan tanpa Penggunaan Kapur dengan Perawatan ... 62

4.1.3 Kuat Tekan Bata Beton Ringan dengan Penggunaan SikaSet Accelerator , Tanpa Kapur, dan Tanpa Perawatan ... 65

4.2 Absorpsi Bata Beton Ringan ... 67

4.2.1 Absorpsi Bata Beton Ringan dengan Penggunaan kapur dan Perawatan ... 67


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 72 5.2 Saran ... 73


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Komposisi Utama Semen Portland... 6

Tabel 2.1 Komposisi Utama Semen Portland... 19

Tabel 2.2 Batasan Gradasi Untuk Agragat Halus ... 25

Tabel 3.1 Susunan Besar Butiran Agregat Halus (ASTM, 1991) ... 43

Tabel 4.1 Kuat Tekan Kubus Bata Beton Ringan pada Umur 28 hari dengan W/C ratio = 0,55 ... 58

Tabel 4.2 Kuat Tekan Kubus Bata Beton Ringan pada Umur 28 hari dengan W/C ratio = 0,55 ... 60

Tabel 4.3 Kuat Tekan Kubus Bata Beton Ringan pada Umur 3,7, 14, 21 dan 28 hari dengan W/C ratio = 0,55 ... 63

Tabel 4.4 Kuat Tekan Kubus Bata Beton Ringan pada Umur 21 hari dengan W/C ratio = 0,55 ... 65

Tabel 4.5 Absorpsi Bata Beton Ringan ... 67


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bata Beton Ringan ... 43

Gambar 3.2 Kapur/Limestone ... 52

Gambar 3.3 Foaming Agent ... 53

Gambar 3.4 Pengujian Kuat Tekan Bata Beton Ringan ... 56

Gambar 4.1 Hubungan Kuat Tekan Bata Beton Ringan pada Umur 28 Hari dengan Penambahan Zat Kapur pada Tiap Tipe Bata Beton Ringan ... 59

Gambar 4.2 Hubungan Kuat Tekan Bata Beton Ringan pada Umur 28 Hari dengan Penambahan Zat Kapur pada Tiap Tipe Bata Beton Ringan ... 61

Gambar 4.3 Perbandingan Kuat Tekan Rata-Rata Bata Beton Ringan pada Umur 28 Hari antara Bata Beton Ringan Tipe BR dan BR” .... 62

Gambar 4.4 Hubungan antara Umur Beton Ringan dan Kuat Tekan Bata Beton Ringan dan Perbandingan terhadap Hubungan antara Umur Beton Normal terhadap Kuat Tekan Beton Normal ... 64

Gambar 4.5 Hubungan antara Kuat Tekan Bata Beton Ringan pada Umur 21 Hari dengan dan tanpa menggunakan SikaSet Accelerator ... 66

Gambar 4.6 Hubungan Persen Absorpsi Bata Beton Ringan dengan Penambahan Zat Kapur pada Tiap Tipe Bata Beton Ringan ... 68

Gambar 4.7 Hubungan Persen Absorpsi Bata Beton Ringan dengan Penambahan Zat Kapur pada Tiap Tipe Bata Beton Ringan ... 70

Gambar 4.8 Perbandingan Persen absorpsi bata beton ringan antara bata beton ringan tipe BR dan BR” ... 71


(10)

DAFTAR NOTASI

SSD : saturated surface dry

fc’ : kekuatan tekan (N/mm2) P : beban tekan (N)

A : luas penampang (mm2) W/C : faktor air semen

FM : modulus kehalusan (%)

A : berat bata beton ringan dalam keadaan kering (kg) B : berat bata beton ringan dalam keadaan SSD (kg)

BR 1 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari

BR 2,75 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir : Kapur = 1 : 2 : 2,75 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari

BR 3,00 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir : Kapur = 1 : 2 : 3 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari

BR” 1 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 0,9 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari

BR” 2,75: bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir : Kapur = 0,9 : 2 : 2,75 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari

BR” 3,00: bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir : Kapur = 0,9 : 2 : 3 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari


(11)

BR 3 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 2 hari

BR 7 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 6 hari

BR 14 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 13 hari

BR 21 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 20 hari

BR 28 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari

BS 1 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 tanpa pemakaian SikaSet Accelerator

BS 2 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan pemakaian SikaSet Accelerator sebanyak 0,11 L per kg semen BS 3 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan pemakaian SikaSet Accelerator sebanyak 0,15 L per kg semen


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Analisa Bahan Penyusun Beton


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.6 Latar Belakang ... 1

1.7 Perumusan Masalah ... 10

1.8 Tujuan Penelitian ... 10

1.9 Pembatasan Masalah ... 10

1.10 Mekanisme Pengujian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.3 Umum ... 13

2.1.1 Beton Segar (Fresh Concrete) ... 14

2.4 Pengertian Bata Ringan ... ... 15

2.3 Komposisi Bata Ringan ... 18

2.3.1 Semen Portland ... 18

2.3.2 Pasir ... 24

2.3.3 Kapur / Limestone ... 26

2.3.4 Air ... 28

2.3.6 Foaming Agent ... 29

2.3.6 Admixture ... 30

2.3.6.1 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan ... 31


(14)

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Bata Beton Ringan dibandingkan Batu

Bata Merah ... 38

2.7 Karakteristik Bata Beton Ringan ... 39

2.6.1 Absorpsi ... 39

2.6.2 Kuat Tekan ... 40

2.8 Estimasi Biaya Pembuatan Bata Beton Ringan ... 41

BAB III METODE PENELITIAN 3.3 Umum ... 42

3.4 Bahan penyusun beton ringan ... 44

3.2.6. Semen Portland ... 44

3.2.7. Agregat Halus ... 45

3.2.8. Kapur/ Limestone ... 51

3.2.9. Air ... 52

3.2.10. Foaming Agent ... 52

3.7 Perencanaan Campuran Bata Beton Ringan ... 53

3.8 Penyediaan Bahan Penyusun Bata Beton Ringan ... 54

3.9 Pembuatan Benda Uji ... 55

3.10 Pengujian Sampel ... 56

3.6.3 Pengujian Kuat Tekan Bata Beton Ringan ... 56

3.6.4 Pengujian Absorpsi Bata Beton Ringan ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.2 Kuat Tekan Kubus Bata Beton Ringan ... 58

4.1.1 Kuat Tekan Bata Beton Ringan dengan Penggunaan Kapur dan Perawatan ... 58

4.1.2 Kuat Tekan Bata Beton Ringan tanpa Penggunaan Kapur dengan Perawatan ... 62

4.1.3 Kuat Tekan Bata Beton Ringan dengan Penggunaan SikaSet Accelerator , Tanpa Kapur, dan Tanpa Perawatan ... 65

4.2 Absorpsi Bata Beton Ringan ... 67

4.2.1 Absorpsi Bata Beton Ringan dengan Penggunaan kapur dan Perawatan ... 67


(15)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.3 Kesimpulan ... 72 5.4 Saran ... 73


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Komposisi Utama Semen Portland... 6

Tabel 2.1 Komposisi Utama Semen Portland... 19

Tabel 2.2 Batasan Gradasi Untuk Agragat Halus ... 25

Tabel 3.1 Susunan Besar Butiran Agregat Halus (ASTM, 1991) ... 43

Tabel 4.1 Kuat Tekan Kubus Bata Beton Ringan pada Umur 28 hari dengan W/C ratio = 0,55 ... 58

Tabel 4.2 Kuat Tekan Kubus Bata Beton Ringan pada Umur 28 hari dengan W/C ratio = 0,55 ... 60

Tabel 4.3 Kuat Tekan Kubus Bata Beton Ringan pada Umur 3,7, 14, 21 dan 28 hari dengan W/C ratio = 0,55 ... 63

Tabel 4.4 Kuat Tekan Kubus Bata Beton Ringan pada Umur 21 hari dengan W/C ratio = 0,55 ... 65

Tabel 4.5 Absorpsi Bata Beton Ringan ... 67


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bata Beton Ringan ... 43

Gambar 3.2 Kapur/Limestone ... 52

Gambar 3.3 Foaming Agent ... 53

Gambar 3.4 Pengujian Kuat Tekan Bata Beton Ringan ... 56

Gambar 4.1 Hubungan Kuat Tekan Bata Beton Ringan pada Umur 28 Hari dengan Penambahan Zat Kapur pada Tiap Tipe Bata Beton Ringan ... 59

Gambar 4.2 Hubungan Kuat Tekan Bata Beton Ringan pada Umur 28 Hari dengan Penambahan Zat Kapur pada Tiap Tipe Bata Beton Ringan ... 61

Gambar 4.3 Perbandingan Kuat Tekan Rata-Rata Bata Beton Ringan pada Umur 28 Hari antara Bata Beton Ringan Tipe BR dan BR” .... 62

Gambar 4.4 Hubungan antara Umur Beton Ringan dan Kuat Tekan Bata Beton Ringan dan Perbandingan terhadap Hubungan antara Umur Beton Normal terhadap Kuat Tekan Beton Normal ... 64

Gambar 4.5 Hubungan antara Kuat Tekan Bata Beton Ringan pada Umur 21 Hari dengan dan tanpa menggunakan SikaSet Accelerator ... 66

Gambar 4.6 Hubungan Persen Absorpsi Bata Beton Ringan dengan Penambahan Zat Kapur pada Tiap Tipe Bata Beton Ringan ... 68

Gambar 4.7 Hubungan Persen Absorpsi Bata Beton Ringan dengan Penambahan Zat Kapur pada Tiap Tipe Bata Beton Ringan ... 70

Gambar 4.8 Perbandingan Persen absorpsi bata beton ringan antara bata beton ringan tipe BR dan BR” ... 71


(18)

DAFTAR NOTASI

SSD : saturated surface dry

fc’ : kekuatan tekan (N/mm2) P : beban tekan (N)

