Pemberlakuan Prinsip Perlakuan Yang Sama Terhadap Perusahaan Multinasional Sebagai Bentuk Perlindungan Investasi

(1)

PEMBERLAKUAN PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL SEBAGAI BENTUK

PERLINDUNGAN INVESTASI

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

090200455 THEO SIREGAR

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PEMBERLAKUAN PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL SEBAGAI BENTUK

PERLINDUNGAN INVESTASI

Oleh

090200455 THEO SIREGAR

Disetujui Oleh

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

NIP. 19750112 200501 2 002

WINDHA, SH. M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum) (

NIP. 195905111986011001 NIP. 197302202002121001 Mahmul Siregar, SH., M.Hum)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

PEMBERLAKUAN PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL SEBAGAI BENTUK

PERLINDUNGAN INVESTASI * Theo Siregar

** Budiman Ginting *** Mahmul Siregar

Penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya asing. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Prinsip Perlakuan Yang Sama Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal? Bagaimanakah bentuk-bentuk perlindungan terhadap investasi mulitinasional? Bagaimanakah Perlindungan Terhadap Investasi Perusahaan Multinasional Melalui Pemberlakuan Prinsip Perlakuan Sama.

Jenis penelitian dalam penelitian ini bersifat yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau hanya menggunakan bahan sekunder. Penelitian ini bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Dalam mengumpulkan data-data digunakan penelitian kepustakaaan (Library research). Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Prinsip perlakuan yang sama yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu perlakuan antara penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri, seperti bentuk usaha dan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan bersyarat. Penanaman modal biasaya disebut investasi. Investasi juga dilakukan oleh beberapa negara tidak hanya satu negara, dalam hal ini dikenal investasi multinasional. Investasi multinasional adalah investor yang menanamkan modalnya di negara lainnya. Setiap negara akan memberikan perlindungan dan jaminan bagi setiap investor, Indonesia memberikan beberapa bentuk perlindungan bagi para penanam modal yang menanamkan modalnya di Indonesia, seperti MIGA yaitu organisasi yang menjamin perlindungan bagi investor, BIT yaitu kesepakatan yang berisi antara kedua negara, penyelesaian sengketa dengan beberapa cara seperti musyawarah, negosiasi, dan arbitrase. Terhadap seluruh perusahaan multinasional juga berlaku prinsip perlakuan yang sama, dimana seluruh ketentuan telah diatur didalam ketentuan perundang-undangan mengenai penanaman modal. Sehingga setiap perusahaan multinasional yang menanamkan modalnya di suatu negara akan diberikan perlakuan yang sama, tidak ada yang membeda-bedakan

Kata Kunci : Pemberlakuan Prinsip Perlakuan Yang Sama

*Mahasiswa

**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU *** Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum USU


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan

judul PEMBERLAKUAN PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA

TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN INVESTASI. Guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi S-I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan

Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam penulisan Skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun sehingga dapat menjadi perbaikan di masa akan datang.

Dalam penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara moril dan materil, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu dalam membimbing penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Muhammad Husni, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Mahmul Siregar, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu kepada penulis sehingga terselesaikan penulisan skrispsi ini.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada kedua orang tua ayahanda SD. Siregar dan ibunda R. Sitepu yang telah banyak memberikan dukungan doa dan kasih sayang yang tak pernah putus sampai sekarang.

9. Kepada rekan-rekan mahasiswa/i, Happy Mentari Panggabean, Haposan Sihombing, Daniel Simanjuntak, Prisquila Sembiring, Bang Ricky dan rekan-rekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

10.Rekan-rekan diluar kampus yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Juni 2014 Penulis

090200455 Theo Siregar


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 12

F. Metode Penelitian ... 20

G. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL ... 25

A. Perkembangan Regulasi Penanaman Modal Langsung (Direct Investment) di Indonesia ... 25

B. Pokok-Pokok Aturan Penanaman Modal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tentang Penanaman Modal ... 28

C. Perlakuan Sama dalam Kegiatan Penanaman Modal ... 60

D. Prinsip Perlakuan Sama dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal ... 71

BAB III BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP INVESTASI MULITINASIONAL ... 76


(7)

B. Peranan Perusahaan Multinasional dalam Investasi ... 80

C. Bentuk-Bentuk Perlindungan Terhadap Investasi Multinasional 87 BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP INVESTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL MELALUI PEMBERLAKUAN PRINSIP PERLAKUAN SAMA ... 102

A. Jenis-jenis Investasi Perusahaan Multinasional di Indonesia .... 102

B. Persamaan Kesempatan dan Perlakuan Terhadap Perusahaan Multinasional ... 114

C. Perlindungan Terhadap Perusahaan Multinasional Melalui Pemberlakuan Prinsip Perlakuan Sama ... 122

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 126

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran ... 127 DAFTAR PUSTAKA


(8)

ABSTRAK

PEMBERLAKUAN PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL SEBAGAI BENTUK

PERLINDUNGAN INVESTASI * Theo Siregar

** Budiman Ginting *** Mahmul Siregar

Penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya asing. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Prinsip Perlakuan Yang Sama Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal? Bagaimanakah bentuk-bentuk perlindungan terhadap investasi mulitinasional? Bagaimanakah Perlindungan Terhadap Investasi Perusahaan Multinasional Melalui Pemberlakuan Prinsip Perlakuan Sama.

Jenis penelitian dalam penelitian ini bersifat yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau hanya menggunakan bahan sekunder. Penelitian ini bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Dalam mengumpulkan data-data digunakan penelitian kepustakaaan (Library research). Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Prinsip perlakuan yang sama yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu perlakuan antara penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri, seperti bentuk usaha dan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan bersyarat. Penanaman modal biasaya disebut investasi. Investasi juga dilakukan oleh beberapa negara tidak hanya satu negara, dalam hal ini dikenal investasi multinasional. Investasi multinasional adalah investor yang menanamkan modalnya di negara lainnya. Setiap negara akan memberikan perlindungan dan jaminan bagi setiap investor, Indonesia memberikan beberapa bentuk perlindungan bagi para penanam modal yang menanamkan modalnya di Indonesia, seperti MIGA yaitu organisasi yang menjamin perlindungan bagi investor, BIT yaitu kesepakatan yang berisi antara kedua negara, penyelesaian sengketa dengan beberapa cara seperti musyawarah, negosiasi, dan arbitrase. Terhadap seluruh perusahaan multinasional juga berlaku prinsip perlakuan yang sama, dimana seluruh ketentuan telah diatur didalam ketentuan perundang-undangan mengenai penanaman modal. Sehingga setiap perusahaan multinasional yang menanamkan modalnya di suatu negara akan diberikan perlakuan yang sama, tidak ada yang membeda-bedakan

Kata Kunci : Pemberlakuan Prinsip Perlakuan Yang Sama

*Mahasiswa

**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU *** Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum USU


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam era globalisasi ini, batas nonfisik antar negara semakin sulit untuk membedakannya dan bahkan cenderung tanpa batas (borderless state). Dampak yang sangat terasa dengan terjadinya globalisasi yakni arus informasi begitu cepat sampai di tangan masyarakat. Jadi tidaklah mengherankan, jika berbagai pihak khususnya dikalangan pebisnis berlomba memburu informasi, sebab siapa yang mampu menguasai informasi dengan cepat, maka dialah yang terdepan. Demikian juga halnya arus transportasi dari satu negara ke negara lain dapat begitu cepat dan mudah diakses oleh masyarakat. Hal ini semua tentu berkat dukungan teknologi yang terus digunakan dan dikembangkan oleh para ahlinya. Dengan semakin dekatnya batas antar suatu negara dengan negara lain peluang untuk berinvestasi, terlebih lagi hampir semua negara dewasa ini membuka diri bagi investor asing sangat terbuka luas. Untuk itu, cukup beralasan untuk menarik investor khususnya investor asing (foreign direct investment, FDI) untuk menanamkan modal di negaranya.1

