Santri tanpa kiai : kajian psikoanalitik atas judul-judul buku Swa-Bantu Islami di Indonesia.

(1)

ABSTRAK

Muzir, Ridwan. 2013. Santri tanpa Kiai: Kajian Psikoanalitik atas Judul-judul Buku Swa-bantu Islami di Indonesia. Tesis. Yogyakarta: Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas buku-buku populer Islam bergenre swa-bantu (self-help) yang mendominasi industri perbukuan Indonesia tahun 2000-an. Penelitian tentang produk kultural ini menyoroti judul-judul buku swa-bantu Islami karena dalam industri buku, judul adalah hal utama yang diperhatikan produsen dalam menarik calon pembeli. Masalah utama yang dihadapi penelitian ini adalah subjektivitas pembaca muslim yang dituju buku tersebut lewat judul-judulnya. Apa yang ada dibalik judul-judul ini sehingga pembaca begitu tertarik.

Masalah ini dipilih karena gairah industri buku swa-bantu Islami mengisyaratkan tingginya permintaan pasar. Di balik permintaan pasar itu ada calon pembaca yang akan mengonsumsi/membacanya. Masalah subjektivitas penting karena dengan mengetahui sosok pembaca yang mengonsumsi buku-buku tersebut dapat diperoleh gambaran dinamika kebudayaan masyarakat muslim Indonesia saat ini. Kebudayaan dinamis sebab subjek yang menghidupinya tidak berpuas diri dengan apa yang tersedia.

Dalam menjawab masalah utama penelitian ini dipakai teori subjektivitas Lacan. Bagi Lacan subjektivitas seseorang terbentuk dari dialektika antara kebutuhannya dengan apa yang diinginkan orang lain (Liyan). Dialektika terjadi lewat perantaraan bahasa dan selalu menghasilkan residu sebab apa yang diinginkan Liyan dan ditawarkannya pada seseorang tidak akan berhasil memuaskan kebutuhan seseorang itu. Masih ada keinginan yang tersisa di dalamnya. Itulah hasrat.

Orang lain (Liyan) tidak bisa memberikan kepuasan sebab mereka juga menginginkan sesuatu yang tak bisa terpenuhi oleh apa yang terbahasakan. Jika seseorang memilih/memiliki sesuatu sebagai objek yang dia anggap memuaskan Liyan, dia menjadi subjek perversif dan objek itu menjadi fetis baginya.

Penelitian ini menemukan bahwa judul-judul buku swa-bantu Islami diposisikan pembaca sebagai fetis untuk menutupi kekurangan Liyan yang tak dapat memenuhi hasrat pembaca maupun hasratnya sendiri akan kemusliman sejati (being moslem). Dengan fetis itu, pembaca merasa jadi muslim sejati. Kekuatan judul buku swa-bantu Islami sebagai fetis terletak pada fungsinya sebagai cermin imajiner. Di dalam cermin ini terpantul bayangan kediriannya yang kemudian dia identifikasi sebagai identitasnya. Identifikasi ini berlangsung melalui pengetahuan yang salah sangka (connaissance), karena menganggap identitas yang disampaikan buku swa-bantu itu memiliki makna yang mapan. Padahal yang ditawarkan adalah konstruksi wacana yang bergerak dinamis karena adanya hasrat subjek yang menghidupi wacana tersebut.

Kata kunci: subjektivitas, subjek, Liyan Simbolis, hasrat, identifikasi imajiner, connaissance.


(2)

ABSTRACT

Muzir, Ridwan. 2013. Santri tanpa Kiai: A Psychoanalitical Study on the Titles of Islamic Self-help Book in Indonesia. MA. Thesis. Yogyakarta: Religious and Cultural Studies, Sanata Dharma University.

This study discusses Islamic self-help genre that dominated Indonesian books industry in the 2000s. This study on the cultural product highlights Islamic self-help book titles, because the titles are the main thing considered by book industry in attracting prospective consumers. The main problem in this study is about muslim subjectivity addressed by the books through their titles. Why these titles is so fascinating to the readers.

This problem is chosen because the passion of the Islamic self-help book industry signaled high market demand. Behind this market demand, there are prospective readers that will consume/read it. Subjectivity is important because by knowing the figure of readers who consume the books, we can obtain a description of the cultural dynamics of Indonesian Muslim today.

This study used Lacan's theory of subjectivity to answer its main questions. For Lacan, subjectivity is constructed through the dialectic between one’s need and demand of the Other. The dialectic occurs through the medium of language and always produces a kind of residue, because what is demanded and offered by the Other to someone will not satisfy all of his/her need. There is some need that is left. That is desire.

Others can not give a full satisfaction because they also want something that can not be fulfilled by what can be expressed through language. If someone chose/have something as an object which he recognize can satisfy Other’s demand, he become pervert subject and the will become his fetish.

This study found that the titles of Islamic self-help book were taken by the muslim reader as fetish to fulfill the Other’s lack in satisfying reader’s desire to become a true moslem. With the fetish, readers (mis)recognize themselves have become a true Muslim. The power of self-help book titles as fetish Islami lies in its function as an imaginary mirror. This mirror reflected some self-image which he/she later identified as his/her identity. This identification takes place through the imaginary knowledge (connaissance) in Lacanian sense, because they consider the identity which is reflected in the titles has an established meaning. Whereas, identity is constructed in a discourse which is always moving because of subject’s desire that animate it.

Keywords: subjectivity, subject, Symbolic Other, desire, imaginary

identification,

connaissance

.


(3)

TESIS

SANTRI TANPA KIAI:

Kajian Psikoanalitik atas Judul-judul Buku Swa-bantu

Islami di Indonesia

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister

Humaniora (M. Hum) Pada Program Magister Ilmu Religi dan Budaya

Oleh:

Ridwan Muzir

NIM: 086322012

PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

TESIS

SANTRI TANPA KIAI:

Kaiian

Psikoanalitik

atas

Judul-judul

Buku

Swa-bantu

lslami di lndonesia

Oleh: Ridwan

iiuzir

t{liil:

0863322412

ffi

*sd


(5)

TESIS

SANTRI TANPA KIAI:

Kajian Psikoanalitik

atas

Judul-judul

Buku

Swa-bantu

lslami di lndonesia

Oleh:

Ridwan Muzir

NIM:08633220{2

PengujiTesis

Ketua Sekretaris/

Moderator

Anggota


(6)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

NIM Program lnstitusi

:

Ridwan Muzir

:0863322012

: Program Pascasarjana llmu Religidan Budaya : Universitas Sanata Dharma

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis: Judul

Pembimbing

: Santri Tanpa

Kiai:

Kaiian

Psikoanalitik

atas

Judul-

iudul

Buku Swa-bantu lslami di lndonesia : 1. Dr. St. Sunardi

2. Dr. Katrin Bandel Tanggal

diuji

: 23 Agustus 2013

adalah benar-benar hasil karya saya.

Di

dalam

Tesis ini tidak

terdapat keseluruhan

atau

sebagian tulisan

atau

gagasan

orang lain yang saya ambildengan cilra menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian

kalimat

atau

simbol

yang saya aku

seolah-olah sebagai karya

saya

sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulls aslinya.

Apa

bila kemudian terbukti bahwa saya temyata melakukan tindakan menyalin atau

meniru

tulisan orang lain

seolah-olah

hasil

pemikiran

saya

sendiri,

saya

bersedia menerima sanksi sesuaidengan peraturan yang berlaku di Program PascasarJana llmu

Religidan Budaya Universitas Sanata Dhanna Yogyakarta, termasuk pencabutan gelar Magister Humaniora (M. Hum) yang telah saya peroleh.


(7)

PERNYATAAN

PERSETUJ

UAN

PUBLIKASI KARYA

ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Dharma

Nama

: Ridwan Muzir

NomorMahasiswa

:086322412

Demi

pengembangan

ilmu

pengetahuan,

saya

memberikan

kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang beriudul:

SAIITR'

TANPA KTAI:

KaJian Psikoanalltik atas Judul-Judul Buku Swa-bantu lslami

di

lndon*la

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dhanna

hak

untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di

lnternet atau media

lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

ijin

dari

saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama

tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pemyataan iniyang saya buat dengan sebenamya. Dibuat diYogyakarta


(8)

Buat yang tercinta:

Alm. Muzir


(9)

motto

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta


(10)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucap syukur kepada Allah SWT karena diberi limpahan nikmat

ketabahan (endurance) dalam menyelesaikan tesis yang jadi salah satu syarat dinyatakan lulus dari program studi Ilmu Religi dan Budaya (IRB), Pascasarjana

Universitas Sanata Dharma ini.

Tema dasar dan masalah umum tesis ini sudah menggelayuti pikiran penulis

jauh sebelum duduk di bangku perkuliahan IRB. Salah satu pemicunya adalah

pekerjaan penulis sebagai editor di sebuah penerbitan di Yogyakarta. Dalam bekerja

penulis mengalami sendiri bagaimana proses sebuah buku lahir dari dapur penerbitan,

sebuah proses yang tak punya perbedaan mendasar dari proses yang berlangsung di

pabrik tempe atau sepeda motor. Selain itu, penulis merasakan ada hal yang perlu

didalami lebih jauh ketika menyaksikan pameran buku Islam, memasuki toko buku,

atau melihat katalog online dari sebuah toko buku. Tema-tema pengembangan diri

begitu dominan di situ sehingga memunculkan pertanyaan apakah ada yang salah,

yang kurang, yang rusak dalam diri manusia muslim di Indonesia (termasuk penulis

sendiri) sehingga perlu dikembangkan?

Perkuliahan di IRB mengenalkan penulis dengan teori psikoanalisa, terutama

teori Jacques Lacan. Sedari awal penulis sudah merasa teori ini dapat dipakai untuk

menjawab kegelisahan tadi dengan cara yang beda dari cara-cara yang telah

disampaikan teori-teori lain, terutama yang berhaluan Marxis. Sebab dalam teori ini

yang diutak-atik adalah pertanyaan mengapa orang menginginkan sesuatu, mengapa

orang bisa tergiur dengan sesuatu, bukan mengapa orang perlu membuat atau

melakukan sesuatu.

Belajar psikoanalisis Lacanian sangat menantang penulis, sehingga proses

menjawab kegelisahan pribadi tadi jadi sangat lambat. Akibatnya, proses penulisan


(11)

hanya tesis yang penulis kerjakan, namun setiap saat perhatian selalu tertuju pada apa

saja yang berbau Lacan. Harus penulis akui bahwa perhatian itu dikendalikan oleh

keinginan egoistik untuk menjawab kegelisahan tentang dunia perbukuan Islam tidak

dengan teori lain. Pokoknya harus dengan Lacan!

Keinginan tak rasional dan tidak punya perhitungan itu akhirnya mengantarkan

penulis pada buku Graph of Desire karya Alfredo Eidelstein yang dibedah bersama-sama di Akademia Erupsi Yogyakarta. Buku itulah yang membuat penulis dapat sedikit

peta untuk menuliskan Bab IV, untuk tetap menjawab kegelisahan awal dengan Lacan.

Tesis ini mungkin dapat disebut sebagai simptom penulis, sesuatu yang harus

dibaca dan ditafsirkan oleh orang lain untuk menemukan subjek wicara di baliknya,

bukan subjek pernyataan. Sebab subjek pernyataan mampu menjelaskan secara logis

dan rasional lewat pernyataan penuh makna kepada orang lain, dan orang lain pun

dapat menangkap makna itu. Subjek pernyataan itu adalah penulis yang sedang

menulis dan membubuhkan tanda tangan di kata pengantar ini.

