1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan utama pembangunan pertanian di Indonesia dan negara-negara lain yaitu meningkatkan produksi pertanian secepat-cepatnya agar dapat memenuhi
kebutuhan pangan bagi penduduk yang semakin meningkat populasinya, juga ditujukan untuk memperoleh dana atau devisa yang cukup bagi pembangunan
nasional pada bidang-bidang yang lain Kasumbogo, 1984:1. Pembangunan di Indonesia sejak Pelita I sampai Pelita III diletakan pada
pembangunan di bidang ekonomi dengan pertanian sebagai titik pusatnya. Usaha menitikberatkan pada sektor pertanian adalah karena sebagian besar rakyat
Indonesia kurang lebih 80 hidup dari sektor pertanian, dimana pekerjaan utama mereka melakukan pekerjaan pertanian Departemen Pertanian, 1997:10.
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun membutuhkan kebutuhan pangan yang semakin besar. Dalam rangka mencukupi
kebutuhan pangan tersebut, Indonesia mencanangkan beberapa program di bidang pertanian. Salah satunya adalah program intensifikasi tanaman pangan. Dari
program ini diharapkan produksi pangan akan semakin meningkat dari luasan lahan yang sudah ada. Program ini tentu ditunjang dengan perbaikan teknologi
pertanian. Penggunaan varietas lahan, perbaikan teknik budidaya yang meliputi pengairan, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit tanaman Rini
Wudianto, 2005:1.
2
Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, teknologi pengendalian hama juga berkembang dengan cepat, namun perkembangannya
menuju ke satu cara atau pendekatan pengendalian yaitu dengan pestisida atau racun pembunuh hama. Data di Indonesia juga memperlihatkan kecenderungan
yang sama selama 10 tahun 1970-1980 meskipun penggunaan pestisida meningkat 6 kali tetapi malahan bertambah. Luas daerah serangan hama wereng
coklat pada tanaman padi beserta penyakit virus yang ditularkan pada tahun 1970 masih di bawah 20.000 ha tetapi pada tahun 1979 sudah hampir mencapai hampir
800 ha Soerhardjan dan Imam, 1980:6. Penggunanan pestisida di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Sebagian besar pestisida ini digunakan dalam sektor pertanian dan perkebunan yang digunakan untuk menggendalikan jasad pengganggu yang dapat
menurunkan hasil panen. Beberapa jenis pestisida digunakan juga untuk mengendalikan jasad pengganggu dan pembawa penyakit pada manusia dan
hewan. Penggunaan pestisida baik di negara-negara yang telah maju maupun negara yang sedang berkembang telah terbukti berhasil meningkatkan hasil
produksi pertanian dan juga di dalam mengendalikan serangga-serangga pembawa penyakit pada manusia Soetikno S. Sastroutomo, 1992:2.
Pestisida kebanyakan digunakan di bidang pertanian, sehingga perlu sedikit diketahui bahwa insektisida ini dapat menimbulkan suatu masalah
kesehatan para pekerja di pertanian atau petani termasuk juga pencampur pestisida Juli Sumirat, 2003:155. Pada saat berhadapan dengan pestisida, perhatian petani
dan praktisi pertanian umumnya tertuju pada masalah pengendalian. Organisasi
3
Pengganggu Tanaman OPT yang menyerang tanaman, sehingga keselamatan kerja dan pencemaran lingkungan tidak mendapat perhatian. Pemakaian pestisida
menjadi rutinitas yang seolah-olah tidak mendatangkan bahaya. Bahkan, sering terlihat petani melakukan kebiasaan berbahaya pada saat menangani pestisida,
seperti merokok pada saat melakukan penyemprotan, mencuci tangki alat-alat semprot di sungai, atau membuang wadah bekas pestisida sembarangan
Novizan, 2003:75. Kebanyakan petani di Indonesia mengetahui bahaya pestisida, namun
mereka tidak peduli dengan akibatnya. Banyak sekali petani yang bekerja menggunakan pestisida yang tidak menggunakan pengamanan seperti masker,
topi, pakaian yang menutupi tubuh dan lain-lain Juli Sumirat, 2003:155. Lebih parah lagi ketika diingatkan untuk menggunakan alat pelindung diri, petani
dengan bangganya menyebutkan bahwa mereka sudah dan kebal dengan bau pestisida yang menyengat. Petani pada umumnya beranggapan bahwa
menggunakan alat pelindung diri pada saat menangani pestisida adalah hal yang tidak praktis dan dianggap merepotkan Novizan, 2003:75. Apabila alat tersebut
tidak digunakan, maka pestisida ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit, dan saluran pernafasan Juli Sumirat, 2003:154.