Dinamika kemajuan di era globalisasi dan perdagangan bebas telah membawa dampak yang signifikan terhadap aktivitas di seluruh negara di dunia pada umumnya, khususnya negara berkembang. Perkembangan ekonomi pada umumnya dan penanaman modal asing pada khususnya telah menjadi perhatian

1


(10)

bukan hanya dikalangan pemerintah saja, tetapi juga dikalangan masyarakat. Hal ini disebabkan karena pembicaraan berkenaan dengan penanaman modal asing tidak bisa dilepaskan dari peranannya dalam pembangunan ekonomi. Perkembangan perekonomian suatu negara, khususnya negara berkembang seperti Indonesia sangat ditentukan dari tingkat pertumbuhan penanaman modal asing. Penanaman modal asing sangat diharapkan untuk menggerakkan dan meningkatkan perputaran roda perkembangan di Indonesia. Posisi Indonesia sebagai negara berkembang dituntut untuk mengejar ketinggalan di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, pembangunan ekonomi, serta menciptakan masyarakat yang demokratis. Sebagai negara berkembang, Indonesia berada pada posisi yang sangat berkepentingan dalam mengundang investor asing untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, pelaksanaan penanaman modal asing di Indonesia juga mengharapkan manfaat lainnya, seperti alih teknologi dan penciptaan lapangan kerja. Kegiatan penanaman modal asing tersebut sering terjadi sebagai konsekuensi dari berkembangnya kegiatan di bidang ekonomi dan perdagangan2

Penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya asing. Tujuan penyelenggaraan

2

Ahmad Shofin Nuzil, S.H., Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa dalam Penanaman Modal Asing, dalam berbagitentanghukum.blogspot.com, di akses tanggal 5 Mei 2014.


(11)

penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan kordinasi instansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan3

Penanaman modal dibagi menjadi dua bagian yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat penting sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan investasi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal, seperti mendorong pertumbuhan bisnis, adanya bantuan teknologi dari investor baik dalam bentuk proses produksi maupun teknologi permesinan, dan menciptakan lapangan kerja.4

Ada dua perangkat penting yang mengatur mengenai modal asing. Pertama adalah hukum perjanjian, di Indonesia norma hukum perjanjian yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kedua, norma hukum penanaman modal dan norma hukum perusahaan, di Indonesia ketentuan tersebut diatur oleh Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

3

Undang-Undang No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Penjelasan Umum alenia ke-2.

4

Muharyanto.blogspot.com/2009/04/Penanaman Modal, blog_post.html, diakses tanggal 2 Mei 2014.


(12)

Ada dua sifat khas penanaman modal asing menurut Robert Gilpin, yaitu: a. Perusahaan multi/trans nasional (PMN/PTN) melakukan penanaman modal

langsung di negara-negara asing (foreign direct investment, “FDI”), melalui pendirian anak atau cabang perusahaan atau pengambilalihan sebuah perusahaan asing, dengan sasaran melakukan pengawasan manajemen terhadap suatu unit produksi di suatu negara asing, yang berbeda dengan penanaman modal portofolio adalah pada pembelian saham dalam perusahaan. b. Suatu PMN ditandai dengan adanya perusahaan induk dan sekelompok anak

perusahaan atau cabang perusahaan di berbagai negara dengan suatu penampung bersama sumber-sumber manajemen, keuangan dan teknik dengan integrasi vertikal dan sentralisasi pengambilan keputusan. Ditinjau dari negara yang terkait dalam PMN, maka ada 2 (dua) negara yang terkait yaitu negara asal investasi (home state) dengan negara tuan rumah (host state) atau negara yang merupakan pusat PMN (home country) dengan negara lain yang merupakan tempat perusahaan tersebut melakukan operasi atau kegiatannya

(host country).5

Dengan diizinkannya modal asing masuk ke Indonesia, maka selain bersifat komplementer terhadap faktor-faktor produksi dalam negeri, penanaman modal asing harus diarahkan menurut bidang-bidang yang telah ditetapkam prioritasnya oleh pemerintah. Prioritas yang telah ditetapkan itu antara lain:6

5

Medizton, Joint Venture, dalam http://wordpress,hlm. 2, diakses tanggal 5 Mei 2014

6

Sumantoro, Aspek-aspek Pengebangan Dunia Usaha Indonesia, (Bandung: Bina Cipta, 1977), hlm. 18.


(13)

1. Usaha yang membutuhkan modal swasta yang sangat besar dan/atau teknologi tinggi.

2. Usaha-usaha yang mengelola bahan baku menjadi bahan jadi. 3. Usaha pendirian usaha besar.

4. Usaha yang menciptakan lapangan kerja 5. Usaha yang menunjang penerimaan negara 6. Usaha yang menjunjung penghematan devisa

Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah memerlukan sumber daya manusia dan sumber keuangan (investasi) untuk membangun perekonomian dan mengelola sumber daya alam yang ada. Apalagi di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah diatur fasilitas atau kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada investor. Pemberian kemudahan ini dimaksudkan agar investor, terutama investor asing mau menanamkan modalnya di Indonesia. selain itu, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 mengandung dua kepastian bagi pemodal,yaitu

1. Kepastian perbaikan iklim investasi dengan berbagai insentif perpajakan, keimigrasian, dan pertanahan.

2. Kepastian kesempatan dan daya saing bagi para investor.

Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu bentuk transaksi bisnis, yang keberlangsungan dapat dikategorikan sebagai suatu transaksi bisnis internasional (international business transactions) atau hukum perdagangan internasional (international trade law) yang dilangsungkan oleh dan antar warga negara atau badan usaha (business organization) lintas batas negara (cross


(14)

border), misalnya antara pelaku usaha asing baik badan hukum asing ataupun perorangan warga negara asing. Dalam transaksi bisnis pada umumnya, ditinjau dari segi hukum kontrak, juga megikuti tiga tahap, yaitu tahap persiapan

(preparation phase), tahap pelaksanaan (performance phase), dan tahap penegakan hukum kontrak (enforcement phase), dimana dalam setiap tahapan kontrak senantiasa diiringi oleh tiga aspek yaitu budaya (cultural), hukum (legal), dan praktis (practical). Demikian juga kegiatan penanaman modal asing yang diawali dengan perjanjian patungan (joint venture agreement) sampai dengan realisasi kegiatan usaha dan produksi, dan pendirian perusahaan joint venture tiga tahapan kontrak dan tiga aspek dalam transaksi bisnis tersebut, secara mutatis mutandis, berlaku efektif dengan penyesuaian-penyesuaian seperlunya sesuai dengan bidang usaha dilakukannya penanaman modal dan investor yang bersangkutan.7

Latar belakang adanya prinsip perlakuan yang sama awalnya berasal dari kesepakatan internasional yang tertuang dalam The Most Favored Nation Principle dari GATT. TRIMsdalam GATT/WTOmenganut prinsip ini. Sekarang, dalam UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang berlaku di Indonesia juga mengatur prinsip perlakuan sama ini yang terdapat dalam Kebijakan Dasar Penanaman Modal.8

Penerapan prinsip National Treatment dalam penanaman modal asing di Indonesia di satu sisi telah menghilangkan kesempatan Indonesia untuk

