Tepian Hutan Proses Visualisasi
Prinsip elemen rupa pada lukisan ini terlihat pada garis yang sejajar dan lengkung mendominasi pada objek pohon yang tertumpuk dengan menonjolkan
tekstur semu pada objek pohon, tumpukan pepohonan yang tertebang tersebut secara keseluruhan menciptakan kesatuan unity, irama dalam bentuk objek
pepohonan diwujudkan dengan adanya keseimbangan bentuk pada pohon tersebut yaitu terlihat pada tumpukan pohon satu dengan lainya dengan berbaris sejajar
lurus agar terwujudnya ruang. Warna yang berdekatan pada objek pohon dan tanah tersebut diciptakan agar terwujudnya harmoni atau keselarasan, kemudian
pada objek pepohonan yang hijau warna sedikit kontras dengan pepohonan yang tertumpuk, agar terlihat objek utamanya yaitu pepohonan yang sudah ditebang,
pepohonan yang tertumpuk tersebut dibuat seperti warna aslinya tekstur semu terlihat jelas pada kulit-kulit bagian pepohonan yang terkena cahaya
Penulis menggunakan warna Brown Umber, Brunt Sienna,Sap Green, Yellow Ocher dan White Titanium pada daunya pelukis menggunakan warna Sapp
Green, Brunt Sienna, dengan sedikit Yellow Ocher dan White Titanium untuk bagian daun yang muda. Kemudian pada objek utama yaitu barisan pohon yang
tertebang pelukis banyak menggunakan warna Brunt Sienna, Brown Umber, dan warna Yellow ocher, White Titanium untuk menimbukan efek tekstur pada bagian
pohon, begitu juga dengan tanah prosesnya hampir sama hanya dibuat sedikit halus.
Masih menggunakan teknik yang sama yaitu teknik campuran yang menggambungkan teknik basah dan kering dengan Linseed Oil dengan cara
menggoreskan kuas secara terus menerus agar mendapatkan kehalusan pada lukisan.
Lukisan ini bercerita tentang kayu-kayu di rumah anda, ya setiap jengkalnya, berasal dari glondongan yang teronggok di tengah hutan, menunggu
kloter berikutnya untuk diangkut, dibelakangnya terdapat pepohonan yang sebentar lagi juga dipotong. Orang akan lalu lalang puas dengan hasil tebangan.
Tinggal tunggu bayaran. Kayu batangan itu dalam lukisan mungkin hanyalah sebagian dari bukti lain kerakusan manusia. Lalu lalang di rimba tanpa permisi,
main potong, main ambil, tiada mengembalikan. Maling, itulah predikat yang mungkin layak disematkan.Latar belakang pepohonan rimbun meratap kepergian
saudara-saudaranya. Tiada yang bisa mereka lakukan kecuali pasrah. Lari pun tidak. Nantinya juga bakal menyusul dipanen. Bagi manusia yang cukup sadar
harus menyisakan pasokan udara bersih, mereka akan meninggalkan saudara- saudara pohon seperti yang terlihat pada latar belakang lukisan. Kedua objek
pohon tersebut bisa menjadi representasi perbandingan kehidupan dan kematian, ataupun ekspresi kerakusan yang tertunda. Manusia bisa melakukan banyak hal,
menjaga hutan agar tetap damai, atau tetap tertebang.