digunakan tenaga ahli warga negara asing dan lain menurut penggunaan tenaga kerja warga negara asing penduduk Indonesia harus memenuhi ketentuan-
ketentuan Pemerintah.
107
6. Kewajiban-Kewajiban Penanam Modal
Perubahan pemilikan modal dari perusahaan nasional yang mengakibatkan kurang dari presentase modalnya sekurang-kurangnya 51 dari pada modal dalam
negeri yang ditanam yang didalamnya milik negara danatau swasta nasional, wajib dilaporkan kepada instansi yang memberikan izin usaha dan jika hal ini
tidak dilaporkan dalam waktu tiga bulan, maka izin usahanya dicabut.
108
7. Penyelesaian Sengketa
Sengketa dimulai ketika satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain. Ketika pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasaannya kepada pihak
kedua dan pihak kedua tersebut menunjukkan perbedaan pendapat maka terjadilah perselisahn atau sengketa. Sengketa dapat diselesaikan dengan cara-cara formal
yang berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri dari proses melalui pengadilan dan arbitrase atau cara informal yang berbasis pada kesepakatan
pihak-pihak yang bersengketa melalui negoisasi dan mediasi.
109
C. Perlakuan Sama dalam Kegiatan Penanaman Modal
Perlakuan yang sama berdasarkan MFN. Prinsip MFN ini diatur dalam article 1 GATT 1994 berdasarkan prinsip ini, suatu kebijakan perdagangan antara
Negara-negara anggota harus dilakukan atas dasar non diskriminasi artinya semua
107
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, Pasal 18.
108
Ibid, Pasal 21.
109
Debora, Peyelesaian Sengketa, dalam http:odebhora.wordpress.com, diakses tanggal 11 Juli 2014
Universitas Sumatera Utara
Negara terikat untuk memberikan perlakuan yang sama dalam kebijakan impor dan ekspor produk-produk termasuk biaya lainnya. Perlakuan yang sama tersebut
harus dilakukan seketika dan tanpa syarat terhadap produk-produk yang berasal atau yang ditujukan ke semua Negara anggota.
Perlakuan yang sama berdasarkan National Treatment prinsip ini diatur dalam artikel III GATT 1994. Prinsip ini mengatur ketentuan bahwa suatu produk
barang yang diimpor dari negara lain tidak boleh diberikan perlakuan yang berbeda dengan maksud memberikan proteksi pada produk dalam negeri. Dengan
kata lain, tidak diperkenankan melakukan diskriminasi antara produk impor dan produk dalam negeri.
Dalam masyarakat terdapat perbedaan pengertian mengenai tidak adanya perbedaan perlakuan terhadap penanam modal asing dan penanam modal dalam
negeri dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Prinsip non-discrimination dalam Undang-Undang ini sebenarnya diambil dalam
arti pengertian National Treatment sebagai prinsip dasar TRIMsGATT. Dalam Article II of TRIMs mengenai National Treatment dan Quantitative Restrictions.
Pasal 4 Ayat 2 Undang-Undang No 25 Tahun 2007 menyatakan, dalam menetapkan kebijakan dasar penanaman modal, Pemerintah memberi perlakuan
yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
110
TRIMs mengandung prinsip National Treatment dan General Elimination of Quantitative Restrictions. Secara panjang lebar Dr. Mahmul Siregar
110
Ipien http:wwwipien.blogspot.com200811bentuk-pemberian-perlakuan-yang-
sama.html diakses tanggal 1 Mei 2014
Universitas Sumatera Utara
menerangkan prinsip National Treatment dan General Elimination of Quantitative Restrictions dalam disertasinya “Perdagangan Internasional dan Penanaman
Modal” Pertama, prinsip National Treatment dalam TRIMs adalah, bahwa tidak ada tindakan diskriminasi bagi penanam modal di negara-negara anggota GATT.