7

Yogi Prayudha, Arbitrase-Sebagai-ian-Sengketa-Dalam-Penanaman-Modal-Asing dalam http://www.scribd.com/doc/25167579, hlm.3. diakses tanggal 11 Juli 2014

8

Cindy, AnalisisYuridis Prinsip Hukum Perlakuan Sama Kepada Investor Domestik dan Investor Asing Yang Melakukan Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia, Jurnal Hukum Ekonomi Vol. 2 No. 1, 2013, hlm.2


(15)

mempromosikan industri dalam Negeri melalui kebijakan local content requirement dan trade balancing policy, hal tersebut dicatat sebagai sebuah kerugian karena kesepakatan ini telah membuka paksa pasar Indonesia bagi masuknya pesaing-pesaing dari Negara yang lebih kuat. Melalui ketentuan ini batas-batas Negara tidak lagi menjadi halangan bagi lalu lintas perdagangan karena barang dan jasa akan bebas diperjual belikan di mana saja, keseluruhan negara anggota telah bersatu menjadi satu pasar bebas dan terbuka. Di sisi lain politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif mengisyaratkan Indonesia untuk berperan serta secara aktif mewujudkan iklim kondusif bagi persaingan bebas dalam perekonomian global dan mengambil manfaat dari kebijakan-kebijakan non diskriminasi tersebut bagi kepentingan nasional.9

National Treatment dalam perlakuan antara asing dan domestik masih membenarkan adanya penerapan syarat - syarat investasi yang berbeda antara penanaman modal asing dan domestik, sepanjang penerapan syarat yang berbeda tersebut sejalan dengan Specific of Commitment (SoC) yang menjadi komitmen sebuah negara.Penerapan prinsip perlakuan sama juga dibedakan berdasarkan fase kegiatan penanaman modal. Perlakuan sama pada prinsipnya diterapkan pada fase post estabilishment stage atau pada kategori brown investment field. Maksudnya perlakuan sama diberikan setelah investor masih dapat dikenal syarat - syarat yang pada dasarnya berbeda antara asing dan domestik, misalnya syarat pemilikan modal, syarat dan pembatasan bidang usaha, dan performance requirement

lainnya. Dengan kata lain, penerapan prinsip perlakuan sama (National

9

Ojita Aziziyah, Prinsip National Treatment Hak Kekayaan Intelektual Dalam Pelanggaran Merek Asing Menurut Hukum Internasional, dalam jurnal.usu.ac.id, diakses tanggal 11 Juli 2014.


(16)

Treatment) masih memberikan ruang pada pemerintah host country untuk memberikan perlindungan kepada investor domestik terutama dengan menggunakan SoC10

Pada intinya, semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama dan semua negara menikmati keuntungan dari suatu kebijaksanaan perdagangan. Namun demikian, dalam pelaksanaannya prinsip ini mendapat pengecualian - pengecualiannya, khususnya dalam menyangkut kepentingan negara sedang berkembang. Jadi berdasarkan prinsip ini, Hanya dihilangkan hak - hak untuk memasuki industri yang masuk dalam daftar negatif (negative lists) untuk investasi asing. Tujuannya adalah untuk memperluas hak - hak masuk dan berdirinya investasi asing.

11

Prinsip National Treatment berpotensi untuk mengurangi konflik antar pelaku PMA yaitu Pemerintah Negara tuan tumah, Pemerintah Negara asal dan Penanam modal karena prinsip ini akan memberikan jaminan keamanan terutama bagi penanam modal, sedangkan bagi Negara penerima modal prinsip ini memungkinkan mereka memberlakukan aturan yang sama mengikatnya terhadap Investor asing dan domestik. Sehingga apabila Investor asing melakukan pelanggaran hukum yang berlaku di Indonesia maka mereka mereka akan dijerat dengan hukum yang berlaku tanpa adanya keistimewaan tertentu.12

10 Ibid 11

Astim Riyanto, World Trade Organization (Organisasi Perdagangan Dunia) (Bandung : Yapemdo, 2003) hlm 54

12

Ojita Aziziyah, Prinsip National Treatment Hak Kekayaan Intelektual Dalam Pelanggaran Merek Asing Menurut Hukum Internasional, dalam jurnal.usu.ac.id, diakses tanggal 11 Juli 2014.


(17)

Keberadaan penanaman modal di suatu negara terkait dengan tuntutan untuk menyelenggarakan pembangunan nasional di negara tersebut. Menyadari pentingnya penanaman modal (investasi) bagi pembangunan nasional, maka setiap negara menjamin dan memberikan perlindungan bagi setiap investor baik asing maupun dalam negeri. Pentingnya jaminan dalam hal perlindungan investasi pada umumnya akan membuat para investor diperlakukan secara adil dan mendapat perlakuan yang sama, hal ini juga akan membuat para investor merasa lebih aman dalam melakukan investasi di suatu negara.13

Berdasarkan latar belakang di atas merasa tertarik memilih judul Pemberlakuan Prinsip Perlakuan Yang Sama Terhadap Perusahaan Multinasional Sebagai Bentuk Perlindungan Investasi

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian-uraian latar belakang permasalahan di atas maka pokok permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut

1. Bagaimanakah prinsip perlakuan yang sama dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal?

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk perlindungan terhadap investasi mulitinasional?

3. Bagaimanakah perlindungan terhadap investasi Perusahaan Multinasional melalui pemberlakuan prinsip perlakuan sama?

13

Made Warka, Dampak Penanaman Modal dalam Konteks Otonomi Daerah Jawa Timur, Jurnal Ilmiah Hukum Nomor2 Vol. 15, 2009.


(18)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui prinsip perlakuan yang sama dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

b. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan terhadap investasi mulitinasional

c. Untuk mengetahui perlindungan terhadap investasi perusahaan multinasional melalui pemberlakuan prinsip perlakuan sama

2. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Secara teoritis

Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan hukum investasi bagi penulis, khususnya mengenai masalah prinsip perlakuan yang sama terhadap perusahaan, sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.

b. Secara praktis

Diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat pada umumnya baik secara teori maupun secara praktek, tentang pemberlakuan prinsip perlakuan yang sama terhadap perusahaan multinasional sebagai salah satu bentuk perlindungan dalam investasi


(19)

Skripsi ini berjudul Pemberlakuan Prinsip Perlakuan Yang Sama Terhadap Perusahaan Multinasional Sebagai Bentuk Perlindungan Investasi”.

Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi kasus sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan, oleh karena itu penulisan ini asli. Bila ternyata terdapat skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat penulis bertanggungjawab sepenuhnya

Adapun judul-judul yang telah ada di perpustakaan universitas cabang Fakultas Hukum yang mirip yang penulis temukan adalah :

1. Amanda Sumardy (2011), NIM : 070200135 judul, Analisis Yuridis Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITS) Antara Indonesia Dengan Qatar (Studi Terhadap Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal), permasalahan dalam penelitian ini adalah Pengaturan Investasi Langsung Di Indonesia, Pengaturan Hukum Perjanjian Internasional di Indonesia dan Ketentuan-Ketentuan Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITs) Antara Indonesia Dengan Qatar Ditinjau Dari Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan Dan Perlindungan Atas Penanaman Modal.

2. Trisanto Bonifasto Simanjuntak, 2010, Nim 050200307 judul Tinjauan Yuridis Mengenai Kebijakan Daftar Negatif Investasi Dalam Kegiatan Penanaman Modal di Indonesia.


(20)

3. Cindi (2013) judul Analisis Yuridis Prinsip Hukum Perlakuan Sama dalam Investor Domestik dan Investor Asing yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia.