A : luas penampang (mm2) W/C : faktor air semen

FM : modulus kehalusan (%)

A : berat bata beton ringan dalam keadaan kering (kg) B : berat bata beton ringan dalam keadaan SSD (kg)

BR 1 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari

BR 2,75 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir : Kapur = 1 : 2 : 2,75 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari

BR 3,00 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir : Kapur = 1 : 2 : 3 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari

BR” 1 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 0,9 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari

BR” 2,75: bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir : Kapur = 0,9 : 2 : 2,75 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari

BR” 3,00: bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir : Kapur = 0,9 : 2 : 3 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari


(19)

BR 3 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 2 hari

BR 7 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 6 hari

BR 14 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 13 hari

BR 21 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 20 hari

BR 28 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan W/C ratio = 0,55 dan dicuring selama 27 hari

BS 1 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 tanpa pemakaian SikaSet Accelerator

BS 2 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan pemakaian SikaSet Accelerator sebanyak 0,11 L per kg semen BS 3 : bata beton ringan dengan komposisi Semen : Pasir = 1 : 2 dengan pemakaian SikaSet Accelerator sebanyak 0,15 L per kg semen


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Analisa Bahan Penyusun Beton


(21)

ABSTRAK

Dalam sejarah konstruksi Indonesia, beton terus mengalami perkembangan. Beton dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan beratnya yaitu : beton ringan dan beton normal. Penggunaan beton ringan pada bangunan dapat mengurangi beban struktur tersebut. Bata Beton Ringan merupakan salah satu aplikasi dari beton ringan. Pada penelitian kali ini akan dibahas pengaruh penggunaan

Accelerator Admixture, kapur serta pengaruh curing pada pembuatan bata beton ringan. Adapun komposisi penyusun bata beton ringan adalah

semen, pasir, foaming agent dan dapat ditambahkan Accelerator

Admixture untuk mempercepat reaksi kimia dan proses pengeringan bata beton ringan serta kapur untuk menghasilkan bata beton ringan yang lebih ringan karena kapur akan bereaksi dengan foaming agent untuk membentuk gelembung-gelembung gas Hidrogen. Pada penelitian ini,

Accelerator Admixture yang digunakan adalah SikaSet Accelerator. Penggunaan SikaSet Accelerator membuat bata beton ringan mempunyai kuat tekan yang lebih optimal. Hal ini terlihat dari hasil kuat tekan pada umur 21 hari dapat mengimbangi kuat tekan bata beton ringan dengan perawatan pada umur 28 hari yaitu mencapai 2,53 MPa dan 2,62 MPa. Penggunaan Kapur membuat bata beton ringan yang dihasilkan menjadi jauh lebih ringan dibandingkan yang tidak menggunakan, namun kuat tekan bata beton ringan tersebut menurun sekitar 13% sampai 18% dibandingkan yang tidak menggunakan kapur dan bata beton ringan yang dihasilkan lebih ringan 14,29% - 25%. Pada penelitian ini juga diperoleh bahwa curing yang diterapkan selama 27 hari pada bata beton ringan dapat mengoptimalkan kuat tekan bata beton ringan tersebut hingga mencapai 2,62 MPa.


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Batu Bata merupakan salah satu material sebagai bahan pembuat dinding. Kira-kira dimulai pada 8000 SM di Mesopotamia, manusia pertama kali menemukan bahwa t a n a h l i a t d a p a t d i b e n t u k d a n d i j e m u r u n t u k m e n g h a s i l k a n b a h a n b a n g u n a n . B a t u b a t a j e n i s i n i b a n y a k d i g u n a k a n d i d a e r a h T i m u r T e n g a h , A f r i k a U t a r a , A m e r i k a T e n g a h d a n A m e r i k a U t a r a .

Lumpur tebal dan tanah liat dari sungai Tigris dan Efrat sangat cocok untuk pembuatan bata, yang kemudian menjadi bahan bangunan yang urnum pada peradaban Babylonia di lembah sungai tersebut. Kerajaan dan kuil di bangun dari bata jemur, dan permukaannya menggunakan bata berlapis/kilap. Penggalian akhir-akhir ini di Mesir, menunjukkan bahwa pada masa Mesir kuno telah digunakan bata yang dijemur dan yang dibakar menggunakan tungku untuk pembangunan rumah dan tempat suci.Orang Roma juga menyebarluaskan penggunaan bata, antara lain pembuatan bata masuk ke Inggris setelah serangan Roma pada 54 SM, seperti untuk pembangunan Kastil Colchester yang dibangun dari 1080 bata bekas. Sekarang kastil ini dipakai sebagai museum sejarah. Bata Roma memiliki ketebalan yang sangat tipis dibanding dengan


(23)

panjangnya,di mana bata-bata tersebut diletakkan di atas lapisan mortar yang tebal.

Setelah kejatuhan/runtuhnya Roma pada 410 M, maka seni membuat bata tersebut hilang diseluruh Eropa hingga awal dari abad ke 14. Industri bata kembali marak setelah Flemish masuk ke Inggris pada abad tersebut dan kemudian, keahlian ini masuk ke Australia bersama Pembuangan Pertama (The First Fleet).

Bangunan-bangunan bata yang pertama di benua Amerika Utara di bangun pada tahun 1633 di Pulau Manhattan dengan menggunakan bata-bata yang diimpor dari Belanda dan Inggris (sumber : www.wikipedia.com).

Namun seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan batu bata ini mulai digantikan oleh bata beton ringan. Hal ini dikarenakan proses pembuatan batu bata merah sangat merusak lingkungan. Adapun syarat kuat tekan batu bata merah untuk kelas 25 menurut SNI 15-2094-2000 adalah sebesar 25 kg/cm2 atau 2.5 N/mm2.

Perkembangan dunia konstruksi Indonesia tidak pernah terlepas dari penggunaan beton sebagai material perkuatan struktur. Menurut (Abdullah Yudith, 2008) berdasarkan beratnya, beton diklarifikasikan menjadi 3 jenis yaitu :

a. Normal-weight concrete yaitu beton dengan massa jenis sekitar 2400 kg/m3.

b. Light-weight concrete yaitu beton dengan massa jenis kurang dari 1800 kg/m3.


(24)

c. Heavy-weight concrete yaitu beton dengan massa jenis lebih dari 3200 kg/m3.

Aplikasi penggunaan normal-weight concrete biasanya sebagai bahan

bangunan rumah atau gedung. light-weight concrete umumnya dipergunakan

sebagai dinding ataupun atap bangunan gedung. heavy-weight concrete

biasanya dipergunakan untuk pembangunan struktur bangunan tinggi, jembatan atau flyover.

Pembuatan beton ringan dengan agregat dimulai sejak munculnya agregat ringan yang dibuat dari proses pembakaran clays pada tahun 1917 oleh S.J Hayde. Pemakaian beton ringan pertama kali diperkenalkan oleh Amerika pada perang dunia I (1917) oleh Perusahaan Emergency Fleet Building untuk konstruksi kapal dan perahu dengan beton ringan bertulang berkekuatan 34,47 MPa dengan massa jenis berkisar 1760 kg/m3.

Kemudian Joseph Hebel di Jerman pada tahun 1943. melalui produk Hebel, beton ringan pun mendapat julukan “Aerated Lightweight Concrete (ALC)”. Material ini terbuat dari adonan kapur, pasir, silika, semen, air berikut bahan pengembangan yang dicampur dalam proses “Steam Curing” yakni sintesa kimiawi gas hidrogen yang menciptakan pori-pori kecil pada cetakan adonan beton ringan. Meski berbasis beton, namun justru memiliki berat jenis lebih ringan ketimbang material baja, beton bertulang, batu bata, batako bahkan kayu. Bila beton ringan digunakan sebagai elemen non struktur seperti dinding, partisi maka beban yang diterima elemen dtruktural seperti plat, justru dapat mengurangi massa total struktur yang menyebabkan beban menjadi lebih kecil sehingga desain akan menjadi lebih rigan. Selain


(25)

itu material ini juga memiliki karakter sebagai isolator kebisingan maupun panas yang baik sehingga tidak mudah terbakar sampai lebih dari 3 jam (sumber : www.wikipedia.com).

Menurut (Tiurma Simbolon , 2009) ada beberapa cara untuk memproduksi beton ringan tetapi semuanya hanya bergantung pada rongga udara dalam agregat atau pembuatan rongga udara dalam beton. Berikut adalah beberapa cara pembuatan beton ringan.

1. Beton ringan dengan batuan berongga atau agregat ringan yang

digunakan sebagai pengganti agregat kasar. Berdasarkan tingkat kepadatan dan kekuatan beton yang dihasilkan dan berdasarkan jenis agregat ringan yang dipakai, beton ringan dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

a. Beton insulasi (insulating concrete)

Beton ringan dengan massa jenis berkisar 300 – 800 kg/m3

berkekuatan tekan berkisar 0,6 – 6,89 Mpa. Beton ini banyak digunakan untuk keperluan instalasi karena mempunyai konduktivitas panas yang rendah serta kemampuan untuk meredam suara.

b. Beton ringan dengan kekuatan sedang (Moderate Strength

Concrete)

Beton ringan dengan massa jenis berkisar 800 – 1440 kg/m3

dengan kuat tekan berkisar 6,89 – 17,24 Mpa. Beton ini biasanya digunakan untuk keperluan struktur ringan. Beton ini terbuat dari


(26)

agregat ringan seperti : terak, abu terbang, batu serpih dan agregat ringan alami lainnya

c. Beton Struktural (Struktural Concrete)

Beton ringan dengan massa jenis berkisar 1440 – 1850 kg/m3

dengan kuat tekan berkisar 17,24 Mpa pada saat umur beton mencapai 28 hari. Untuk mencapai kekuatan sebesar itu,beton ini menggunakan agregat kasar seperti expanded shale, clays, slate dan slag.