Herman Mosler, hakim pada Mahkamah Internasional menjelaskan unsur-unsur penting yang terkandung dalam prinsip National Treatment adalah :
111
a. adanya kepentingan lebih dari satu negara;
b. kepentingan tersebut terletak di wilayah dan termasuk yuridiksi suatu negara;
c. negara tuan rumah harus memberikan perlakuan yang sama baik terhadap
kepentingannya sendiri maupun terhadap kepentingan negara lain yang berada di wilayahnya; dan
d. perlakuan tersebut tidak boleh menimbulkan keuntungan bagi negara tuan
rumah sendiri dan merugikan kepentingan negara lain. Berkaitan dengan mekanisme perdagangan bebas multilateral, prinsip ini melarang negara-
negara anggota GATTWTO menerapkan kebijakan yang menyebabkan diskriminasi perlakuan antara produk impor dengan produk buatan sendiri.
Dengan kata lain negara-negara anggota memiliki kewajiban untuk tidak memperlakukan produk-produk impor secara berbeda dengan kebijakan terhadap
produk-produk yang sama buatan dalam negeri. Ruang lingkup berlakunya prinsip ini juga berlaku terhadap semua diskriminasi yang muncul dari tindakan-tindakan
perpajakan dan pungutan-pungutan lainnya. Prinsip ini berlaku pula terhadap perundang-undangan, pengaturan dan persyaratan-persyaratan hukum yang dapat
111
Mahmul Siregar, “Kepastian Hukum Dalam Transaksi Internasional dan Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi Di Indonesia”, www.usu.ac.id, hal 5 terakhir kali diakses tanggal 2
Mei 2014
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan, distribusi atau penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri. Prinsip ini juga memberikan perlindungan
terhadap proteksionisme sebagai akibat upaya-upaya atau kebijakan administratif atau legislatif. Dengan demikian bahwa prinsip National Treatment ini
menghindari diterapkannya peraturan-peraturan yang menerapkan perlakuan diskriminatif yang ditujukan sebagai alat untuk memberikan proteksi terhadap
produk-produk buatan dalam negeri. Tindakan yang demikian ini menyebabkan terganggunya kondisi persaingan antara barang-barang buatan dalam negeri
dengan barang impor dan mengarah kepada pengurangan terhadap kesejahteraan ekonomi.
Persaingan yang adil antara produk impor dan produk dalam negeri, mengakibatkan perbaikan kinerja pada produksi dalam negeri untuk lebih efisien
sehingga dapat bersaing dengan produk impor, sedangkan bagi konsumen hal ini akan lebih menguntungkan karena memungkinkan konsumen memperoleh barang
yang lebih baik dan harga yang lebih wajar. Dalam perspektif lain disebutkan bahwa justru tindakan yang demikian
dapat menyebabkan kurangnya minat investor untuk menanamkan modalnya, karena berkurangnya keleluasaan investor untuk mengambil keputusan bisnis
yang lebih bebas.
112
TRIMs pada Article II pada prinsipnya melarang semua persyaratan penanaman modal yang tidak konsisten dengan Article III GATT 1994 tentang
National Treatment, namun tidak dijelaskan secara tegas bentuk-bentuk
112
Ibid hal 6
Universitas Sumatera Utara
persyaratan penanaman modal yang dipandang tidak konsisten dengan prinsip National Treatment. Hanya saja dalam Artice II.2 Agreement on TRIMs
disebutkan bahwa persyaratan penanaman modal yang dilarang adalah tindakan- tindakan yang melanggar kewajiban negara-negara peserta berdasarkan Article
III.4 GATT 1994 yaitu keharusan untuk memberikan perlakuan sama terhadap produk impor. Oleh karena tidak diperolehnya suatu kesepakatan tentang bentuk
yang pasti dari persyaratan penanaman modal yang dianggap tidak konsisten dengan Article III.4 GATT 1994, Dirjen GATT memberikan illustrative list yang
berisi gambaran tentang tindakan persyaratan penanaman modal yang dilarang tersebut, sebagai berikut :
a. Pembelian atau penggunaan produk-produk yang berasal dari dalam negeri
atau dari sumber dalam negeri lainnya dirinci menurut produk-produk tertentu, volume atau nilai barang produk, atau menurut perbandingan dari
volume atau nilai produksi lokal local content requirement; atau b.