4. Bonatua Edynata Manihuruk (2012) NIM : 080200118 judul Perlakuan dan Pemberian Fasilitas Kepada Penanam Modal Menurut Prespektif UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Perlakuan Yang Diberikan Pemerintah Kepada Penanam Modal Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Ketentuan Fasilitas Yang Diberikankan Pemerintah Kepada Penanam Modal Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Pengawasan Pemerintah Terhadap Penanam Modal Yang Diberikan Fasilitas Penanam Modal

Penulisan dalam skripsi ini berbeda dari penulisan skripsi sebelumnya yang mengangkat tentang Pemberlakuan Prinsip Perlakuan Yang Sama Terhadap Perusahaan Multinasional Sebagai Bentuk Perlindungan Investasi

Penulisan skripsi ini membahas tentang Pemberlakuan Prinsip Perlakuan Yang Sama Terhadap Perusahaan Multinasional Sebagai Bentuk Perlindungan Investasi.

E. TinjauanPustaka 1. Pengertian Investasi

Pengertian investasi / penanaman modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) adalah segala bentuk kegiatan


(21)

penanaman modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.14

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, investasi diartikan sebagai penanaman uang atau di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Pada dasarnya investasi adalah membeli suatu asset yang diharapkan di masa datang dapat dijual kembali dengan nilai yang lebih tinggi. Investasi juga dapat dikatakan sebagai suatu penundaan konsumsi saat ini untuk konsumsi masa depan. Harapan pada keuntungan di masa datang merupakan kompensasi atas waktu dan resiko yang terkait dengan suatu investasi yang dilakukan.15

Dalam kamus Istilah Keuangan dan Investasi digunakan istilah investment

(investasi) yang mempunyai arti: “Penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih berorientasi ke risiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi dapat pula menunjuk ke suatu investasi keuangan (dimana inventor menempatkan uang ke dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu seseorang yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannya”.16

Dalam Kamus Hukum Ekonomi digunakan terminology, investment, penanaman modal, investasi yang berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap

14

Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 15

Putra “Defenisi Investasi dan Faktor Penentu Investasi” dalam http://putracenter. net/2009, terakhir kali diakses tanggal 8 Apri 2014

16


(22)

perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud untuk memperoleh keuntungan.17

Dikalangan masyarakat, kata investasi memiliki pengertian yang lebih luas karena dapat mencakup baik investasi langsung (direct investment) maupun investasi tidak langsung (portfolio investment), sedangkan kata penanaman modal lebih mempunyai konotasi kepada investasi langsung. Penanaman modal baik langsung atau tidak langsung memiliki unsur-unsur, adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan nilai modalnya.18

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebenarnya sudah membedakan secara tegas antara investasi langsung (direct investment) dan investasi tidak langsung (portfolio investment). Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 2 undang-undang tersebut, dimana dikatakan: “yang dimaksud dengan penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.

Investasi secara langsung selalu dikaitkan adanya keterlibatan secara langsung dari pemilik modal dalam kegiatan pengelolaan modal.19

17

Ibid., hlm 2

Dalam penanaman modal secara langsung, pihak investor langsung terlibat dalam

18

Ida Bagus Rahmdi Supancana, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia, (Jakarta: Ghlmia Indonesia, 2006), hlm. 1.

19

Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan terhadap Pemberlakuan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, (Jakarta: Raharja Grafindo Persada, 2007), hlm. 12.


(23)

kegiatan pengelolaan usaha dan bertanggung jawab secara langsung apabila terjadi suatu kerugian.20

Penanaman modal asing secara langsung menurut Organization For Economic Cooperation (OEEC) memberikan rumusan bahwa direct investment is meant acquisition of sufficient interest in an under taking to ensure its control by the investor (suatu bentuk penanaman modal asing dimana penanam modal diberi keleluasaan penguasaan dan penyelenggaraan pimpinan dalam perusahaan dimana modalnya ditanam, dalam arti bahwa penanam modal mempunyai penguasaan atas modalnya).21

Penanaman modal asing secara langsung juga memberikan pengertian bahwa bagi pemodal asing yang ingin menanamkan modalnya secara langsung, maka secara fisik pemodal asing hadir dalam menjalankan usahanya. Dengan hadirnya atau tepatnya dengan didirikannya badan usaha yang berstatus sebagai penanaman modal asing , maka badan usaha tersebut harus tunduk pada ketentuan hukum di Indonesia.

Pengertian yang agak luas dari foriegn direct investment terdapat pada

Encyclopedia of Public International Law yang merumuskan foreign direct investment sebagai berikut: “A transfer of funds or materials from one country (called capital exporting country) to another country (called host country) in return for a direct participation in the earnings of that enterprise.”22

20

N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam Menghadapi Era Global, (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), hlm. 11

21

Hulaman Panjaitan dan Anner Sianipar, Hukum Penanaman Modal Asing, (Jakarta:Indhill Co, 2008), hlm. 41

22


(24)

Munir Fuady, penanaman modal asing secara langsung dilihat dalam arti sempit. Yang dimaksudkan adalah model penanaman asing yang dilakukan dengan mana pihak asing atau perusahaan asing membeli langsung (tanpa lewat pasar modal) saham perusahaan nasional atau mendirikan perusahaan baru, baik lewat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau lewat departemen lain.23

Investasi tidak langsung pada umumnya merupakan investasi jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang. Investasi ini disebut juga investasi jangka pendek karena pada umumnya mereka melakukan jual saham dan atau mata uang dalam jangka waktu yang relative singkat, tegantung kepada fluktuasi nilai saham dan atau mata uang yang hendak mereka perjualbelikan.24

Perbedaan investasi langsung (direct investment) dan investasi tidak langsung (portofolio investment) yaitu:2526

1. Pada investasi tidak langsung saham tidak memiliki control pada pengelolaan perseroan sehari-hari, sedangkan pada investasi langsung pemegang saham memiliki control pada pengelolaan perseroan sehari-hari. Salah satu aspek penting dari investasi langsung adalah bahwa pemodal bisa mengontrol atau setidaknya punya pengaruh penting dalam manajemen dan produksi dari perusahaan di luar negeri. Hal ini berbeda dari investasi tidak langsung, dimana investor asing membeli saham

23

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung:. Citra Aditya Bakti, 2008), hlm. 67.

24

Ida Bagus Rahmadi Supancana, Op.Cit., hlm. 4 25


(25)

perusahaan lokal tetapi tidak mengendalikannya secara langsung. Biasanya juga investasi langsung adalah komitmen jangka panjang. Itu sebabnya ia dianggap lebih bernilai bagi sebuah negara dibandingkan investasi jenis lain yang bisa ditarik begitu saja ketika ada muncul persoalan.

2. Pada investasi tidak langsung, biasanya resiko ditanggung sendiri oleh pemegang saham sehingga pada dasarnya tidak dapat menggugat perusahaan yang menjalankan kegiatannya. Resiko yang dimaksud disini adalah resiko naik turunnya harga saham, obligasi maupun surat berharga lainnya. Hal ini berbeda pada investasi langsung yang hanya berdasarkan pada harga saham dimana pemegang saham hanya menanggung resiko sebatas modal/saham yang dimilikinya dan dapat menggugat direksi maupun komisaris yang melakukan kelalaian dalam menjalankan tugasnya.

