Pengetahuan Imajiner bagi Pembaca yang Dianggap Rasional Pembaca sebagai Ego Modern

189 Dosa2 Suami Yang Paling Dibenci Allah Sejak Malam Pertama Cara Menjadi Istri Yang Pintar Memuliakan Suami Istrimu Adalah Seperti Tanah Tempat Bercocok Tanam Smart Wife: Mengantar Suami Mencapai Kesuksesan Panduan Beribadah Khusus Pria Best Women In Heaven: Menjadi Wanita Surga How To Be A True Moslem Girl La Tahzan For Broken Hearted Muslimah La Tahzan For Smart Sholehah Dahsyatnya Shalat Hajat Bagi Para Pebisnis Langkah Emas Pengusaha Muslim Aa Gym: Spiritual Marketer Upaya mengonkretkan pembaca dalam judul-judul buku swa-bantu Islami ini sebenarnya adalah terjemahan dari hukum umum pemasaran: semakin jelas target pasar, semakin gampang pemasaran sebuah produk. Hukum ini jelas didasarkan pada pandangan tentang seseorang sebagai subjek yang sadar, subjek yang penuh pertimbangan sebelum bertindak: jika berdasarkan akal sehat tawaran yang diberikan benar-benar sudah sesuai untuk seseorang, maka dia tidak perlu pikir panjang lagi untuk menerimanya. Dengan kata lain, segmentasi pembaca dalam dunia perbukuan adalah cara membantu –lebih tepatnya memaksa– pembaca untuk mempersingkat waktu dalam memperhitungkan untung rugi sebelum memutuskan membeli. Untuk apa dipertimbangkan lebih lama lagi jika buku yang disodorkan jelas ditawarkan “khusus” untuknya. Dengan demikian, sosok pembaca yang diandaikan jadi sasaran pembaca buku swa-bantu Islami adalah subjek-mengetahui yang sadar, subjek cogito, subjek yang penuh pertimbangan dan kalkulasi. Itulah sebabnya sebagian besar judul mengandalkan pernyataan-pernyataan logis yang mengesankan kalkulabilitas dan instrumentalitas ibadah, doa, amalan, dan lain sebagainya. 190 Berdasarkan gambaran di atas, maka pengetahuan yang ditawarkan buku- buku swa-bantu Islami adalah connaissance: pengetahuan imajiner yang dimiliki ego yang mengira dirinya sadar, utuh, mampu mengambil jarak objektif dengan objek. Ini tidak mengherankan, karena kata Lacan, sebagian besar pengetauan manusia adalah dari jenis ini. Fungsi judul-judul buku swa-bantu Islami ketika dihadapi pembaca Muslim ibarat cermin tempat dia dapat melihat bayangan dirinya. Apa pun kualifikasi dan predikat kepribadian ego yang tercipta dari penanda-penanda yang termuat dalam judul-judul tersebut menjadi citra imajiner tempat fiksasi ego pembaca. Kualitas dan predikat yang dijanjikan, yang ingin dibantu penciptaannya lewat beragam cara dan tips how to , atau yang ingin dibantu pemolesannya recovery , menjadi objek yang harus dikuasai oleh pembaca. Keharusan ini adalah permintaan Liyan Simbolis terhadap pembaca Muslim. Sesuai dengan uraian sebelumnya, subjek pembaca jadi terpaku pada penanda-penanda dalam judul-judul buku swa-bantu Islami dalam hubungan spekular imajiner membuat penanda-penanda tersebut jadi fetis baginya. Artinya penanda itu dia posisikan sebagai sesuatu yang akan menutupi kekurangan lack pada Liyan Simbolis, sesuatu yang jadi falus maternal bagi Liyan Simbolis. Jika fenomena judul-judul buku swa-bantu Islami sebagaimana yang disampaikan di atas dilihat dari sudut psikoanalisis, maka kejelasan target pembaca yang diandaikan judul-judul itu sebenarnya nisbi belaka. Pembaca tidak sesempurna yang diandaikan judul-judul itu: yang mampu berpikir logis penuh pertimbangan sebelum berbuat dan jika dia tidak tahu cara atau ragu- ragu untuk berbuat sesuatu pasti akan berpegang pada tips dan trik yang ditawarkan buku swa-bantu Islami. 