Menurut Harian Surabaya Pos edisi 14 April 1994 yang dikutip oleh Novizan 2003:6, bagaimana pun pestisida adalah racun yang sangat berbahaya
bagi manusia. Karenanya faktor keamanan dalam memakai pestisida perlu mendapatkan prioritas. Kesadaran keselamatan kerja bagi pengguna pestisida
masih sangat rendah di Indonesia. Data yang dikumpulkan WHO menunjukan
4
500.000 hingga 1.000.000 orang pertahun di seluruh dunia telah mengalami keracunan pestisida. Sekitar 5.000-10.000 orang pertahun di antaranya mengalami
dampak yang sangat fatal seperti: kanker, cacat, kemandulan, dan liver. Pesticide Action Network PAN melaporkan bahwa seluruh pekerja wanita pada sebuah
perkebunan di Malaysia telah mengidap penyakit kulit akibat seringnya bersentuhan dengan pestisida.
Departemen Kesehatan RI 1997:2, melaporkan bahwa organofosfat banyak digunakan dalam bidang pertanian dengan cara disemprotkan 73,29.
Pada kenyataanya organofosfat tidak spesifik mematikan serangga, tetapi dapat menimbulkan keracunan atau kematian pada orang lain, sehingga penggunaan
pestisida organofosfat juga dapat menimbulkan keracunan pada para petani yang menggunakan pestisida tersebut.
Hasil penelitian yang pernah dilakukan untuk menguji tingkat kesehatan penduduk akibat paparan pestisida organofosfat dan karbamat di daerah sentra
produksi padi, sayuran dan bawang merah menunjukan bahwa aktivitas Chollinesterase kurang dari 4000 UI pada daerah petani di Kabupaten Tegal
30,42, Brebes sebanyak 32,53 petani, Cianjur 43,75 dan Indramayu 40. Aktivitas Chollinesterase kurang dari 4500 UI ini merupakan suatu indikator
adanya keracunan kronis Yekti, 1997. Penelitian lain menunjukan bahwa luas kulit yang terbuka akan mempengaruhi residu pestisida yang masuk ke dalam
tubuh melalui kulit Rahmawati, 2001. Bukan hanya petani, masyarakat yang tinggal di sekitar pertanian juga dapat terpapar oleh pestisida organofosfat
Azzarof L.A., 1998. Eksposur insektisida ini dapat juga terjadi pada pekerja di
5
industri insektisida, seperti hasil penelitian Al-Macthab 1997 di Banglades 33,7 pekerja dari 265 pekerja yang terpapar insektisida memiliki aktivitas
enzim Chollinesterase di bawah standar dan 12,5 dalam kondisi bahaya Juli Sumirat, 2003:155.
Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai potensi besar dalam sub sektoral pertanian pangan.
Selain padi, Kabupaten Tegal juga merupakan pusat penghasil sayuran, hasil utama sayuran di Kabupaten Tegal antara lain: tomat, wortel, kubis, terong dan
labu BPS Kabupaten Tegal, 2003:122 dan dengan hasil panen lebih dari 800 kuintal per hari untuk setiap komoditas. Desa Pedeslohor adalah salah satu daerah
utama penghasil padi, dalam pengolahan pertaniannya para petani mengunakan zat kimia seperti pestisida, terutama pestisida golongan organofosfat.
Berdasarkan profil penyehatan lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2005, pada petani penyemprot hama di Desa Pedeslohor didapatkan bahwa
sebagian besar petani penyemprot atau penjamah pestisida mengalami keracunan pada kondisi ringan sebanyak 42,86, keracunan sedang sebanyak 11,43 dan
pada tingkatkondisi normal atau tidak keracunan sebanyak 45,71. Desa ini menjadi tempat sasaran penelitian karena sebagian para petani
penyemprot di desa Pedeslohor menggunakan pestisida golongan organofosfat, dan para petani yang melakukan penyemprotan tidak menggunakan alat pelindung
diri APD seperti: masker, sarung tangan, pemakaian baju lengan panjang dan sepatu boot, walaupun hanya sebagian orang saja yang memakai alat pelindung
6
diri berupa kaos yang diikatkan di kepala untuk melindungi dari paparan berbagai partikel dari pestisida.
1.2 Rumusan Masalah