3. Kerugian pada investasi tidak langsung umumnya tidak dilindungi oleh hukum kebiasaan internasional.

2. Perlakuan Sama

Prinsip MFN ini diatur dalam artikel I GATT 1994. Berdasarkan prinsip ini, suatu kebijakan perdagangan antara negara-negara anggota harus dilakukan atas dasar nondiskriminasi. Artinya semua Negara terikat untuk memberikan perlakuan sama yang sama dalam kebijakan impor dan ekspor produk-produk, termasuk biaya lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dilakukan seketika dan tanpa semua negara anggota GATT.27

27


(26)

Perlakuan yang sama tersebut dijalankan dengan segera dan tanpa syarat

(immediately and unconditionally) terhadap produk yang berasal atau yang ditujukan kepada semua anggota GATT, karena itu sesuatu negara tidak boleh memberikan perlakuan istimewa kepada negara lainnya atau melakukan tindakan diskriminasi terhadapnya.

3. Perusahaan Multinasional

Perusahaan multinasional atau Multinasional Corporation (MNC) merupakan factor utama dalam panggung bisnis internasional. Jenis perusahaan ini pada saat sekarang memegang peranan yang penting untuk sebagian besar transaksi internasional. Kekuasaan dan pengaruh perusahaan multinasional makin menarik perhatian pemerintah, hal ini mengingat semakin besarnya pengaruh mereka.

Perdagangan seperti impor dan ekspor merupakan tahap awal dari operasi internasional sebuah perusahaan. Perdagangan ini lalu diikuti oleh pola operasi internasional yang lainnya seperti usaha patungan, penanaman modal asing dan system lisensi. Subjek dalam perdagangan internasional secara tegas sangat memperhitungkan peran pemerintah yang besar dalam hubungannya dengan Multi Nasional Corporation (MNC) serta perusahaan lain yang berkecimpung dalam bisnis internasional.

Berikut ini adalah beberapa pengertian dari Multinasional Corporation


(27)

Dalam literatur lain mengenai Ekonomi Internasional, mendefinisikan Perusahaan Multinasional sebagai:28

Dalam Dictionary of Economic Terms, disebutkan bahwa defenisi dari

Multinational Firm atau Internasional Firm adalah :

“Perusahaan yang kegiatan bisnisnya bersifat internasional dan lokasi produksinya terletak di beberapa Negara. Dalam hal ini cabang di luar negeri tidak hanya dimiliki oleh perusahaan induk tetapi juga operasi/kegiatan cabang tersebut dikontrol dan diawasi perusahaan induk.”

29

Definisi lain menurut The Penguin Dictionary of Economics, Multinaltional Corporation adalah:

“a firm which conducts operations basic similar operations being conducted in several coutries, or operations at different stages of the same industry in different countries, or both; such firms are integrated across national boundaries, horizontally or vertically, or both.” (Suatu perusahaan yang melakukan operas-operasi dasar serupa yang dilakukan di beberapa negara, atau operasi pada tahapan yang berbeda dari industry yang sama di negara-negara yang berbeda, atau keduanya; perusahaan tersebut terintegrasi melintasi batas nasional, horizontal, atau vertical, maupun keduanya).

30

28

Nopirin, Ekonomi Internasional, Edisi 2, (Yogyakarta: BPFE UGM, 1990), hlm 2

“a company, or more correctly, an Enterprise, operating in a number of countries and having production or service facilities outside the country of its origin. The MNC takes its principal decisions in a global context and thus often outside the countries in which has particular operations.” (Sebuah perusahaan, atau lebih tepatnya, suatu perusahaan yang

29

Alan Gilpin, Dictionary of Economic Terms, Butterworths, London, 1977, hlm 2 30

Bannack G: Baxter RE: Rces R, The Punguin Dictionary of Economics, (Penguin Books, England, 1972), hlm 2


(28)

beroperasi di sejumlah negara dan memiliki produksi atau fasilitas layanan di luar negara asalnya. MNC mengambil keputusan utamanya dalam konteks global dan sering diluar negara yang memiliki operasi tertentu).

Menurut Vernon, Multinational Corporation adalah:31

F. Metode Penelitian

“Sekelompok perusahaan dari berbagai negara yang tergabung menjadi satu oleh ikatan kepemilikan bersama dan tanggap terhadap satu strategi manajemen bersama.”

1. Jenis Penelitian

Agar lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, jenis penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian yuridis normatif yaitu yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau hanya menggunakan bahan sekunder. Alasan penulisan skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif karena data sekunder yang digunakan adalah bersifat publik seperti jurnal dan buku-buku yang relavan dengan judul dalam penulisan skripsi ini.

Dalam pemaparannya penelitian ini menggunakan konsep hukum norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. Norma sebagai pedoman yang merupakan suatu ketetapan yang dipakai sebagai tolok ukur yang tidak boleh diubah yang kemudian dijadikan dasar untuk mengukur, menilai atau membandingkan hal ihwal dari sesuatu.32

31

T. Mulya Lubis dan Richard M. Buxbawn (ED), Peranan Hukum dalam Perekonomian di Negara Berkembang, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986), hlm 3

32

Tampil Anshari Siregar. Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi. (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2006), hlm 26.


(29)

2. Sumber Data

Materi yang digunakan untuk melakukan penelitian hukum normatif ini bersumber dari bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

a. Bahan hukum primer, yaitu berupa undang-undang dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan berupa buku-buku tentang penanaman modal pidana, internet serta tulisan lain yang berkaitan dengan penelitian.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang berupa kamus hukum dan bahan lain memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diatas.

3. Alat Pengumpul Data

Alat yang dipergunakan dalam mengumpul data penelitian adalah penelitian kepustakaan (Library research). Dengan metode ini dapat mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku, majalah, ensiklopedia dan dokumen-dokumen serta sumber-sumber teoritis lainnya. 4. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian dikemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode


(30)

kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.33

Analisis kualitatif merupakan penelitian yang berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, kepercayaan orang yang akan diteliti dan kesemuanya tidak dapat di ukur dengan angka. Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan alat-alat yang mewakili jumlah, intensitas atau frekuensi. Peneliti menggunakan dirinya sendiri sebagai perangkat penelitian, mengupayakan kedekatan dan keakraban antara dirinya dengan obyek atau subyek penelitiannya.34

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 (lima) bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagi berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan

BAB II PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA DALAM

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

33

Ibid. hlm 132 34


(31)

Bab ini akan membahas tentang Perkembangan Regulasi Penanaman Modal Langsung (Direct Investment) di Indonesia, Pokok-Pokok Aturan Penanaman Modal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tentang Penanaman Modal, Perlakuan Sama dalam Kegiatan Penanaman Modal dan Prinsip Perlakuan Sama dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

BAB III BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP

INVESTASI MULITINASIONAL

Pada bab ini akan membahas tentang Pengertian Investasi Multinasional dan Peranan Perusahaan Multinasional dalam Investasi serta Bentuk-Bentuk Perlindungan Terhadap Investasi Multinasional

BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP INVESTASI PERUSAHAAN

MULTINASIONAL MELALUI PEMBERLAKUAN PRINSIP PERLAKUAN SAMA

Pada ini akan membahas tentang Jenis-jenis Investasi Perusahaan Multinasional di Indonesia, Persamaan Kesempatan dan Perlakuan Terhadap Perusahaan Multinasional dan Perlindungan Terhadap Perusahaan Multinasional Melalui Pemberlakuan Prinsip Perlakuan Sama


(32)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.


(33)

BAB II

PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

A. Perkembangan Regulasi Penanaman Modal Langsung (Direct Investment)

di Indonesia

Di masa pemerintahan orde lama, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. Pemerintahan orde baru berusaha untuk menata kembali perekonomian Indonesia yang porak poranda.