2. Beton ringan tanpa pasir (No fines concrete)

Beton ini tidak menggunakan pasir sehingga mempunyai jumlah pori-pori yang banyak. Beton ini mempunyai massa jenis berkisar 880 – 1200 kg/m3 dengan kuat tekan berkisar 7 – 14 Mpa yang dipengaruhi oleh berat isi dan kadar semen. Pemakaian beton ini sangat baik untuk instalasi struktur.

3. Beton ringan yang diperoleh dengan memasukkan udara ke dalam

beton atau mortar (beton aerasi) atau Aerated Lightweight Concrete

(ALC)

Beton ini mempunyai massa jenis berkisar 200 – 1440 kg/m3 dan

biasanya digunakan untuk keperluan insulasi. Dengan menambahkan

foaming agent maka volume adukan beton akan mengembang secara otomatis sehingga lebih ekonomis.

Menurut SNI 03-0348-1989 bata beton adalah suatu jenis unsur bangunan berbentuk bata yang dibuat dari bahan utama semen portland, air, dan agregat yang dipergunakan untuk pasangan dinding. Bata beton ringan adalah bata


(27)

yang terbuat dari campuran semen, pasir kuarsa , foaming agent sebagai bahan pengembang secara kimiawi, kapur, air, dan dapat dikategorikan sebagai beton aerasi.

a. Semen Portland

Menurut (Paul Nugraha dan Antoni , 2007) semen Portland adalah

material yang mengandung paling tidak 75 % kalsium silikat, dan sisanya tidak kurang dari 5 % Aluminium silikat, Aluminium feri silikat dan Magnesium Oksida. Pada tabel 1.1 ditunjukkan komposisi kimia komponen yang ada di dalam semen portland.

Tabel 1.1 Komposisi Utama Semen Portland (Paul Nugraha, Antoni ,2007)

Nama Kimia Rumus Kimia Singkatan %

berat

Tricalcium silikate 3CaO.SiO2 C3S 50

Dicalcium silikate 2CaO.SiO2 C2S 25

Tricalcium Aluminate 3CaO.Al2O3 C3A 12

Tetracalcium Alumminoferrite 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF 8

Gysum CaSO4.H2O CSH2 3

Untuk menghasilkan semen jenis ini bahan berkapur dan lempung dibakar hingga meleleh sebagian untuk membentuk klinker yang kemudian dihancurkan, digerus, dan ditambah dengan jumlah gips yang sesuai.


(28)

Ada banyak semen jenis portland dan masing-masing mempunyai sifat yang berbeda,yaitu di antaranya :

• Tipe 1, semen Portland jenis umum, yaitu jenis semen Portland untuk

penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan sifat-sifat khusus.

• Tipe 2, semen jenis umum dengan perubahan-perubahan, yaitu jenis

semen yang tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.

• Tipe 3, semen Portland dengan kekuatan awal tinggi. Jenis ini untuk

membangun struktur bangunan yang menuntut kekuatan tinggi atau cepat mengeras.

• Tipe 4, semen Portland dengan panas hidrasi yang rendah. Jenis ini

khusus untuk penggunaan panas hidrasi serendah-rendahnya.

• Tipe 5, semen Portland tahan sulfat. Jenis ini merupakan jenis khusus

untuk digunakan pada bangunan yang terkena sulfat seperti di tanah, atau di air yang tinggi kadar alkalinya.

b. Pasir

Adapun pasir yang digunakan dalam pembuatan bata ringan adalah pasir yang lolos ayakan yang diameternya lebih kecil dari 5 mm. Kegunaan pasir adalah untuk mencegah keretakan pada beton apabila sudah mengering. Akan tetapi apabila jumlahnya terlalu banyak maka akan menyebabkan terjadinya perapuhan setelah kering. Hal ini disebabkan karena pasir tidak bersifat merekat tetapi hanya bersifat sebagai pengisi. Pasir yang baik adalah pasir yang berasal dari sungai dan tidak mengandung tanah lempung karena dapat mengakibatkan retak-retak.


(29)

c. Air

Air juga berperan penting dalam pembuatan bata ringan karena melunakkan campuran agar bersifat plastis. Air yang digunakan juga harus bebas dari asam dan limbah.

d. Foaming Agent

Foaming Agent pada saaat dicampur dengan kalsium hidroksida yang ada di dalam pasir dan air akan beraksi sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini membentuk gelembung-gelembung udara di dalam campuran beton tadi. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya menjadi dua kali lebih besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan atau pembusaan, hidrogen akan terlepas ke atmosfir dan langsung digantikan oleh udara. Rongga-rongga tersebutlah yang membuat bata beton menjadi ringan.

Menurut ASTM C 796 – 87a,Table 1, Foaming Agents for Usse in Producing

Cellular Concrete Using Preformed Foam , banyaknya foaming agent yang digunakan dalam suatu percobaan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

���= 156.62

(62.4− ���) �

71.0 (1000− ���)

Di mana: Wuf adalah massa jenis foaming agent (kg/ m3). Wuf biasanya berkisar antara

32 sampai 64 kg/m3.

Vfa adalah volume foaming agent yang diperlukan (m3). Biasanya Vair : Vfa berkisar 40 : 1.


(30)

Menurut (Limanto Sentosa , 2009) proses pembuatan beton ringan (AAC) adalah sebagai berikut komposisi AAC yang telah ditentukan dicampur dan selanjutnya dituang ke dalam cetakan. Reaksi yang terjadi antara foaming agent dan material lainnya seperti semen dan kapur akan menghasilkan buih-buih mikroskopik hidrogen (H2) dan volume beton pun akan mengembang. Selanjutnya beton ringan tersebut dapat dimasukkan ke dalam mesin

autoclave di mana beton ringan tersebut dicuring dengan mengontrol temperatur sebesar 374o F dan tekanan sebesar 1,82 Mpa untuk menuntaskan semua reaksi kimia yang terjadi dalam adonan beton ringan tersebut. Akan tetapi mengingat mahalnya harga mesin autoclave , tidak semua beton ringan

dicuring dengan mesin tersebut. Menurut ASTM C 567 , Unit Weight of

Structural Lightweight Concrete Beton ringan juga dapat dicuring layaknya beton biasa.

Adapun beberapa keuntungan penggunaan bata beton ringan di antaranya sebagai berikut :

a. Kedap air sehingga sangat kecil terjadinya rembesan air. b. Pemasangan lebih cepat.

c. Ringan, tahan api, dan mempunyai kekedapan suara yang baik.

Adapun beberapa kekurangan penggunaan bata beton ringan adalah sebagai berikut :

a. Perekat yang digunakan biasanya adalah semen instan.

b. Kuat tekannya terbatas sehingga tidak dianjurkan untuk perkuatan


(31)

1.2Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui teknik pembuatan bata beton ringan.

2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan admixture (bahan tambahan)

yaitu accelerator admixture pada pembuatan bata beton ringan.

3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan kapur pada pembuatan bata

beton ringan.

4. Untuk mengetahui pengaruh curing pada pembuatan bata beton ringan. 1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Properties pembuatan bata beton ringan.

b. Pengaruh penambahan accelerator admixture terhadap karakteristik c. Pengaruh kadar zat kapur terhadap karakteristik bata beton ringan. d. Pengaruh curing terhadap karakteristik bata beton ringan.

1.4 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini ada beberapa lingkup masalah yang dibatasi , yaitu karakteristik bahan yang digunakan sebagai benda uji adalah sebagai berikut :

a. F’c bata beton ringan = 2,5 Mpa b. Material yang digunakan :

1. Semen Tipe I ( Semen Biasa)

2. Pasir

3. Kapur / Limestone


(32)

5. SikaSet Accelator dari Sika c. W/C ratio = 0,55

d. Kubus dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm

e. Variasi Benda Uji

1. Variasi Menggunakan Kapur dengan Perawatan

Perbandingan Jenis

Benda Uji

Banyak Sampel

Lama Curing

(Hari)

Semen Pasir Kapur

W/C ratio

1 2 - 0.55 Kubus 5 28

1 2 2.75 0.55 Kubus 5 28

1 2 3 0.55 Kubus 5 28

0.9 2 - 0.55 Kubus 5 28

0.9 2 2.75 0.55 Kubus 5 28

0.9 2 3 0.55 Kubus 5 28

Foaming agent yang digunakan 8.5 cc per kg semen.

2. Variasi Tanpa Kapur dengan Perawatan

Perbandingan Semen : Pasir = 1 : 2 , dengan W/C ratio sebesar 0.55

Lama Curing (Hari) Jenis Benda Uji Banyak Sampel

3 Kubus 5

7 Kubus 5

14 Kubus 5

21 Kubus 5

28 Kubus 5


(33)

3. Pengaruh Penggunaan Accelerator Admixture yaitu SikaSet Accelerator pada beton ringan, tanpa kapur, tanpa perawatan.

Perbandingan Jumlah aditif

per 1 kg semen

(L)

Jenis Benda Uji

Banyak Sampel

Semen Pasir

1 2 - Kubus 5

1 2 0.11 Kubus 5

1 2 0.15 Kubus 5

Foaming agent yang digunakan 8.5 cc per kg semen Total benda uji : Kubus sebanyak 70 (tujuh puluh) buah. 1.5Mekanisme Pengujian Benda Uji

1. Pengujian mekanika properties material di Laboratorium Rekayasa Teknik

Sipil Universitas Sumatera Utara

2. Pembuatan bata beton ringan di pabrikan bata beton ringan.

3. Pengujian bata beton ringan di Laboratorium Rekayasa Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara untuk pengujian : a. Kuat tekan bata beton ringan.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Beton merupakan ikatan dari material-material pembentuk beton, yaitu terdiri dari campuran agregat (kasar dan halus) semen, air dengan perbandingan tertentu dan dapat pula ditambah dengan bahan campuran tertentu apabila dianggap perlu. Bahan air dan semen disatukan akan membentuk pasta semen yang berfungsi sebagai bahan pengikat, sedangkan agregat halus dan agregat kasar sebagai bahan pengisi. Campuran tersebut bila dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan, maka akan mengeras seperti batuan. Pengerasan itu terjadi akibat hasil hidratasi (yaitu reaksi kimia antara air dan semen) dan akibatnya campuran itu selalu bertambah keras setara dengan umurnya dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus, pasir) dan pori-pori antara agregat halus ini diisi oleh semen dan air (pasta semen).