Pembelian atau penggunaan produk impor oleh perusahaan dibatasi sampai jumlah tertentu dikaitkan dengan volume atau nilai produksi lokal
yang diekspor trade balancing policy. Dengan demikian terdapat dua ukuran untuk menyatakan apakah suatu
persyaratan penanaman modal melanggar ketentuan Article III.4 GATT 1994 yaitu persyaratan penggunaan komponen buatan dalam negeri local content
requirement dan persyaratan keseimbangan perdagangan trade balancing requirement.
Universitas Sumatera Utara
1. Local content Requirement
Larangan untuk memberlakukan local content requirement atau persyaratan kandungan lokal dalam kegiatan penanaman modal tercantum dalam
Paragraph 1.a Illustrative list Agreement on TRIMs. Disebutkan bahwa terdapat dua bentuk kegiatan yang dapat dikelompokkan sebagai tindakan pemberlakuan
persyaratan kandungan lokal yaitu mewajibkan investor membeli atau menggunakan produk-produk buatan dalam Negeri dalam jumlah atau persentase
tertentu atau mewajibkan investor untuk menggunakan sumber-sumber dalam negeri lainnya dalam hal pengadaan barang-barang impor yang harus dilakukan
dengan mempergunakan jasa importir dalam negeri atau menutp kesempatan perusahaan modal asing untuk melakukan impor secara langsung. Contoh
penerapan Local content requirement dapat dilihat dari tindakan Pemerintah kanada yang memberlakukan kewajiban bagi investor asing untuk membeli atau
menggunakan produk buatan dalam negeri yang merupakan syarat untuk dapat berinvestasi di wilayah Kanada. Selain itu pemerintah kanada juga mewajibkan
para investor yang mempergunakan produk impor dalam kegiatan produksinya untuk membeli produk-produk impor dari importir Kanada. Panel penyelesaian
sengketa GATT yang memeriksa perkara yang dilaporkan oleh Pemerintah Amerika Serikat ini menyatakan bahwa tindakan-tindakan Pemerintah Kanada
tersebut merupakan suatu pelanggaran Terhadap Pasal III.4 GATT.
113
113
Dwi Martini, Prinsip National Treatment Dalam Penanaman Modal Asing Di Indonesia Antara Liberalisasi Dan Perlindungan Kepentingan Nasional
dalam http:dwimaret.blogspot.com201212prinsip-national-treatment-dalam.html, diakses tanggal 5
Juli 2014
Universitas Sumatera Utara
2. Trade Balancing Policy
Ketentuan mengenai Trade Balancing Policy diatur dalam Paragraph 1.b Agreement on TRIMs. Yang dimaksud dengan Trade Balancing Policy adalah
persyaratan pembatasan pembelian atau penggunaan produk impor sampai jumlah tertentu yang dikaitkan dengan volume atau nilai produk lokal yang diekspor oleh
perusahaan penanaman modal asing. Untuk dapat dikatakan suatu tindakan Trade Balancing Policy, suatu kebijakan harus mengandung unsur:
a. Penggunaan atau pembelian barang impor oleh perusahaan modal asing
hanya dibenarkan jika perusahaan tersebut telah melakukan impor produk yang menggunakan importir negeri;
b. Jumlah barang impor yang boleh dipergunakan oleh perusahaan PMA
terbatas sampai jumlah tertentu, pembatasan tersebut ditetapkan berdasarkan volume atau nilai produk lokal yang telah diekspor oleh
perusahaan modal asing yang bersangkutan. Dari kedua unsur diatas dapat dilihat bahwa Trade Balancing Policy
merupakan hambatan bagi investor asing untuk melakukan kegiatan impor secara langsung. Perusahaan-perusahaan tersebut hanya diperbolehkan membeli barang
impor yang sudah berada di pasar domestik host country dan di impor oleh perusahaan domestik.