Langkah awal yang ditempuh pemerintah dalam rangka memperbaiki perekonomian nasional antara lain adalah dengan menerbitkan Undang - Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dan kemudian mengalami perubahan dan penambahan yang diatu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970. Selanjutnya dalam rangka mendorong investasi dan untuk melindungi kepentingan nasional serta meningkatkan kesejahteraan rakyat ditetapkan kebijakan untuk membatasi kegiatan penanaman modal asing sebgaimana yang ditetapkan dalam keputusan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang perubahan kebijakan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Dalam Pasal 9 ketetapan MPRS tersebut menyebutkan bahwa “pembangunan ekonomi terutama berarti mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan organisasi dan manajemen.”


(34)

Pengaturan penanaman modal dalam negeri menyusul pada tahun 1968, yaitu melalui Undang - Undang No. 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Kedua undang - undang tersebut menjadi tonggak dari sejarah kegiatan penanaman modal di Indonesia setelah Indonesia merdeka.35

Kebijakan pemerintah di masa orde baru yang membuka pintu terhadap masuknya pihak asing bagi pemulihan ekonomi Indonesia pasca kebijakan ekonomi tertutup yang dianut rezim orde lama, telah memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan sistem hukum di Indonesia. Pemerintah di masa orde baru memiliki pandangan yang lebih akomodatif terhadap penanaman modal asing

Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana pembangunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung sangat baik dibandingkan dengan penarikan dana internasional lainnya seperti pinjaman dari luar negeri.36Hal ini dikarenakan selain menghasilkan devisa secara langsung bagi negara, kegiatan penanaman modal secara langsung menghasilkan manfaat yang sangat signifikan bagi negara tujuan penanaman modal (host country) karena sifatnya yang permanen/jangka panjang.37

Keadaan ekonomi Indonesia menjadi sangat terpuruk pada saat Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997 yang berakibat luas. Atas dasar hal tersebut dan dalam rangka pemenuhan program pembangunan dibidang investasi, pada tahun

35

Kikay Ipien, Arah Kebijakan Penanaman Modal Asing di Indonesia, dalam http:kikay-ipien.blogspot.com, diakses pada tanggal 11 Juli 2014.

36

Yulianto Ahmad, “Peran Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 5, Tahun 2003, hlm 39.

37

Asmin Nasution, Transparansi dalam Penanaman Modal, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008), hlm 1.


(35)

2007 pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang didalamnya sedapat mungkin mengakomodasi kebijakan-kebijakan investasi yang bertujuan untuk menciptakan iklim investasi yang berdaya saing global.38

Dalam meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara negara satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya. Memasuki arena pasar global tentunya harus disertai persiapan yang matang dan terintegrasi terlebih lagi jika ingin mengundang investor asing.39

Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Sedangkan investasi langsung (Foreign Direct Investment) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total, atau mengakuisisi perusahaan. Dibandingkan dengan protofolio, investasi langsung (Foreign Direct Investment) lebih banyak mempunyai kelebihan. Selain sifatnya yang permanen/jangka panjang, penanaman modal asing memberi andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, dan membuka lapangan kerja baru

40

38

Kikay Ipien, Arah Kebijakan Penanaman Modal Asing di Indonesia, dalam http:kikay-ipien.blogspot.com, diakses pada tanggal 11 Juli 2014.

39

Freddy Roeroe, Batam Komitmen Setengah Hati, (Jakarta : Aksara Karunia, 2003), hlm 108

40

Pandji Anoraga, Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing, (Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlml 46.


(36)

Dalam rangka untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan kegiatan penanaman modal di Indonesia maka diperlukan ketentuan dafar bidang usaha tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan bidang di persyaratan modal, serta ketentuan tersebut juga sebagai pelaksanaan Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.41

Menurut Peraturan presiden Nomor 39 Tahun 2014 menyebutkan bahwa bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.42

B. Pokok-Pokok Aturan Penanaman Modal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

1. Tujuan dan Asas Penanaman Modal

Pada Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwa penanaman mpdal diselenggarakan dengan tujuan, antara lain untuk: 43

41

Deby Selina Panjaitan, Pemerintah Menerbitkan Daftar Negatif Investasi Terbaru, http://hukumpenanamanmodal.com, diakses tanggal 11 Juli 2014

42

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

43

Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.


(37)

a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. menciptakan lapangan kerja;

c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;

d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;

g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan

h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sejalan dengan tujuan, pembaharuan dan pembentukan Undang-Undang Penanaman Modal, di dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan bahwa penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas-asas sebagai berikut:44

a. Kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam kegiatan penanaman modal.

b. Keterbukaan, yaitu asas yang terbuka atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.

c. Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan

44


(38)

kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, yaitu asas perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari negara asing lainnya.

e. Kebersamaan, yaitu asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

f. Efisiensi berkeadilan, yaitu asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.

g. Berkelanjutan, yaitu asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun untuk masa datang.

h. Berwawasan lingkungan, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

i. Kemandirian, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.


(39)

j. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, yaitu asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah, dalam kesatuan ekonomi nasional.

2. Bidang Usaha

Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan tiga golongan bidang usaha. Ketiga golongan bidang usaha itu, meliputi:45

a. Bidang usaha terbuka; b. Bidang usaha tetutup;dan

c. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan

Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.46 Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.47

Di dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing, yang meliputi:48

1) Produksi senjata;

45

Salim HS & Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 54

46 Ibid. 47

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

48


(40)

2) Mesiu; 3) Alat peledak; 4) Peralatan perang;

5) Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

Penjabaran lebih lanjut dari perintah Pasal 12 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 telah diatur rinci tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup

Ada dua puluh daftar bidang usaha yang tertutup, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing. Kedua puluh daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi yaitu:49

1) Budidaya Ganja

2) Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora

(CITES)

3) Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam.

49

Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014, tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal


(41)

4) Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur, dan minuman mengandung malt)

5) Industri pembuat chlor alkali dengan proses merkuri

6) Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti: a. halon dan lainnya

b. penta chlorophenol, dichloro diphenyl trichloro elhane (DDT), dieldrin, chlordane, carbon tetra, chloride, methyl chloroform, methyl bromide, chloro fluoro carbon (CFC)

7) Industri bahan kimia schedule I konvensi senjata kimia (sarin, soman,

tabun mustard, levisite, ricine, saxitoxin, VX, dll.) 8) Penyediaan dan penyelenggaraan terminal darat

9) Penyelenggaraan dan pengoperasian jembatan timbang 10)Penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan bermotor 11)Penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor 12)Telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran

13)Vassel Traffic Information System (VTIS) 14)Jasa pemanduan lalu lintas udara

15)Manejemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit

16)Museum pemerintah

17)Peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keratin, prasasti, bangunan kuno, dsb)


(42)

19) Monumen

20) Perjudian/Kasino.

Daftar bidang usaha yang tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan daftar bidang usaha yang dinyatakan tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007, dimana pada Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 terdapat 23 bidang usaha yang dinyatakan terutup. Hal ini dikarenakan terdapat tiga bidang usaha yang dikeluarkan dari daftar bidang usaha yang tertutup, yakni

1. Objek ziarah, seperti: tempat peribadatan, petilasan, dan makam; 2. Lembaga penyiaran publik radio dan televisi;

3. Industri siklamat dan sakarin.

Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut.50

Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu,dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.51

50

Salim H.S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hlm. 56. 51

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.