191 Sebagai seorang subjek, pembaca akan selalu terbelah antara apa yang dia inginkan dan apa yang ditawarkan kepadanya. Keterbelahan ini melahirkan hasrat yang tak mudah dinyatakan dalam kata-kata, kecuali secara tidak langsung dalam bentuk simptom. Bisa saja seorang pembaca yang berposisi sebagai anak pada saat yang sama menanggung masalah sebagai seorang bapak atau ibu, seorang istri memendam masalah justru sebagai seorang gadis remaja dan lain sebagainya. Subjek terbelah seperti ini adalah subjek ketidaksadaran yang ditangani psikoanalisis dalam analisis, jauh berbeda dari subjek sadar yang ditangani psikologi ego dalam terapi. Karena subjek yang diandaikan akan membaca buku-buku swa-bantu Islami adalah subjek sadar dan pengetahuan yang ditawarkan adalah pengetahuan imajiner connaissance , tidak mengherankan jika geliat industri perbukuan swa-bantu adalah bagian dari khazanah psikologi populer dalam pengertian yang sama dengan kata populer dalam “lagu pop”. Khazanah ini adalah bagian dari tradisi psikologi ego Amerika, yaitu aliran psikologi yang memosisikan ego sebagai entitas yang tahu dan sadar, termasuk tentang dirinya sendiri. Psikoanalisis Lacanian menyebut sosok subjek yang sadar dan rasional ini sebagai “ego modern.” 21 21 “ In typically sweeping style, Lacan variously identifies this state in the ego-psychology of the International Psychoanalytic Association of his time; in the ego-driven American way of life; and in the philosophical concept of Cartesian cogito as rational consciousness. Jacques-Alain Miller describes how each of these ‘states of error’ represents for Lacan the ‘“modern ego”, that is to say, the paranoiac subject of scientific civilisation, of which a warped psychology theorizes the imaginary, at the service of free enterprise’ É : 362. Lihat Kirsten Campbell, Jacques Lacan and the Feminist Epistemology, London: Taylor and Francis Routledge, 2004, hlm. 35. 192 2. Eksploitasi Hasrat Metonimik Pembaca oleh Industri Perbukuan Pembaca sebagai Subjek Ketidaksadaran Kesan yang paling mencolok saat mengamati judul-judul buku swa-bantu Islami adalah pengulangan repetisi. Dari sudut pandang para pelaku industri perbukuan Islami, hal ini terjadi karena satu tema atau bahkan sebuah judul yang kebetulan laku di pasaran “dikeroyok” beramai-ramai oleh beberapa penerbit demi mendapatkan jatah keuntungan. Sedangkan dari sudut psikoanalisa Lacanian, keadaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: subjek ketidaksadaran selalu dalam keadaan terbelah antara keinginannya dan permintaan orang lain. Keterbelahan ini melahirkan hasrat yang selalu mencari- cari pemuasan yang justru tak mungkin diperoleh secara purna. Karena sifat dasarnya seperti ini, maka objek hasrat selalu bersifat metonimik, berganti-ganti. Dalam konteks hubungan produsen dan konsumen dalam industri perbukuan, yang terjadi adalah pembaca sebagai subjek ketidaksadaran ditawari dengan pengetahuan yang menganggapnya sebagai subjek sadar. Permainan “bertukar tangkap dengan lepas” inilah yang membuat terjadinya repetisi, sebab apa yang ditawarkan oleh dunia perbukuan permintaan dari Liyan Simbolis selalu meleset dari apa