Orang-orang berikut akan penulis hadiahi doa dan ucapan terima kasih, karena

merekalah yang akan membaca tesis ini sebagai simptom.

Devi Adriyanti, istri penulis, atas kasih sayang dan ketabahannya. Ibu dan

adik-adik atas dukungan dan nasihat mereka. Keluarga besar Surau Tuo Institute yang tak

dapat disebutkan satu persatu, terutama yang telah bersedia jadi pembaca dan

pembahas draf tesis ini. Teman-teman di Akademia Erupsi. Hasan Basri, Wahyudin

dan Zuhdi Sang. Serta teman dan pihak-pihak lain yang tak dapat disebutkan satu per

satu.

Doa dan ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada Romo

G. Budi Subanar yang telah memberikan pesan tentang ketabahan (endurance) saat penulis tes masuk IRB. Terima kasih juga disampaikan kepada dosen dan guru-guru di

IRB yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu di sini atas ilmu dan pengalaman


(12)

Kepada Pembimbing II tesis ini, Mbak Katrin Bandel, yang telah mengajarkan

bagaimana apresiasi terhadap pendapat orang lain dapat disampaikan dengan sangat

indah.

Terakhir, terima kasih sebesar-besarnya kepada Pembimbing I, Bapak St.

Sunardi. Penulis tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata enigma yang

dimiliknya sehingga apa yang dia katakan, terutama buku, selalu menarik perhatian

penulis. Kepadanya penulis sampaikan harapan untuk selalu sabar memberikan

bimbingan lanjutan supaya penulis dapat mengalami lack yang ada pada dirinya, diri St. Sunardi.

Semoga Allah memberkati kita semua.

Yogyakarta, Agustus 2013


(13)

ABSTRAK

Muzir, Ridwan. 2013. Santri tanpa Kiai: Kajian Psikoanalitik atas Judul-judul Buku Swa-bantu Islami di Indonesia. Tesis. Yogyakarta: Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas buku-buku populer Islam bergenre swa-bantu (self-help) yang mendominasi industri perbukuan Indonesia tahun 2000-an. Penelitian tentang produk kultural ini menyoroti judul-judul buku swa-bantu Islami karena dalam industri buku, judul adalah hal utama yang diperhatikan produsen dalam menarik calon pembeli. Masalah utama yang dihadapi penelitian ini adalah subjektivitas pembaca muslim yang dituju buku tersebut lewat judul-judulnya. Apa yang ada dibalik judul-judul ini sehingga pembaca begitu tertarik.

Masalah ini dipilih karena gairah industri buku swa-bantu Islami mengisyaratkan tingginya permintaan pasar. Di balik permintaan pasar itu ada calon pembaca yang akan mengonsumsi/membacanya. Masalah subjektivitas penting karena dengan mengetahui sosok pembaca yang mengonsumsi buku-buku tersebut dapat diperoleh gambaran dinamika kebudayaan masyarakat muslim Indonesia saat ini. Kebudayaan dinamis sebab subjek yang menghidupinya tidak berpuas diri dengan apa yang tersedia.

Dalam menjawab masalah utama penelitian ini dipakai teori subjektivitas Lacan. Bagi Lacan subjektivitas seseorang terbentuk dari dialektika antara kebutuhannya dengan apa yang diinginkan orang lain (Liyan). Dialektika terjadi lewat perantaraan bahasa dan selalu menghasilkan residu sebab apa yang diinginkan Liyan dan ditawarkannya pada seseorang tidak akan berhasil memuaskan kebutuhan seseorang itu. Masih ada keinginan yang tersisa di dalamnya. Itulah hasrat.

Orang lain (Liyan) tidak bisa memberikan kepuasan sebab mereka juga menginginkan sesuatu yang tak bisa terpenuhi oleh apa yang terbahasakan. Jika seseorang memilih/memiliki sesuatu sebagai objek yang dia anggap memuaskan Liyan, dia menjadi subjek perversif dan objek itu menjadi fetis baginya.

Penelitian ini menemukan bahwa judul-judul buku swa-bantu Islami diposisikan pembaca sebagai fetis untuk menutupi kekurangan Liyan yang tak dapat memenuhi hasrat pembaca maupun hasratnya sendiri akan kemusliman sejati (being moslem). Dengan fetis itu, pembaca merasa jadi muslim sejati. Kekuatan judul buku swa-bantu Islami sebagai fetis terletak pada fungsinya sebagai cermin imajiner. Di dalam cermin ini terpantul bayangan kediriannya yang kemudian dia identifikasi sebagai identitasnya. Identifikasi ini berlangsung melalui pengetahuan yang salah sangka (connaissance), karena menganggap identitas yang disampaikan buku swa-bantu itu memiliki makna yang mapan. Padahal yang ditawarkan adalah konstruksi wacana yang bergerak dinamis karena adanya hasrat subjek yang menghidupi wacana tersebut.

Kata kunci: subjektivitas, subjek, Liyan Simbolis, hasrat, identifikasi imajiner, connaissance.


(14)

ABSTRACT

Muzir, Ridwan. 2013. Santri tanpa Kiai: A Psychoanalitical Study on the Titles of Islamic Self-help Book in Indonesia. MA. Thesis. Yogyakarta: Religious and Cultural Studies, Sanata Dharma University.

This study discusses Islamic self-help genre that dominated Indonesian books industry in the 2000s. This study on the cultural product highlights Islamic self-help book titles, because the titles are the main thing considered by book industry in attracting prospective consumers. The main problem in this study is about muslim subjectivity addressed by the books through their titles. Why these titles is so fascinating to the readers.

This problem is chosen because the passion of the Islamic self-help book industry signaled high market demand. Behind this market demand, there are prospective readers that will consume/read it. Subjectivity is important because by knowing the figure of readers who consume the books, we can obtain a description of the cultural dynamics of Indonesian Muslim today.

This study used Lacan's theory of subjectivity to answer its main questions. For Lacan, subjectivity is constructed through the dialectic between one’s need and demand of the Other. The dialectic occurs through the medium of language and always produces a kind of residue, because what is demanded and offered by the Other to someone will not satisfy all of his/her need. There is some need that is left. That is desire.

Others can not give a full satisfaction because they also want something that can not be fulfilled by what can be expressed through language. If someone chose/have something as an object which he recognize can satisfy Other’s demand, he become pervert subject and the will become his fetish.

This study found that the titles of Islamic self-help book were taken by the muslim reader as fetish to fulfill the Other’s lack in satisfying reader’s desire to become a true moslem. With the fetish, readers (mis)recognize themselves have become a true Muslim. The power of self-help book titles as fetish Islami lies in its function as an imaginary mirror. This mirror reflected some self-image which he/she later identified as his/her identity. This identification takes place through the imaginary knowledge (connaissance) in Lacanian sense, because they consider the identity which is reflected in the titles has an established meaning. Whereas, identity is constructed in a discourse which is always moving because of subject’s desire that animate it.

Keywords: subjectivity, subject, Symbolic Other, desire, imaginary

identification,

connaissance

.


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PERSEMBAHAN ... vi

MOTTO ... vii

KATA PENGANTAR... viii

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR... xviii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 18

C. Tujuan dan Manfaat... 18

D. Tinjauan Pustaka ... 19

E. Kerangka Teoretis 1. Teori Subjektivitas Lacanian dan Konsep-konsep Terkait ... 30

2. Teori Pengetahuan Lacanian ... 34

F. Metode 1. Data ... 36

2. Teknik Analisis... 38

G. Sistematika Pembahasan ... 39

BAB II DINAMIKA EKONOMI-KULTURAL PENERBITAN BUKU-BUKU ISLAM POPULER DI INDONESIA... 41

A. Sekilas Sejarah Percetakan dan Penerbitan Buku-buku Islam di Indonesia ... 41


(16)

1. Buku Murah dan Sederhana untuk Kecerdasan Masyarakat

(Era Balai Pustaka sampai akhir 1970-an) ... 42

2. Buku sebagai Komoditas Intelektual yang Menguntungkan (Era 1980-an sampai menjelang 2000-an) ... 48

3. Buku sebagai Produk Pelengkap Gaya Hidup (Era Pasca 2000-an)... 53

B. Buku sebagai Benda Kultural dalam Dinamika Sosial-Ekonomi... 56

1. Buku sebagai Benda Kultural... 57

2. Buku sebagai Benda Ekonomis ... 62

C. Lika-liku Pengadaan Naskah ... 66

D. Kendali Pasar atas Tema-tema dan Rekayasa Judul Buku ... 69

E. Sampul Buku sebagai Media Promosi bagi Dirinya Sendiri... 78

BAB III KATEGORISASI JUDUL-JUDUL BUKU SWA-BANTU ISLAMI... 90

A. Ragam Umum Tema Buku Islam Populer ... 90

1. Tema Generik ... 91

2. Tema Non-Generik ... 93

B. Kategorisasi Judul-judul Buku Swa-bantu Islami... 95

1. Dasar Kategorisasi ... 95

2. Kategori Judul-judul Buku Swa-Bantu Islami Berdasarkan Tema ... 97

a. Tema Kesehatan dan Kebugaran fisik... 99

b. Tema Kesejahteraan Psikis ... 104

i. Judul-judul dengan Tema Kerumahtanggaan... 105

ii. Judul-judul dengan Tema Parenting ...113

iii. Tema Aktivitas Ekonomi ... 116

iv. Judul-judul dengan Tema Penggemblengengan Daya Tahan Psikis ... 122

C. Kategori Judul-judul Buku Swa-Bantu Islami Berdasarkan Teknik Persuasi... 127

1. Menarik Karena Berbeda... 128

2. Menarik Karena Menggiurkan... 132

BAB IV “BACALAH, WALAU BUKAN DENGAN NAMA TUHANMU!”: FETISISME PENANDA DAN DOMINASI PENGETAHUAN IMAJINER DALAM JUDUL-JUDUL BUKU SWA-BANTU ISLAMI... 142


(17)

1. “Islami” sebagai penanda utama dan poin de capiton... 144

2. “Islami” sebagai Ideal yang Diminta oleh Liyan Simbolis (Pembaca sebagai Subjek Permintaan)... 152

3. Permintaan agar “Islami” sebagai Langkah Awal untuk “Menjadi Islami” (Pembaca sebagai Subjek Hasrat) ... 159

4. Fantasi yang Mestinya Dilahirkan Buku Swa-bantu Islami: Strategi Menghadapi Objet petit a...167

5. Judul-judul Buku Swa-bantu Islami sebagai Fetis (Pembaca sebagai Subjek Perversif)... 175

B. Janji Pengetahuan dalam Buku Swa-bantu Islami: Judul sebagai Cermin Imajiner ... 182

1. Pengetahuan Imajiner bagi Pembaca yang Dianggap Rasional (Pembaca sebagai Ego Modern) ... 185

2. Eksploitasi Hasrat Metonimik Pembaca oleh Industri Perbukuan (Pembaca sebagai Subjek Ketidaksadaran)... 192

3. Sihir Judul: Pengetahuan Imajiner dengan Kemasan Pengetahuan Simbolis ... 195

BAB V PENUTUP... 201

A. Kesimpulan-kesimpulan... 201

1. Kesimpulan umum ... 201

2. Temuan khusus ... 202

B. Harapan ... 205


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel I.1: Judul-judul dengan Tema Ritual Ibadah Umum ... 91