Kekuatan, keawetan dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat bahan-bahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahan-bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan, dan cara perawatan selama proses pengerasan.

Jika ingin membuat beton berkualitas baik, dalam arti memenuhi persyaratan yang lebih ketat karena tuntutan yang lebih tinggi, maka harus


(35)

diperhitungkan dengan seksama cara-cara memperoleh adukan beton

(beton segar/fresh concrete) yang baik dan beton (beton keras / hardened

concrete) yang dihasilkan juga baik. Beton yang baik ialah beton yang kuat, tahan lama/awet, kedap air, tahan aus, dan sedikit mengalami perubahan volume (kembang susutnya kecil). (sumber : www.google.com)

Menurut (Tri Mulyono , 2005) Sebagai bahan konstruksi beton mempunyai kelebihan dan kekurangan, kelebihan beton antara lain :

1. Harganya relatif murah.

2. Mampu memikul beban yang berat.

3. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi. 4. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil.

Kekurangan beton antara lain :

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena

itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes).

2. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat

dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton. 3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.

2.1.1 Beton Segar ( Fresh Concrete)

Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek. (sumber : www.google.com)


(36)

2.2 Pengertian Bata Beton Ringan

Perkembangan konstruksi di Indonesia tidak terlepas dari penggunaan beton sebagai material perkuatan struktur. Akan tetapi, teknologi beton selalu mengalami perkembangan sehingga beton ringan telah digunakan sebagai material struktur baik sebagai bahan pendukung seperti bata beton ringan maupun sebagai bahan struktural bangunan tersebut.

Saat ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menciptakan jenis material yang nantinya akan dipakai dalam pekerjaan konstuksi, salah satunya adalah penelitian material beton ringan.

Bata beton ringan adalah bata yang memiliki berat jenis ( density ) lebih ringan dari bata merah pada umumnya. Bata beton ringan dapat dibuat dengan

menggunakan agregat ringan seperti fly ash, batu apung, ataupun expanded

polystyrene serta campuran dengan semen, pasir, kapur, dan foaming agent

sebagai penghasil gelembung udara atau yang dikenal dengan nama aerated

concrete atau foamed concrete.

Bata berpori dapat dibuat dengan berbagai cara antara lain dengan menggunakan agregat ringan ( fly ash, batu apung, expanded polystyrene/EPS dan lain – lain ), campuran antara semen, silika, pozzolan dan lain – lain yang dikenal dengan nama aerated concrete atau semen dengan cairan kimia penghasil gelembung udara ( dikenal dengan nama foamed concrete atau cellular concrete ).

Tidak seperti bata biasa, berat bata ringan dapat diatur sesuai kebutuhan. Pada umumnya berat bata ringan berkisar antara 600-1600 kg/m3. Karena itu keunggulan bata ringan utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan


(37)

pada proyek bangunan tinggi ( high rise building ) akan dapat secara signifikan mengurangi berat sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan pondasi.

Bata berpori (ringan) atau beton ringan AAC ( Autoclaved Aerated Concrete ) ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Bata ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman pada tahun 1943. Hasilnya bata berpori (ringan) atau beton ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material bangunan yang ramah lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam yang berlimpah. Sifatnya kuat, tahan lama, mudah dibentuk, efisien, dan berdaya guna tinggi. Di Indonesia sendiri bata berpori ( beton ringan ) mulai dikenal sejak tahun 1995, saat didirikannya PT Hebel Indonesia di Kerawang Timur, Jawa Barat.

Dalam kontruksi, bata adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat semen.

Biasanya dipercayai bahwa bata mengering setelah pencampuran dan peletakan. Sebenarnya, bata tidak menjadi padat karena air menguap, tetapi semen berhidrasi, mengelem komponen lainnya bersama dan akhirnya membentuk material seperti batu.

Bata (beton) normal diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu bata normal dan bata ringan. Bata normal tergolong bata yang memiliki densitas sekitar 2,2 – 2,4 gr/cm3 dan kekuatannya tergantung pada komposisi campuran bata ( mix design ). Sedangkan untuk bata ringan atau beton ringan memiliki


(38)

sesuai dengan penggunaan dan pencampuran bahan bakunya. Jenis dari bata ringan (beton ringan) ada dua, yaitu bata ringan berpori ( aerated concrete ) dan bata ringan tidak berpori ( non aerated concrete ). Bata ringan berpori (beton ringan berpori) adalah bata yang dibuat agar strukturnya terdapat banyak pori. Bata semacam ini diproduksi dengan menggunakan agregat ringan, misalnya : batu apung (pumice), diatomite, scoria, volcanic cinders, dan dicampur dengan bahan baku dari campuran semen, pasir, gypsum, CaCO3 dan katalis aluminium. Dengan adanya katalis Al selama terjadi reaksi hidrasi semen akan menimbulkan panas sehingga timbul gelembung-gelembung gas H2O, CO2 dari reaksi tersebut. Akhirnya gelembung tersebut akan menimbulkan jejak pori dalam bata yang sudah mengeras. Semakin banyak gas yang dihasilkan akan semakin banyak pori yang terbentuk dan bata akan semakin ringan.

Berbeda dengan bata non aerated, pada bata ini ditambahkan agregat ringan dalam pembuatannya seperti, serat sintesis dan alami, slag baja, perlite, dan lain-lain. Pembuatan bata ringan berpori jauh lebih mahal karena menggunakan bahan-bahan kimia tambahan dan mekanisme pengontrolan yang cukup sulit.(sumber : www.wikipedia.com)

Sampai saat ini, tidak ada pengaturan mix design yang baku untuk proses pembuatan bata beton ringan. Hal ini disebabkan densitas dari bata beton yang dihasilkan sangat bergantung kepada foaming agent untuk menghasilkan pori-pori pada bata beton ringan tersebut. Pada eksperimen ini, penulis membuat eksperimen dengan mengacu kepada hasil eksperimen Kausal Kishore. Menurut (Kausal Kishore, 2007) seorang material engineers yang berasal dari Jepang.


(39)

Berikut adalah hasil penelitiannya :

Required density (kg/m3)

Required Compressive Strength

at 28-day (N/mm2)

W/C ratio

OPC 53 grade (kg)

Fine sand passing 4 mm

IS sieve (kg)

Water (kg)

1200 6.5 0.55 350 657 193

1400 12.0 0.50 400 800 200

1600 17.5 0.45 450 947 203

1800 25.0 0.40 500 1100 200

Perbandingan Semen : Pasir yang digunakan berkisar 1 : 1.9 hingga 1 : 2.2 dengan FAS bervariasi dari 0.40, 0.45, 0.50, dan 0.55. Pada eksperimen ini, perbandingan semen : pasir yang digunakan adalah 1 : 2 dengan FAS sebesar 0.55 dan densitas

bata beton ringan yang dihasilkan berkisar antara 800 – 900 kg/m3 serta

mempunyai kekuatan tekan minimal sebesar 2.5 Mpa. Selain itu pada eksperimen ini, akan diteliti hubungan antara penggunaan kapur pada bata beton ringan dengan kuat tekan bata beton ringan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan kapur dapat membentuk senyawa gas hidrogen sehingga akan menurukan densitas bata beton ringan.

2.3 Komposisi Bata Ringan

2.3.1 Semen Portland

Menurut SNI 0013-1981, Semen Portland merupakan bahan perekat dalam campuran beton hasil penghalusan klinker yang senyawa utamanya terdiri


(40)

dari material calcareous seperti limestone atau kapur dan material

argillaceous seperti besi oksida,serta silica dan alumina yang berupa lempung. Proses pencampuran dilakukan di dalam tempat pembakaran

dengan temperatur berkisar 1300- 1450oC membentuk klinker. Setelah

didingikan ditambah dengan sejumlah material gipsum (CaSO4.2H2O) dan bahan inert pada penggilingan terakhirnya. Pemberian gipsum 3-5% ini bertujuan untuk mengedalikan waktu ikat semen agar tidak terlalu lama.

Akibat pemasan oksida-oksida utama yang terdapat pada semen portland akan membentuk senyawa gabungan yang memberi sifat-sifat tertentu pada semen portland. Pada tabel 2.1 ditunjukkan komposisi kimia komponen yang ada di dalam semen portland.

Tabel 2.1 Komposisi Utama Semen Portland (Paul Nugraha, Antoni, 2007)

Nama Kimia Rumus Kimia Singkatan %

berat

Tricalcium silikate 3CaO.SiO2 C3S 50

Dicalcium silikate 2CaO.SiO2 C2S 25

Tricalcium Aluminate 3CaO.Al2O3 C3A 12

Tetracalcium Alumminoferrite 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF 8

Gysum CaSO4.H2O CSH2 3

Senyawa yang dibutuhkan pada semen adalah C3S dan C2S karena bersifat perekat dan menyumbangkan kekuatan semen jika bersenyawa dengan air. Senyawa C3S lebih cepat bereaksi dengan air dibandingkan dengan C2S, hal ini menyebabkan semen yang mengandung C3S yang tinggi akan mengeras


(41)

lebih cepat dan berpengaruh besar pada kekuatan awal semen. Sebaliknya semen yang mengandung C2S yang tinggi serta perawatan yang baik, akan menghasilkan kekuatan akhir semen yang lebih besar.