yang diinginkan oleh pembaca. Ini memaksa pembaca untuk mencari-cari objek lain untuk memenuhi keinginan ini. Nasib pembaca yang seperti ini, yang terus menerus berupaya mencari pemuas keinginannya, yang menghasrati sesuatu yang akan menyudahi dahaganya, dieksploitasi oleh industri perbukuan. Eksploitasi itu dilakukan dengan cara menawarkan –lebih tepatnya, menjual– berbagai penanda yang berelasi secara metonimik dengan “Islami” sebagai penanda utama. Jika repetitif adalah bentuk pengetahuan yang beredar dalam buku-buku swa-bantu Islami, maka reproduktif adalah sifatnya. Ini dikarenakan pengetahuan imajiner membuat subjek tetap berkutat pada lingkaran simbolis. 193 Dia tidak mampu melewati permintaan Liyan Simbolis dengan melakukan separasi. Separasi bisa terjadi jika subjek mengakui ketundukannya pada Liyan Simbolis lalu dengan ketundukan ini mampu bertanya “apa sebenarnya yang dimaui Liyan Simbolis.” Di titik ini, pengetahuan tidak lagi imajiner, melainkan simbolis. Jika dilihat dalam wacana Islam normatif, tradisi yang berlangsung selama ini memang bersifat reproduktif. Panduan-panduan ibadah yang dijelaskan beserta hikmah-hikmah moral di baliknya adalah pengulangan dan reproduksi dari tema-tema lama. Dengan mudah ini dapat ditemui mulai dari apa yang terkandung dalam kitab-kitab kuning standar yang dipelajari di pesantren sampai pada ceramah-ceramah yang disampaikan lewat sms atau Facebook atau Twitter. Semua tema lama itu mengerucut pada suatu kondisi being moslem yang akan diidentifikasi oleh setiap Muslim. Wujud ekstrem dari wacana repetitif dan reproduktif ini adalah wacana yang mengidealkan –dengan cara menjiplak– kehidupan sebagai seorang Muslim sebagaimana kehidupan Nabi atau para sahabat Nabi sekitar 15 abad yang lalu. Seandainya yang mewarnai buku-buku swa-bantu Islami adalah pengetahuan simbolis savoir maka proses separasi dapat terjadi di mana subjek pembaca dapat berfantasi lalu melampauinya sehingga sampai pada pemahamannya sendiri tentang dirinya sebagai Muslim jouissance . Dengan pengetahuan simbolis, penanda-penanda yang ada di tatanan simbolis mampu melahirkan pemaknaan signification baru bagi pembaca. Proses penggantian metaforis metaphoric substitution bisa terjadi. Dengan proses inilah subjek Muslim bisa mengalami dirinya sebagai seorang Muslim menurut dia sendiri. Dalam konteks industri perbukuan Islami, pengetahuan simbolis sebagaimana dimaksud di atas justru disediakan dalam buku-buku yang tidak termasuk ke dalam kategori swa-bantu Islami. Setidaknya ada dua jenis buku 194 Islami populer yang dapat dikatakan menyediakan pengetahuan simbolis ini, yakni buku yang murni berisi panduan ibadah dan yang murni berisi teks-teks suci untuk diresitasi. Untuk jenis yang pertama adalah buku panduan yang hanya –sekali lagi hanya – berisi panduan tentang bagaimana cara melakukan suatu ritual ibadah, seperti wudhu, shalat, puasa, haji, zakat dan sebagainya seperti Alat Peraga Pendidikan: Bimbingan Cara Wudhu; Risalah Tuntunan Shalat, Tuntunan Puasa di Bulan Ramadhan; Panduan Haji untuk Semua Muslim dan Muslimah; Tanya ‐Jawab tentang Zakat dan lain sebagainya. Yang perlu diperhatikan di sini adalah tidak adanya embel-embel kegunaan atau keuntungan dari segala macam ritual ibadah yang dituntunkan tata cara pelaksanaannya. Dengan cara ini, buku-buku