Tabel I.2: Judul dengan Tema Kisah-kisah Hikmah ... 92

Tabel I.3: Judul dengan Tema Teks Suci dan/atau Terjemahannya ... 92

Tabel I.4: Judul dengan Tema tentang Disiplin Tertentu... 94

Tabel I.5: Judul dengan Tema Generik Terkait Masalah Spesifik ... 94

Tabel I.6: Judul dengan Tema Generik yang Menyasar Pembaca Spesifik ... 95

Tabel I.7: Judul-judul tentang Kesehatan ... 99

Tabel I.8: Judul-judul tentang Pencegahan/Pengobatan Penyakit... 100

Tabel I.9: Judul-judul tentang Jilbab... 102

Tabel I.10: Judul-judul tentang Seksualitas dan Kehiduapn Pasutri ... 103

Tabel I.11: Judul-judul tentang Keluarga Sakinah... 106

Tabel I.12: Judul-judul tentang Kebahagiaan Keluarga... 106

Tabel I.13: Judul-judul tentang Keluarga sebagai Proyek Seseorang... 107

Tabel I.14: Judul-judul tentang Peran Suami/Istri dalam Keluarga ... 108

Tabel I.15: Judul-judul tentang Masalah yang Perlu Diwaspadai dalam Kehidupan Keluarga ... 109

Tabel I.16: Judul-judul tentang Poligami ... 109

Tabel I.17: Judul-judul tentang Pernikahan ... 111

Tabel I.18: Judul-Judul Tentang Figur Nabi sebagai Orang Tua... 114

Tabel I.19: Judul-judul tentang Nama-nama Bayi Islami ... 115

Tabel I.20: Judul-judul tentang Kesejahteraan Ekonomi ... 116

Tabel I.21: Judul-judul tentang Sukses dan Bahagia yang Dikonkretisasi ... 117

Tabel I.22: Judul-judul tentang Hutang dan Kemiskinan ... 118

Tabel I.23: Judul-judul tentang Penggemblengangan Daya Tahan Psikis (recovering)... 123

Tabel I.24: Judul-judul tentang Penyembuhan “Penyakit” Kejiwaan ... 124

Tabel I.25: Judul-judul tentang Keadaan Hidup yang Ideal... 125

Tabel I.26: Judul-judul tentang Pribadi Muslim Ideal... 125

Tabel I.27: Judul-judul dengan Teknik Retorika Bombastis dan Sensasional ... 129

Tabel I.28: Judul-judul dengan Teknik Retorika Kontradiktif/kontroversial ... 129

Tabel I.29: Judul-judul dengan Teknik Retorika Interogatif (tanya) dan Ekslamatif (seruan) ... 130

Tabel I.30: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Ketersingkapan... 133


(19)

Tabel I.32: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Kelebihan... 135

Tabel I.33: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Keinstanan... 137

Tabel I.34: Judul-judul dengan Teknik Retorika Logika “Jika-Maka” ... 137

Tabel I.35: Judul-judul dengan Teknik Retorika yang Menempatkan Ibadah sebagai Sarana Menuju Tujuan ... 139

Tabel I.36: Judul-judul dengan Teknik Retorika Pertukaran dan Investasi ... 140

Tabel II.1: Keanekaragaman Judul Akibat Sifat Metonimik Hasrat ... 162

Tabel II.2: Judul-judul dengan kata “kaya” dan “rezeki” ... 178

Tabel II.3: Judul-judul tentang Hutang dan Kemiskinan ... 178

Tabel II.4: Judul-judul dengan Teknik Retorika Logika “Jika-Maka” ... 180

Tabel II.5: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Ketersingkapan... 180

Tabel II.6: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Keinstanan... 180

Tabel II.7: Judul-judul dengan Bilangan Tertentu... 181

Table II.8: Contoh Konkretisasi Pembaca dalam Judul Buku Swa-bantu Islami... 188


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1: Contoh sampul Buku Swa-bantu Islami dari tahun 1980-an

dan 2000-an ... 80

Gambar I.2: Contoh Sampul yang Memanfaatkan Citra Fotografis yang Realis ... 81

Gambar I.3: Contoh Sampul Buku yang Memanfaatkan Citra Fotografis yang Didistorsi ... 81

Gambar I.4: Sampul Buku dengan Citra-citra yang Tidak “Nyambung” ... 82

Gambar I.5: Sampul Buku dengan Image-image yang Naif ... 83

Gambar I.6: Sampul Buku dengan Ornamen-Ornamen Arabesque ... 84

Gambar I.7: Sampul Buku dengan Ornamen sebagai Pelengkap ... 85

Gambar I.8: Sampul Buku dengan Image Kartun Makhluk Hidup Ornamen sebagai Pelengkap ... 86

Gambar I.9: Sampul Buku yang hanya Menonjolkan Kata-kata Judul ... 87

Gambar II.1: Fungsi Retroaktif Penanda Utama dalam Sampul Buku ... 148

Gambar II.2: Wujud Fantasi Keberhasilan dalam Sebuah Buku Swa-bantu Islami... 171


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia perbukuan Indonesia dalam lebih kurang satu dasawarsa terakhir

diwarnai maraknya buku-buku Islam populer.1 Buku-buku ini biasanya berisi

tuntunan ibadah praktis, tuntunan psikologis, tuntunan kehidupan rumah tangga,

tuntunan karir dan kewirausahaan, tuntunan pendidikan anak, novel-novel populer

untuk dewasa dan remaja, sampai kisah-kisah religius yang dikemas dalam bentuk

kartun. Suasana semarak ini paling jelas terlihat dalam pameran-pameran buku, terutama yang bertajuk pameran buku Islam (Islamic Book Fair) yang diadakan di beberapa kota besar di Indonesia, bahkan ada yang dua sampai tiga kali dalam

setahun. Seorang pengelola pameran buku Islam di Jakarta tahun 2010

mengatakan “Ada ribuan judul buku baru, di samping puluhan ribu judul buku yang

sudah terbit sebelumnya. Buku-buku tersebut mencakup berbagai bidang, dari

ibadah, Alquran, Hadis, fiqih, anak, keluarga, pemikiran, referensi, hingga how to dan buku-buku fiksi.”2

1 Meski dalam masyarakat Muslim buku (Arab: kitab) bukan barang baru, namun yang dimaksud

dengan buku-buku Islami (Islamic books) di sini adalah dalam pengertian seperti yang dikemukakan Armando Salvatore dan Dale F. Eicklemann: “a style of writing that appeals to new audiences. These are

inexpensive, attractively printed mass market texts that address such practical questions as how to live as a Muslim in the modern world and the perils of neglecting Islamic obligations. Some offer advice to young women on how to live as a Muslim in modern urban society, and some take the form of popular

catechisms. These books articulate basic questions bearing directly on the lives of average citizens.” Dale F. Eicklemann dan Armando Salvatore, "Muslim Publics”, dalam Armando Salvatore and Dale F.

Eicklemann (eds.), Public Islam and the Common Good, Leiden: Brill, 2004, hlm. 14-15.

2 Penuturan Iwan Setiawan sebagai Ketua Panitia Jakarta Islamic Book Fair 2010 yang

berlangsung tanggal 5-10 Maret 2010 ini dimuat dalam Harian Republika, 05 Maret 2010. Diakses dan diunduh dari Blog Indonesia Buku tanggal 05 April 2010.


(22)

Fenomena ini belum mencolok sampai awal tahun 2000-an, karena yang

jadi tren saat itu adalah buku-buku teoretis, terutama yang berasal dari wacana

ilmu sosial kritis dan Marxis. Bahkan dalam konteks ilmu keislaman pun, buku-buku

yang muncul juga tidak kalah kritisnya terhadap pemikiran Islam ortodoks.

Memasuki tahun 2000-an terjadi perubahan yang cukup drastis. Tren buku kritis

dan kiri perlahan-lahan digeser oleh buku-buku religius populer dengan berbagai

subgenrenya. Salah satu sub-genre buku-buku Islam populer yang jadi trend

adalah buku swa-bantu Islami. Di sini istilah buku-buku swa-bantu dipakai sebagai

terjemahan istilah bahasa Inggris self-help literature.3

Sedangkan istilah kata sifat

“Islami” sendiri ingin menunjukkan bahwa buku tersebut secara eksplisit memuat

teks-teks kanonik dari khazanah ajaran agama Islam, entah itu al-Quran dan Hadits

Nabi Muhammad, tafsir, teks-teks karya para ulama, kisah-kisah hikmah, ajaran

moral atau akhlak yang sudah populer dalam masyarakat Islam dan lain

sebagainya.

Literatur swa-bantu adalah subgenre tulisan non-fiksi yang umumnya

memuat panduan dan tuntunan bagi pembaca dalam membantu dirinya sendiri untuk menjawab pertanyaan dan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Istilah

buku-buku swa-bantu memayungi beberapa istilah populer lain yang juga sedikit banyak mengacu pada pengertian umum ini, di antaranya: self-improvement books (buku-buku pengembangan-diri), advice books (buku-buku tuntunan), how to books (buku-buku kiat dan tips), motivational books (buku-buku motivasi), dan inspirational books (buku-buku inspiratif). Secara tersirat perbedaan istilah ini

3

Meski pun belum terlalu lazim dalam pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari, di sini istilah “swa-bantu” dipakai mengikuti penerjemah dan editor buku The Last Self-Help Book: Sebuah Renungan Filsafat dan Semiotika Diri dengan Gaya Humor Satir, karya Walker Percy. Buku ini adalah terjemahan dari Lost in The Cosmos: The Last Self-Help Book , terbitan Picador, New York, 1983. Lihat Walker Percy

The Last Self-Help Book: Sebuah Renungan Filsafat dan Semiotika Diri dengan Gaya Humor Satir,

terjemahan Lucky Ginanjar Adipurna, Yogyakarta & Bandung: Jalasutra, 2006. Lihat juga artikel “Buku Dibutuhkan tapi Diabaikan” dalam Koran Jakarta edisi Senin, 18 Mei 2009, dimuat lagi di blog


(23)

disebabkan oleh perbedaan kegunaan yang diandaikan akan diperoleh oleh

pembaca. Semua istilah itu bermuara pada pengertian tentang fungsi sebuah buku, atau lebih tepatnya, pada mode of reading pembaca dari sudut fungsional. Jika dilihat dari sudut ini, maka nyaris semua teks/buku bisa memenuhi “fungsi

membantu.” Karena setiap pembaca berkeinginan untuk dibantu dalam menjawab

pertanyaan yang ada pada dirinya, atau mendapat petunjuk mengatasi masalah

yang dia hadapi dalam kehidupannya. Orang ingin mendapatkan pengetahuan

dengan membaca buku.

Untuk membedakannya dari buku atau bahan bacaan lain pada umumnya,

perspektif fungsional ini harus ditambah dengan perspektif lain, yaitu dari

karakteristiknya. Steven Starker, seorang sosiolog Amerika, mengatakan ada dua

prinsip yang harus diperhatikan untuk menentukan apakah sebuah buku memiliki

karakteristik buku swa-bantu atau tidak, yaitu: pembaca yang ingin dituju (intended audience) dan kegunaan yang dijanjikan (presumed utility).4

Berbeda dari

buku-buku akademis yang berasal dari riset atas suatu topik yang terfokus, buku-buku-buku-buku

swa-bantu dialamatkan kepada pembaca awam. Buku semacam itu

mengomunikasikan suatu pembahasan untuk pembaca luas dengan cara yang

menarik, gampang dicerna dan sederhana sehingga tidak memerlukan latar

belakang pengetahuan dan keilmuan yang khusus. Sementara kegunaan yang dijanjikan bersifat langsung dan praktis dengan menawarkan instruksi-instruksi yang relatif jelas tentang suatu hal.