Senyawa C3A dan C4AF yang terbentuk tidak mempunyai sifat semen dan dapat mengurangi daya ikat semendan dalam jumlah besar dapat

memperlambat proses pengerasan semen. Senyawa C3A bila bereaksi dengan

air akan menghasilkan panas hidrasi yang tinggi. Di samping itu, jika C3A bereaksi dengan garam-garam sulfat akan membentuk senyawa mono atau trisulfoaluminat , di mana dalam keadaan basah volumenya akan mengembang, sehingga semen yang mengeras menjadi rusak , sedangkan

C4AF hanya berpengaruh pada warna semen, semakin tinggi kadarnya

semakin tua warna semen yang dihasilkan.

Kekuatan semen merupakan hasil dari proses hidrasi. Proses kimiawi ini berupa rekristalisasi dalam bentuk interlocking-crystals sehingga membentuk gel semen yang akan membentuk kekuatan tinggi apabila mengeras. Kekuatan awal semen portland semakin tinggi apabila semakin besar persentase C3S. Jika perawatan kelembaban terus berlangsung , kekuatan akhirnya akan semakin besar apabila persentase C2S semakin besar. C3A mempunyai kontribusi terhadap kekuatan beberapa hari setelah pengecoran beton karena bahan ini yang lebih dulu mengalami hidrasi.

Ada banyak semen jenis portland dan masing-masing mempunyai sifat


(42)

a. Tipe I (Ordinary Portland Cement)

Semen Portland Tipe I merupakan semen yang umum digunakan untuk berbagai pekerjaan konstruksi yang mana tidak terkena efek sulfat pada tanah atau berada di bawah air.

b. Tipe II (Modified Cement)

Semen Portland Tipe II merupakan semen dengan panas hidrasi sedang atau di bawah semen Portland Tipe I serta tahan terhadap sulfat. Semen ini cocok digunakan untuk daerah yang memiliki cuaca dengan suhu yang cukup tinggi serta pada struktur drainase.

c. Tipe III (Rapid-Hardening Portland Cement)

Semen Portland Tipe III memberikan kuat tekan awal yang tinggi. Penggunaan Tipe III ini jika cetakan akan segera dibuka untuk penggunaan berikutnya atau kekuatan yang diperlukan untuk konstruksi lebih lanjut. Semen Tipe III ini hendaknya tidak digunakan untuk konstruksi beton missal atau dalam skala besar karena tingginya panas yang dihasilkan dari reaksi beton tersebut.

d. Tipe IV (Low-Heat Portland Cement)

Semen Portland Tipe IV digunakan jika pada kondisi panas yang dihasilkan dari reaksi beton harus diminimalisasi. Namun peningkatan kekuatan lebih lama dibandingkan semen tipe lainnya tetapi tidak mempengaruhi kuat akhir.


(43)

e. Tipe V (Sulphate-Resisting Cement)

Semen Portland Tipe V digunakan hanya pada beton yang berhubungan langsung dengan sulfat, biasanya pada tanah atau air tanah yang memiliki kadar sulfat yang cukup tinggi.

Spesifikasi Portland semen umumnya menempatkan batas pada komposisi kimia dan sifat fisiknya. Pengertian yang signifikan dari sifat fisik semen sangat membantu dalam hal mengaplikasikan hasil dari uji semen. Berikut adalah sifat dari semen Portland :

a. Kehalusan (Fineness)

Kehalusan semen mempengaruhi panas yang dihasilkan dan besarnya hidrasi. Nilai kehalusan yang tinggi akan meningkatkan hidrasi semen dan meningkatkan pertumbuhan kuat tekan.

b. Kekuatan (Soundness)

Kekuatan ini berdasarkan pada kemampuan pasta untuk mengeras serta mempertahankan volumenya setelah pengikatan.

c. Konsistensi (Consistency)

Konsistensi didasarkan pada gerakan relatif pada semen pasta segar atau mortar atau kemampuannya untuk mengalir.

d. Waktu Pengikatan (Setting Time)

Waktu pengikatan diindikasikan dengan pasta yang sedang menimbulkan reaksi hidrasi yang normal.


(44)

Salah Pengikatan adalah bukti dari hilangnya plastisitas tanpa berkembangnya panas setelah pencampuran.

f. Kuat Tekan (Compressive Strength)

Kuat tekan didukung oleh tipe semen, komposisi bahan dan kehalusan semen.

g. Panas Hidrasi (Heat of Hydration)

Panas Hidrasi adalah panas yang ditimbulkan ketika semen dan air bereaksi. Panas yang dihasilkan bergantung pada komposisi kimia dari semen tersebut.

h. Kehilangan Pembakaran (Loss on Ignition)

Kehilangan Pembakaran diindikasikan sebelum hidrasi dan karbonasi, yang diakibatkan penyimpanan yang tidak sesuai.

Telah kita ketahui bahwa senyawa mentah yang digunakan untuk memproduksi semen Portland adalah kapur, silika, alumina dan oksida besi. Kandungan ini berinteraksi satu dengan lainnya membentuk suatu material kompleks.

Perhitungan komposisi pada semen Portland berdasarkan hasil yang diperoleh R. H. Bogue dan lainnya, dan sering disebut ‘Komposisi Bogue’.

C3S = 4.07 (CaO) – 7.60 (SiO2) – 6.72 (Al2O3) – 1.43 (Fe2O3) – 2.85 (SO3)


(45)

C3A = 2.65 (Al2O3) – 1.69 (Fe2O3)

C4AF = 3.04 (Fe2O3)

2.3.2 Pasir

Adapun pasir yang digunakan dalam pembuatan bata ringan adalah pasir yang lolos ayakan (standard ASTM E 11-70) yang diameternya lebih kecil dari 5 mm. Kegunaan pasir adalah untuk mencegah keretakan pada beton apabila sudah mengering. Akan tetapi apabila jumlahnya terlalu banyak maka akan menyebabkan terjadinya perapuhan setelah kering. Hal ini disebabkan karena pasir tidak bersifat merekat tetapi hanya bersifat sebagai pengisi. Pasir yang baik adalah pasir yang berasal dari sungai dan tidak mengandung tanah lempung karena dapat mengakibatkan retak-retak, dan juga harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh ASTM, sebagai berikut :

a. Susunan Butiran ( Gradasi )

Modulus kehalusan (fineness modulus), menurut hasil penelitian

menunjukan bahwa pasir dengan modulus kehalusan 2,5 s/d 3,0 pada umumnya akan menghasilkan beton mutu tinggi (dengan fas yang rendah) yang mempunyai kuat tekan dan workability yang optimal. Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :


(46)

 Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2  Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9

 Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus

Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap

saringan

9.5 mm (3/8 in) 100

4.76 mm (No. 4) 95 – 100

2.36 mm ( No.8) 80 – 100

1.19 mm (No.16) 50 – 85

0.595 mm ( No.30 ) 25 – 60

0.300 mm (No.50) 10 – 30

0.150 mm (No.100) 2 – 10

b. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan

No.200 ), tidak boleh melebihi 5 % ( terhadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.


(47)

d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.

e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan

mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

f. Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :

 Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur

maksimum 10 %.

 Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur

maksimum 15 %.

2.3.3 Kapur / Limestone

Batu kapur merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan bangunan, batu bangunan bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk pertanian dll. Bahan Kapur adalah sebuah benda putih dan halus terbuat dari batu sedimen, membentuk bebatuan yang terdiri dari mineral kalsium. Biasanya kapur relatif


(48)

terbentuk di laut dalam dengankondisi bebatuan yang mengandung lempengan kalsium plates (coccoliths) yang dibentuk oleh mikroorganisme coccolithophores. Biasanya lazim juga ditemukan batu api dan chert yang terdapat dalam kapur atau istilah umumnya yaitu bahan yang mengandung kalsium anorganik,di mana karbonat, oksida dan hidroksida mendominasi. Tepatnya, kapur adalah kalsium oksida atau hidroksida kalsium.

Batu kapur mempunyai sifat yang istimewa, bila dipanasi akan berubah menjadi kapur yaitu kalsium oksida (CaO) dengan menjadi proses dekarbonasi (pelepasan CO2) dan hasilnya disebut kampur atau quick lime yang dapat dihidrasi secara mudah menjadi kapur hydrant atau kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Pada

proses ini air secara kimiawi bereaksi dan diikat oleh CaOmenjadi Ca(OH)2

dengan perbandingan jumlah molekul sama.Kapur tohor (CaO) adalah hasil dari pemanasan batuan kapur, yang dalam perdagangan dapatdijumpai bermacam-macam hasil pembakaran kapur ini, antara lain :

Kapur tohor / quick lime : yaitu hasil langsung dari pembakaran batuan

kapur yang berbentuk oksida-oksida dari kalsium atau magnesium.

1. Kapur pada / hydrated lime : adalah bentuk hidroksida dari kalsium atau magnesium yang dibuat dari kapur keras yang diberi air sehingga bereaksi dan mengeluarkan panas. Digunakan terutama untuk bahan pengikat dalam adukan bangunan.

2. Kapur hydraulik : disini CaO dan MgO tergabung secara kimia dengan

pengotor- pengotor. Oksida kapur ini terhidrasi secara mudah dengan menambahkan air ataupun membiarkannya di udara terbuka, pada reaski ini timbul panas


(49)

Adapun pemanfaatan dari kapur diantaranya adalah :

1. Bahan bangunan bahan bangunan yang dimaksud adalah kapur yang

dipergunakan untuk plester,adukan pasangan bata, pembuatan semen tras ataupun semen merah.