(43)

Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan dalam Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

3. Fasilitas

Pada dasarnya investor, baik investor domestik maupun investor asing yang menanamkan investasi di Indonesia diberi berbagai kemudahan melalui pemberian berbagai fasilitas. Pemberian fasilitas atau kemudahan-kemudahan tersebut dapat dilihat pada Bab X mulai dari Pasal 18 sampai dengan Pasal 24 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Fasilitas penanaman modal diberikan kepada penanaman modal yang:52 a. melakukan perluasan usaha; atau

b. melakukan penanaman modal baru.

Dalam memberi fasilitas penanaman modal kepada investor, pemerintah tidak memberikan begitu saja. Sebab pemerintah telah menyusun kriteria-kriteria investor yang berhak mendapatkan fasilitas penanaman modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Kriteria investor yang akan mendapat fasilitas penanaman modal ditentukan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Ada sepuluh kriteria dari investor yang akan mendapat fasilitas penanaman modal. Kriteria itu meliputi:53

1. menyerap banyak tenaga kerja; 2. termasuk skala prioritas tinggi;

52

Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Op. cit., hlm. 273. 53


(44)

3. termasuk pembangunan infrastruktur; 4. melakukan alih teknologi;

5. melakukan industri pionir;

6. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;

7. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

8. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi; 9. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi; atau

10.industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri

Apabila salah satu kriteria itu telah dipenuhi, maka dianggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. Ada sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor, baik itu investor domestik maupun invesstor asing. Kesepuluh fasilitas itu, disajikan berikut ini:54

1. Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto.

2. Pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bias diproduksi dalam negeri.

3. Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu.

4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Penghasilan (PPN) atas impor barang modal;

54


(45)

5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat. 6. Keringanan PBB.

7. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan. 8. Fasilitas hak atas tanah.

9. Fasilitas pelayanan keimigrasian. 10. Fasilitas perizinan impor.

4. Perizinan

Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.55

Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.56 Izin sebagaimana dimaksud diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu.57 Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.58

55

Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

56

Undang-Undang Penanaman Modal, Op. cit., Pasal 25 ayat (4). 57Ibid

., Pasal 25 ayat (5). 58

Pasal 1 angka 4 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.


(46)

PTSP di bidang penanaman modal bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan perizinan dan non-perizinan.59

Ruang lingkup PTSP di bidang penanaman modal mencakup pelayanan untuk semua jenis perizinan dan nonperizinan di bidang penanaman modal yang diperlukan untuk melakukan kegiatan penanaman modal.

60

PTSP di bidang penanaman modal diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.61 Penyelenggaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh pemerintah dilaksanakan oleh BKPM.62

Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang penanaman modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal:63

a. Kepala BKPM mendapat Pendelegasian atau Pelimpahan Wewenang dari Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal; dan

59

Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

60

Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

61

Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

62

Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

63

Pasal 7 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal


(47)

b. Menteri Teknis/Kepala LPND, Gubernur atau Bupati/Walikota yang mengeluarkan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal dapat menunjuk Penghubung dengan BKPM.

Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal terdiri atas:64

a. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi; b. Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang meliputi:

1. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan yang tinggi;

2. Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;

3. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi;

4. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;

5. Penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain; dan 6. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut

undang-undang.

64

Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal


(48)

Kewenangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini diperkuat lagi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Kewenangan BKPM telah ditentukan dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditentukan bahwa koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Koordinasi kebijakan penanaman modal, meliputi koordinasi:65

1. Antar instansi pemerintah;

2. Antar instansi pemerintah dengan bank indonesia;

3. Antar instansi pemerintah dengan pemerintah daerah; dan 4. Koordinasi antar pemerintah daerah

Tugas dan fungsi BKPM ditentukan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tugas dan fungsi BKPM adalah:66

1. Melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal;

2. Mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal;

3. Menetapkan norma, standar dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal;

4. Mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dan memberdayakan badan usaha;

65

Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Op. cit., hlm. 230. 66


(49)

5. Menyusun peta penanaman modal indonesia; 6. Mempromosikan penanaman modal;

7. Mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal;

8. Membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal;

9. Mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah indonesia;

10.Mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu; dan

11.Melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.67 Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh pemerintah provinsi dilaksanakan oleh PDPPM.68

67

Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang

68

Pasal 11 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.


(50)

Penanaman Modal, Gubernur memberikan Pendelegasian Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah provinsi kepada kepala PDPPM.69 Urusan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, meliputi:70

a. Urusan pemerintah provinsi di bidang Penanaman Modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi; dan

b. Urusan pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diberikan Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur.

Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat (PDKPM) adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah kabupaten/kota, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah kabupaten/kota.dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor

69

Pasal 11 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

70

Pasal 11 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal


(51)

27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Bupati/Walikota memberikan Pendelegasian Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota kepada kepala PDKPM.71

Urusan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, meliputi:72

a. Urusan pemerintah kabupaten/kota di bidang Penanaman Modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota; dan

b. Urusan pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diberikan Penugasan kepada pemerintah kabupaten/kota.

Jenis perizinan penanaman modal, antara lain:73 a. Pendaftaran Penanaman Modal;

b. Izin Prinsip Penanaman Modal;

c. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal; d. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal;

71

Pasal 12 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

72

Pasal 12 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

73

Pasal 13 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal.


(52)

e. Izin Usaha, Izin Usaha Perluasan, Izin Usaha Penggabungan Perusahaan f. Penanaman Modal (merger) dan Izin Usaha Perubahan;

g. Izin Lokasi;

h. Persetujuan Pemanfaatan Ruang; i. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); j. Izin Gangguan (UUG/HO);

k. Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah; l. Tanda Daftar Perusahaan (TDP);

m. Hak atas tanah;

n. Izin-izin lainnya dalam rangka pelaksanaan penanaman modal.

Pendaftaran penanaman modal, yang selanjutnya disebut pendaftaran adalah bentuk persetujuan awal pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman modal.74 Permohonan pendaftaran penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh penanam modal untuk mendapatkan persetujuan awal pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman modal.75 Permohonan pendaftaran disampaikan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, PTSD PDKPM sesuai kewenangannya.76

74

Pasal 1 angka 10 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

75

Pasal 1 angka 9 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

76

Pasal 33 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal


(53)

Permohonan pendaftaran dapat diajukan oleh:77

a. Pemerintah negara lain dan/atau warga negara asing dan/atau badan usaha asing

b. Pemerintah negara lain dan/atau warga negara asing dan/atau badan usaha asing bersama dengan warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;

c. Perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha Indonesia lainnya.

Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, dengan menggunakan formulir pendaftaran, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM, dengan dilengkapi persyaratan bukti diri pemohon:78

a. Surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia untuk pemohon adalah negara lain;

b. Rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan asing;

77

Pasal 33 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

78

Pasal 33 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman


(54)

c. Rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam bahasa Inggris atau terjemahannya dalam bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah untuk pemohon adalah untuk badan usaha asing;

d. Rekaman KTP yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia;

e. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon adalah badan usaha Indonesia;

f. Rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia maupun badan usaha Indonesia;

g. Permohonan pendaftaran ditandatangani di atas materai cukup oleh seluruh pemohon (bila perusahaan belum berbadan hukum) atau oleh direksi perusahaan (bila perusahaan sudah berbadan hukum);

h. Surat kuasa asli bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon/direksi perusahaan;

i. ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada butir h diatur dalam Pasal 63 peraturan ini.

Pendaftaran diterbitkan dalam 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.79

79

Pasal 33 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.