Ciri penting lainnya adalah buku-buku swa-bantu ditujukan kepada

pembaca individual yang memerlukan bantuan panduan untuk menolong dirinya sendiri dalam mengatasi berbagai persoalan, mulai dari persoalan praktis dan

teknis tentang bagaimana memanfaatkan pekarangan rumah dengan menanam

4

Steven Starker, Oracle at the Supermarket: The American Preoccupation with Self-Help Books, New Brunswick, N.J.: Transaction, 1989, hlm. 9.


(24)

tanaman-tanaman obat atau bagaimana menata ruangan di rumah; persoalan

kesehatan dan kebugaran tentang bagaimana mengatasi insomnia atau

mengurangi berat badan; persoalan kejiwaan tentang bagaimana mengatasi stres;

sampai tentang persoalan pandangan hidup yang lebih filosofis tentang bagaimana

memahami kesuksesan dan kegagalan.5

Starker menyimpulkan tiga ciri eksplisit buku-buku swa-bantu yang lahir dari

dua prinsip tadi. Pertama, “anekdotal versus informasional.” Ada buku-buku yang lebih banyak berisi kisah-kisah yang disampaikan dalam rangka menopang

argumen, dan ada pula buku yang lebih banyak berisi informasi-informasi tentang

fakta yang sudah diterima luas untuk mendukung perspektif atau panduan yang

ditawarkan. Kedua, “Preskriptif versus deskriptif.” Ada buku-buku yang memang secara eksplisit menyatakan “harus begini, harus begitu” dan ada pula yang hanya

melukiskan suatu keadaan, sehingga pembaca diberi keleluasaan untuk membuat

kesimpulan. Dan ketiga, “tertutup versus terbuka.” Ada buku-buku yang mengetengahkan pandangan yang tertutup dan sempurna dalam dirinya sendiri

sehingga menutup kemungkinan untuk berinteraksi dengan perspektif lain, dan ada

pula yang sifatnya terbuka tentang usulan tawaran-tawaran yang diberikan.6

Ciri-ciri yang disebutkan di atas terlihat pada konteks kemunculan dan

perkembangan genre ini. Setidaknya ada tiga konteks yang memungkinkan lahirnya genre ini, yaitu: pertama, perkembangan teknologi dan industri cetak. Selain didorong oleh kepentingan menyebarkan informasi dan pengetahuan,

perkembangan teknologi dan industri cetak juga didorong kepentingan ekonomi,

5 Judul-judul yang mengilustrasikan hal ini dapat dilihat sebagai berikut: Yusuf Mansur, Kun Fayakun: Mudahnya Mewujudkan Keinginan dan Mengatasi Persoalan Hidup, Jakarta: Zikrul, 2010; Yusep Nurjatmi, Aplikasi Desain-Desain Unik Ruang Belajar Anak, Yogyakarta: Harmoni, 2011; Wahyu Gunawan Wibiso, Tanaman Obat Keluarga Berkasiat, Yogyakarta, VIVO PUBLISHER, 2011; Sara C. Mednick,

Misteri Tidur Siang (Tidur Sejenak, Rasakan Manfaatnya), Yogyakarta: LIRIS, 2011; Imam Musbikin, La Takhof wa la Tayasu: Jangan Menyerah, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011

6

Steven Starker, Oracle at the Supermarket: The American Preoccupation with Self-Help Books, New Brunswick, N.J.: Transaction, 1989, hlm. 10-12.


(25)

sebab selain mengandung nilai budaya, pada saat yang sama barang cetakan juga

mengandung nilai ekonomis sebagai komoditas.

Kedua, perubahan budaya akibat perubahan cara-mengetahui (mode of knowing) dan cara transmisi pengetahuan yang semula bertumpu pada kelisanan kepada keberaksaraan. Faktor ini sebenarnya setali tiga uang dengan faktor

pertama, karena tersebarnya bahan bacaan secara massif tidak akan mungkin

terjadi jika tidak ada massa yang mampu membaca, sebaliknya massa pembaca ini

tercipta juga diakibatkan oleh makin banyaknya materi bacaan yang tersebar.

Ketiga, posisi manusia yang jadi “tuan rasional” bagi dirinya sendiri dalam kehidupan zaman modern.7 Manusia menjadi “tuan rasional” bagi dirinya sendiri

dalam menentukan bagaimana dia akan menjalani hidup. Jika di zaman tradisional,

tradisi memainkan peran kunci dalam penentuan ini, di zaman modern manusia

telah “tercerahkan” untuk mengandalkan rasio dalam membuat

keputusan-keputusannya. Namun optimisme ini bukannya tidak bermasalah, karena ilmu

pengetahuan dalam praktik kehidupan sehari-hari justru menciptakan dua masalah

yang tak kurang peliknya dibanding ketergantungan pada tradisi: kecemasan akibat

risiko-risiko yang diprediksi ilmu pengetahuan dan spesialisasi pengetahuan yang

membuat spesialis di satu bidang menjadi awam di bidang lain. Untuk yang

pertama soalnya adalah bagaimana mengelola kehidupan agar tak sampai pada

risiko yang diprediksi, sedangkan untuk yang kedua adalah bagaimana mengatasi

masalah yang bukan spesialisasi kita.

Pertanyaan tentang bagaimana setiap manusia bisa secara sendiri mengamalkan ilmu pengetahuan dalam pengertian zaman modern tadi menjadi

latar belakang kemunculan literatur swa-bantu, bagaimana manusia bisa mengatasi

7 Ketiga konteks ini ditemukan berdasarkan pembacaan atas beberapa literatur terkait, yang

terpenting di antaranya adalah Benedict Anderson, Imagined Community: Reflections on the Origin of the

Nationalism, Rev. Ed., London: Verso, 1990, Walter J. Ong, Orality and Literacy, New York: Routledge, 2002 dan Anthony Giddens, Modernity and Self-Identity: Self and Society in the Late Modern Age, Stanford, CA.: Stanford University Press, 1991.


(26)

sendiri persoalan dan pertanyaan yang dia hadapi dalam hidupnya. Ketika

berhadapan dengan berbagai pilihan, dia harus segera menentukan pilihan tanpa

berpanjang-panjang membandingkan mana pilihan yang paling tepat. Maka tidak salah jika istilah self-help (swa-bantu) diambil dari judul buku Samuel Smiles yang jadi titik awal popularitas genre ini dalam kebudayaan Barat modern. Smiles

mengatakan tujuan buku yang dia tulis,

[…] to stimulate youths to apply themselves diligently to right pursuits, –sparing neither labor, pains, nor self-denial in prosecuting them,– and to rely upon their own efforts in life, rather than depend upon the help or patronage of others, [and] it will also be found, from the examples given of literary and scientific men, artists, inventors, educators, philanthropists, missionaries, and martyrs, that the duty of helping one’s self in the highest sense involves the helping of one’s neighbors.” 8

Dalam perkembangannya, terutama di Amerika,9 genre tulisan

sebagaimana yang dirintis oleh Samuel Smiles ini menjelma jadi salah satu

segmen industri perbukuan terbesar. McGee mengatakan buku-buku swa-bantu

adalah bagian dari segmen industri perbukuan yang bertajuk literatur panduan-panduan (advice literature). Industri ini adalah bagian dari industri yang lebih besar di Amerika di paruh kedua abad kedua puluh, yakni industri pengembangan-diri (self-improvement) yang mencakup perbukuan, seminar-seminar pengembangan diri, produk-produk audio-video, kursus-kursus kepribadian yang bernilai dua

setengah miliar dollar per tahun dan hampir sepertiga orang Amerika pernah

8

Samuel Smiles, Self-Help, London: Hazel, Watson and Viney, I.D., 1908, hlm. Vi.

9

Akar buku-buku swa-bantu di Amerika dapat ditemukan dalam tradisi Protestan yang salah satu nilainya adalah individu diyakini punya andil dalam menentukan kualitas hidup mereka. Buku-buku seperti

The Practice of Piety (1611) karangan Pendeta Bayly dan Guide to Heaven (1673) karangan Samuel Hardy adalah contoh buku-buku pengembangan diri berbasis nilai-nilai puritan ini. Memasuki abad kedelapan belas, buku-buku swa-bantu di Amerika menjadi makin sekuler. Tokoh yang paling berpengaruh di sini adalah Benjamin Franklin (1706-1790) seorang pengarang, ilmuwan, pengusaha, diplomat dan negarawan. Setidaknya ada dua tulisannya yang paling terkenal dalam kaitannya dengan genre swa-bantu, yakni The Way to Wealth (1757) yang menjelaskan prinsip-prinsip hidup yang harus ditempuh seseorang agar sukses dalam kehidupan duniawi dan buku Poor Richard’s Almanac (1732-1757) yang berisi nasihat-nasihat praktis dan how to. Lihat Steven Starker, Oracle at the Supermarket: The American Preoccupation with Self-Help Books, New Brunswick, N.J.: Transaction, 1989, hlm. 13-15. Sementara pembahasan tentang popularitas genre ini dalam masyarakat Amerika dapat dibaca dalam Susan K. Dolby, Self-help books: Why Americans Keep Reading Them, Illinois: University of Illinois Press, 2005.


(27)

membeli sebuah buku swa-bantu selama hidup mereka.10 Bahkan ada beberapa

buku yang popularitasnya mendunia sehingga menjadi semacam “kitab suci” baru

seperti

Emotional

 

Intelligence:

 

Why

 

It

 

Can

 

Matter

 

More

 

than

 

IQ

 

karya Daniel Goleman

;

 

You

 

Can

 

Heal

 

Your

 

Life

 

karya Louise Hay

;

The

 

Power

 

of

 

Positive

 

Thinking

 

karya Norman Vincent Peale

;

 

Learned

 

Optimism

 

karya Martin Seligman

;

 

How

 

to

 

Win

 

Friends

 

and

 

Influence

 

People

 

karya Dale Carnegie

;

The

 

Seven

 

Spiritual

 

Laws

 

of

 

Success

 

karya Deepak Chopra

;

The

 

7

 

Habits

 

of

 

Highly

 

Effective

 

People

 

karya Stephen Covey

;

Awaken

 

the

 

Giant

 

Within

 

Secrets

 

of

 

Happiness

 

Doing

 

what

 

you

 

love

 

doing

 

what

 

works

 

karya Anthony Robbins

;

Men

 

Are

 

from

 

Mars

 

Women

 

Are

 

from

 

Venus

 

karya John Gray

;

Life

 

Strategies:

 

Doing

 

What

 

Works

 

Doing

 

What

 

Matters

 

karya Philip C. McGraw

;

Rich

 

Dad

 

Poor

 

Dad

 

karya Robert T. Kyosaki.11

Pengertian self-help juga mengalami perubahan. Kalau di zaman Samuel Smiles yang hidup di akhir abad ke-19 kesuksesan hidup yang ingin diwujudkan

oleh seseorang secara swadaya dilihat dari hal-hal eksternal dan dapat diukur

seperti kekayaan, status atau kekuasaan, maka di paruh kedua abad ke-20

ukurannya menjadi kesejahteraan emosional, pengalaman kebahagiaan secara

subjektif dan pencarian kenikmatan hidup.12

10

Micki McGee, Self-Help Inc.: Makeover Culture in American Life, New York: Oxford University Press, 2005, hlm. 11 (Dalam bentuk PDF).