2. Bahan penstabilan jalan raya. Pemakaian kapur dalam bidang pemantapan

fondasi jalan raya termasuk rawa yang dilaluinya. Kapur ini berfungsi untuk mengurangi plastisitas, mengurangi penyusutan dan pemuaian fondasi jalan raya

Pada Kapur / Limestone mengandung senyawa portlandite (Ca(OH)2) ,

calcium silicate hydate (Ca1,5SiO3,5.xH2O). Kapur yang digunakan pada campuran beton ringan terlebih dahulu harus dihaluskan, kemudian diayak dengan saringan No. 200. Secara reaksi kimia, apabila kapur bereaksi dengan foaming agent maka akan dihasilkan gelembung-gelembung H2 sehingga dapat mengurangi berat bata beton yang dihasilkan. (sumber : www.wikipedia.com)

2 CaO + 3 H2O2 2 Ca(OH)2 + H2 + 2O2

2.3.4 Air

Air merupakan salah satu bahan yang dibutuhkan untuk campuran beton untuk mendukung reaksi kimia dengan semen. Air yang mengandung senyawa garam, minyak, bahan-bahan kimia lainnya dapat mengubah sifat semen. Dalam pembuatan bata beton ringan, air berfungsi untuk melunakkan campuran agar bersifat plastis, air yang terlalu banyak akan menyebabakan banyaknya gelembung udara setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit


(50)

akan menyebabkan tidak selesainya proses hidrasi sehingga mengakibatkan penurunan kekuatan bata beton tersebut.

2.3.5 Foaming Agent

Foaming Agent adalah senyawa kimia yang digunakan untuk

mengembangkan adonan mortar pada proses pembuatan bata beton ringan. Pada saaat dicampur dengan kalsium hidroksida yang ada di dalam pasir dan air akan beraksi sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini membentuk gelembung-gelembung udara di dalam campuran beton tadi. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya menjadi dua kali lebih besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan atau pembusaan, hidrogen akan terlepas ke atmosfir dan langsung digantikan oleh udara. Rongga-rongga tersebutlah yang membuat bata beton menjadi ringan. Akan tetapi, apabila foaming agent yang digunakan terlalu banyak, hal ini dapat menyebabkan turunnya kekuatan bata beton ringan tersebut karena terlalu banyak rongga

udara di dalamnya. Menurut ASTM 796-87 a,Table 1, Foaming Agents for

Use in Producing Celllular Concrete Using Preformed Foam, banyaknya foaming agent yang digunakan dalam suatu percobaan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

���= 156.62

(62.4− ���) �

71.0 (1000− ���)

Di mana: Wuf adalah massa jenis foaming agent (kg/ m3). Wuf biasanya berkisar antara 32 sampai 64 kg/m3.


(51)

Vfa adalah volume foaming agent yang diperlukan (m3). Biasanya Vair : Vfa berkisar 40 : 1.

Proses pembuatan ALC (Aerated Lightweight Concrete) berbeda dengan AAC

(Autoclaved Aerated Concrete). Untuk beton ringan tipe ALC, beton tidak dimasukkan ke dalam mesin autoclaved melainkan dapat dicuring layaknya beton biasa sedangkan pada proses pembuata beton ringan tipe AAC, beton ringan

tersebut dimasukkan ke dalam mesin autoclaved untuk dicuring dengan

mengontrol temperatur sebesar 374oF dan tekanan sebesar 1,82 Mpa untuk

menuntaskan semua rekasi kimia yang terjadi dalam adonan beton ringan tersebut.

2.3.6 Admixture

Bahan pencampur adalah material yang berbentuk cairan maupun serbuk yang ditambahkan ke beton yang dapat memberikan efek-efek tertentu yang tidak akan muncul pada pencampuran beton biasa, seperti kemungkinan pelaksanaan (Workability), kekuatan (Strength), titik beku (Freezing Point), dan perawatan (Curing). Jenis-jenis bahan pencampur (admixture) antara lain :

a. Type A, Water Reducer admixture yang digunakan untuk mengurangi

kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan nilai slump yang ditentukan.

b. Type B, Retarder admixture untuk memperlambat reaksi hidrasi pada


(52)

c. Type C, Accelerator admixture yang digunakan untuk mempercepat proses hidrasi atau proses pengurangan air dalam beton untuk meningkatkan kekuatan beton.

d. Type D, Water Reducer dan Retarder Admixture yang digunakan untuk

mengurangi kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk

menghasilkan beton dengan nilai slump yang ditentukan dan

memperlambat reaksi hidrasi pada beton.

e. Type E, High Range Water Reducer admixture yang digunakan untuk

mengurangi kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan nilai slump 12 persen atau lebih besar.

f. Type F, High Range Water Reducer dan Retarder admixture yang

digunakan untuk mengurangi kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan nilai slump 12 persen atau lebih besar dan memperlambat reaksi hidrasi pada beton.

Pada eksperimen kali ini, bahan pencampur yang digunakan adalah Tipe C

yaitu accelerator admixture dengan merek dagang SikaSet Accelerator

Admixture.

2.3.6.1 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambah di lapangan sering menimbulkan masalah-masalah tidak terduga yang tidak mengguntungkan, karena kurangnya pengetahuan tentang interaksi antara bahan tambahan dengan beton. Untuk mengurangi dan mencegah hal yang tidak terduga dalam penggunaan bahan tambah tersebut, maka penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus dikonfirmasikan dengan standar yang berlaku dan yang terpenting adalah


(53)

memperhatikan dan mengikuti petunjuk dalam manualnya jika menggunakan bahan “paten” yang diperdagangkan.

a. Mempergunakan bahan tambahan sesuai dengan spesifikasi ASTM

(American Society for Testing and Materials) dan ACI (American Concrete International).

Parameter yang ditinjau adalah :

 Pengaruh pentingnya bahan tambahan pada penampilan beton.

 Pengaruh samping (side effect) yang diakibatkan oleh bahan tambahan. Banyak bahan tambahan mengubah lebih dari satu sifat beton, sehingga kadang-kadang merugikan.

 Sifat-sifat fisik bahan tambahan.

 Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif, yaitu ada tidaknya

komposisi bahan yang merusak seperti klorida, sulfat, sulfide, phosfat, juga nitrat dan amoniak dalam bahan tambahan.

 Bahaya yang terjadi terhadap pemakai bahan tambahan.

 Kondisi penyimpanan dan batas umur kelayakan bahan tambahan.

 Persiapan dan prosedur pencampuran bahan tambahan pada beton

segar.

 Jumlah dosis bahan tambahan yang dianjurkan tergantung dari kondisi

struktural dan akibatnya bila dosis berlebihan.

 Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton

misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama pengadukan.

b. Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis pada brosur dan


(54)

Biasanya percampuran bahan tambahan dilakukan pada saat percampuran beton. Karena kompleksnya sifat bahan tambahan beton terhadap beton, maka interaksi pengaruh bahan tambahan pada beton, khususnya interaksi pengaruh bahan tambahan pada semen sulit diprediksi. Sehingga diperlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan pengaruhnya terhadap beton secara keseluruhan.

2.4 Jenis-Jenis Beton Ringan

Di dalam ilmu teknologi beton dikenal adanya istilah istilah beton ringan (light weight concrete). Pembuatan beton ringan dengan pemakaian agregat ringan dimulai sejak munculnya agregat ringan yang terbuat dari proses pembakaran shale dan clays pada tahun 1917 oleh S.J. Hayde. Pemakaian beton ringan pertama kali diperkenalkan Amerika Serikat pada perang dunia I oleh perusahaan

Emergency Fleet Building dengan memakai agregat expanded shale dan dipakai pada konstruksi kapal serta perahu. Beton ringan bertulang tersebut mempunyai kekuatan 34,47 Mpa dan berat isi 1760 kg/m3.

Sejak tahun 1950-an beton ringan telah dipakai pada struktur bertingkat , lantai kendaraan pada jembatan dan beton precast dan lain-lain. Ada beberapa cara untuk memproduksi beton ringan tetapi ini semua bergantung pada adanya rongga udara dalam agregat , pembuatan rongga udara dalam beton , di antaranya cara pembuatannya, yaitu dapat dilakukan dengan beberapa cara pembuatan yaitu

1. Beton ringan dengan bahan batuan yang berongga atau agregat ringan


(55)

Beton ini memakai agregat ringan yang mempunyai berat jenis yang rendah (berkisar 1400 – 2000 kg/m3) akibat agregat kasar yang bersifat porous. Agregat yang dipakai berasal dari alam, proses pembakaran, hasil produksi industri serta bahan-bahan organik.

Campuran beton yang memakai agregat ringan butiran halus maupun

kasar menghasilkan beton yang dikenal dengan nama “All Light-weight

Concrete” . Untuk mmperoleh hasil yang lebih baik, agregat halus dapat

diganti dengan pasir alam yang dikenal dengan nama “ Sanded

Lightweight Concrete” . Selain itu pemakaian pasir alam dengan gradasi

yang baik dapat memperbaiki workability beton. Akan tetapi untuk

menjaga kepadatan beton ringan tetap rendah, pemakaian pasir alam dibatasi 15 % sampai 30 %.

Beton ringan dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan tingkat kepadatan dan kekuatan beton yang dihasilkan dan berdasarkan jenis agregat ringan yang dipakai , beton ringan dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :

a. Beton Insulasi (Insulating Concrete)

Beton ringan dengan berat jenis berkisar antara 300 – 800 kg/m3 serta berkekuatan tekan sebesar 0,69 – 6,89 Mpa yang biasanya dipakai sebagai beton penahan panas (insulasi panas). Jenis beton ini banyak digunakan untuk keperluan insulasi karena mempunyai konduktivitas panas yang rendah serta untuk peredam suara.


(56)

b. Beton Ringan dengan Kekuatan Sedang (Moderate Strength Concrete)

Beton dengan berat jenis berkisar antara 800 – 1440 kg/m3 serta

mempunyai kuat tekan sebesar 6,89 – 17,24 Mpa. Jenis beton ini banyak digunakan untuk struktur ringan atau sebagai pengisi (fill concrete).

c. Beton Struktural (Structural Concrete)

Beton dengan berat jenis berkisar antara 1440 – 1850 kg/m3 , dan dapat dipakai sebagai beton struktural jika mempunyai kuat tekan > 17,24 Mpa pada saat berumur 28 hari.