seperti ini tidak berupaya meng- capture hasrat narsistik pembaca untuk mengidentifikasi dirinya dengan sosok kedirian yang dipantulkan dalam buku-buku itu, melainkan mempersilahkan pembaca berfantasi sendiri tentang Muslim seperti apa dia setelah bisa melaksanakan ritual yang dituntunkan dan kemudian melampaui fantasi itu. Sementara untuk jenis yang kedua adalah buku-buku yang berisi teks-teks suci untuk diresitasi, termasuk teks doa-doa, baik hanya berisi teks Arab saja maupun yang dilengkapi dengan transliterasi ke huruf Latin dan terjemahannya. Buku-buku jenis ini sudah beredar jauh sebelum maraknya buku-buku bergenre swa-bantu Islami, terutama yang dirintis oleh penerbit-penerbit Islam era 1960- an seperti penerbit Thoha Putra Semarang dan al-Maarif Bandung. Buku-buku ini membubuhkan judul dengan apa adanya, tanpa menempelkan embel-embel kegunaan apa pun dari teks tersebut. Contohnya adalah Al ‐Ma’tsurat Kubra Sughra plus Yasin dan Tahlil; Kitab Barzanji Standar; Bimbingan Shalat 195 Terjemahan Juz Amma Beserta Cara Membaca Artinya; Syamsul Ma’arif; Shalawat Syeikh Abdul Qadir Jailani; Amalan Doa dan Zikir Sehari‐hari, dan lain sebagainya. Satu-satunya kegunaan yang ditawarkan oleh buku-buku ini adalah untuk dibaca diresitasi. Pengetahuan simbolis yang akan didapat oleh pembaca akan sangat subjektif sesuai dengan apa yang dia alami secara pribadi ketika akan, sedang dan setelah meresitasi bacaan-bacaan suci tersebut. Pengetahuan pembaca tentang kemahapengampunan Allah dapat dia artikulasikan dengan caranya sendiri sesuai pengalamannya via melafazkan istigfar “ astaghfirullah al- azhim, ” misalnya. Dia tidak perlu dijejali dengan permintaan Liyan Simbolis lewat buku berjudul Dan Allah Mahapengampun atau Dahsyatnya Taubat Nashuha, misalnya, untuk menganggap mengidentifikasi dirinya sebagai hamba yang berdosa namun dapat diberi pengampunan oleh Allah.

3. Sihir Judul: Pengetahuan Imajiner dengan Kemasan Pengetahuan Simbolis

Di atas dikatakan bahwa yang dieksploitasi industri perbukuan swa-bantu Islami adalah karakter metonimik hasrat pembaca. Penanda-penanda yang ditawarkan buku-buku swa-bantu Islami lewat judul-judulnya datang silih berganti mengikuti hasrat pembaca yang selalu mencari-cari pemuasnya. Cara berdagang yang dipakai industri perbukuan swa-bantu Islami adalah dengan menjual pengetahuan imajiner connaissance dengan bungkus pengetahuan simbolis savoir . 22 Pengetahuan simbolis adalah pengetahuan 22 “ Savoir” is “knowing that,” that is, it is propositional […] The two faces of savoir, then, are first, its so- called articulated aspect of theoretical knowledge and, second, what Lacan calls “savoir-faire”, know-how.” Lihat Russel Grigg, Lacan, Language and Philosophy, New York: SUNY Press, 2008, hlm. 134. 196 yang bersifat knowing that , yang bisa berbentuk pengetahuan teoretis maupun know-how . Secara denotatif, judul-judul buku swa-bantu Islami mengacu pada pengetahuan know-how ini. Inilah yang membuat buku swa-bantu juga disebut buku how to, karena dia berpretensi berisi pengetahuan tentang know-how to be …..bagaimana cara untuk menjadi… Titik-titik ini bisa diisi oleh status subjektif apapun yang berpredikat Islami. Predikat Islami itu dalam judul-judul ditunjukkan secara eksplisit oleh kata-kata “menurut”, “sesuai”, “dalam”, “a la”, “di