11 Hampir seluruh buku ini sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan para

pengarangnya juga sangat terkenal di Indonesia. Contoh-contoh ini dikutip dari Tom Butler-Bowdon, 50

Self-Help Classics: 50 Inspirational Books to Transform Your Life Your Life from Timeless Sages to Contemporary Guru, London: Nicholas Brealey Publishing, 2003, hlm. 4-5.

12

Dalam konteks lain, yakni konteks bantuan-bantuan internasional, lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan terutama di bidang kesehatan, istilah self-help justru bukan mengacu pada praktik-praktik pengembangan-diri secara individual, melainkan usaha dan gerakan bersama dalam rangka memperbaiki keadaan-keadaan dalam kehidupan bersama. Pengertian self-help sebagai usaha tolong-menolong


(28)

Di Indonesia sendiri perkembangan yang sama juga terjadi. Hal ini tentu

dimungkinkan karena perkembangan teknologi modern dan proses globalisasi

lewat media di mana apa-apa yang dibicarakan dan diberitakan di belahan dunia

lain dengan cepat dapat pula dibaca dan dibicarakan di sini. Walaupun keterangan

pasti tentang bagaimana sejarah kemunculan dan perkembangan buku-buku

swa-bantu di Indonesia belum diperoleh, namun dapat dipastikan bahwa genre buku ini

juga muncul dan berkembang seiring dengan kemunculan dan perkembangan

dunia penerbitan dan perbukuan di Indonesia, setidaknya sejak awal abad

keduapuluh. Karena genre ini lahir dari kebudayaan masyarakat Barat modern,

maka hampir bisa dipastikan bahwa pada awalnya buku-buku swa-bantu yang

berkembang di Indonesia adalah terjemahan dari bahasa asing. Di awal abad

ke-20 banyak yang berasal terjemahan atau saduran dari buku-buku berbahasa

Belanda, karena waktu itu bahasa Belanda mendominasi wacana intelektual

Indonesia sementara setelah Indonesia merdeka didominasi oleh

terjemahan-terjemahan dari bahasa Inggris. Hal ini setidaknya dibuktikan sebuah buku berjudul

Ilmu

 

Bergaul

 

karangan M. Yunan Nasution, seorang jurnalis dan pemikir Muslim

Indonesia pertengahan abad dua puluh. Buku ini awalnya adalah tulisan

bersambung Yunan Nasution di mingguan Pedoman Masyarakat tahun 1940 yang kemudian dibukukan. Di bagian pengantar penulis secara eksplisit mengakui

bahwa yang dijadikannya acuan utama adalah buku berbahasa Belanda

Zo

 

Maakt

 

U

 

Vrienden

 

en

 

Goede

 

Relaties

 

yang tak lain adalah terjemahan Belanda untuk buku

(mutual aid)seperti ini setidaknya berlangsung sampai era 1970-an di Amerika, namun tiga puluhan tahun kemudian pengertian ini berubah seratus delapan puluh derajat, di mana usaha bersama dalam

memperbaiki diri komunitas berubah menjadi usaha setiap individu memperbaiki diri masing-masing. Lihat Micki Mcgee, Ibid., hlm. 18-19.


(29)

How

 

To

 

Win

 

Friends

 

and

 

Influence

 

People

 

karangan Dale Carnegie yang terbit pertama kali tahun 1926.13

Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam dunia perbukuan Indonesia tahun

2000-an, buku-buku swa-bantu sebagaimana dicirikan di atas mengadopsi wacana

Islami –terutama yang berasal dari teks-teks normatif-kanonik seperti al-Quran dan

Hadits Nabi, tafsir dan kitab-kitab fiqh (yurisprudensi Islam)– untuk memberi dasar dan legitimasi bagi panduan-panduan yang ditawarkannya. Sebagai ilustrasi, buku

La

 

Tahzan:

 

Jangan

 

Bersedih,

 

misalnya,

 

adalah buku terjemahan dari bahasa Arab berjudul

Laa

 

Tahzan

 

karangan Dr. ‘Aid Al-Qarni. Penerjemah menjelaskan tujuan penerjemahan dan penerbitan buku ini dalam Bahasa Indonesia untuk

mengimbangi “buku-buku self-help, buku-buku petunjuk cara hidup,” yang hanya memberi nuansa “bagaimana kita mencapai kesuksesan dunia, atau lebih tepatnya

kesuksesan materiil,” sedangkan “buku ini sangat padat dengan nuansa rabbani tanpa mengesampingkan sisi-sisi duniawi.”14

Pengadopsian ini tidak bisa dijelaskan dengan sekadar mengatakan bahwa

produsen buku berhasil memperhatikan dan memanfaatkan ceruk pasar yang ada

dengan teknik diferensiasi dan diversifikasi produk. Memang sebelum tren

subgenre ini muncul, literatur swa-bantu yang tidak mengadopsi wacana agama

telah lebih dahulu jadi tren dan meraup pangsa pasar yang sangat besar, terutama

dalam bentuk terjemahan dari bahasa Inggris. Terjemahan buku-buku karangan

Stephen Covey, Daniel Carnegie, Deepak Chopra, Daniel Coleman, Robert T.

13 Sayangnya data tentang tahun terbitan pertama buku ini dalam bahasa Belanda tidak berhasil

ditemukan. Lihat M. Yunan Nasution, Ilmu Bergaul, Medan: Pustaka Madju, tt., hlm. 3 (“Tutur Sepatah”) dan situs Wikipedia edisi Belanda di bawah entri “Dale Carnegie”.

14 Samson Rahman, “Pengantar Penerjemah”, dalam Aid Al-Qarni, La Tahzan: Jangan Bersedih,

Jakarta: Qisthi Press, hlm. ix. Begitu populernya buku ini sampai-sampai dia dimunculkan dalam film Naga

Bonar Jadi 2 dan dalam sinetron Kiamat Sudah Dekat yang tayang bulan Ramadhan beberapa tahun lalu di stasiun TV SCTV. Film dan sinetron ini sama-sama disutradarai oleh Dedi Mizwar, seorang tokoh perfilman Indonesia yang belakangan identik dengan karya-karya bernuansa Islami.


(30)

Kyosaki sangat populer di kalangan pembaca Indonesia.15 Mengatakan tren

buku swa-bantu Islami ini hanya sekadar mengikuti kesuksesan komersial

buku-buku swa-bantu yang tidak membawa embel-embel ajaran Islam adalah penjelasan

sederhana dan “permukaan” atas dinamika perubahan kultural dan sosial-politik

masyarakat Muslim Indonesia. Di antara masalah yang tidak akan terjelaskan

dengan logika dagang “ada permintaan, ada barang” itu adalah kebutuhan apa

sesungguhnya yang coba dipuaskan oleh buku-buku swa-bantu Islami itu, karena

kalau hanya nasihat atau tuntunan normatif berdasarkan ajaran-ajaran Islam,

bukankah tradisi masyarakat Muslim Indonesia sudah mengenal nasihat dan

tuntunan tersebut, meskipun melalui media lain? Dinyatakan dengan cara lain,

pertanyaannya adalah apa yang membedakan buku-buku swa-bantu Islami itu

dengan teks-teks normatif lain, baik dari segi bentuk dan cara penyampaian,

maupun dari isi substansi persoalan yang dibahas. Ataukah tuntunan atau bantuan

yang diberikannya memang sangat berbeda dari yang diberikan oleh teks-teks

normatif tradisional?

Tak dapat diragukan bahwa perkembangan teknologi telah mempengaruhi

penyebaran teks-teks keagamaan di tengah umat Muslim Indonesia. Kemajuan di

bidang teknologi komunikasi memungkinkan orang berkirim teks dalam bentuk data

digital dari jarak jauh dalam waktu yang sangat cepat. Sebagai ilustrasi bagaimana

kecanggihan teknologi berimbas pada penyebaran tersebut dapat dilihat dari

bagaimana seorang penulis atau penerjemah tidak perlu mengirimkan naskah

karangan atau terjemahannya dalam bentuk berkas-cetak kepada penerbit, cukup

dengan berkas-elektronik lewat email dan bisa langsung ditelaah oleh editor di

layar komputer tanpa harus membalik-balik kertas. Begitu pula dalam proses

15 Layak pula diperhatikan bahwa buku-buku ini hampir seluruhnya tetap mempertahankan judul

dalam bahasa Inggris ketika sudah terbit dalam edisi Bahasa Indonesia. Barangkali penerbit melakukan hal ini karena judul dalam bahasa Inggris itu sudah menjadi ikon yang mengacu pada suatu gagasan ideal yang telah memukau banyak orang. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dikhawatirkan tuahnya akan hilang.


(31)

cetak sebuah buku, kemajuan teknologi komputer telah memangkas waktu yang diperlukan untuk penyuntingan (editing) dan tata letak (layout) secara revolusioner dibanding cara-cara manual. Bayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan

seorang penyunting ketika harus menemukan kekeliruan penulisan kata depan

“dimana” dalam naskah setebal 300 halaman kwarto spasi ganda dan

membetulkannya menjadi “di mana” secara manual? Sedangkan kemajuan yang

paling berpengaruh dalam persebaran ini adalah kemajuan di bidang sistem

transportasi dan jasa ekspedisi yang menjadi jantung dari usaha yang dijalankan

perusahaan-perusahaan distributor buku.

Masyarakat Muslim memang sudah mengenal teks-teks keagamaan yang

lazim disebut kitab, yakni buku berbahasa Arab yang berisi pesan-pesan normatif-teologis agama Islam. Mulai dari yang berisi pembahasan sederhana tentang tata

cara ibadah sehari-hari seperti berwudhu, mandi wajib, shalat, puasa, dan

sebagainya sebagaimana dalam kitab

Fathul

 

Qarib

 

yang jadi bacaan wajib santri tahun pertama di pondok-pondok pesantren sampai pembahasan yang mendalam tentang tauhid (keesaan Allah) dan tashawuf (sufisme) seperti kitab Ihya ‘Ulum al-Din karangan al-Ghazali. Terlepas dari fakta bahwa kemajuan-kemajuan tadi juga memperluas persebaran kitab-kitab ini, namun kenyataan yang tak dapat dipungkiri adalah bahwa teks ini hanya bisa dibaca oleh kalangan yang mendapat pendidikan

bahasa Arab dan disiplin-disiplin ilmu agama tradisional di pondok pesantren dan

sekolah-sekolah agama.

Kehidupan modern telah membawa perubahan pada sarana dan cara

komunikasi keagamaan beserta kode dan isi pesan yang dikomunikasikan.

Perubahan sarana dan mode komunikasi diakibatkan oleh pengadopsian teknologi

canggih dan sistem kapitalisme, sementara perubahan kode dan isi pesan


(32)

tentang kehidupan yang mereka jalani karena meluas dan meningkatnya taraf

pendidikan modern masyarakat Muslim Indonesia. Pendidikan modern memberi

akses bagi orang Muslim ke dalam berbagai informasi dan pengetahuan modern.

Alam pikiran modern yang terinternalisasi lewat pendidikan ini kemudian

melahirkan masalah-masalah yang dikonseptualisasi, dirumuskan dan didefinisikan

secara modern, begitu pula kondisi-kondisi yang memungkinkan pemecahannya.

Secara sosiologis, gejala perubahan sistem makna dan cara pemahaman ini lebih

kentara jika dilihat di lingkungan Muslim perkotaan (urban), karena orang Muslim

yang mengenyam pendidikan yang relatif tinggi akan memperoleh atau berusaha

memperoleh pekerjaan “kerah putih” yang lebih banyak tersedia di kota.