2. Beton Ringan Tanpa Pasir (No Fines Concrete)

Beton jenis ini tidak menggunakan agregat halus (pasir) pada pencampuran pastanya sehinga mempunyai sebagian besar pori-pori. Dengan berat jenis berkisar 880 – 1200 kg/m3. Kekuatan beton ini berkisar 7 – 14 Mpa yang dipengaruhi oleh berat isi beton dan kadar semen. Pemakaian beton ini sangat baik untuk kemampuan insulasi dari struktur , meskipun keberadaan rongga udara cenderung banyak dan seragam sehingga dapat mengurangi kuat tekan beton tersebut.

3. Beton ringan yang diperoleh dengan memasukkan udara dalam adukan

beton atau mortar ( beton aerasi )

Beton ini memiliki berat jenis berkisar 200 – 1440 kg/m3 dan biasanya digunakan untuk keperluan insulasi serta beton tahan api.

Ada dua cara utama dalam pembentukan beton jenis ini, yaitu :

1. Penambahan bubuk alumunium atau seng yang dikombinasikan dengan


(57)

Dalam proses ini alumunium atau bubuk yang ditambahkan pada bubur semen selama pencampurannya, kuantitas logam yang dihaluskan sekitar 0,1 % sampai 0,2 % dari berat semen. Dalam beberapa menit gas hidrogen mulai terjadi secara perlahan dan bubur semen akan naik. Proses pengembangan bubur ini terjadi selama sekitar satu jam. Bubur kemudian mengeras membentuk suatu bahan yang terdiri dari sejumlah besar gelembung yang tertutup lubangnya dan dikelilingi oleh adukan semen yang mengeras. Berat jenis dari beton yang dihasilkan tergantung pada kuantitas bubuk metal yang digunakan, suhu dan waktu pabrikasinya. Berat jenis dari beton jenis ini adalah 550 – 950 kg / m3.

2. Mempergunakan bahan yang menimbulkan busa seperti ”resin soap”atau damar sabun.

Bahan untuk membuat busa ini dicampur dengan semen,pasir, dan air,

serta proses pemasukan udaranya dicapai dengan cara memutarnya dalam alat campur yang berkecepatan tinggi, atau diputar sehingga keluar

busanya dengan mempergunakan udara yang bertekanan

mempergunakan alat penghasil buih. Kemudian buih ini dicampurkan kedalam bubur semen dengan mesin pencampur beton( pan mixer ). Cara ini menghasilkan beton ringan dengan berat jenisyang lebih rata jika pembentukan buihnya dikontrol dengan hati – hati. Berat jenis dari beton ringan jenis ini dapat dibuat serendah mungkin misalnya 320 kg / m3, tetapi tidak memiliki kekuatan yang bagus dan hanya akan dipergunakan sebagai isolator dalam keadaan kering. Beton ringan jenis ini memiliki penyusutan kering yang tinggi


(58)

4. Beton Ringan dengan ”Clinker” dan ”Breeze

Agregat yang dikenal dengan nama ” clinker ” dan ” Breeze” telah

digunakan selama bertahun – tahun dalam memproduksi blok dan plat untuk partisi dalam dan tembok interior lainnya. Clinker adalah bahan yang dibakar sempurna dan massanya mengeras dan berinti serta terisi sedikit bahan yang mudah terbakar, sedang breeze adalah bahan residu yang kurang keras dan kurang baik pembakarannya, dan oleh karenanya berisi bahan yang mudah terbakar. Sumber utama dari agregat clinker

adalah stasiun pembangkit listrik.

Menurut (Tri Mulyono , 2005), berdasarkan letak di mana beton tersebut digunakan, beton dapat dibagi berdasarkan spesifikasi sebagai berikut :

1. Kelas A 1

Batasan kandungan bahan yang mudah terbakar tidak lebih dari 10 %.

Tujuan umum : beton tak bertulang. Agregat clinker dan breeze sangat tidak cocok untuk beton bertulang karena sifat porositas dan penyerapannya, sehingga keadaannya selalu lebih basah daripadakeadaan sekitarnya. Kandungan belerangnya juga merupakan faktor yang mempercepat terjadinya korosi pada tulangan yang tertanam di beton.

2. Kelas A 2

Batasan kandungan bahan yang mudah terbakar tidak lebih dari 20 %.

Tujuan umum : pekerjaan interior yang tidak mengalami keadaan basah dan dicor di tempat.


(59)

3. Kelas B

Batasan kandungan bahan yang mudah terbakar tidak lebih dari 25 %. Tujuan umum : blok pracetak

2.5 Proses Pembuatan Bata Beton Ringan

Adapun proses pembuatan bata beton ringan adalah sebagai berikut :

1. Campurlah semen portland dengan pasir sesuai dengan yang telah

direncanakan terlebih dahulu.

2. Tuanglah air sesuai dengan perencanaan ke dalam campuran semen dan

pasir tersebut.

3. Aduklah hingga membentuk adonan yang merata dengan menggunakan

mixer.

4. Hidupkan kompresor dan semprotkan foaming agent ke dalam adonan

yang telah merata tersebut.

5. Aduklah dengan mixer hingga merata dan tidak ada foaming agent yang

tersisa.

6. Tuanglah adonan yang tersebut ke dalam cetakan bata beton ringan.

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Bata Beton Ringan Dibandingkan Batu Bata Merah

Kelebihan Bata Beton Ringan dibandingkan dengan batu bata merah adalah : 1. Ringan sehingga dapat mengurangi beban struktur.

2. Dapat menahan kuat tekan sebesar 2,5 Mpa.

3. Tidak dibutuhkan plesteran yang tebal.

4. Proses pembuatan bata beton ringan dapat dilakukan di lokasi proyek


(60)

5. Proses pembuatannya tidak menggunakan tanah liat sehingga mengurangi dampak kerusakan lingkungan.

Kekurangan Bata Beton Ringan dibandingkan batu bata merah adalah :

1. Perekat yang digunakan biasanya merupakan semen instan sehingga

kurang ekonomis.

2. Biaya investasi awal untuk pengadaan mesin pembuatan bata beton ringan

yang relatif mahal.

3. Dibutuhkan gergaji khusus untuk memotong bata beton ringan agar dapat

dihasilkan potongan kecil 2.7 Karakteristik Bata Beton Ringan

Ditinjau dari material penyusunnya, bata beton ringan dapat dikategorikan sebagai mortar (campuran semen, pasir dan air) .Pada bata beton ringan, buih-buih hidrogen yang dihasilkan akan mereduksi berat jenis bata tersebut secara signifikan. Selain itu, proporsi beton ringan dan metode curing yang digunakan dapat mempengaruhi mikrostruktur sekaligus sifat fisik dan mekanis dari bata beton tersebut.

2.7.1 Absorpsi

Absorpsi adalah terserapnya atau terikatnya suatu substansi (adsorbat) pada permukaan yang dapat menyerap (adsorben). Absorpsi dapat terjadi antara zat padat dan zat cair, zat padat dengan gas, zat cair dengan zat cair, dan zat cair dengan gas. Absorpsi terjadi karena molekul-molekul pada permukaan zat yang memiliki gaya tarik dalam keadaan tidak seimbang yang cenderung tertarik ke arah dalam (gaya kohesi adsorben lebih besar dari gaya adhesinya). Ketidakseimbangan gaya tarik ini mengakibatkan zat yang digunakan sebagai


(61)

adsorben cenderung menarik zat-zat lain yang bersentuhan dengan permukaannya. Berdasarkan interkasi molekular antara permukaan adsorben dan adsorbat. Adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Absorpsi Fisika bila terjadi gaya intermolekul lebih besar daripada gaya gaya tarik menarik antar molekul, gaya tarik yang relatif lemah antara adsorbat dan adsorben , gaya ini disebut gaya Van Der Walas

,sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu permukaan ke permukaan lainnya dari adsorben.

2. Absorbsi kimia terjadi karena adanya reaksi-reaksi antar

molekul-molekul adsorban dengan adsorben di mana terbentuk ikatan kovalen dengan ion. Gaya ikat absorben bervairasi tergantung pada zat

perekasi. Absorpsi jenis ini bersifat irresible dan hanya dapat

membentuk lapisan tunggal. 2.7.2 Kuat Tekan

Hal-hal yang dapat mempengaruhi kuat tekan terhadap bata beton ringan adalah karakteristik bahan yang digunakan, umur, proses curing, faktor air semen dan pembentukan pori-pori pada bata beton ringan tersebut. Nilai kekuatan tekan yang dihasilkan biasanya akan meningkat seiring dengan peningkatan densitas pada bata beton ringan tersebut. Semakin rendah perbandingan air semen, semakin

tinggi kekuatan desaknya. Suatu jumlah tertentu air diperlukan untuk

memberikan aksi kimiawi dalam pengerasan beton, kelebihan air meningkatkan kemampuan pekerjaan (mudahnya beton untuk dicorkan) akan tetapi menurunkan kekuatan.


(62)

2.8 Estimasi Biaya Pembuatan Bata Beton Ringan

Berikut adalah rincian estimasi biaya pembuatan 1 m3 bata beton ringan dengan perbandingan semen : pasir sebesar 1 : 2 dengan berat jenis berkisar 800 – 900 kg/m3.

