62
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Umum
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di :
1. Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas
Sumatera Utara meliputi : a.
Pemeriksaan Bahan b.
Perendaman benda uji Curing tetap harus dilakukan mengingat bata beton ringan
meggunakan semen di mana berlaku prinsip kekuatan beton mencapai 100 pada umur 28 hari.
c. Pengujian kuat tekan bata beton ringan pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari
Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan hubungan antara faktor umur bata beton ringan dengan kuat tekan bata beton ringan
d. Pengujian absorpsi bata beton ringan
2. Pabrikan bata beton ringan meliputi :
a. Penyediaan bahan penyusun beton
b. Perencanaan campuran bata beton ringan Mix Design
c. Pembuatan benda uji
Universitas sumatera Utara
63
Diagram Alir Pembuatan Bata Beton Ringan
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bata Beton Ringan
MIX DESIGN
PEMBUATAN BENDA UJI TIPE BR, BR’ DAN BS
PENGERINGAN selama 24 jam
PERENDAMAN selama 28 hari
TANPA PERENDAMAN
PERENDAMAN selama 3, 7 ,14, 21, dan 28
hari
KUAT TEKAN ABSORPSI
PENGUJIAN
ANALISA DATA
HASIL LAPORAN PENELITIAN PENYEDIAAN
BAHAN
PEMERIKSAAN BAHAN PASIR
SEMEN AIR
FOAMING AGENT KAPUR
PENYEDIAAN BAHAN
Universitas sumatera Utara
64
3.2 Bahan Penyusun Beton Ringan
Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, foaming agent dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat
bervariasi untuk mendapatkan sifat-sifat beton ringan yang diinginkan. Biasanya perbandingan campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan
penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.
3.2.1 Semen Portland
Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif.
Sifat-sifat fisik semen yaitu : 1.
Kehalusan Butir Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen.
Secara umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat mengurangi bleeding kelebihan air yang bersama
dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar, akan tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan
mempermudah terjadinya retak susut. 2.
Waktu ikatan Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu
tahap dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari
pencampuran semen dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat awal, dan pada waktu sampai
Universitas sumatera Utara
65
pastanya menjadi massa yang keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan waktu ikaran semen adalah :
• Waktu ikat awal 60 menit • Waktu ikat akhir 480 menit
Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu waktu transportasi, penuangan, pemadatan, dan perataan
permukaan. 3.
Panas hidrasi Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media
perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut hidrasi.
4. Pengembangan volume lechathelier
Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 . Akibat
perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak dan akan timnul retak – retak.
Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi oleh PT. SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg.
3.2.2 Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya lolos dari ayakan diameter 5 mm dan merupakan pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batu-
batuan. Pasir alam dapat dijumpai sebagai gundukan-gundukan di sepanjang sungai, sering disebut pasir sungai dan memiliki bentuk butiran bulat. Selain itu
Universitas sumatera Utara
66
pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari gunung, disebut dengan pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam.
Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1. Susunan butiran gradasi
Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh
material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Agregat halus harus mempunyai
susunan besar butiran dalam batas-batas seperti yang diperlihatkan pada tabel 3.1. Agregat halus tidak boleh mengandung bagian yang lolos
45 pada suatu ayakan dan tertahan pada ayakan berikutnya. Modulus kehalusannya tidak boleh kurang dari 2,2 dan tidak lebih dari 3,2.
Tabel 3.1 Susunan Besar Butiran Agregat Halus ASTM, 1991
Ukuran Lubang Ayakan mm
Persentase Lolos Kumulatif
9,50 100
4,75 95 - 100
2,36 80 - 100
1,18 50 - 85
0,60 25 - 60
0,30 10 - 30
0,15 2 - 10
Universitas sumatera Utara
67
2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ayakan
no.200, tidak boleh melebihi 5 terhadap berat kering. Apabila kadar lumpur melebihi 5 maka agregat halus harus dicuci.
3. Kadar gumpalan tanah liat tidak boleh melebihi 1 terhadap berat
kering. 4.
Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak
menghasilkan warna yang lebih gelap dari standar percobaan Abrams- Harder.
5. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan
mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat
reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton
dengan semen kadar alkalinya lebih dari 0,06 atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.
6. Sifat kekal keawetan diuji dengan larutan garam sulfat :
Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10.
Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagian ynag hancur maksimum
15. Agregat halus pasir yang dipakai dalam campuran beton ringan
diperoleh dari quarry Sei Wampu , Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi :
Analisa ayakan pasir
Universitas sumatera Utara
68
Pemeriksaan kadar lumpur pencucian pasir lewat ayakan no.200
Pemeriksaan kandungan organik colometric test
Pemeriksaan kadar liat clay lump
Pemeriksaan berat isi pasir
Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi pasir
Analisa Ayakan Pasir
a. Tujuan :
ASTM C 136 - 84a
Untuk memeriksa penyebaran butiran gradasi dan menentukan nilai modulus kehalusan pasir FM
b. Hasil pemeriksaan : Modulus kehalusan pasir FM : 2.57
Pasir dapat dikategorikan pasir halus. c. Pedoman :
100 mm
0.15 ayakan
hingga tertahan
Komulatif FM
=
Berdasarkan nilai modulus kehalusan FM, agregat halus dibagi dalam beberapa kelas, yaitu :
Pasir halus
: 2.20 FM 2.60
Pasir sedang : 2.60 FM 2.90
Pasir kasar
: 2.90 FM 3.20
Pencucian Pasir Lewat Ayakan no.200
a. Tujuan :
ASTM C 117 – 90
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.
Universitas sumatera Utara
69
b. Hasil pemeriksaan : Kandungan lumpur : 1,6 5 , memenuhi persyaratan.
c. Pedoman : Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak
dibenarkan melebihi 5 dari berat kering. Apabila kadar lumpur melebihi 5 maka
pasir harus dicuci.
a. Tujuan :
Pemeriksaan Kandungan Organik
Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir. b. Hasil pemeriksaan :
Warna kuning terang standar warna no.3, memenuhi persyaratan. c. Pedoman :
Standar warna no.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik pada pasir kurang dari yang disyaratkan.
a. Tujuan :
Pemeriksaan Clay Lump Pada Pasir
Untuk memeriksa kandungan liat pada pasir. b. Hasil pemeriksaan :
Kandungan liat 0,5 1 , memenuhi persyaratan.
Universitas sumatera Utara
70
c. Pedoman : Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh
melebihi 1 dari berat kering. Apabila kadar liat melebihi 1 maka pasir harus dicuci.
Pemeriksaan Berat Isi Pasir
a. Tujuan :
ASTM C 29C 29M – 90
Untuk menentukan berat isi unit weight pasir dalam keadaan padat dan
longgar. b. Hasil pemeriksaan :
Berat isi keadaan rojok padat : 1886,66 kgm
3
. Berat isi keadaan longgar : 1689,53 kgm
3
. c. Pedoman :
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti
bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan
hanya mengetahui volumenya saja.
Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir
a. Tujuan :
ASTM C 128 - 88
Untuk menetukan berat jenis specific grafity dan penyerapan air absorbsi pasir.
b. Hasil pemeriksaan :
Universitas sumatera Utara
71
Berat jenis SSD : 2.62 tonm
3
.
Berat jenis kering : 2.54 tonm
3
.
Berat jenis semu : 2.76 tonm
3
.
Absorbsi : 3.20
c. Pedoman : Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat pasir dalam keadaan
SSD dengan volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD Saturated Surface Dry dimana permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkan
dalamnya kering, keadaan pasir kering dimana pori-pori pasir berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu
dimana pasir basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat pasir yang hilang terhadap berat
pasir kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering. Hasil pengujian harus memenuhi :
Berat jenis kering berat jenis SSD berat jenis semu.
3.2.3 Kapur Limestone
Pada Kapur Limestone mengandung senyawa portlandite CaOH
2
, calcium silicate hydate Ca1,5SiO
3
,5.xH
2
O. Kapur yang digunakan pada campuran beton ringan terlebih dahulu harus dihaluskan, kemudian diayak dengan
saringan No. 200. Secara reaksi kimia, apabila kapur bereaksi dengan foaming agent maka akan dihasilkan gelembung-gelembung H
2
sehingga dapat mengurangi berat bata beton yang dihasilkan.
2 CaO + 3 H
2
O
2
2 CaOH
2
+ H
2
+ 2O
2
Universitas sumatera Utara
72
Gambar 3.2 Kapur Limestone 3.2.4 Air
Air merupakan salah satu bahan yang dibutuhkan untuk campuran beton untuk mendukung reaksi kimia dengan semen. Air yang mengandung senyawa
garam, minyak, bahan-bahan kimia lainnya dapat mengubah sifat semen. Dalam pembuatan bata beton ringan, air berfungsi untuk melunakkan campuran agar
bersifat plastis, air yang terlalu banyak akan menyebabakan banyaknya gelembung udara setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit
akan menyebabkan tidak selesainya proses hidrasi sehingga mengakibatkan penurunan kekuatan bata beton tersebut. Dalam penelitian ini air yang dipakai
adalah berasal dari PDAM Tirtanadi, di PT. Solid House Indonesia.