Maka maraknya buku-buku swa-bantu Islami tadi dapat diletakkan dalam

kerangka perkembangan ini. Di satu sisi, kemajuan teknologi telah memudahkan

proses produksi teks, mulai dari tahap pencarian tema dan bahan yang akan ditulis

sampai distribusi dan promosinya sehingga yang muncul kemudian adalah apa

yang dikatakan Francis Robinson sebagai “terkikisnya otoritas ulama sebagai

penafsir Islam.”16 Revolusi percetakan mengakibatkan berubahnya cara

penyebaran pengetahuan umat Muslim yang semula bertumpu pada transmisi lisan

menjadi transmisi aksara. Robinson mengatakan bahwa “yang jadi inti transmisi

pengetahuan Islam adalah transmisi orang ke orang. Cara paling tepat untuk

sampai pada kebenaran adalah dengan mendengar langsung pengarang. Itulah

sebabnya mengapa ulama-ulama Muslim berkelana ke berbagai penjuru negeri

untuk mendengar dan belajar langsung dari ulama yang dianggap terpercaya.”17

Cara menuntut ilmu seperti ini juga dilakoni oleh ulama-ulama “tradisional”

Indonesia yang mau belajar ke kiai-kiai terkenal di berbagai tempat.

16

Francis Robinson, “Technology and Religious Change: Islam and the Impact of Print”, dalam

Modern Asia Studies, 27, 1 (1993), hlm. 244.


(33)

Pergeseran titik tumpu transmisi pengetahuan ke arah keberaksaraan

dimungkinkan oleh perkembangan teknologi cetak dan sistem pendidikan modern sehingga akhirnya “pengetahuan tidak lagi merupakan milik segelintir elit, namun terbuka untuk dipahami bagi siapa saja yang bisa membaca, menghafal dan

mendengar.”18 Dari sisi pengetahuan keagamaan, pergeseran ini di satu pihak

memungkinkan terjadi demokratisasi pengetahuan agama di mana setiap orang

relatif bisa mengaksesnya, dan di pihak lain mentransformasi otoritas keagamaan

para ulama sebagai pemegang otoritas pengetahuan keagamaan. Ulama mau tak

mau harus menyesuaikan cara mereka dalam membangun, menegaskan,

menunjukkan dan mempertahankannya.19

Di samping faktor pendidikan dan budaya modern tadi, sebagai produk

kultural yang telah jadi komoditas, maraknya buku-buku swa-bantu itu juga

dikarenakan meningkatnya permintaan pasar akibat perubahan situasi politik di

Indonesia di Era Reformasi yang memberikan kebebasan kepada masyarakat

Muslim mengekspresikan segala macam paham dan ideologi keagamaannya.

Dalam periode yang disebut Abdul Munip –seorang peneliti buku-buku terjemahan

dari Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia– sebagai “periode kebebasan” ini “negara

telah melonggarkan tekanan ideologisnya dan membuka kran demokrasi. Dengan

ideologinya masing-masing, penerbit-penerbit yang didirikan di periode ini justru

berhadap-hadapan sesama mereka sendiri dalam kontestasi ideologi dan merebut

pembaca setia, sebab negara yang sebelumnya jadi lawan ternyata telah beralih

lakon menjadi penyelenggara pertandingan dan menyerahkan otoritas wasit yang

18 Francis Robins, Ibid., hlm. 241.

19 Pendapat ini dinyatakan oleh Muhammad Qasim Zaman sebagai kritik terhadap pendapat

Robinson yang menyimpulkan bahwa perkembangan cetak menggerogoti otoritas keulamaan. “New

religious intellectuals” are not indebted to the ‘ulama for their own understanding of Islam, nor do they acknowledge the ‘ulama’s superior claim to that understanding. But while all of this is true in practically all Muslim societies, what is often overlooked is that the way in which the ‘ulama themselves articulate their discourses is not monolithic. The critical question, then, is not whether their authority has increased or decreased, but how that authority is constructed, argued, put on display, and constantly defended.


(34)

akan mengatur permainan kepada mekanisme pasar (pasar perbukuan).”20

Sementara dari sisi ekonomi, “buku-buku reliji atau spiritual Islam memang masih

menunjukkan kedigdayaannya meskipun sebuah tema kadang dikeroyok puluhan penerbit. Sebut saja tema shalat dhuha (shalat sunnah yang dilaksanakan di waktu pagi menjelang siang) ataupun sedekah yang dengan berbagai judul dan

pengemasan ditawarkan oleh penerbit. Namun, anehnya semuanya kadang bisa

laku normal (3.000 eksemplar).”21

Meningkatnya permintaan buku-buku populer Islam dilatarbelakangi oleh

keinginan masyarakat Muslim Indonesia untuk memenuhi kebutuhan akan

wacana-wacana keislaman yang sebelumnya tidak tersedia. Kebutuhan itu bisa berbentuk

kebutuhan akan wacana yang membahas masalah-masalah kehidupan yang

memang belum tersedia dalam buku-buku atau kitab-kitab lama, bisa juga berbentuk kebutuhan akan wacana yang disampaikan lewat bahasa Indonesia

yang lebih gampang diakses, meski masalah yang dibicarakan di dalamnya sudah

dibahas dalam kitab-kitab.

Di antara wacana yang beredar melalui tersebarnya buku bergenre

swa-bantu Islami adalah wacana kemusliman modern, karena pengertian dan ciri-ciri buku swa-bantu bertumpu pada “kedirian” pembaca sebagai seorang individu yang hidup di alam modern (sebagaimana yang dicerminkan kata self dalam istilah self-help books).

Hal ini perlu digarisbawahi karena kehidupan modern mengharuskan seseorang menjadikan dirinya sebagai “proyek.” Pertanyaan “Bagaimana aku akan menjalani hidup ini” harus dijawab dan diputuskan hari ke hari di tengah berbagai

20

Abdul Munip, Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia: Studi tentang

Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004, Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 203.

21

Bambang Trim, "Bahaya Bisnis Penerbitan, " dalam blog Indonesia Buku, diakses dan diunduh 05 04 2010.


(35)

pilihan dan kemungkinan yang tersedia. Penyebab keadaan ini adalah ciri

kehidupan modern yang bertumpu pada keraguan radikal di mana pengetahuan

apa pun selalu mengambil bentuk hipotetis yang terbuka untuk direvisi dan

dirombak. Prinsip ini berakibat pada lahirnya sistem-sistem pengetahuan yang

terspesialisasi dan saling mengkritisi satu terhadap yang lain: dari sini lahirlah

pilihan-pilihan. Sehari-hari seorang Muslim dihadapkan pada berbagai pilihan,

mulai dari jenis makanan yang akan dikonsumsi agar sehat sampai ke jenis orang

kurang mampu yang seperti apa zakat atau sedekah akan diberikan, misalnya.

Selain itu kehidupan modern adalah kehidupan penuh risiko, karena

kemampuan prediktif ilmu pengetahuan rasional tidak hanya memetakan risiko,

akan tetapi juga menciptakan risiko-risiko baru yang di zaman sebelumnya belum dikenal. Maka di antara tugas terpenting ilmu pengetahuan adalah antisipasi

terhadap kemungkinan-kemungkinan risiko yang ada. Misalnya, di zaman Nabi

dulu mungkin orang tidak akan perlu berpikir panjang tentang bentuk investasi apa

yang aman dan halal terkait dengan sistem moneter internasional.

Buku-buku swa-bantu dapat diletakkan dalam konteks ini, artinya buku-buku

itu mencoba menyuguhkan hikmah masa lalu yang bisa dipetik jadi pelajaran,

situasi dan kondisi faktual sekarang yang bisa dikelola sebagai peluang, dan

perkiraan masa depan yang bisa dicita-citakan oleh seorang individu. Tiga inti

orientasi waktu inilah yang dapat dia jadikan sebagai “bantuan”, “motivasi” dan “inspirasi” tentang “bagaimana” (how to) membuat sebuah “diri” yang dia inginkan. Tidak heran jika dalam bahasa populer genre buku swa-bantu juga disebut

“buku-buku kiat sukses” dalam hidup, sebab “diri” yang ingin dibantu pembikinannya oleh

buku-buku tersebut adalah diri yang “sukses” dalam pengertian seluas dan

seumum-umumnya istilah ini.

Pertanyaan yang kemudian muncul terkait dengan maraknya buku-buku


(36)

“pembuatannya” oleh buku-buku tersebut. Pertanyaan ini patut diperhatikan karena

masyarakat Muslim Indonesia modern, dihadapkan pada berbagai pilihan panduan

dan pandangan hidup. Masyarakat Muslim Indonesia, serta umat Muslim pada

umumnya, diwarisi identitas normatif keislaman yang jelas dari masa lalu.

Seseorang Muslim yang ditanya “Apa bukti Anda seorang Muslim?” akan

menjawab “Aku beriman pada keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad,

melaksanakan shalat, berpuasa, membayarkan zakat dan melaksanakan haji jika

mampu. Namun ketika ditanya “Sebagai seorang Muslim, bagaimana Anda

menjalani hidup sehari-hari, mengatasi kesulitan hidup saat ini dan merancang

kehidupan masa depan yang lebih baik?” belum tentu dia akan memberikan

jawaban sejelas dan setegas tadi. Dengan kata lain, dia merasa perlu

mempertimbangkan dan memilih sekian banyak alternatif tentang bagaimana

mengatasi kendala dan menggagas cita-citanya, di mana ajaran dan resep dari

tradisi Islam hanyalah salah satu dari sekian banyak alternatif tersebut.

Topik ini layak diperhatikan karena selama ini masalah bagaimana dan

seperti apa umat Islam Indonesia menghadapi perkembangan zaman modern

hampir selalu dibicarakan dari sudut pandang sosial-politik atau sejarah politik Indonesia modern. Padahal peristiwa “menjadi orang Islam” (being Moslem) itu bisa saja berlangsung dalam kehidupan keseharian dan terkait dengan hal-ihwal yang

kadang kala tidak terkait langsung dengan soal gerakan pembaharuan Islam versus tradisionalisme, HAM dalam al-Quran, khilafah-isme, pendidikan pesantren dan terorisme, dan sebagainya, melainkan soal bagaimana memilih nama bayi: apakah akan diawali Ahmad atau tidak; apakah seorang balita akan dimasukkan ke PAUD (pendidikan anak usia dini) milik sebuah yayasan sekolah Islam terpadu

atau TK milik yayasan Bhayangkara; atau apakah diet untuk berat badan bisa


(37)

Diungkapkan secara konkret, di sini kegelisahan yang jadi pemicu

dibicarakannya fenomena maraknya buku-buku swa-bantu Islam adalah seperti

apa gambaran buku-buku yang ditawarkan industri perbukuan Islam untuk

dibaca/dikonsumsi oleh kaum Muslimin Indonesia. Apa yang dijual di dalamnya

sehingga industri perbukuan menjadi alternatif bisnis dan lapangan pekerjaan? Apa

yang ditawarkan dan dikemas di dalamnya sehingga rak toko buku, stand pameran,

dan katalog cetak dan online dipenuhi oleh judul-judul buku dari genre ini? Orang

Muslim seperti apa dan yang bagaimana yang ada dalam judul-judul itu?

Berdasarkan latar belakang di atas, tesis ini akan mengkaji subjektivitas

kemusliman yang terwacanakan lewat produksi buku-buku swa-bantu Islami.

Pembahasan akan difokuskan pada dua hal: proses produksi wacana subjektivitas

kemusliman di arena perbukuan Islami-populer dan subjektivitas kemusliman yang

diwacanakan secara tekstual lewat “bantuan”, “kiat”, atau “panduan” yang

dicantumkan secara eksplisit maupun implisit dalam judul-judul buku tersebut.