114
Kedua, persyaratan penanaman modal yang bertentangan dengan Prinsip General Prohibition on Quantitative Restriction. Prinsip General Prohibition on
114
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Quantitative Restriction diatur dalam Article XI GATT 1994. pada dasarnya prinsip ini tidak membenarkan adanya larangan atau hambatan perdagangan
lainnya kecuali melalui tarif. Dapat disimpulkan bahwa maksud dari Article XI.1 ini adalah melarang penggunaan hambatan non-tarif dalam kebijakan perdagangan
seperti kouta, lisensi ekspor atau impor, pembatasan ekspor secara sukarela dan bentuk-bentuk perintah pengaturan pasar lainnya.
Praktek pembatasan kuantitatif dilarang dalam Agreement on TRIMs apabila pembatasan kuantitatif tersebut menjadi syarat untuk mendapatkan
fasilitas penanaman modal. Paragraf 2 illustrative list dari Agreement on TRIMs dalam pelarangan quantitative restriction hanya mengacu pada Article XI.1.
GATT 1994. Dalam kaitannya dengan kegiatan penanaman modal, paragraf 2 mengidentifikasi 3 bentuk kegiatan yang dipandang tidak konsisten dengan
Article IX.1. GATT yakni apabila untuk memperoleh fasilitas penanaman modal dipersyaratkan hal-hal berikut :
a. Pembatasan impor produk-produk yang dipakai dalam proses produksi
atau terkait dengan produksi lokalnya secara umum atau senilai produk yang diekspor oleh perusahaan yang bersangkutan;
b. Pembatasan impor produk-produk yang dipakai dalam atau terkait
produksi lokal dengan membatasi aksesnya terhadap devisa luar negeri sampai jumlah yang terkait dengan devisa yang dimasukkan oleh
perusahaan yang bersangkutan; dan c.
Pembatasan ekspor atau penjualan untuk ekspor apakah dirinci menurut produk-produk khusus, menurut volume atau nilai produk-produk atau
Universitas Sumatera Utara
menurut perbandingan volume atau nilai dari produksi lokal perusahaan yang bersangkutan.
Dengan demikian Agreement on TRIMs menjabarkan larangan Article XI.1 GATT dalam tiga bentuk kegiatan, yakni trade balancing policies, foreign
exchange restriction dan export restriction. Namun demikian, TRIMs juga memberikan pengecualian dalam penerapan ketentuan National Treatment dan
General Prohibition of Quantitative Restrictions tersebut. Tetap ada pembedaan perlakuan antara penanam modal asing dan
penanam modal dalam negeri dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, seperti, bentuk badan usaha dan bidang usaha yang tertutup
dan yang terbuka dengan bersyarat. Pertama, untuk penanam modal dalam negeri badan usaha dapat berbentuk Badan Hukum seperti Perseroan Terbatas dan
Koperasi, bukan Badan Hukum seperti Firma, CV, dan Perusahaan Perorangan. Sedangkan untuk penanam modal asing diharuskan berbentuk Perseroan Terbatas,
kecuali undang-undang menentukan lain. Kedua, tidak semua bidang usaha terbuka untuk modal asing. Berbagai bidang usaha ada yang hanya untuk
penanam modal dalam negeri. Ada bidang usaha, dimana modal asing harus bekerja sama dengan penanam modal dalam negeri, atau bekerjasama dengan
Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi UKMK.
115
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal tidak menganut aliran liberal, karena Undang-Undang ini tetap berpegang kepada Pasal
33 UUD 1945, dimana hak menguasai Negara mencakup pengertian bahwa
115
Ibid. hal 8
Universitas Sumatera Utara
Negara merumuskan kebijakan beleid, melakukan pengaturan regelendaad, melakukan pengurusan bestuursdaad, melakukan pengelolaan behersdaad, dan
melakukan pengawasan toezichthoundensdaad untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
116
Daftar Negatif Investasi Pasal 12 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan semua bidang usaha atau jenis usaha
terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Ayat 2 menyebutkan
bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: .
a. Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
b. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-
undang. Selanjutnya ayat 3 menyatakan Pemerintah berdasarkan Peraturan
Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral,
kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya. Ayat 4 menyebutkan kriteria dan persyaratan
bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing
akan diatur dengan Peraturan Presiden. Kemudian ayat 5 menyatakan Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan
berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam,
116
Ibid., hal 10
Universitas Sumatera Utara
perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi
modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.
