Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Era globalisasi yang telah berkembang sampai saat ini memberikan peluang bagi perekonomian dunia. Setiap negara memiliki kesempatan untuk mengembangkan perekonomian negaranya agar mampu bersaing dalam pasar dunia termasuk Indonesia. Peluang tersebut digunakan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengembangkan usahanya. Perusahaan dikatakan berhasil apabila memiliki manajemen yang mampu memprediksi kemungkinan di masa mendatang baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Selain itu juga mampu menghadapi persaingan ketat dengan pesaing bisnis lainnya. Pada dasarnya pendirian suatu perusahaan didasari oleh suatu tujuan. Dimana tujuan suatu perusahaan ialah untuk menghasilkan laba, meningkatkan pertumbuhan perusahaan, memaksimalkan nilai perusahaan, dan mensejahterakan para pemegang saham. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan manajemen yang efektif dan efisien. Pada umumnya kinerja perusahaan dikaitkan dengan pencapaian laba perusahaan dimana manajer dituntut untuk mampu mengelola modalnya dengan efektif dan efisien. Manajer bertanggung jawab untuk membuat suatu keputusan berinvestasi dan kebijakan keuangan perusahaan. Di samping itu, perilaku pengambil keputusan dipengaruhi oleh kepentingan dalam memperoleh sumber daya organisasi untuk 2 melaksanakan tugasnya maupun kepentingan pribadinya yang menyangkut kepentingan materiil imbalan dan non-materiil penghargaan Ishak dan Arief, 2015:13. Pengambilan keputusan oleh manajer keuangan pada dasarnya terkonsentrasi pada tiga hal, yaitu struktur modal, penganggaran modal dan manajemen modal kerja. Modal kerja atau working capital merupakan suatu aktiva lancar yang digunakan dalam operasi perusahaan. Setiap manajer harus merencanakan berapa besar aktiva lancar yang harus dimiliki perusahaan setiap bulan bahkan tahun dan darimana aktiva lancar tersebut harus dibiayai Sri Ambarwati, 2010:111. Setiawan 2015 mengemukakan dalam tulisannya pada satu situs berita online mengenai masalah kesulitan keuangan yang dialami perusahaan elektronik asal Jepang, Sharp. Dimana Sharp dinilai telah mengalami kerugian terus menerus akibat penjualan yang terus menurun sehingga mengalami kesulitan keuangan. Pada tahun 2015 triwulan ketiga laba operasi perusahaan menurun hingga 86 persen. Kesalahan manajemen dalam mengelola modal kerja yang tidak optimal dinilai sebagai salah satu faktor yang mengakibatkan penurunan pada penjualan, sehingga persediaan masih banyak yang tidak habis terjual. Kasus kesulitan keuangan juga dialami pada oleh perusahaan besar Amerika pada tahun 2001 lalu yaitu Enron. Dimana Enron telah melakukan kecurangan pada laporan keuangannya sehingga ikut menyeret kantor akuntan ternama yaitu Andersen. Kesuksesan Enron ternyata hanya topeng yang menutupi keadaan yang sebenarnya dialami oleh perusahaan besar tersebut. Enron 3 memiliki utang yang luar biasa dan aset perusahaan yang sangat minim yang mengakibatkan pada kebangkrutan. Dari dua kasus di atas terdapat salah satu faktor penyebab perusahaan mengalami pailit yaitu manajemen yang tidak efisien yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara modal, utang dan piutang. Penyediaan modal kerja yang cukup merupakan upaya manajemen yang strategis, dimana setiap perusahaan mengupayakan penyediaan modal kerja yang cukup agar aktivitasnya berjalan dengan lancar. Tersedianya modal kerja yang berlebihan mengakibatkan modal kerja tersebut tidak produktif, sebaliknya jika kurang tersedianya modal kerja dapat mengakibatkan perusahaan kesulitan dalam menjalankan aktivitasnya Joko dan Husnul, 2007. Penetapan besarnya modal kerja yang dibutuhkan perusahaan berbeda-beda, salah satunya tergantung pada jenis perusahaan dan besar kecilnya perusahaan itu sendiri. Kebijakan perusahaan dalam mengelola jumlah modal kerja secara tepat akan menghasilkan keuntungan yang benar-benar diharapkan oleh perusahaan sedangkan akibat pengelolaan modal yang kurang tepat akan mengakibatkan kerugian Beny dan Minamita, 2012. Dalam modal kerja atau secara terminologi sering disebut sebagai manajemen modal kerja Sri Ambarwati, 2010:111 terdapat satu komponen penting yaitu kas atau setara kas karena merupakan aset perusahaan yang paling likuid atau mudah dicairkan. Kas dibutuhkan perusahaan dalam membiayai aktivitasnya sehari-hari. Seperti pembelian 4 persediaan, pembayaran utang usaha, pembayaran gaji karyawan dan pembayaran