Penelitian ini akan fokus pada judul-judul buku swa-bantu Islami karena

judul-judul inilah yang pertama kali dilihat dan dibaca pembaca sebelum

“memutuskan” membeli atau tidak. Judul-judul adalah ujung tombak yang dipakai

penerbit untuk menarik perhatian calon pembaca/pembeli.

Di sini perlu dinyatakan terus terang bahwa kajian ini tidak akan menyentuh

terlalu jauh perihal resepsi pembaca, meski secara teoretis setiap pembicaraan

tentang produksi mau tak mau harus mengikutsertakan pembicaraan tentang

konsumsi. Alasan tidak dilakukannya cara ini sederhana, namun mendasar, yakni

keterbatasan sumber daya dalam melakukan penelitian. Di sini hanya bisa

disampaikan harapan agar masalah resepsi pembaca atau konsumsi wacana

kemusliman yang terdapat dalam buku-buku swa-bantu Islami dapat dilakukan di


(38)

B. Rumusan Masalah

Untuk menjaga fokus kajian sebagaimana disampaikan di atas, penelitian

ini berpatokan pada rincian pertanyaan berikut:

1. Bagaimana proses pengadaan, penyeleksian dan pengolahan buku-buku

swa-bantu Islami dalam dunia penerbitan buku di Indonesia pasca-reformasi?

2. Pembaca Muslim yang bagaimana yang disasar oleh judul-judul buku

swa-bantu Islami?

3. Subjektivitas kemusliman seperti apa yang ditawarkan oleh buku-buku

swa-bantu Islami melalui judul-judulnya?

4. Apa jenis pengetahuan dominan yang disodorkan judul-judul tersebut dan apa

fungsinya bagi pembacanya.

C. Tujuan dan Manfaat

Sesuai dengan pokok-pokok persoalan yang dirumuskan di atas, penelitian

ini bertujuan untuk mendapatkan dan mengetahui gambaran umum proses

produksi buku-buku swa-bantu Islami dalam konteks industri perbukuan tanah air.

Di sini ada dua proses penting yang ingin diketahui: proses yang terkait dengan

pasar dan yang terkait dengan pernaskahan dan keredaksian.

Selanjutnya penelitian ini hendak mengetahui kategori dan ciri-ciri pembaca

Muslim seperti apa yang dituju secara eksplisit maupun implisit oleh judul

buku-buku swa-bantu Islami dan subjektivitas kemusliman yang ditawarkan di dalamnya.

Akhirnya, penelitian ini akan dikerucutkan pada sebuah tujuan yang lebih

mendasar, yaitu mengetahui wacana dominan apa yang mewarnai buku-buku

swa-bantu Islami yang marak, dan oleh karena itu laku keras, dalam hampir satu

setengah dasawarsa terakhir di Indonesia.

Adapun manfaat yang diharapkan dapat dipetik penulis maupun orang lain


(39)

Indonesia seperti apa dan yang bagaimana yang sedang ramai dibicarakan, yang

marak diwacanakan, secara tekstual. Dari sini penulis dan pembaca lebih kurang

akan mengetahui subjektivitas kemusliman yang sedang dikonstruksi melalui

wacana populer –untuk tidak mengatakan wacana non-ilmiah dan non-akademis.

Pengetahuan tentang subjektivitas tersebut diharapkan dapat dipakai sebagai

salah satu pertimbangan untuk membicarakan (menulis) tentang salah satu

segmen umat Islam Indonesia ini. Sedangkan bagi umat Islam Indonesia itu sendiri,

dia dapat dipakai sebagai salah satu dasar sikap ketika diri mereka dibicarakan

(ditulis).

Terlepas dari itu semua, manfaat terbesar yang dicita-citakan penulis dalam

penelitian ini adalah diperolehnya pembacaan dan pengetahuan yang lebih segar

tentang bagaimana umat Islam Indonesia khususnya, dan umat beragama pada

umumnya, menyikapi dan mengolah tata kehidupan yang telah berubah menjadi

sebuah pasar maha besar, di mana hampir semua “yang ada” bisa jadi barang

dagangan.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian-penelitian yang telah ada terkait dengan topik yang dibahas di

sini dapat dipilah menjadi tiga kategori: penelitian yang mengaitkan dunia

perbukuan Islam Indonesia dengan situasi sosial politik Indonesia secara umum,

penelitian yang menitikberatkan pada dinamika dunia perbukuan Islam itu sendiri

sebagai salah satu bentuk industri media, dan penelitian yang mencoba mengkaji

kaitan literatur swa-bantu dengan masyarakat Indonesia.

Meski diakui bahwa kategori yang paling relevan dengan penelitian ini

adalah kategori terakhir, namun dua kategori pertama tetap ditelusuri secukupnya

karena dua alasan. Pertama, untuk mendapatkan latar belakang yang lebih luas tentang bagaimana temuan-temuan ilmiah mewacanakan masyarakat Muslim


(40)

Indonesia yang tak pelak lagi memang dikepung oleh berbagai media, termasuk media cetak. Kedua, penelitian atau tulisan kategori ketiga jumlahnya tidak banyak dan masih berbentuk artikel-artikel lepas yang dipublikasi di media massa.

Di antara penelitian yang membahas hubungan dunia penerbitan Islam dan

situasi sosial politik Indonesia adalah tulisan C. W. Watson berjudul “Islamic Books

and Their Publishers: Notes on The Contemporary Indonesian Scene,”22 Robert

W. Hefner berjudul Robert Hefner, “Print Islam: Mass Media and Ideological

Rivalries among Indonesians Muslims,”23 dan tulisan Dale F. Eickelman dan Jon

Anderson dengan judul “Print Islam and the Prospect for Civic Pluralism: New

Religious Writings and their Audiences,”1997).24

Watson berusaha

menggambarkan ide-ide Islami dan topik-topik bahasan yang beredar di tengah

masyarakat Muslim Indonesia kontemporer yang kerap kali luput dari amatan

penelitian-penelitian yang cuma fokus pada elit politik kelompok Islam di pusat.

Watson juga berusaha melukiskan geliat generasi baru Islam Indonesia dalam

memperjuangkan identitasnya di ranah sosial-politik. Adapun Heffner mencoba

mengaitkan media cetak Islam dan pertarungan ideologis yang berlangsung di

dalam masyarakat Islam Indonesia. Golongan Islam konservatif cenderung

mengidentifikasi diri dengan media Islam tertentu sementara golongan yang lebih

moderat dengan media Islam lain. Sedangkan Eickelman dan Anderson melihat

dunia cetak secara umum di Indonesia tidak bisa dilepaskan oleh paham pluralisme

yang dimungkinkan oleh ideologi Pancasila. Buku-buku Islam yang terbit di masa

Orde Baru cenderung mengusung gagasan pluralisme yang dalam pengalaman

22

C. W. Watson, “Islamic Books and Their Publishers: Notes on The Contemporary Indonesian Scene,” dalam Journal of Islamic Studies 16:2 (2005) hlm. 177 dan 210;.

23 Robert Hefner, “Print Islam: Mass Media and Ideological Rivalries among Indonesians Muslims, Indonesia, 87, 1997

24

Eickmann, Dale dan Jon. W. Anderson, “Print Islam and the Prospect for Civic Pluralism: New Religious Writings and their Audiences, Journal of Islamic Studies, 8: 1 (1997)


(41)

negara-negara Islam lain, terutama yang di Timur Tengah, agak sulit digulirkan. Hal

yang belum didalami lebih jauh oleh ketiga penulis ini, terutama oleh Watson yang

melakukan penelitian saat buku-buku Islam populer sudah sangat marak, adalah

hubungan konsumsi buku-buku ini dengan ekspresi ideologi serta pola

keberagamaan generasi baru Islam Indonesia yang tidak bisa lagi dilihat

berdasarkan kategori-kategori tradisional (Muhammadiyah atau NU, menerima

asas tunggal Pancasila atau tidak, dan lain sebagainya).

Terdapat satu penelitian yang dapat dikatakan menjembatani kategori

pertama dan kedua, yaitu disertasi Dr. Abdul Munip yang kemudian dibukukan

menjadi Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia: Studi tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004.25

Dalam

penelitiannya, Munip memfokuskan diri pada seluk beluk penerbitan terjemahan

buku-buku (kitab) berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia serta latar belakang historis yang memungkinkan proses tersebut. Dalam kesimpulannya Munip

menyatakan bahwa meledaknya buku-buku Islam populer di Indonesia, termasuk

yang terjemahan dari buku berbahasa Arab, dimungkinkan oleh faktor peningkatan

taraf pendidikan masyarakat Muslim Indonesia yang bermula pada era 1980-an

serta faktor pengebirian ideologi Islam oleh kekuasaan Orde Baru. Pengebirian ini

mendesak umat Muslim untuk mencari kanal-kanal penyaluran aspirasi

ideologisnya ke tempat lain selain jalur politik formal, salah satunya adalah pada

media buku.26

25 Abdul Munip, Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia: Studi tentang

Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004, Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008

26 “Indikatornya antara lain meningkatnya penerbitan buku-buku agama, ceramah-ceramah,

seminar ilmiah, aktivitas keagamaan di kampus-kampus, padatnya jamaah masjid, semaraknya pengajian di kantor-kantor pemerintah maupun swasta, hingga meriahnya fashion show busana Muslimah di hotel-hotel berbintang. [...] Bagian Perpustakaan dan Dokumentasi Majalah Tempo dalam surveynya (1987) menyimpulkan bahwa kecenderungan bacaan 1980-an adalah cermin meningkatnya kajian keagamaan. Dari sebanyak 7.241 judul buku yang dihimpunnya sejak tahun 1980, buku-buku yang bertema agama jumlahnya 19.949. Dari jumlah terakhir itu, sebanyak 1374 (70,5%) adalah buku bertemakan Islam, baik


(42)

Sementara penelitian yang secara khusus mencermati maraknya

buku-buku Islam populer di Indonesia dalam konteks geliat industri perbuku-bukuan tanah air

di antaranya adalah di antaranya adalah dari Haidar Bagir berjudul “Kebangkitan

Industri Kreatif Muslim ”27 dan “Jagat Buku Islam dan Kebangkitan Nasional”28 dan

Novriantoni berjudul “Membaca Peta Industri Perbukuan Islam,”29 dan Phillip J.

Vermonte berjudul “Penerbitan Islam di Indonesia: Menuju Sebuah Print Culture?”.30

Haidar Bagir, yang juga merupakan pendiri dan direktur Penerbit Mizan,

secara eksplisit memandang positif perkembangan industri perbukuan Islam

Indonesia, terutama dari perspektif ekonomi. Dia menyatakan

“Dilihat dari sudut pandang apa pun, penulis kolom ini berpendapat bahwa ini adalah perkembangan yang positif. Ia mendukung demokratisasi informasi dengan memperkaya tawaran informasi yang dilempar ke pasar bebas informasi.

Ia juga dapat memperkuat ketahanan ekonomi bangsa. Ya, kekuatan ekonomi yang dapat dilahirkan oleh industri kreatif Islam ini --kalau tidak sekarang, di masa depan-- dapat terbukti merupakan salah satu pilar penting penyangga ekonomi kita. Hal ini sekaligus menunjukkan keuletan dan etos ekonomi dan

bisnis kaum santri di Indonesia.” 31 (Cetak miring dari penulis)

Sedangkan kelompok sosial yang dianggap Bagir berada di balik geliat

perbukuan Islam ini adalah “kelompok kelas menengah Muslim” yang berasal dari

“kelompok yang dulunya tradisional dan berasal dari kelompok psikososial yang

‘bawah’ di satu sisi, dan kelompok ‘born again Muslim’ di sisi lain.”

dari penulis Muslim Indonesia maupun terjemahan atau saduran dari penulis asing.” Abdul Munip,

Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia: Studi tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004, Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008, hlm. 184-186.