Dengan demikian tidak semua bidang usaha terbuka untuk penanaman modal. Ada bidang-bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal dalam
negeri dan penanaman modal asing. Begitu juga terdapat bidang usaha yang tertutup bagi modal asing.
Selanjutnya ada bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dengan persyaratan tertentu. Berikut ini
contoh-contoh bisang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan tersebut yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun
2014 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan
Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, Pasal 1 menyatakan :
1 Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang
diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal. 2
Daftar bidang usaha yang tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat 1, adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Presiden ini.
Pasal 2 menyatakan : 1
Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat
Universitas Sumatera Utara
tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan,
bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan
dengan perizinan khusus.
2 Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Presiden ini.
Pasal 3 menyebutkan Bidang usaha yang tidak tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 dinyatakan terbuka tanpa persyaratan dalam rangka penanaman modal.
Pasal 4 menyatakan: 1
Penanaman modal pada bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan lokasi
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang tata ruang dan lingkungan hidup.
2 Dalam hal izin penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 telah
ditetapkan lokasi usahanya dan penanam modal bermaksud memperluas usaha dengan melakukan kegiatan usaha yang sama di luar lokasi yang sudah
ditetapkan dalam izin penanaman modal tersebut, penanam modal harus memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
3 Untuk memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2,
penanam modal tidak diwajibkan untuk mendirikan badan usaha baru atau mendapatkan izin usaha baru, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.
Pasal 5 menyebutkan Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 tidak berlaku bagi
penanaman modal tidak langsung atau portofolio yang transaksinya dilakukan melalui pasar modal dalam negeri.
Pasal 6 meyatakan: Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan modal akibat penggabungan,
pengambilalihan, atau peleburan dalam perusahaan penanaman modal yang bergerak di bidang usaha yang sama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana yang
tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
b. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan
penanaman modal yang mengambil alih adalah sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut.
c. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan baru
hasil peleburan adalah sebagaimana ketentuan yang berlaku pada saat terbentuknya perusahaan baru hasil peleburan dimaksud.
D. Prinsip Perlakuan Sama dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal
Indonesia mempunyai sumber kekuatan ekonomi yang potensial, bersumber pada kekayaan alam yang melimpah didalamnya yang memerlukan
sumber daya manusia dan sumber dana investasi, dan dalam pengelolaan sumber yang berpotensial itu, mempunyai kendala-kendala yang dihadapi seperti tingkat
tabungan saving masyarakat yang masih rendah, akumulasi modal yang belum efektif dan efisien, keterampilan skill manusianya yang belum memadai, serta
tingkat teknologi yang kurang modern.
117
Modal yang dibutuhkan untuk mengelola sumber daya alam dan potensi ekonomi yang ada harus dioptimalkan sehingga diharapkan ada nilai tambah tidak
saja bagi negara akan tetapi juga bagi masyarakat pada umumnya. Modal yang dimaksud tidak hanya berupa dana fresh money, akan tetapi meliputi teknologi
technology, keterampilan skill, serta sumber daya manusia human resource. Pembangunan ekonomi Indonesia di era globalisasi dewasa ini
memerlukan dana yang cukup besar dan membutuhkan tambahan sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Disadari bahwa investasi yang bersumber dari dalam
117
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2007, hlm 2
Universitas Sumatera Utara
negeri tidak cukup untuk mendorong pembangunan ekonomi nasional dalam skala yang lebih besar.