sisi” sebagaimana bisa dilihat dalam contoh-contoh yang telah disampaikan sebelumnya. Di sini fungsi “Islami” sebagai penanda tuan ditampakkan secara kentara, “sebagai cap.” Dengan kata lain, dari sudut pemasaran, penanda tuan “Islami” itu menjadi semacam “merek.” Namun hal ini hanyalah kemasan belaka, karena yang pengetahuan yang sebenarnya dikemas adalah pengetahuan imajiner. Pengetahuan ini menjadi cermin tempat ego seseorang melihat bayangannya dan mengira bayangan itu identik dengan dirinya dan oleh karena itu layak dikuasai to be mastered . Bayangan spekular ego yang layak dikuasai itulah yang dijanjikan oleh buku swa-bantu akan dibantu penguasaan atasnya melalui tips dan kiat yang ditawarkannya secara sistematis dan terformulasi dengan baik. Buku berjudul Kiat Menjadi Muslimah Seutuhnya misalnya, dengan terang- terangan menawarkan cara-cara yang dapat ditempuh agar seseorang mendapatkan apa yang diinginkannya, yakni “menjadi Muslimah seutuhnya.” Namun justru karena keterusterangan inilah judul tersebut malah menjadi cermin tempat seorang wanita mendapati bayangan egonya dan dia pun terfiksasi pada bayangan ini. Karena pada dasarnya subjektivitas adalah selalu subjek yang terbelah, yang selalu bimbang dan resah akibat diskrepansi antara 197 apa yang diinginkan dengan apa yang diminta Liyan lewat tawaran, maka hasrat wanita akan “kesejatian” dirinya akan terus mencari-cari dengan cara mengitari objet petit a yang tak mungkin diperoleh sekali dan untuk selamanya untuk memuaskan hasrat tersebut. Akhirnya dia pun berpindah-pindah dari satu objek ke objek lain, dari penanda satu ke penanda lain. Penanda-penanda itu bisa ditemui misalnya dalam buku-buku berjudul, Table II.9: Contoh Judul-judul yang menawarkan Sosok Pribadi Muslimah Agar Menjadi Muslimah Luar Biasa Buku Sakti Muslimah; Engkaulah Muslimah Paling Istimewa Inilah Kriteria Muslimah Dambaan Pria Menjadi Muslimah Bahagia; Menjadi Muslimah Yang Di Cintai Allah Muslimah Panen Pahala Setiap Hari Muslimah Super,Dahsyat Dan Luar Biasa Perempuan Tidak Harus Taat: 301 Kunci Hidup Menjadi Muslimah Salehah, Bahagia, Dan Penuh Berkah Resep Resep Cespleng Pemancar Inner Beauty Muslimah Tips Mudah Shalat Khusyuk Untuk Muslimah Wanita Muslimah Inilah Surgamu Selain melalui penanda-penanda yang berelasi metonimik dengan penanda tuan “Islami,’ pengetahuan imajiner juga ditawarkan melalui bungkus pengetahuan simbolis lewat bentuk retorika judul-judul yang menjanjikan ketersingkapan dan keinstanan berdasarkan logika jika-maka. Idealnya pengetahuan simbolis yang berisi penanda-penanda simbolis mampu menghantarkan subjek ketidaksadaran pada penemuan “ being -nya” via separasi, fantasi dan pelampauan fantasi. Semua bentuk retorika ini mestinya diposisikan sebagai semacam narasi yang mampu menghisterisasi subjek pembaca, menimbulkan kegelisahan dalam dirinya bahwa apa yang dijanjikan itu tidak memuaskan dan ternyata Liyan tak mampu lack. Namun kenyataan ledakan produksi buku swa-bantu Islami membuktikan sebaliknya. Bentuk- bentuk retorika tersebut menjadi bagaikan shortcut di layar komputer. Dengan 198 mengklik ikon shortcut jalan pintas, seseorang akan dihantarkan ke file atau program yang dimaksud oleh sistem operasi sebuah komputer. Judul-judul yang menjanjikan kegunaan dan keuntungan ibadah, cara gampang dan jelas