Izin prinsip penanaman modal, yang selanjutnya disebut izin prinsip adalah izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam


(55)

pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal.80 Permohonan izin prinsip penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh perusahaan untuk mendapatkan izin dari pemerintah dalam memulai kegiatan penanaman modal.81

Permohonan izin prinsip bagi perusahaan penanaman modal asing yang bidang usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal disampaikan ke PTSP BKPM dengan menggunakan formulir izin prinsip, sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM.82

Permohonan izin prinsip sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal dilengkapi persyaratan sebagai berikut:83

a. bukti diri pemohon

1. Pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran; 2. Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya;

80

Pasal 1 angka 14 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

81

Pasal 1 angka 13 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

82

Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

83

Pasal 34 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya yang dikaitkan dengan permasalahan maka dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Prinsip Perlakuan Yang Sama Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yaitu perlakuan antara penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri. Bahwa pemerintah tidak membedakan perlakuan terhadap penanam modal yang telah menanamkan modalnya di Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dan hak istimewa yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah perdagangan bebas, pasar bersama (common market), kesatuan moneter, kelembagaan yang sejenis, dan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal.

2. Bentuk perlindungan terhadap investasi multinasional menjadi salah satu jaminan bagi para investor dalam menanamkan modalnya. Perlindungan hukum yang diberikan pemerintah Indonesia untuk lebih meningkatkan kepercayaan investor yaitu MIGA suatu organisasi internasional dibawah payung Bank Dunia yang menyediakan jaminan terhadap investor asing yang ada di Indonesia. Sama halnya dengan BIT perjanjian penanaman modal yang disepakati oleh dua negara, mereka sepakat untuk saling


(2)

melindungi setiap bentuk kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh investor antar kedua negara. Hal lainnya yang diberikan sebagai jaminan adalah penyelesaian sengketa antara investor dan pemerintah negara. Semua perlindungan yang diberikan setiap negara diberikan kepada investor dalam negeri dan investor asing, tidak ada perlindungan yang dibeda-bedakan.

3. Prinsip Perlakuan Yang Sama biasanya dapat dijadikan sebagai bentuk perlidungan bari para investor penanam modal baik asing maupun dalam negeri. Karena setiap jaminan yang diberikan negara tersebut akan diberikan sama terhadap setiap investor tidak memandang berasal dari negara mana investor, besar investasi, dan hal-hal lainnya.

B. Saran

Pada kegiatan akhir pembahasan skripsi ini merasa perlu untuk menuliskan saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan-kesimpulan di atas, yaitu: 1. Perlakuan sama terhadap penanam modal harusnya memiliki ruang lingkup

yang di perluas lagi, tidak hanya dalam bidang perpajakan, perundang-undangan dan ketentuan yang mempengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan, distribusi atau penggunaan produk – produk dalam negri.

2. Penerapan prinsip perlakuan sama kepada penanam modal harusnya tidak ada pengecualian seperti dalam pasal 6 (2) yang menyatakan dapat tidak berlaku karena memiliki hak istimewa.


(3)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Adolf, Huala, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006

Ahmad, Yulianto, “Peran Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)

dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 5, Tahun 2003

Anoraga, Pandji, Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995

Budhivaja, Hukum Investasi (Bahan Kuliah) Surabaya, 1 Oktober 2005

H., S. Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007

H., S. Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008

Hartono, Sunarjati, Masalah-Masalah Dalam Joint Venture antara Modal Asing

dan Modal Indonesia, Bandung: Alumni, 1974

Ilmar, Aminuddin, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007

Nasution, Asmin, Transpartasi dalam Penanaman Modal¸ Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008

Pramono, Nindyo, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006

Radjagukguk, Erman, Hukum Investasi Di Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 2005

Rakhmawati, Rosyidah, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing, 2003

Roeroe, Freddy, Batam Komitmen Setengah Hati, Jakarta: Aksara Karunia, 2003 Rokhmatussa’dyah, Ana & Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal,

Malang: Sinar Grafika, 2009

Sembiring, Sentosa, Hukum Investasi, Bandung: Nuansa Aulia, 2007

Sihombing, Jonker, Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal,


(4)

Siregar, Tampil, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2006

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UII Press, Jakarta, 1986

Suny, Ismail dan Rochmat Rudiro, Tinjauan dan Pembahasan Undang-Undang

Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri, Jakarta: Pradjana

Paramita, 1998

Untung, Hendrik, Hukum Investasi, Yogyakarta: Sinar Grafika, 2009

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, “Laporan Akhir: Penelitian Tentang Aspek Hukum Perdagangan Dikaitkan dengan Penanaman Modal Asing”, Jakarta 1996

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga),

Jakarta: Balai Pustaka, 2010

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah

Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

Internet

www.scribd.com, Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa dalam Penanaman Modal Asing, hlm.2, di akses tanggal 5 Mei 2014.

Muharyanto.blogspot.com/2009/04/blog_post.html, diakses tanggal 2 Mei 2014. Medizton.wordpress.com/2009/12, Joint Venture, hlm. 2, diakses tanggal 5 Mei

2014

http://www.scribd.com/doc/25167579/makalah.

“Persamaan dan Perbedaan Defenisi Perjanjian Internasional”, http://forum.hukum-umm.info/index.php?topic=23.0, terakhir kali diakses tanggal 8 April 2014

Putra “Defenisi Investasi dan Faktor Penentu Investasi”,http://putracenter. net/2009/06/29/definisi-investasi-dan-faktor-penentu-investasi/, terakhir kali diakses tanggal 8 Apri 2014


(5)

“Negara Ketiga dalam Perjanjian Internasional Berdasarkan Konvensi Wina 1969”, http://senandikahukum.wordpress.com/2009/04/12/negara-ketiga- dalam-perjanjian-internasional-berdasarkan-konvensi-wina-1969/#more-87, terakhir kali diakses tanggal 8 April 2014

Syarief Oesman Ahimsa, ”Perlindungan Hukum Bagi Investor Terhadap Praktik Insider Trading Dalam Perdagangan Saham”, http://www.researchgate.net/ , terakhir kali diakses tanggal 2 Mei 2014

Ridwan Khairandy, “Iklim Investasi dan Jaminan Kepastian Hukum dalam Era Otonomi Daerah”, http://jurnal.pdii.lipi.go.id, terakhir kali diakses tanggal 2 Mei 2014.

Mahmul Siregar, “Kepastian Hukum Dalam Transaksi Internasional dan Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi Di Indonesia”, www.usu.ac.id, terakhir kali diakses tanggal 2 Mei 2014

Yakub Adi Krisanto, “Asas dan Tujuan Penanaman Modal Menurut UU No. 25 Tahun 2007”, http://gubugpengetahuan.blogspot.com, terakhir kali diakses tanggal 2 Mei 2014

Pasar Uang, Pasar Modal, dan IPO”, http://masodah.staff.gunadarma.ac.id, terakhir kali diakses tanggal 8 April 2014

Adang Abdullah, “Tinajauan Hukum Atas UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 : Sebuah Catatan”, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 26 No. 4, 2007, Hlm 5.

Ipien

diakses tanggal 2 Mei 2014

Mahmul Siregar, “Kepastian Hukum Dalam Transaksi Internasional dan Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi Di Indonesia”, www.usu.ac.id, terakhir kali diakses tanggal 2 Januari 2014.

Arinto Tri Wibowo & Anda Nurlaila, ”Bapepam Fokuskan Perlindungan Investor http://bisnis.vivanews.com/ , terakhir kali diakses tanggal 2 Januari 2014.


(6)

Dwi Martini, prinsip national treatment dalam penanaman modal asing di indonesia (antara liberalisasi dan perlindungan Kepentingan nasional) dalam

FitriWeningtyas&GitaIndrawanti, Forum Penanaman Modal

Ade, Hukum Penanaman Modal,