27

Haidar Bagir, “Kebangkitan Industri Kreatif Muslim,” dalam Gatra edisi khusus (7 September 2011)

28 Haidar Bagir, “Jagat Buku Islam dan Kebangkitan Nasional”, diakses dan diunduh dari situs

Mizan.com tanggal 16 November 2009, pernah dimuat dalam Tempo, edisi 19-26 Mei 2008

29

Novriantoni, “Membaca Peta Industri Perbukuan Islam”, dalam situs Jaringan Islam Liberal, edisi 19 Maret 2007, diakses dan diunduh 13 Mei 2009.

30 Phillip J. Vermonte, “Penerbitan Islam di Indonesia: Menuju Sebuah Print Culture?” dalam Rizal

Sukma dan Clara Joewono (ed.), Gerakan & Pemikiran Islam Indonesia Kontemporer, Jakarta: CSIS, 2007

31

Haidar Bagir, “Kebangkitan Industri Kreatif Muslim,” dalam Gatra edisi khusus (7 September 2011), hlm. 127.


(1)

d. Pengetahuan yang ditawarkan buku swa-bantu Islami.

- Buku swa-bantu Islami lewat judul-judulnya menawarkan pengetahuan imajiner (connaissance) yang akan diidentifikasi oleh subjek pembaca. Subjek pembaca rasional diandaikan judul-judul tersebut akan mengidentifikasi dirinya dengan sosok keMusliman yang ditawarkannya. - Proses identifikasi ini akan berlangsung dengan cara objektivikasi.

Pembaca akan berusaha menguasai citra keMusliman yang ditawarkan, dan dengan pertimbangan rasional akan mengikuti cara atau kiat yang ditawarkan buku-buku tersebut untuk menguasainya.

B. Harapan

Secara pribadi, penelitian ini didasarkan pada rasa penasaran apa yang membuat genre swa-bantu Islam booming pada dasawarsa 2000-an. Secara akademis, penelitian ini ingin belajar menerapkan psikoanalisa Lacanian pada penelitian fenomena budaya kontemporer.

Terkait soal budaya masyarakat Muslim Indonesia kontemporer, masih banyak hal lain yang perlu didalami lewat penelitian lain di kesempatan selanjutnya, baik dari aspek teoretis maupun metodologis. Di antaranya, memilih teori dan konsep psikoanalisis Lacanian yang relevan secara sosiologis untuk masyarakat Indonesia, terutama untuk kajian-kajian religi dan budaya. Sementara secara metodologis, harus banyak dilakukan penelitian yang akhirnya bisa menemukan perumusan masalah keagamaan yang khas psikoanalisis.

Secara konkret dapat diusulkan wilayah yang dapat dieksplorasi dalam penelitian-penelitian yang akan datang. Di antaranya adalah wilayah bahasa dan sastra. Di sini dapat dielaborasi masalah bagaimana bentuk-bentuk bahasa puitik/metaforis bisa dipakai untuk menyemburkan makna-makna keislaman yang


(2)

baru dan segar dari lapangan religi dan budaya di nusantara, terutama kebudayaan Islam.

Tujuan yang ingin dicapai lewat harapan ini adalah mencari cara lain dalam menjawab persoalan yang selama ini hanya disebut dengan isu komodifikasi agama atau Islami politik.

Secara politis, dengan psikoanalisa diharapkan riset-riset akademis dapat mengkritisi kekuasaan baik ekonomi maupun politik dengan cara yang tidak heroik-narsistik, tapi dengan ironi (menertawakan dan mempermalukan nafsu sendiri).


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Adhe. Declare! Dari Balik Dapur Penerbit-penerbit Jogja. Yogyakarta: KPJ (Komunitas Penerbit Jogja). 2007.

Agustian, Ari Ginanjar. ESQ: Emotional Spiritual Quotient. Jakarta: Penerbit Arga cet. XXVIII 2006 (cet. I, 2001)

Al-Qarni , Aidh. La Tahzan: Jangan Bersedih!. diterjemahkan oleh Samson Rahman, Jakarta: Qisthi Press, cet. XVIII, 2005.

Askehhave, Inger. “If language is a game–these are the rules: a search into the rhetoric of the spiritual self-help book If Life is a Game–These are Rules, dalam

Discourse and Society, vol. 15 (1), 2004.

Bagir, Haidar. “Jagat Buku Islam dan Kebangkitan Nasional”, diakses dan diunduh dari situs Mizan.com tanggal 16 November 2009, pernah dimuat dalam Tempo,

edisi 19-26 Mei 2008

Bartholomew, Richard. “Publishing, Celebrity, and the Globalisation of Conservative Protestanism, dalam Journal of Contemporary Religion, Vol. 21, No. 1, 2006. Baudrillard, Jean, For A Critique of the Political Economy of the Sign, St. Louis, MO.:

Tellos Press, 1981.

Baudrillard, Jean, Seduction, Montreal: New World Perspectives, 1990. (dalam format PDF)

Baudrillard, Jean, The Consumer Society, London: Sage Publications, 1998. (dalam format PDF)

Bourdieu, Pierre. The Field of Cultural Production, London: Blackwell Publisher. 1993 Bracher, Mark. Lacan, Discourse, and Social Change: Psychoanalytic Cultural

Criticism, terj. Gunawan Admiranto, Yogyakarta: Jalasutra, 2009.

Campbell, Kirsten. Jacques Lacan and the Feminist Epistemology, London: Taylor and Francis Routledge, 2004

Chaitin, Gilbert.Rhetoric and Culture in Lacan, Cambridge: Cambridge University Press, 1996


(4)

Unconscious Structured like a Language,Other Press....

Eickmann, Dale dan Jon. W. Anderson, “Print Islam and the Prospect for Civic Pluralism: New Religious Writings and their Audiences, Journal of Islamic Studies, 8: 1 (1997)

Eidelsztein, Alfredo. The Graph of Desire Using the Work of Jacques Lacan, London: Karnac, 2009.

Faruk, “Buku-buku Islam dalam Konteks Ekstasi Komunikasi,” dalam Zuli Qodir et.al

(eds) Anotasi 200 Buku Islam Karya Muslim Indonesia, Yogyakarta: Dianinterfidei, 1998

Fink, Bruce. A Clinical Introduction To Lacanian Psychoanalysis (theory and Technique), London, England: Harvard University Press, 1997.

Fink, Bruce. The Lacanian subject: between language and jouissance, New Jersey: Princeton University Press, 1995.

Hasleden, Rebeca. “Love Yourself: The Relationship of the Self with itself in popular self-help texts,” dalam Journal of Sociology, Vol. 39 (4), 2009.

Hefner, Robert, “Print Islam: Mass Media and Ideological Rivalries among Indonesians Muslims, Indonesia, 87, 1997.

Kaminer, Wendy. Saving Therapy: Exploring The Religious Self-Help Literature, dalam

Theology Today, Vol. XLVIII, No, 3, Okt. 1991.

Kesel, Marc De. Eros and Ethics : reading Jacques Lacan’s Seminar VII, translated by Sigi Jottkandt, State University of New York: Sunny Press, 2009.

Kimman, Eduard J. J. M., Indonesian Publishing: Economic Organizations in a

Langganan Society, West German: Holandia Baarn, 1981.

Kleden, Ignas. “Buku di Indonesia: Perspektif Ekonomi Tentang Kebudayaan”, dalam

Buku dalam Indonesia Baru, (ed.) Alfons Taryadi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999, hlm. 7.

Lacan, Jacques. “The Ethics of Psychoanalysis 1959-1960,” Jacques-Alain Miller (ed.), THE SEMINAR OF JACQUES LACAN, translated with notes by Dennis Porter, New York, London: Norton & Company, 1997.

Lacan, Jacques. ĒCRITS (The First Complete Edition in English), Transleted by Bruce Fink in collaboration with Hēloȉse Fink and Russell Grigg, New York. London: W.W. Norton & Company, 2005.

Lacan, Jacques. Ēcrits A Selection, translated from the French by Alan Sheridan, London:TAVISTOCK Publication, 1997.

Larson, Jorgen & Crhister Sanne, “Self-help Books on Avoiding Time Shortage,” dalam


(5)

McGee, Micki. Self-Help Inc.: Makeover Culture in American Life, New York: Oxford University Press, 2005 (Dalam bentuk PDF).

Novriantoni, “Membaca Peta Industri Perbukuan Islam”, dalam situs Jaringan Islam Liberal, edisi 19 Maret 2007, diakses dan diunduh 13 Mei 2009.

Pfaller, Robert, “Where is Your Hamster?: The Concept of Ideology in Slavoj Zizek’s Cultural Theory,” dalam Geoff Boucher, et.al., Traversing the Fantasy: Critical Responses to Slavoj Zizek, London: Ashagate, 2005

Phillip, Brigid, “Analysing the Politics of Self-help books on Depression, dalam Journal of Sociology, vol. 45 (2), 2009.

Possamai, Adam. “Alternative Spiritualities and the Cultural Logic of Late Capitalism,” dalam Culture and Religion Vol. 4, no 1, 2000.

Sudati, Wiwik, “Menakar Kontribusi Buku-buku Spritual Populer, dalam Koran Tempo,

25 Februari 2007.

Sunardi, St. Hand out mata kuliah psikoanalisa di Program Studi Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma, 2011-2012.

Thomas, Pradip. “Selling God/Saving Souls”: Religious Commodities, Spritual Markets and the Media,” dalam Global Media and Communication, Vol. 5 (1), 2009. Turner, Bryan S., “Religius Speech: The Ineffable Nature of Religious Communication

in the Information Age,” dalam Theory, Culture & Society, Vol. 25 (7-8), 2008. Vermonte, Phillip J. “Penerbitan Islam di Indonesia: Menuju Sebuah Print Culture?”

dalam Rizal Sukma dan Clara Joewono (ed.), Gerakan & Pemikiran Islam Indonesia Kontemporer, Jakarta: CSIS, 2007.

Watson, C. W., “Islamic Books and Their Publishers: Notes on The Contemporary Indonesian Scene,” dalam Journal of Islamic Studies 16:2, 2005.

Žižek, Slavoj (ed). Cogito and the Unconscious, Durham and London: Duke University Press, 1998.

Žĭžek, Slavoj (ed.). JACQUES LACAN Critical Evaluations in Cultural Theory,Volume IV Culture, London and New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2002. Žĭžek, Slavoj. The Plague of Fantasies, London: Verso, 2008.

Situs Internet


(6)

Blog iboekoe Gramedia.com

Social Agency Baru.com Tempo online

Toko walisongo.com

Narasumber Wawancara

Ade Makruf (praktisi penerbitan dan penulis buku Daclare! Dari Balik Dapur Penerbitan Yogyakarta)

Anwar Basit (ex-editor penerbit Insan Madani dan pemilik percetakan RGB Yogyakarta)

Ashad Kusuma Djaya (pimpinan Penerbit Kreasi Wacana) Bambang Trim (pengamat industri perbukuan nasional) Hairus Salim (tokoh penerbit LKiS Yogyakarta)

Indra (pimpinan pelaksana dan editor kelompok penerbit AK Grup) Okdinata (karyawan Toko Buku Diskon Togamas Yogyakarta)