untuk menjadi sosok Muslim ideal, menjadi semacam ikon. Pembaca menganggap dia hanya perlu “mengklik” ikon itu dan setelah itu dia merasa sudah sampai pada kondisi ideal tersebut. Analogi ini ingin menunjukkan bahwa status judul-judul buku swa-bantu Islami sebagai fetis bagi subjek pembaca yang perversif sebagaimana yang diulas di awal terkonfirmasi oleh kenyataan bagaimana pengetahuan imajiner yang disodorkan dengan kemasan pengetahuan simbolis membuat subjek ketidaksadaran merasa sudah merasa jadi subjek yang utuh, tidak split dengan hanya berpegang pada fetis, dengan hanya mengklik ikon Sekarang tinggal lagi menjelaskan sistem operasi yang memungkinkan subjek bisa merasa sampai pada file atau program yang dituju dengan hanya mengklik shorcut, mengapa subjek merasa sudah jadi Muslim yang utuh jouissance dengan hanya memegang fetis. Liyan Simbolis dalam industri perbukuan Islami dengan percaya diri menampilkan sosok yang utuh tanpa kekurangan tanpa lack . Kepercayaan diri ini adalah tuntutan dari hakikatnya sebagai sebuah industri. Tak akan mungkin pedagang akan berhasil dalam niat dasarnya sebagai seorang pedagang jika dia tidak percaya diri dengan apa yang dia jual dan tak mampu menjajakan dagangan dengan meyakinkan. Dilihat dari sudut psikoanalisa dan dalam hubungannya dengan subjektivitas pembaca Muslim, justru kepercayaan diri yang dituntut dunia dagang inilah yang membuatnya mandul: tidak mampu menghisterisasi subjek pembaca sehingga bisa menceraikan diri dari Liyan dan berfantasi. Agar pengetahuan yang ditawarkan dalam buku-buku swa-bantu Islami bisa menjadi 199 pengetahuan simbolis dalam arti sebagaimana yang dimaksud Lacan, Liyan Simbolis dalam dunia perbukuan Islami harus menampilkan diri sebagai kekurangan lack . Nampaknya, selain melalui buku-buku populer dalam bentuk buku yang murni berisi panduan ibadah dan buku-buku teks suci yang akan diresitasi, Liyan Simbolis dalam dunia perbukuan Islami dapat diharapkan muncul dalam buku-buku yang bersifat sastrawi atau puitis, yakni buku-buku yang menawarkan penanda- penanda metaforis yang ketika dikonsumsi pembaca mampu melahirkan pemaknaan-pemaknaan baru. Dalam khazanah perbukuan Islam, buku-buku atau teks-teks seperti ini bukanlah barang baru dan asing. Wacana sufistik adalah salah satu contoh dari kandungan buku-buku yang bisa melahirkan pemaknaan-pemaknaan baru. Dalam tradisi Islam di Nusantara, kaum Muslim mengenal teks-teks seperti Gurindam Dua Belas, berbagai macam suluk dalam tradisi Islam yang berkembang di pulau Jawa, atau beragam versi kisah hidup Abu Nuwas. Dalam perbendaharaan sastra modern terdapat puisi-puisi Danarto atau novel-novel Hamka, untuk sekedar menyebut beberapa penulis yang menghasilkan buku-buku yang menawarkan pengetahuan simbolis. Dalam perkembangan perbukuan Islam populer, pernah terjadi tren buku- buku sufistik sebagaimana yang dirintis oleh penerbit Pustaka Sufi dan Navila di era 1990-an. Keduanya mempopulerkan terjemahan puisi-puisi sufistik Jalaluddin Rumi. Namun tren ini kemudian digantikan oleh tren swa-bantu Islami yang memodifikasi sedemikian rupa wacana sufistik yang metaforis menjadi metonimik. Ini terlihat dalam judul-judul seperti Menguak Pengalaman Sufistik; Menggapai Kecerdasan Sufistik; Rahasia Sufi Bertemu Tuhan; Strategi Sufi Semar; Menjadi Sufi yang Kaya