1. Investasi untuk Kompresor dan 200 set cetakan Rp. 70.000.000,-

2. Semen Tipe 1 Kemasan 50 kg/ zak sebanyak 6 zak Rp. 360.000,-

3. Pasir sebanyak 600 kg Rp. 72.000,-

4. Foaming Agent sebanyak 2 liter Rp. 100.000,-

5. Air sebanyak 180 liter Rp. 27.000,-

6. Bahan Bakar Minyak (BBM) Rp. 10.000,- (+)

Total Biaya untuk 1 m3 bata beton ringan

di luar biaya mesin kompresor Rp. 569.000,-

1 m3 adonan bata beton ringan dapat menghasilkan 83 keping bata beton ringan dengan ukuran 60 cm x 20 cm x 10 cm dengan harga jual sebesar Rp. 8000,- per keping. Sehingga 1 m3 bata beton ringan dapat dijual seharga Rp. 684.000,-.


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di :

1. Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara meliputi :

a. Pemeriksaan Bahan

b. Perendaman benda uji

Curing tetap harus dilakukan mengingat bata beton ringan meggunakan semen di mana berlaku prinsip kekuatan beton mencapai 100% pada umur 28 hari.

c. Pengujian kuat tekan bata beton ringan pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan hubungan antara faktor umur bata beton ringan dengan kuat tekan bata beton ringan

d. Pengujian absorpsi bata beton ringan

2. Pabrikan bata beton ringan meliputi :

a. Penyediaan bahan penyusun beton

b. Perencanaan campuran bata beton ringan (Mix Design)


(64)

Diagram Alir Pembuatan Bata Beton Ringan

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bata Beton Ringan MIX DESIGN

PEMBUATAN BENDA UJI TIPE BR, BR’ DAN BS

PENGERINGAN (selama 24 jam)

PERENDAMAN (selama 28 hari)

TANPA PERENDAMAN PERENDAMAN

(selama 3, 7 ,14, 21, dan 28 hari)

KUAT TEKAN ABSORPSI

PENGUJIAN

ANALISA DATA

HASIL / LAPORAN PENELITIAN

PENYEDIAAN BAHAN

PEMERIKSAAN BAHAN PASIR

SEMEN AIR FOAMING AGENT

KAPUR


(65)

3.2 Bahan Penyusun Beton Ringan

Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, foaming agent dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi untuk mendapatkan sifat-sifat beton ringan yang diinginkan. Biasanya perbandingan campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.

3.2.1 Semen Portland

Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif.

Sifat-sifat fisik semen yaitu : 1. Kehalusan Butir

Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.

2. Waktu ikatan

Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran semen dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat awal, dan pada waktu sampai


(66)

pastanya menjadi massa yang keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan waktu ikaran semen adalah :

• Waktu ikat awal > 60 menit

• Waktu ikat akhir > 480 menit

Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu waktu transportasi, penuangan, pemadatan, dan perataan permukaan.

3. Panas hidrasi

Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut hidrasi.

4. Pengembangan volume (lechathelier)

Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 %. Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak dan akan timnul retak – retak.

Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi oleh PT. SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg.

3.2.2 Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya lolos dari ayakan diameter 5 mm dan merupakan pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batu-batuan. Pasir alam dapat dijumpai sebagai gundukan-gundukan di sepanjang sungai, sering disebut pasir sungai dan memiliki bentuk butiran bulat. Selain itu


(67)

pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari gunung, disebut dengan pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam.

Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Susunan butiran (gradasi)

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Agregat halus harus mempunyai susunan besar butiran dalam batas-batas seperti yang diperlihatkan pada tabel 3.1. Agregat halus tidak boleh mengandung bagian yang lolos 45% pada suatu ayakan dan tertahan pada ayakan berikutnya. Modulus kehalusannya tidak boleh kurang dari 2,2 dan tidak lebih dari 3,2. Tabel 3.1 Susunan Besar Butiran Agregat Halus (ASTM, 1991)

Ukuran Lubang Ayakan (mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%)

9,50 100

4,75 95 - 100

2,36 80 - 100

1,18 50 - 85

0,60 25 - 60

0,30 10 - 30


(68)

2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka agregat halus harus dicuci.

3. Kadar gumpalan tanah liat tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat

kering).

4. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan

merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih gelap dari standar percobaan Abrams-Harder.

5. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan

mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya lebih dari 0,06% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

6. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :

 Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10%.

 Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagian ynag hancur maksimum

15%.

Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton ringan

diperoleh dari quarry Sei Wampu , Binjai. Pemeriksaan yang

dilakukan terhadap agregat halus meliputi :  Analisa ayakan pasir


(69)

 Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200)  Pemeriksaan kandungan organik (colometric test)

 Pemeriksaan kadar liat (clay lump)  Pemeriksaan berat isi pasir

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi pasir

Analisa Ayakan Pasir a. Tujuan :

(ASTM C 136 - 84a)

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan pasir (FM)

b. Hasil pemeriksaan :

Modulus kehalusan pasir (FM) : 2.57 Pasir dapat dikategorikan pasir halus. c. Pedoman :

100

mm

0.15

ayakan

hingga

tertahan

Komulatif

%

FM

=

Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam beberapa kelas, yaitu :

 Pasir halus : 2.20 < FM < 2.60  Pasir sedang : 2.60 < FM < 2.90  Pasir kasar : 2.90 < FM < 3.20 Pencucian Pasir Lewat Ayakan no.200

a. Tujuan :

(ASTM C 117 – 90)


(70)

b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 1,6% < 5% , memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan

melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus dicuci.

a. Tujuan :

Pemeriksaan Kandungan Organik

Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir. b. Hasil pemeriksaan :

Warna kuning terang (standar warna no.3), memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

Standar warna no.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik pada pasir kurang dari yang disyaratkan.

a. Tujuan :

Pemeriksaan Clay Lump Pada Pasir

Untuk memeriksa kandungan liat pada pasir. b. Hasil pemeriksaan :


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Yudith, 2008, Pengaruh Zat Aditif pada Pembuatan Bata Beton Ringan, FT UI, Jakarta.

A.M. Neville, 1963, Properties of Concrete, Britain, Prentice Hall

ASTM, 1997. ASTM Annual Book of ASTM Standards Section 4 Volume 04.02. ASTM 100 West Conshohocken, PA.

ASTM C 567 , Unit Weight of Structural Lightweight Concrete, American Standard for Testing Materials.

ASTM C 796 – 87a,Table 1, Foaming Agents for Usse in Producing Cellular Concrete Using Preformed Foam, American Standard for Testing Materials. ASTM C 869-91, Standard specification for foaming agents used in making preformed foam for cellular concrete, American Standard for Testing Materials.

Kaushal Kishore, 2007, Foamed Cellular Light Weight Concrete, Japan. Lukito Prasetyo, 2010, Maksimasi Kuat Tekan Beton, Malang.

Nugraha, Paul, dan Antoni, 2007. Teknologi Beton, Yogyakarta, Penerbit Andi.

Sentosa Limanto, 2010, Produktivitas Material Beton Ringan dalam Pemakaian sebagai Konstruksi Dinding, Yogyakarta.

Tiurma Simbolon, Pascasarjana USU, 2009, Pembuatan dan Karakterisasi Bata Beton Ringan , Medan.

Tri Mulyono, 2005, Teknologi Beton, Yogyakarta, Penerbit Andi.


(2)

LAMPIRAN

Dokumentasi Pelaksanaan

Pasir Semen

Penimbangan Material Cetakan Benda Uji


(3)

Kompresor dan Pipa Penyemprot Foam

Proses Pengadukan Material

Proses Penuangan Adonan ke dalam Proses Penyemprotan Foam Cetakan ke Dalam Adonan


(4)

Perendaman Benda Uji Penimbangan Benda Uji (Tampak Benda Uji Terapung di Air)

Pembacaan Hasil Pasca Uji Tekan Proses Penekanan Benda Uji


(5)

SikaSet Accelerator (Set Accelerating Admixture)


(6)

Dokumen yang terkait

Penggunaan Foam Agent Dalam Pembuatan Bata Beton Ringan

23 164 79

PENGARUH PENGGUNAAN SERBUK BATA RINGAN SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN TERHADAP KUAT TEKAN BETON

0 5 13

PENGARUH PENGGUNAAN SERBUK BATA RINGAN SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN TERHADAP KUAT TEKAN BETON

1 13 50

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT SEBAGAI PENGGANTI SEMENTERHADAP SIFAT MEKANIS BETON RINGAN DENGAN AGREGAT PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT SEBAGAI PENGGANTI SEMEN TERHADAP SIFAT MEKANIS BETON RINGAN DENGAN AGREGAT KASAR PECAHAN BATA CITICON.

0 2 16

PENGGUNAAN LIMBAH BATA MERAH SEBAGAI TAMBAHAN SEMEN DALAM PEMBUATAN PAVING BLOCK.

0 3 21

PENGARUH VARIASI CAMPURAN SERBUK ALUMINIUM DALAM PEMBUATAN BATA BETON RINGAN DENGAN BAHAN TAMBAH Pengaruh Variasi Campuran Serbuk Aluminium Dalam Pembuatan Bata Beton Ringan Dengan Bahan Tambah Serbuk Gipsum.

0 2 17

PENGARUH VARIASI CAMPURAN SERBUK ALUMINIUM DALAM PEMBUATAN BATA BETON RINGAN DENGAN BAHAN TAMBAH Pengaruh Variasi Campuran Serbuk Aluminium Dalam Pembuatan Bata Beton Ringan Dengan Bahan Tambah Serbuk Gipsum.

0 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penggunaan Bahan Tambahan (Accelerator Admixture) , Kapur Dan Pengaruh Curing Pada Pembuatan Bata Beton Ringan Sebagai Alternatif Pengganti Bata Merah

1 2 29

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Penggunaan Bahan Tambahan (Accelerator Admixture) , Kapur Dan Pengaruh Curing Pada Pembuatan Bata Beton Ringan Sebagai Alternatif Pengganti Bata Merah

0 0 12

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN (ACCELERATOR ADMIXTURE) , KAPUR DAN PENGARUH CURING PADA PEMBUATAN BATA BETON RINGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BATA MERAH

1 1 20