3.2.5 Foaming Agent
Foaming Agent pada saaat dicampur dengan kalsium hidroksida yang ada di dalam pasir dan air akan beraksi sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen
ini membentuk gelembung-gelembung udara di dalam campuran beton tadi. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya menjadi dua kali lebih
besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan atau pembusaan,
Universitas sumatera Utara
73
hidrogen akan terlepas ke atmosfir dan langsung digantikan oleh udara. Rongga- rongga tersebutlah yang membuat bata beton menjadi ringan.
Gambar 3.3 Foaming Agent 3.3 Perencanaan Campuran Bata Beton Ringan
Sampai saat ini, tidak ada pengaturan mix design yang baku untuk proses pembuatan bata beton ringan. Hal ini disebabkan densitas dari bata beton yang
dihasilkan sangat bergantung kepada foaming agent untuk menghasilkan pori-pori pada bata beton ringan tersebut. Pada eksperimen ini, penulis membuat
eksperimen dengan mengacu kepada hasil eksperimen Kausal Kishore. Menurut Kausal Kishore , 2007, seorang material engineers yang berasal dari Jepang.
Berikut adalah hasil penelitiannya :
Required density kgm
3
Required Compressive Strength
at 28-day Nmm
2
WC ratio OPC 53 grade
kg Fine sand
passing 4 mm IS sieve kg
Water kg
1200 6.5
0.55 350
657 193
1400 12.0
0.50 400
800 200
1600 17.5
0.45 450
947 203
1800 25.0
0.40 500
1100 200
Universitas sumatera Utara
74
Perbandingan Semen : Pasir yang digunakan berkisar 1 : 1.9 hingga 1 : 2.2 dengan FAS bervariasi dari 0.40, 0.45, 0.50, dan 0.55. Pada eksperimen ini, perbandingan
semen : pasir yang digunakan adalah 1 : 2 dengan FAS sebesar 0.55 dan densitas bata beton ringan yang dihasilkan berkisar antara 800 – 900 kgm
3
serta mempunyai kekuatan tekan minimal sebesar 2.5 Mpa. Selain itu pada eksperimen
ini, akan diteliti hubungan antara penggunaan kapur pada bata beton ringan dengan kuat tekan bata beton ringan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan kapur
dapat membentuk senyawa gas hidrogen sehingga akan menurukan densitas bata beton ringan.
3.4 Penyediaan Bahan Penyusun Bata Beton Ringan
Setelah dilakukan pemeriksaan karakteristik terhadap bahan pembuatan beton seperti pasir, semen dan bahan tambahan yang akan digunakan untuk
mendapatkan mutu material yang baik sesuai dengan persyaratan yang ada. Kemudiaan bahan tersebut ditempatkan di ruangan tertutup, hal ini untuk
menghindari pengaruh cuaca luar yang dapat merusak bahan ataupun mengakibatkan perbedaan kualitas bahan.
Sehari sebelum dilakukan pengecoran benda uji bahan yang telah dipersiapkan tersebut ditimbang berapa beratnya sesuai dengan variasi campuran
yang ada dan diletakkan dalam wadah yang terpisah untuk mempermudah pelaksanaan pengecoran yang dilakukan.
Universitas sumatera Utara
75
3.5 Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji terdiri dari tiga variasi campuran untuk percobaan , yaitu campuran tambahan kapur dengan perawatan dengan perbandingan semen :
pasir : kapur sebesar 1 : 2 : 2.75 ; 1 : 2 : 3 ; 0.9 : 2 : 2.75 ; 0.9 : 2 : 3, variasi campuran tanpa kapur dengan perbandingan semen : pasir sebesar 1 : 2 dengan
perawatan dan campuran Accelerator Admixture tanpa perawatan sebesar 0.11 liter per 1 kg semen dan 0.15 liter per 1 kg semen.
Setelah semua bahan disediakan, hidupkan mesin mixer dan masukkan bahan penyusun bata beton ringan seperti semen, pasir ke dalam tempat
pengadukan untuk selanjutnya diaduk dengan mixer. Kemudian masukkanlah air sesuai dengan perencanaan . Aduklah sampai foaming agent bercampur merata
dengan bahan penyusun lainnya dan adukan tersebut telah terlihat mengembang. Adukan yang telah tercampur merata, dituangkan ke dalam cetakan.
Setelah umur beton 24 jam, cetakan kubus dibuka dan mulai dilakukan perawatan beton dengan cara direndam dalam bak perendaman sampai pada masa yang
direncanakan untuk melakukan pengujian.
3.6 Pengujian Sampel