dividen untuk para pemegang saham. Karena itulah pengelolaan kas yang efektif dan efisien sangat penting bagi kelancaran kegiatan perusahaan. Karena kas merupakan komponen penting dalam pengelolaan modal kerja maka ukuran manajemen modal kerja yang paling komprehensif adalah cash conversion cycle CCC atau juga disebut siklus konversi kas Deelof, 2003. Menurut Gill dan Biger 2013 dalam John et al. 2015 komponen dari cash conversion cycle terdiri dari days sales outstanding DSO atau periode penerimaan piutang dari hasil penjualan, days payable outstanding DPO atau periode penangguhan utang, dan days sales inventory DSI atau periode konversi persediaan. Cash conversion cycle digunakan untuk mengukur berapa lama perusahaan dapat mengumpulkan kas yang berasal dari hasil kegiatan operasi perusahaan yaitu dimulai dari pembeliaan bahan baku atau persediaan, melakukan proses produksi lalu menjualnya sampai dengan penagihan penjualan atas barang jadi yang pada akhirnya mempengaruhi jumlah dana yang diperlukan perusahaan untuk disimpan pada current assets Edman dan Ita, 2009. Siklus konversi kas dapat digunakan untuk mengetahui kebijakan apa yang akan diambil oleh manajemen dalam pengelolaan kas perusahaan, apakah dengan mempercepat periode penagihan piutangnya atau dengan menahan pembayaran utangnya. Semakin kecil nilai cash conversion cycle maka dapat diartikan semakin efektif pula manajemen 5 dalam pengelolaan kasnya Uyar, 2009. Sebaliknya, jika perusahaan memiliki siklus konversi kas yang lama dapat mengakibatkan penurunan keuntungan dikarenakan pengelolaan modal kerja yang tidak efektif Iva dan Indira, 2013. Dalam pengelolaan arus kas perusahaan biasanya pihak manajemen lebih banyak memiliki informasi mengenai keuangan perusahaan dibanding pemegang saham sehingga menyebabkan terjadinya asimetri informasi antara manajer dengan pemegang sahaminvestor, selain itu dimana manajemen juga bertindak sebagai pengambil keputusan. Manajemen perusahaan pasti lebih menginginkan pendapatan yang tinggi atau menguntungkannya dengan cara meningkatkan kinerjanya. Salah satu tindakan yang sering diambil yaitu lebih memilih untuk mengalokasikan kas ke investasi daripada membagikan dividen kepada para pemegang saham terlebih lagi kepada pemegang saham minoritas. Sedangkan di lain pihak, pemegang saham menginginkan agar mendapatkan keuntungan yang besar dari pembagian dividen. Masalah yang dapat ditimbulkan dari pemisahan fungsi kepemilikan dan pengelolaan serta perbedaan kepentingan inilah disebut dengan agency problem. Teori keagenan menyebutkan bahwa utang yaitu salah satu komponen dari siklus konversi kas adalah salah satu mekanisme bagi shareholder untuk meminimumkan agency problem dengan manajer. Dimana perusahaan yang memiliki tingkat utang yang lebih besar memiliki tanggung jawab lebih besar kepada para kreditor dan pemegang 6 saham untuk mengungkapkan informasi lebih luas mengenai perusahaan. Sehingga manajemen pun akan berhati-hati dalam membuat keputusan pengelolaan kasnya. Adanya alasan tersebut maka perusahaan perlu menerapkan corporate governance untuk memberikan informasi yang simetris antara kedua belah pihak, karena penerapan corporate governance yang baik dapat mengurangi adanya asimetri informasi karena perusahaan akan memberikan lebih banyak informasi yang dapat mengurangi asimetri informasi tersebut. Dalam penelitian ini corporate governance diproksikan dengan proporsi komisaris independen dan ukuran komite audit. Dengan proporsi komisaris independen dan banyaknya anggota komite audit dalam perusahaan diharapkan periode cash conversion cycle dapat menjadi lebih singkat dan keputusan yang diambil oleh pihak manajemen dapat memberikan keuntungan bagi semua pemegang saham tidak terkecuali pemegang saham minoritas Debora, 2012. Penelitian yang dilakukan oleh John et al. 2015:87 menyatakan bahwa adanya CEO tenure, CEO duality, komisaris independen dan ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap cash conversion cycle yang artinya semakin banyak anggotanya maka akan mempersingkat waktu persediaan tersimpan di dalam gudang dan juga mempersingkat waktu periode cash conversion cycle untuk perusahaan manufaktur di Amerika yang terdaftar dalam Bursa Efek New York. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gill dan Biger 2013 bahwa 7 CEO tenure, CEO duality, dan ukuran komite audit yang merupakan proksi dari corporate governance dapat mempengaruhi efisensi manajemen modal kerja dimana cash conversion cycle adalah sebagai salah satu proksinya. Achchuthan dan Kajananthan 2013 mengemukakan bahwa praktik corporate governance yang diproksikan sebagai proporsi komisaris independen, jumlah komite audit, dan jumlah kehadiran rapat tidak berpengaruh signifikan terhadap efisiensi manajemen modal kerja yang salah satu proksinya juga merupakan cash conversion cycle, kecuali untuk proksi struktur kepemimpinan dewan berpengaruh signifikan terhadap efisiensi manajemen modal kerja. Selanjutnya penelitian mengenai hubungan ukuran perusahaan dengan cash conversion cycle dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Moss dan Stine 1993 menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap panjangnya periode siklus konversi kas. Selanjutnya menurut Eljelly 2004 ukuran perusahaan akan mempengaruhi periode siklus konversi kas. Penelitian Edman dan Ita 2009 menyatakan bahwa ukuran perusahaan berhubungan negatif dengan cash conversion cycle. Hal ini berarti bahwa jangka waktu cash conversion cycle yang pendek dimiliki oleh perusahaan yang besar, sementara perusahaan kecil, memiliki jangka waktu cash conversion cycle yang lebih panjang. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Muneeb dan Kashif 2012 dimana perusahaan besar lebih 8 efisien dalam mengelola manajemen modal kerjanya yang mengakibatkan siklus konversi kasnya pun lebih singkat dibandingkan dengan perusahaan kecil, hasil tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Farrah et al. 2016:297 menyatakan bahwa perusahaan kecil di Malaysia kurang efisien dalam mengelola modal kerjanya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Adisti 2012 tidak ditemukan adanya pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebutuhan modal kerja. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen modal kerja yang termasuk di dalamnya adalah cash conversion cycle. Temuan ini mengindikasi, perusahaan yang memiliki ukuran besar maupun kecil memiliki kesempatan yang sama untuk dapat menjalankan pengelolaan modal kerja yang efisien. Hal ini dapat disebabkan a kebijakan manajemen modal kerja yang terdiri dari piutang usaha, persediaan, dan utang usaha dipengaruhi oleh berbagai aspek yang berbeda antara perusahaan dan b pengaruh perusahaan kecil yang berada dalam satu grup dapat menyebabkan posisi perusahaan kecil dapat memiliki keuntungan yang hampir serupa dengan perusahaan yang besar yang tidak berada di dalam pengaruh satu grup. Siklus konversi kas menarik untuk diteliti karena periode dari siklus konversi kas akan menggambarkan bagaimana kemampuan manajemen dalam mengelola modal kerjanya dimana akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka menarik bagi peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh 9 Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Komite Audit, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Siklus Konversi Kas Cash Conversion Cycle Studi Empiris pada Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2015 ”.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

8 121 97

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 81 85

Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Independensi Dewan Komisaris, Komite Audit Terhadap Harga Sahan dengan Return On Investment (ROI) sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI tahun 2010 - 2013

21 91 114

Pengaruh Ukuran Kap, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Dan Ukuranperusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei

0 69 100

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Komisaris Independen, Komite Audit, Kualitas Audit, Leverage dan Profitabilitas Terhadap Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2010-2013

1 34 125

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 154 83

Pengaruh karakteristik komite audit dan mekanisme good corporate governance terhadap ketetapan waktu pelaporan keuanganan

0 10 112

Pengaruh dewan komisaris, komite audit, internal audit, komite manajemen risiko dan ukuran perusahaan terhadap pengungkapan enterprise risk management : dimensi iso 31000 : Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun

0 17 157

Analisis pengaruh islamic corporate governance terhadap corporate social responsibility (Studi kasus pada Bank Syariah di Indonesia)

0 3 26

PENGARUH PROPORSI KOMISARIS INDEPENDEN, KOMITE AUDIT, MANAJEMEN LABA, LIKUIDITAS, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK.

0 0 16