118
Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana
pembangunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung sangat baik dibandingkan dengan penarikan dana internasional lainnya seperti
pinjaman dari luar negeri.Hal ini dikarenakan selain menghasilkan devisa secara langsung bagi negara, kegiatan penanaman modal secara langsung menghasilkan
manfaat yang sangat signifikan bagi negara tujuan penanaman modal host country karena sifatnya yang permanenjangka panjang.
119
Prinsip National Treatment mengatur tentang perlakuan yang sama antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri di suatu wilayah
teritori negara tertentu.
120
Prinsip ini juga berlaku terhadap semua macam pajak dan pungutan - pungutan lainnya. Berlaku pula terhadap perundang - undangan, pengaturan dan
Prinsip National Treatment terdapat dalam Pasal III GATT. Perlakuan nasional yang saling menguntungkan Mutual National
Treatment menawarkan hak - hak penuh untuk masuk dan berdirinya investasi asing berdasarkan pada perlakuan nasional untuk semua individu dan badan
hukum yang terlibat dalam aktivitas bisnis lintas batas territorial dari negara - negara anggota suatu organisasi integrasi ekonomi kawasan tertentu.Prinsip ini
berlaku luas.
118
Sentosa Sembiring, Op.cit, Hal 20-21.
119
Yulianto Ahmad, “Peran Multilateral Investment Guarantee Agency MIGA dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 5, Tahun 2003, hlm 39.
120
Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006, hlm 160. 82
Universitas Sumatera Utara
persyaratan - persyaratan hukum yang mempengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan, distribusi atau penggunaan produk - produk di pasar dalam negeri.
121
Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada Pasal 4 disebutkan
Perlakuan nasional ini membentuk satu rejim bersama untuk perizinan dan masuknya investor dari negara-negara anggota.
1 Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk:
a. mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi
penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan
b. mempercepat peningkatan penanaman modal.
2 Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
Pemerintah: a.
memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;
b. menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha
bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
c. membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan
kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. 3
Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal.
Penjelasan pada ayat 2a adalah bahwa tidak ada pembedaan bagi seluruh penanam modal baik asing maupun dalam negeri semuanya diberikan perlakuan
yang sama. Perlakuan yang sama tersebut diberikan dengan memperhatikan kepentingan nasional tujuan-tujuan yang ingin dicapai atau hal yang dicita-
citakan bangsanegara yang mencakup kelangsungan hidup dan kesejahteraan rakyatnya, sehingga dapat menjadi tolak ukur dalam pengambilan keputusan
121
Sentosa Sembiring, Op.Cit, Hlm 87.
Universitas Sumatera Utara
negara dalam menetapkan sikap dan tindakan dalam memberikan perlakuan terhadap setiap penanam modal.
122
Pasal 6 1
Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman
modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2
Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan
perjanjian dengan Indonesia.
Pada ayat satu dapat dijelaskan bahwa perlakuan yang sama adalah bahwa pemerintah tidak membedakan perlakuan terhadap penanam modal yang telah
menanamkan modalnya di Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam perkembangannya, hal ini perlakuan yang
sama bagi seluruh anggota MFN Most Favoured Nations Treatment diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitmen yang dibaut atau
ditanda tangani dalam rangka GATT-WHO harus diperlakukan secara sama kepada semua negara anggota WHO azas non diskriminasi tanpa syarat.
Misalnya suatu negara tidak diperkenankan untuk menerapkan tingkat tariff yang berbeda kepada suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya.
123
Hak istimewa adalah antara lain hak istimewa yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah perdagangan bebas, pasar bersama common
market, kesatuan moneter, kelembagaan yang sejenis, dan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau
multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal.
122
Iwan, Konsep Kepentingan Nasional National Interest,
dalam http:iwansmile.wordpress.com, diakses pada tanggal 11 Juli 2014
123
Anis Mashdurohatun, S.H., M.Hum, Kewajiban Indonesia dalam Penegakan HKI di Bawah TRIPS Agreement, http:anis.blog.unissula.ac.id, diakses pada tanggal 11 Juli 2014,
Universitas Sumatera Utara
BAB III BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP