Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal pada Penyortir Tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang SUTK PTPN II Tahun 2015

(1)

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL PADA PENYORTIR TEMBAKAU DI GUDANG SORTASI TEMBAKAU

KEBUN KLUMPANG SUTK PTPN II TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

FRISKA YUNI UTARI NIM. 111000135

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL PADA PENYORTIR TEMBAKAU DI GUDANG SORTASI TEMBAKAU

KEBUN KLUMPANG SUTK PTPN II TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

FRISKA YUNI UTARI NIM. 111000135

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL PADA PENYORTIR TEMBAKAU DI GUDANG SORTASI TEMBAKAU KEBUN KLUMPANG SUTK PTPN II TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2015

Yang membuat pernyataan,


(5)

ABSTRAK

Aktivitas penyortir tembakau dengan sikap kerja tidak ergonomis berisiko untuk menyebabkan gangguan otot dan rangka atau musculoskeletal disorders (MSDs). Gangguan musculoskeletal adalah keluhan pada sendi, ligamen dan tendon yang disebabkan karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama.

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal pada penyortir tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 orang yang merupakan populasi total penyortir tembakau (total population). Pengumpulan data menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) untuk penilaian sikap kerja dan kuesioner Nordic Body Map untuk menilai tingkat keluhan musculoskeletal. Analisis data menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyortir tembakau mengalami keluhan musculoskeletal kategori rendah sebanyak 10 orang (33,3%) dan kategori sedang sebanyak 20 orang (66,7%). Pekerja mengalami keluhan sakit terbanyak pada punggung yaitu sebanyak 25 orang (83,3%). Keluhan sakit lain yang dialami pekerja yaitu pada pinggang, bokong, betis, leher bawah, bahu dan paha. Pekerja mengalami keluhan sangat sakit terbanyak pada betis yaitu sebanyak 5 orang (16,7%) dan keluhan sangat sakit lainnya berada pada pinggang, paha, bokong, pergelangan kaki, kaki, lengan atas, dan lutut. Hasil penilaian sikap kerja dengan menggunakan metode REBA menunjukkan bahwa pekerja dengan sikap kerja resiko rendah 8 orang (26,7%) dan pekerja dengan sikap kerja resiko sedang sebanyak 22 orang (73,3%). Dari hasil uji statistik Chi Square didapatkan p value sebesar 0,007 atau p < 0,05, yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal.

Dengan demikian, sikap kerja memiliki hubungan dengan terjadinya keluhan musculoskeletal pada penyortir tembakau. Pekerja disarankan untuk bekerja dengan sikap kerja duduk tegak, diselingi istirahat dengan sedikit membungkuk.


(6)

ABSTRACT

The activity of tobacco sorter with unergonomics work posture have some risks to cause musculoskeletal disorders. Musculoskeletal disorders are disorders on joints, ligaments and tendons that caused by static load receives on muscle repetitive and continuously in long periods of time.

The research was survey analitic with cross sectional design that aims to find out the correlation of work posture to musculoskeletal disorder in tobacco sorter at Tobacco Storeroom Kebun Klumpang SUTK PTPN II. Sample of this study was 30 workers of tobacco sorter (total population). The data of work posture were gathered with REBA (Rapid Entire Body Assessment) method and Nordic Body Map questionnaire to assess the level of musculoskeletal complaints. The data analyzed using Chi Square statistic test.

The result of the study showed that worker in low category of musculoskeletal complaints was 10 workers (33,3%) and 20 workers (66,7%) was in medium category. The biggest number of musculoskeletal complaint in pain was in the back 83,3%. The other was in waist, buttocks, legs, lower neck, shoulders, and thighs. The biggest number of musculoskeletal complaint in very pain was in legs 16,7%. The other was in waist, thighs,buttocks, ankles, foots, upper arm, and knees. The result of work posture assessment with REBA method showed that worker with low level risk of work posture was 8 workers (26,7%) and the worker with medium level risk was 22 workers (73,3%). The result of Chi Square statistic test showed that there were significant relation between work posture with musculoskeletal complaint at p value 0,007 which was p < 0,05.

Thus, work posture had relation with the occurrence of musculoskeletal disorders in tobacco sorter. It is recommended for the worker to work with sitting erect posture, interspersed with bent slightly.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal pada Penyortir Tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang SUTK PTPN II Tahun

2015” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara Medan.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari peran serta dan dukungan dari

berbagai pihak dan orang-orang terdekat penulis yang selalu meluangkan waktu,

tenaga dan pikirannya.

1. Terimakasih kepada Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, selaku Ketua Departemen

Kesehatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara beserta seluruh dosen dan staf Departemen

Keselamatn dan Kesehatan Kerja yang telah banyak memberikan ilmu dan

pengalaman kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU.

3. Terimakasih kepada Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang

telah memberikan bimbingan, arahan petunjuk dan saran-saran kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

5. Terimakasih kepada Bapak Tobing dan pihak Kantor Distrik SBU Tembakau

PTPN II yang telah membantu penulis dengan memberikan banyak informasi

dan data-data yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.

6. Terimakasih kepada Bapak T. Sinuraya dan semua pekerja di Gudang Sortasi

Tembakau Kebun Klumpang PTPN II yang telah membantu penulis dengan

memberikan informasi dan data yang dibutuhkan penulis.

7. Terimakasih untuk semua teman dari departemen k3 Jumirsa, Sabrina, Erizka,

Daniel, Agnes, Bayu, Cici, Widnaz, Bang Hengky, Junita dan Rafika. Teman

seperjuangan Sarah, Mutia, Annisa, Wini, Putri, Ivan, Ival dan Desrifa.

Terimakasih atas semua dukungan, bantuan dan waktu kalian semua untuk

saling berbagi ilmu dan motivasi. Semoga kita semua menjadi orang sukses.

8. Terimakasih untuk M.Zein Gusandi Siregar atas dukungan, doa dan motivasi

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak

dapat dan semua Pekerja di Klambir V PTPN II yang selalu memberikan

informasi dan data yang dibutuhkan penulis. disebutkan satu persatu atas

dukungan, kerjasama dan doanya.

Ucapan terimakasih sebesar-besarnya untuk kedua orang tua penulis

Supriadi dan Suhartini, dan adik Fariz Rionaldi yang selalu memberikan

dukungan baik moril maupun materiil serta do’a yang sangat luar biasa. Terimakasih telah menjadi motivasi terbaik dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini baik dari segi isi maupun penyajianya. Untuk itu, penulis


(9)

penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juli 2015

Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Friska Yuni Utari

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 25 Juni 1993

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Nama Ayah : Supriadi

Suku Bangsa Ayah : Jawa

Nama Ibu : Suhartini

Suku Bangsa Ibu : Jawa

Pendidikan formal

1. SD/Tamat tahun : SDN 064979/2005

2. SLTP/Tamat tahun : SMP N 1 MEDAN/2008

3. SLTA/ Tamat tahun : SMA N 4 MEDAN/2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN……….. HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.………. ABSTRAK………. ABSTRACT………... KATA PENGANTAR………... RIWAYAT HIDUP……… i ii iii iv v viii

DAFTAR ISI………. ix

DAFTAR TABEL………. xi

DAFTAR GAMBAR………. DAFTAR LAMPIRAN………. xiii xiv BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Perumusan Masalah………. 7

1.3 Tujuan Penelitian………. 7

1.4 Hipotesis………... 7

1.5 Manfaat Penelitian……….. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 8

2.1 Ergonomi……..………... 2.1.1 Defenisi Ergonomi……… 2.1.2 Tujuan Ergonomi………... 2.1.3 Prinsip Ergonomi……… 8 8 9 10 2.2 Sikap Kerja………...……… 11

2.3 Sikap Tubuh Alamiah...……….. 14

2.4 Gangguan Musculoskeletal.……… ………… 2.4.1 Kerja Otot Statis dan Dinamis……….………….. 2.4.2 Keluhan Musculoskeletal……….………… 2.4.3 Faktor Terjadinya Keluhan Musculoskeletal…………... 16 16 17 18 2.5 Nordic Body Map……… 22

2.6 Rapid Entire Body Assessment (REBA)……….. ……….. 24

2.7 Kerangka Konsep………....………… 31

BAB III METODE PENELITIAN……… 32

3.1 Jenis Penelitian……… 32 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………...

3.2.1 Lokasi………...

3.2.3 Waktu………...

32 32 32 3.3 Populasi dan Sampel………..

3.3.1 Populasi……….

3.3.2 Sampel………...

32 32


(12)

3.4.2 Data Sekunder……….. 33

3.5 Defenisi Operasional……….. 33

3.6 Metode Pengukuran Variabel……… 3.6.1 Sikap Kerja………. 3.6.2 Keluhan Musculoskeletal……… 35 36 37 3.7 Teknik Pengolahan Data……….. 39

3.8 Metode Analisis Data……….. 3.8.1 Analisis Univariat……….. 3.8.2 Analisis Bivariat………. 40 40 41 BAB IV HASIL PENELITIAN………. 42

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………. 42

4.1.2 Gambaran Umum Perusahaan……… 42

4.1.3 Visi&Misi Perusahaan……… 43

4.1.4 Strategic Business Unit(SBU) Tembakau ………. 43

4.1.3 Proses Produksi dan Pengolahan Tembakau……….. 45

4.2 Karakteristik Pekerja Penyortir Tembakau……… 48

4.2.1 Umur……… 48

4.2.2 Masa Kerja……… 49

4.2.3 Keluhan Musculoskeletal ………. 49

4.2.4 Sikap Kerja……… 52

4.2.4.1 Sikap Kerja……….. 52

4.2.4.2 Metode REBA……… 52

4.3 Hasil Uji Bivariat……… 53

4.3.1 Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal pada Pekerja Penyortir Tembakau di Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara II 2015………. 53 BAB V PEMBAHASAN………. 56

5.1 Sikap Kerja………. 56

5.2 Keluhan Musculoskeletal………. 57

5.3 Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal……….. 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……… 62

6.1 Kesimpulan……… 62

6.2 Saran……… 63

DAFTAR PUSTAKA……… 64 DAFTAR LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skor Pergerakan Punggung………. 26

Tabel 2.2 Skor Range Pergerakan Leher………. 27

Tabel 2.3 Skor Pergerakan Kaki……….. 27

Tabel 2.4 Skor Postur Tubuh Bagian Lengan Atas………. 28

Tabel 2.5 Skor Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah………. 28

Tabel 2.6 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan………. 29

Tabel 2.7 Tabel A Skor REBA……… 29

Tabel 2.8 Tabel B Skor REBA……… 30

Tabel 2.9 Tabel C Skor REBA……… 30

Tabel 2.10 Level Resiko Ergonomi………... 31

Tabel 3.1 Interpretasi Hasil………. 37

Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Resiko Otot Skeletal……… 39 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pekerja Penyortir Tembakau Berdasarkan

Kelompok Umur di Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara II 2015………..

48

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pekerja Penyortir Tembakau Berdasarkan Masa Kerja di Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara II 2015……….

49

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Keluhan Musculoskeletal pada Pekerja Penyortir Tembakau di Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara II 2015………..

50

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Keluhan Musculoskeletal Berdasarkan Tingkatan Keluhan pada Pekerja Penyortir Tembakau di

Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara II

2015………..

51

Tabel 4.5 Pengukuran Sikap Kerja dengan Metode REBA pada Pekerja Penyortir Tembakau di Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara II 2015………..……….


(14)

di Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara II 2015……. Tabel 4.7 Hasil uji exact fisher Sikap Kerja dengan Keluhan

Musculoskeletal pada Pekerja Penyortir Tembakau di Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara II 2015………..


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Nordic Body Map……….. 23

Gambar 2.2 Pergerakan Punggung……… 26

Gambar 2.3 Pergerakan Leher………... 27

Gambar 2.4 Pergerakan Kaki………. 27

Gambar 2.5 Pegerakan Lengan Atas……….. 28

Gambar 2.6 Pergerakan Lengan Bawah………. 28

Gambar 2.7 Pergerakan Pergelangan Tangan……… 29

Gambar 2.8 Kerangka Konsep Penelitian……….. 31

Gambar 3.1 Nordic Body Map………... 38

Gambar 4.1 Proses Produksi dan Pengolahan Tembakau……….. 45


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Nordic Body Map

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 4. Dokumentasi

Lampiran 5. Master Data


(17)

ABSTRAK

Aktivitas penyortir tembakau dengan sikap kerja tidak ergonomis berisiko untuk menyebabkan gangguan otot dan rangka atau musculoskeletal disorders (MSDs). Gangguan musculoskeletal adalah keluhan pada sendi, ligamen dan tendon yang disebabkan karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama.

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal pada penyortir tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 orang yang merupakan populasi total penyortir tembakau (total population). Pengumpulan data menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) untuk penilaian sikap kerja dan kuesioner Nordic Body Map untuk menilai tingkat keluhan musculoskeletal. Analisis data menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyortir tembakau mengalami keluhan musculoskeletal kategori rendah sebanyak 10 orang (33,3%) dan kategori sedang sebanyak 20 orang (66,7%). Pekerja mengalami keluhan sakit terbanyak pada punggung yaitu sebanyak 25 orang (83,3%). Keluhan sakit lain yang dialami pekerja yaitu pada pinggang, bokong, betis, leher bawah, bahu dan paha. Pekerja mengalami keluhan sangat sakit terbanyak pada betis yaitu sebanyak 5 orang (16,7%) dan keluhan sangat sakit lainnya berada pada pinggang, paha, bokong, pergelangan kaki, kaki, lengan atas, dan lutut. Hasil penilaian sikap kerja dengan menggunakan metode REBA menunjukkan bahwa pekerja dengan sikap kerja resiko rendah 8 orang (26,7%) dan pekerja dengan sikap kerja resiko sedang sebanyak 22 orang (73,3%). Dari hasil uji statistik Chi Square didapatkan p value sebesar 0,007 atau p < 0,05, yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal.

Dengan demikian, sikap kerja memiliki hubungan dengan terjadinya keluhan musculoskeletal pada penyortir tembakau. Pekerja disarankan untuk bekerja dengan sikap kerja duduk tegak, diselingi istirahat dengan sedikit membungkuk.


(18)

ABSTRACT

The activity of tobacco sorter with unergonomics work posture have some risks to cause musculoskeletal disorders. Musculoskeletal disorders are disorders on joints, ligaments and tendons that caused by static load receives on muscle repetitive and continuously in long periods of time.

The research was survey analitic with cross sectional design that aims to find out the correlation of work posture to musculoskeletal disorder in tobacco sorter at Tobacco Storeroom Kebun Klumpang SUTK PTPN II. Sample of this study was 30 workers of tobacco sorter (total population). The data of work posture were gathered with REBA (Rapid Entire Body Assessment) method and Nordic Body Map questionnaire to assess the level of musculoskeletal complaints. The data analyzed using Chi Square statistic test.

The result of the study showed that worker in low category of musculoskeletal complaints was 10 workers (33,3%) and 20 workers (66,7%) was in medium category. The biggest number of musculoskeletal complaint in pain was in the back 83,3%. The other was in waist, buttocks, legs, lower neck, shoulders, and thighs. The biggest number of musculoskeletal complaint in very pain was in legs 16,7%. The other was in waist, thighs,buttocks, ankles, foots, upper arm, and knees. The result of work posture assessment with REBA method showed that worker with low level risk of work posture was 8 workers (26,7%) and the worker with medium level risk was 22 workers (73,3%). The result of Chi Square statistic test showed that there were significant relation between work posture with musculoskeletal complaint at p value 0,007 which was p < 0,05.

Thus, work posture had relation with the occurrence of musculoskeletal disorders in tobacco sorter. It is recommended for the worker to work with sitting erect posture, interspersed with bent slightly.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena

tenaga kerja merupakan pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan

tersebut, maka diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan

kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan. Salah satu upaya

pembangunan ketenagakerjaan adalah dengan menerapkan keselamatan dan

kesehatan kerja dengan tujuan untuk perlindungan pekerja dan meningkatkan

produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam UU No. 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 86 ayat (1) yaitu setiap pekerja/buruh

mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan

kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan

martabat manusia serta nilai-nilai agama. Pada ayat (2) juga disebutkan bahwa

untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas

kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

Penerapan ergonomi di lingkungan kerja merupakan salah satu upaya

kesehatan dan keselamatan kerja. Pelayanan kesehatan kerja yang diberikan

melalui penerapan ergonomi, diharapkan dapat meningkatkan mutu kehidupan

kerja. Ergonomi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah

manusia dalam kaitan dengan pekerjannya. Ergonomi mempelajari cara-cara

penyesuaian pekerjaan, alat kerja, dan lingkungan kerja dengan manusia dengan


(20)

meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja. Alat kerja dan lingkungan

fisik yang tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tenaga kerja akan

menyebabkan hasil kerja tidak optimal, bahkan berpotensi menimbulkan keluhan

kesehatan dan penyakit akibat kerja (Anies, 2014).

Pada saat ini, tidak sedikit proses produksi perusahaan yang masih

menggunakan alat-alat manual yang melibatkan manusia dalam pekerjaannya.

Pekerjaan yang aktifitasnya bersifat manual, manusia dituntut untuk mempunyai

kemampuan lebih khususnya pada otot dan tulang karena otot dan tulang

merupakan dua alat yang sangat penting dalam bekerja. Tetapi manusia memiliki

kemampuan dan keterbatasan, sehingga pada pekerjaan manual, sering ditemukan

permasalahan yang berkaitan dengan keluhan/gangguan pada sistem otot dan

tulang/muskuloskeletal (Bukhori, 2010).

Menurut Anies (2014) sikap tubuh serta aktivitas tertentu terhadap alat

kerja, berpotensi menimbulkan suatu gangguan kesehatan, bahkan penyakit. Sikap

tubuh saat bekerja yang salah juga dapat menjadi penyebab timbulnya masalah

kesehatan antara lain nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan. Selain itu, sikap kerja

yang statis baik itu sikap duduk atau sikap berdiri dalam jangka waktu yang lama

juga dapat menyebabkan permasalahan tersebut. Dampak negatif tersebut akan

terjadi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang.

Pada saat pekerja berada pada posisi duduk, otot rangka/musculoskeletal dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran

kursi agar terhindar dari rasa nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk, tekanan

tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi


(21)

yang tegang atau kaku dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan

cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan

tersebut sampai 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan

aktivitas otot atau saraf belakang daripada sikap duduk yang condong ke depan

(Nurmianto, 2004).

Menurut ILO (International Labour Organization) tahun 2013, setiap tahun terjadi 2,3 juta kematian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja. Data tersebut juga menyebutkan bahwa 2 juta kematian

terjadi disebabkan oleh penyakit akibat kerja. Menurut Departemen Kesehatan RI

tahun 2013, di Indonesia terdapat 428.844 kasus penyakit akibat kerja. Selain

penyakit akibat kerja, masalah kesehatan lain pada pekerja yang perlu mendapat

perhatian antara lain ketulian, gangguan musculoskeletal, gangguan reproduksi, penyakit jiwa, sistem syaraf dan sebagainya. ILO juga melaporkan bahwa

gangguan musculoskeletal saat ini mengalami peningkatan kasus di banyak negara. Contohnya, di Republik Korea gangguan musculoskeletal mengalami peningkatan sekitar 4.000 kasus dalam kurun waktu 9 tahun dan di Inggris, 40%

kasus penyakit akibat kerja merupakan gangguan musculoskeletal.

Gangguan musculoskeletal adalah gangguan pada bagian otot rangka yang disebabkan karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus

dalam jangka waktu yang lama dan akan menyebabkan keluhan pada sendi,

ligamen dan tendon. Menurut Humantech yang dikutip Bukhori (2010), pada

awalnya keluhan musculoskeletal menyebabkan rasa sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar yang


(22)

pergerakan dan koordinasi gerakan anggota tubuh atau ekstremitas sehingga dapat

mengakibatkan efisiensi kerja berkurang dan produktivitas kerja menurun.

Pada penelitian sebelumnya mengenai sikap kerja dan keluhan

musculoskeletal yang dilakukan Gayo (2010) didapatkan bahwa para pekerja

penyortir kopi bekerja dengan sikap duduk pada kursi tanpa sandaran dan bantalan

dengan kepala agak menunduk menyebabkan keluhan pada leher sebanyak 28

orang (100%) dan sikap tubuh yang cenderung membungkuk menyebabkan

keluhan pada pinggang sebanyak 28 orang (100%). Penyortir kopi dengan sikap

berdiri juga mengalami keluhan seperti pada leher sebanyaak 70 orang (80,5%) ,

lutut (kiri dan kanan) sebanyak 78 orang (89,7%), dan pada betis (kiri dan kanan)

sebanyak 85 orang (97,7%).

Penelitian lain yang dilakukan Putri (2013) mengenai keluhan

musculoskeletal pada pekerja gambang menunjukkan bahwa sikap duduk pekerja gambang tembakau yang dinamis dengan postur tubuh yang tidak benar

mengakibatkan keluhan pada leher bagian atas sebanyak 65 orang (81,3%), leher

bagian bawah sebanyak 80 orang (100%), bahu kanan 26 orang (32,5%),

punggung 41 orang (51,3%), pinggang 49 orang (61,3%) dan bokong sebanyak 50

orang (62,5%).

Menurut Bukhori (2010) yang mengutip pendapat Pheasant, gangguan

kesehatan seperti gangguan musculoskeletal disorder ini perlu mendapat perhatian khusus dari pihak perusahaan karena dapat memberikan dampak negatif. Dampak

yang diakibatkan oleh musculoskeletal disorder pada aspek produksi yaitu berkurangnya output, kerusakan material produk yang hasil akhirnya menyebabkan tidak terpenuhinya deadline produksi dan pelayanan yang tidak


(23)

memuaskan. Selain itu, biaya yang timbul akibat absensi pekerja akan

menyebabkan penurunan keuntungan, biaya pelatihan karyawan baru untuk

menggantikan karyawan yang sakit, biaya untuk menyewa jasa konsultan atau

agensi dan biaya lainnya.

Gudang Sortasi Tembakau Deli Klumpang merupakan salah satu dari 3

gudang tembakau yang dimiliki PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II. Pekerjaan

yang dilakukan para pekerja di gudang adalah melakukan sortasi daun tembakau

yang dikirim dari lapangan. Proses kerja di gudang ini dimulai dari saring ikat

kasar, yaitu proses pemisahan daun tembakau yang baik dan tidak baik,

selanjutnya daun tembakau difermentasi, proses selanjutnya adalah proses sortasi

daun tembakau yaitu memilih daun tembakau berdasarkan kualitas warna daun

tersebut. Setelah disortir, daun tembakau diberikan kepada tukang terima

tembakau untuk memilih daun tembakau mana yang telah disortasi dengan baik.

Daun tembakau tersebut kembali difermentasi selama 30 hari. Setelah itu,

dilakukan penyaringan daun tembakau untuk melihat apabila ada daun tembakau

yang tercampur saat dilakukan sortasi. Proses terakhir yaitu

pengebalan/pengepakan daun tembakau.

Berdasarkan survey pendahuluan dan wawancara singkat kepada para

pekerja di gudang tersebut, didapatkan informasi bahwa waktu kerja adalah 7 jam

satu hari dengan istirahat sebanyak 3 kali yaitu pada pukul 09.00-09.30 lalu pada

pukul 11.00 istirahat selama 15 menit untuk mengistirahatkan mata, terakhir

istirahat pada pukul 12.30-14.00 untuk istirahat makan siang dan ibadah. Rata-


(24)

bekerja dengan posisi duduk statis diatas tempat duduk dengan meja di depan

pekerja. Tempat duduk berbentuk memanjang dan terdapat sekitar 10 pekerja

dalam satu barisan tempat duduk. Posisi duduk pekerja juga cenderung

membungkuk karena tempat duduk tidak memiliki sandaran. Pekerjaan yang

dilakukan adalah memilih daun tembakau yang tercampur pada saat sortasi awal

dan dilakukan dengan menggunakan kedua tangan. Pekerjaan dilakukan dengan

satu tangan menggenggam ikatan daun tembakau dan tangan lainnya memilih

daun tembakau yang berbeda warna dalam satu ikatan. Pekerja melakukan

pekerjaan dengan posisi duduk statis tersebut selama kurang lebih 8 jam satu hari.

Posisi kaki pekerja agak sedikit tertekuk pada pijakan dibawah tempat duduk.

Terkadang posisi kaki pekerja berada di tempat duduk dengan posisi bersila .

Dalam wawancara singkat tersebut, didapatkan juga informasi bahwa beberapa

pekerja mengalami keluhan di pinggang, bahu, lengan dan bokong.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian

mengenai hubungan sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal pada penyortir tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II Tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal pada penyortir tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II

Tahun 2015 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adanya hubungan sikap kerja dengan keluhan

musculoskeletal pada penyortir tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II Tahun 2015.


(25)

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini yaitu adanya hubungan antara sikap kerja dengan

keluhan musculoskeletal pada pekerja penyortir daun tembakau Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II Tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukkan bagi Perusahaan dalam penerapan ergonomi penyortir

tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II.

2. Sebagai bahan masukan agar pekerja penyortir tembakau dapat melakukan

perkerjaannya tanpa menimbulkan resiko bagi kesehatannya.

3. Sebagai media bagi peneliti untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman

dalam penelitian di bidang kesehatan kerja terutama mengenai sikap kerja dan

keluhan musculoskeletal, sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.

4. Sebagai bahan referensi untuk peneilitian selanjutnya mengenai sikap kerja


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ergonomi

2.1.1 Defenisi Ergonomi

Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos

(peraturan, hukum). Pada berbagai negara digunakan istilah yang berbeda, seperti

Arbeitswissenschaft di Jerman, Human Factors Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. Ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai

penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya,

yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja

(Suma’mur, 2009).

Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia

dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,

engineering, manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi berkenaan pula

dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, kenyamanan manusia di

tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi

tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling

berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan

manusianya. Ergonomi juga digunakan oleh berbagai macam ahli/professional

pada bidangnya misalnya: ahli anatomi, arsitektur, perancangan produk industri,

fisika, fisioterapi terapi pekerjaan, psikologi, dan teknik industri (Nurmianto,


(27)

Menurut Tarwaka (2004) ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan

teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang

digunakan baik dalam beraktifitas maupun istirahat dengan kemampuan dan

keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara

keseluruhan menjadi lebih baik.

Jadi, ergonomi pada hakikatnya berarti ilmu tentang kerja, yaitu

bagaimana pekerjaan dilakukan dan bagaimana bekerja lebih baik sehingga

ergonomi sangat berguna dalam desain pelayanan atau proses. Dengan demikian,

ergonomi membantu menentukan bagaimana digunakan, bagaimana memenuhi

kebutuhan , dan membuat nyaman serta efisien. Ergonomi berbicara mengenai

desain sistem terutama sistem kerja agar sesuai dengan atribut atau karakteristik

manusia (to fit the job to the man).

2.1.2 Tujuan Ergonomi

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah :

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan

cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,

mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,

mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan

jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak

produktif.

3. Menciptakan keseimbangan rasioanal antara berbagai aspek yaitu aspek


(28)

dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

(Tarwaka, 2004).

Ergonomi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada

suatu institusi atau organisasi. Hal tersebut dapat tercapai apabila adanya

kesesuaian antara pekerja dan pekerjaannya. Pendekatan ergonomi mencoba untuk

mencapai kesesuaian tersebut untuk kebaikan pekerja dan pimpinan institusi.

Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang baik ini

pertimbangan-pertimbangan ergonomi antara lain menyarankan hal-hal seperti :

1. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi

membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama.

2. Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang

bisa dilakukan.

3. Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu

yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi

miring.

4. Penetapan sikap dan posisi kerja sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan

tersebut diatas pada dasarnya bertujuan memberikan kenyamanan pada

pekerja dengan memperhatikan sikap dan posisi kerja yang mereka senangi

(Nurmianto, 2004).

2.1.3 Prinsip Ergonomi

Prinsip-prinsip ergonomi yaitu :

1. Segala sesuatu harus mudah dijangkau

2. Bekerja pada ukuran ketinggian yang nyaman


(29)

4. Menghindari penggunaan tenaga yang berlebihan

5. Memperkecil kelelahan

6. Mengurangi gerakan-gerakan repetitif yang berlebihan

7. Penyediaan kemudahan dalam akses dan luas ruangan

8. Meminimalisasi kontak stress

9. Buatlah kemungkinan sehingga postur bisa bergerak dan berubah dengan

mudah

10.Mengusahakan lingkungan yang nyaman (Winarsunu, 2008)

2.2 Sikap Kerja

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh

dalam melakukan pekerjaan, yaitu :

1. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri

secara bergantian.

2. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini

tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statis diperkecil.

3. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani

melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot – otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh

(paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi

darah dan juga untuk mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu

aktivitas (Anies, 2014).

Sikap tubuh dalam bekerja terdiri dari :


(30)

Sikap kerja duduk merupakan sikap kerja yang kaki tidak terbebani

dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Duduk memerlukan lebih

sedikit energi daripada berdiri karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban

otot statis pada kaki. Kegiatan bekerja sambil duduk harus dilakukan secara

ergonomi sehingga dapat memberikan kenyamanan dalam bekerja. Sikap duduk

yang keliru merupakan penyebab adanya masalah – masalah punggung. Hal ini dapat terjadi karena tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada

saat duduk dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika diasumsikan

tekanan tersebut sekitar 100% ; maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut

sampai 190% (Nurmianto, 2004).

Sikap duduk paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap

badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lardosa pada

pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung (Suma’mur, 1989). Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada

dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Selain itu, duduklah dengan

lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki)

dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak

menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit.

Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap rileks

(Hasibuan, 2011).

Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut :


(31)

b. Terhindarnya sikap – sikap yang tidak alamiah. c. Berkurangnya pemakaian energi dalam bekerja.

d. Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah.

Namun, kegiatan bekerja sambil duduk juga dapat menimbulkan kerugian/

masalah bila dilakukan secara tidak ergonomis. Kerugian tersebut antara lain :

a. Melembeknya otot – otot perut. b. Melengkungnya punggung.

c. Tidak baik bagi organ dalam tubuh, khususnya pada organ pada sistem

pencernaan jika posisi dilakukan secara membungkuk.

2. Sikap kerja berdiri.

Selain sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga banyak ditemukan di

perusahaan. Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang

belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.

Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi

penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan

bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Sikap kerja

berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja

ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk (Hasibuan, 2011).

3. Kerja Berdiri Setengah Duduk

Berdasarkan penelitian Santoso dalam Hasibuan (2011) bahwa tenaga

kerja bubut yang telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak diubah menjadi


(32)

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar

kelompok.

Menurut Suma’mur (1989) posisi kerja yang baik adalah bergantian antara posisi duduk dan posisi berdiri, akan tetapi antara posisi duduk dan berdiri lebih

baik dalam posisi duduk. Hal itu dikarenakan sebagian berat tubuh di sangga oleh

tempat duduk disamping itu konsumsi energi dan kecepatan sirkulasi lebih tinggi

dibandingkan tiduran, tetapi lebih rendah dari pada berdiri. Posisi duduk juga

dapat mengontrol kekuatan kaki dalam pekerjaan, akan tetapi harus memberi

ruang yang cukup untuk kaki karena bila ruang yang tersedia sangat sempit maka

sangatlah tidak nyaman.

2.3 Sikap Tubuh Alamiah

Sikap tubuh alamiah yaitu sikap atau postur dalam proses kerja yang

sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan

pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang

sehingga keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan

muskuloskeletal dan sistem tubuh yang lain (Merulalia, 2010).

1. Pada tangan dan pergelangan tangan

Sikap normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah berada

dalam keadaan garis lurus dengan jari tengah tidak miring ataupun mengalami

fleksi atau ekstensi.

2. Pada leher.

Sikap atau posisi normal leher, lurus dan tidak miring atau memutar ke

samping kiri atau kanan sehingga tidak terjadi penekanan pada discus tulang cervical.


(33)

3. Pada bahu

Sikap atau posisi normal pada bahu adalah dalam keadaan tidak

mengangkat dan siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan

dalam keadaanlurus dan proporsional.

4. Pada punggung

Sikap atau postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah kiposis dan bagian lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri atau ke kanan.

Kasus umum yang berkaitan dengan sikap kerja adalah :

1. Leher dan kepala inklinasi ke depan karena medan display terlalu rendah dan objek terlalu kecil.

2. Sikap kerja membungkuk, karena medan kerja terlalu rendah dan objek diluar

medan jangkauan.

3. Lengan terangkat yang diiringi dengan bahu terangkat, fleksi dan abduksi pada

muskulus trapesius dan levator pada skapula seratus anterior, deltoid dan supra spinator bisep. Ketentuan bahu terangkat dan terabduksi.

4. Pada sikap asimetris terjadi perbedaan beban pada kedua sisi tulang belakang.

Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis

dalam waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai gangguan

kesehatan pada pekerja antara lain :

1. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan

seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang dan lain-lain.

2. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.


(34)

4. Dalam waktu lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh (tulang miring,

bongkok).

Untuk bisa mencapai efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal serta

memberikan rasa nyaman pada saat bekerja bisa dilakukan dengan cara :

1. Menghindarkan sikap tubuh yang tidak alamiah.

2. Mengusahakan agar beban statis sekecil mungkin.

3. Membuat dan menentukan kriteria serta ukuran baku tentang sarana kerja

(meja, kursi, dll.) yang sesuai dengan antropometri pemakainya.

4. Mengupayakan agar sebisa mungkin pekerjaan dilakukan dengan sikap duduk

atau kombinasi duduk dan berdiri (Sinurat, 2011).

2.4 Gangguan Musculoskeletal 2.4.1 Kerja Otot Statis dan Dinamis

Kerja otot dapat statis (menetap) dan dinamis (ritmis, berirama). Pada

kerja otot statis suatu otot menetap berkontraksi untuk suatu periode waktu secara

kontinu, untuk kerja otot dinamis kerutan dan pegenduran suatu otot terjadi silih

berganti. Kedaaan peredaran darah berbeda pada kerja otot statis dan dinamis.

Dalam otot yang bekerja statis, buluh-buluh darah tertekan oleh pertambahan

tekanan dalam otot dan dengan begitu peredaran darah dalam otot berkurang.

Sebaliknya, pada otot yang berkontraksi dinamis berlaku sebagai suatu pompa

bagi peredaran darah.

Otot yang berkontraksi dinamis memperoleh banyak glukosa dan oksigen,

sehingga kaya akan tenaga, dan sisa-sisa metabolismenya dibuang dengan segera.


(35)

darah dan harus menggunakan cadangan yang ada. Hal ini lah yang menyebabkan

otot yang berkontraksi statis menderita rasa nyeri dan otot menjadi lelah.

Pekerjaan yang menuntut otot dalam keadaan statis sebaiknya harus

dihindari. Secara fisiologis, sudah terbukti bahwa kerja otot statis kurang efisien

dibanding kerja otot dinamis. Pada kerja otot statis, energi lebih banyak

diperlukan dibanding kerja otot dinamis (Suma’mur, 1989)

2.4.2 Keluhan Musculoskeletal

Keluhan musculoskeletal atau gangguan otot rangka adalah gangguan yang dialami karena kerusakan pada otot, saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago

dan diskus invertebralis. Gangguan dapat berupa kerusakan pada otot yang dapat

berupa ketegangan otot, inflamasi dan degenerasi. Sementara itu, kerusakan pada

tulang dapat berupa memar, mikrofraktur, patah atau terpelintir. (Soedirman dan

Suma’mur, 2014).

Secara garis besar keluhan kesehatan otot dapat dikelompokkan menjadi

dua, yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang

apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebenan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot

masih terus berlanjut. (Tarwaka, 2004)

2.4.3 Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Musculoskeletal


(36)

1. Peregangan Otot yang Berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh

pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti

aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat.

Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang

diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering

dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat

menyebabkan terjadinya cedera otot skeleletal.

2. Aktivitas Berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus - menerus

seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat – angkut dan lain – lain. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara

terus – menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3. Sikap Kerja Tidak Alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi

bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan

terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya.

Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka akan semakin

tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini

pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja

tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

4. Faktor penyebab sekunder terjadinya keluhan muskuloskeletal, yaitu :


(37)

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai

contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang

lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini

sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot

bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,

penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.

c. Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,

kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit

bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan

paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang

terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan

termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila

hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi

kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang

lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolism karbohidrat terhambat

dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.

5. Penyebab Kombinasi

Selain faktor – faktor yang telah disebutkan di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu lain dapat menyebabkan keluhan otot skeletal .


(38)

Pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja,

yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun

dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur.

b. Jenis Kelamin

Beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis

kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot.

Hal ini terjadi karena kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria.

Perbandingan antara keluhan otot pria dan wanita adalah 1:3.

c. Kebiasaan Merokok

Keluhan otot memiliki hubungan dengan lama dan tingkat kebiasaan

merokok. Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, maka semakin tinggi

pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Hal ini terkait dengan kondisi

kesegaran tubuh seseorang karena kebiasaan merokok dapat menurunkan

kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan mengkonsumsi oksigen akan turun

dan akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun.

d. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya keluhan oto jarang ditemukan pada seseorang yang

dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat.

Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang

memerlukan pengerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai

waktu yag cukup untuk istirahat, hamper dapat dipastikan akan terjadi keluhan

otot. Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh.


(39)

Hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan musculoskeletal

masih menjadi perdebatan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya

hubungan signifikan, namun penelitian lainnya menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan otot skeletal.

f. Ukuran Tubuh(antropometri)

Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan, dan

massa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan

otot skeletal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan tubuh

yang gemuk memiliki resiko dua kali lipat dibandingkan wanita kurus.

Temuan lain juga menyatakan bahwa pada tubuh tinggi umumnya sering

menderita keluhan sakit punggung, tetapi tubuh tinggi tidak mempunyai

pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu dan pergelangan tangan.

2.5 Nordic Body Map

Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif untuk mengukur rasa sakit otot para pekerja. Untuk mengetahui letak rasa sakit

atau ketidaknyamanan pada tubuh pekerja digunakan body map. Melalui Nordic Body Map dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa yang tidak nyaman (agak sakit) sampai rasa sangat

sakit (Hasibuan, 2011).

Nordic Body Map (NBM) digunakan untuk melihat dan menganalisis peta tubuh sehingga dapat diestimisasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang

dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana namun kurang teliti karena


(40)

bagian tubuh dari pekerja yang mengalami keluhan muskuloskeletal. Tingkat

keluhan terdiri dari, tidak sakit, agak sakit, sakit, dan sangat sakit. Pertanyaan

yang diajukan dalam kuesioner menyangkut bagian tubuh secara keseluruhan

(Priyadi, 2011).

Hasil Kuesioner akan menetukan keluhan yang dirasakan pekerja pada

waktu bekerja. Nordic Body Map merupakan indikator awal, apabila terjadi keluhan muskoloskeletal yang dirasakan oleh pekerja. Melalui kuesioner ini peneliti dapat mengindikasikan keluhan yang dirasakan oleh pekerja. Penilaian

Nordic Body Map berdasarkan jawaban yang diberikan oleh pekerja diantaranya tidak sakit, agak sakit, sakit, dan sangat sakit. Rasa sakit dengan nilai 1, agak sakit

dengan nilai 2, sakit dengan nilai nilai 3, dan sangat sakit dengan nilai 4. Dari

jawaban ini akan diketahui persentase dari pekerja yang mengalami keluhan

akibat kerja.

Gambar 2.1 Nordic Body Map (Sumber : Santoso, 2004)


(41)

Keterangan Gambar :

0 : Leher Bag. Atas 10 : Siku Kiri

1 : Leher Bag. Bawah 11 : Siku Kanan

2 : Bahu Kiri 12 : Lengan Bawah Kiri

3 : Bahu Kanan 13 : Lengan Bawah Kanan

4 : Lengan Atas Kiri 14 : Pergelangan Tangan Kiri

5 : Pinggang 15 : Pergelangan Tangan Kanan

6 : Lengan Atas Kanan 16 : Tangan Kiri

7 : Punggung 17 : Tangan Kanan

8 : Bokong 18 : Paha Kiri

9 : Pantat 19 : Paha Kanan

20 : Lutut Kiri 24 : Pergelangan Kaki Kiri

21 : Lutut Kanan 25 : Pergelangan Kaki Kanan

22 : Betis Kiri 26 : Kaki Kiri

23 : Betis Kanan 27 : Kaki Kanan

2.6 Rapid Entire Body Asessment (REBA)

Rapid Entire Body Assesment (REBA) dirancang oleh Lynn Mc Atamney dan Sue Hignett sebagai sebuah metode penilaian dan pengamatan postur kerja

untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh secara keseluruhan dengan cepat dan

mudah. REBA adalah alat analisis untuk memberikan pengamatan terhadap postur

kerja yang cepat dan mudah.

REBA juga merupakan alat analisis untuk kegiatan statis dan dinamis serta dapat


(42)

Metode REBA tepat untuk menganalisa aktivitas pekerjaan yang dominan

menggunakan tubuh bagian atas karena tubuh bagian atas dianalisa secara detail.

Data yang dikumpulkan adalah data mengenai postur tubuh, kekuatan yang

digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan dan pegangan. Faktor postur

tubuh yang dinilai dibagi atas dua kelompok utama atau grup yaitu grup A yang

terdiri atas postur tubuh kanan dan postur tubuh kiri dari batang tubuh (trunk), leher (neck) dan kaki (legs). Sedangkan grup B terdiri atas postur kanan dan kiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist). Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala postur tubuh dan suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban/kekuatan dan pegangan

(coupling). Skor akhir REBA dihasilkan untuk memberikan sebuah indikasi tingkat resiko dan tingkat keutamaan dari sebuah tindakan yang harus diambil

(Bukhori, 2010).

Ada 4 tahapan proses perhitungan yang dilalui yaitu :

1. Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan menggunakan

video atau foto

2. Menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti:

a) badan (trunk) b) leher (neck) c) kaki (leg)

d) lengan bagian atas (upper arm) e) lengan bagian bawah (lower arm) f) pergelangan tangan (hand wrist)


(43)

4. Menentukan nilai REBA untuk postur yang relevan dan menghitung skor

akhir dari kegiatan tersebut (Wakhid, 2014).

Adapun tahapan pengolahan data dapat dilihat sebagai berikut (Tarwaka,

2015):

Gambar 2.2 Pergerakan Punggung

Skor pergerakan punggung dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Skor Pergerakan Punggung

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal (tegak 1 +1 jika batang tubuh berputar/bengkok/bungkuk

0-20º (ke depan 2

<-20 atau 20-60º 3

>60º 4

Gambar 2.3 Pergerakan Leher


(44)

Tabel 2.2 Skor Range Pergerakan Leher

Gambar 2.4 Pergerakan Kaki

Skor untuk pergerakan kaki dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3 Skor Pergerakan Kaki

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal 1 +1 jika lutut antara 30-60º

+2 jika lutut >60º

Bertumpu pada satu kaki lurus

2

Gambar 2.5 Pergerakan Lengan Atas

Pemberian skor terhadap pergerakan lengan atas dapat dilihat pada Tabel

2.4 berikut :

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-20° 1 +1 jika leher

berputar/bengkok


(45)

Tabel 2.4 Skor Postur Tubuh Bagian Lengan Atas

Pergerakan Skor Skor Perubahan

20° (ke depan maupun ke belakang)

1 +1 jika bahu naik +1 jika lengan berputar/bengkok -1 miring, menyangga berat dari

lengan

>20° (ke belakang) atau 20-45° 2

45-90° 3

>90° 4

Gambar 2.6 Pergerakan Lengan Bawah

Pemberian skor terhadap pergerakan lengan bagian bawah dilihat pada

Tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 Skor Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah

Pergerakan Skor

60-100° 1


(46)

Pemberian skor terhadap pergerakan lengan bagian bawah dilihat pada

Tabel 2.6 berikut :

Tabel 2.6 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan

Pergerakan Skor Skor Perubahan 0-15º (ke atas maupun ke bawah) 1 +1 jika pergelangan tangan

putaran menjauhi sisi tengah

>15º (ke atas maupun ke bawah) 2

Tabel 2.7 Tabel A Skor REBA

Punggung

Kaki

Leher

1 2 3

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6

2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7

3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8

4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9

5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Beban

1 2 3 + 1

< 50kg 5-10 kg > 10 kg Penambahan beban secara cepat atau tiba-tiba


(47)

Tabel 2.8 Tabel B Skor REBA

Lengan Bawah

Lengan Atas Pergelangan 1 2

1 2 3 1 2 3

1 1 2 3 1 2 3

2 1 2 3 2 3 4

3 3 4 5 4 5 5

4 4 5 5 5 6 7

5 6 7 8 7 8 8

6 7 8 8 8 9 9

Coupling

0 - Good 1 - Fair 2 - Poor 3 - Unacceptable

Pegangan pas dan tepat di

tengan, genggaman

kuat

Pegangan tangan bisa diterima tetapi tidak ideal / coupling lebih

sesuai digunakan oleh bagian lain dari

tubuh

Pegangan tangan tidak bisa diterima

walaupun memungkinkan

Dipaksakan genggaman yang tidak aman, tanpa pegangan coupling

tidak sesuai digunakan oleh bagian lain dari


(48)

Tabel 2.9 Tabel C Skor REBA

Score A

Score

B

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12

2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12

3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12

4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12

5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12

6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12

7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12

8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12

9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12

10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

12 8 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

Activity Score

+ 1 = jika 1 atau lebih bagian tubuh statis, ditahan lebih dari 1 menit

+1 = jika pengulangan dalam rentang waktu singkat, diulang lebih dari

4 kali per menit (tidak termasuk berjalan)

+1 = jika gerakan menyebabkan perubahan

atau pergeseran postur yang cepat dari posisi awal.


(49)

Tabel 2.10 Level Resiko Ergonomi

REBA Score Risk Level Action Level Tindakan

1 Diabaikan 0 Tidak Perlu

2 - 3 Low 1 Mungkin perlu

4 - 7 Medium 2 Perlu

8 - 10 High 3 Perlu Segera

11 - 15 Very High 4 Sekarang juga

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen sikap kerja terdiri atas sikap kerja duduk yang dikategorikan

menjadi resiko diabaikan, resiko rendah , resiko sedang, resiko tinggi dan resiko

sangat tinggi. Sedangkan variabel dependen keluhan musculoskeletal dikategorikan menjadi keluhan rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Kedua

variabel diteliti untuk melihat adanya hubungan antara variabel independen sikap

kerja dengan variabel dependen keluhan musculoskeletal. Sikap Kerja

- Diabaikan

- Rendah

- Sedang

- Tinggi - Sangat tinggi

Keluhan Musculoskeletal

- Rendah

- Sedang

- Tinggi - Sangat tinggi


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode survei analitik yang bertujuan untuk

melihat adanya hubungan antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal dengan pendekatan cross sectional dimana variable dependen dan variabel independen diukur dalam satu waktu. Pendekatan ini digunakan untuk melihat

hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain (Notoatmodjo, 2010).

Variable independen dalam penelitian ini adalah sikap kerja dan variabel

dependen penelitian adalah keluhan musculoskeletal. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang

SUTK PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2015 – selesai.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pekerja penyortir tembakau yang

berjumlah 30 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel dari penelitian ini diambil dari seluruh anggota populasi (total sampling) yang berjumlah 30 orang.


(51)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diambil secara langsung oleh peneliti

terhadap sasaran (Budiarto, 2011). Data primer dalam penelitian ini diambil

dengan cara :

1. Data mengenai karakteristik individu seperti nama, umur, dan masa kerja

serta keluhan subjektif yang dirasakan oleh pekerja diperoleh melalui

wawancara.

2. Keluhan musculoskeletal pada pekerja diperoleh dari Kuesioner Nordic Body Map

3. Sikap kerja seorang pekerja diperoleh dengan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) diukur dengan bantuan software ErgoFellow 2.0.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang lain atau tempat

lain dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri (Budiarto, 2011). Data sekunder

dalam penelitian ini diperoleh dari pihak perusahaan PT Perkebunan

Nusantara II mengenai gambaran umum perusahaan.

3.5 Definisi Operasional

1. Sikap Kerja

Sikap kerja adalah posisi tubuh pekerja saat melakukan pekerjaan

menyortir daun tembakau. Sikap kerja diukur dengan menggunakan metode REBA dengan bantuan software Ergofellow 2.0.


(52)

Sikap kerja tersebut dikategorikan menjadi :

1) Diabaikan, artinya sikap kerja tidak beresiko dan tidak diperlukan tindakan

perubahan terhadap sikap kerja.

2) Rendah, artinya sikap kerja beresiko rendah dan mungkin diperlukan

tindakan perubahan terhadap sikap kerja.

3) Sedang, artinya sikap kerja beresiko sedang dan diperlukan tindakan

perubahan terhadap sikap kerja serta perlu dilakukan tindakan.

4) Tinggi, artinya sikap kerja beresiko tinggi dan diperlukan tindakan

perubahan secepatnya.

5) Sangat tinggi, artinya sikap kerja beresiko sangat tinggi dan diperlukan

tindakan perubahan saat itu juga.

Pengukuran sikap kerja dilakukan dengan pengamatan sikap kerja dengan

mengambil gambar (foto) pekerja selama bekerja. Data sikap kerja yang diperoleh

dari gambar tersebut kemudian diolah dengan menggunakan software Ergofellow 2.0.

2. Keluhan Musculoskeletal

Keluhan musculoskeletal keluhan-keluhan subjektif yang dirasakan pekerja penyortir tembakau pada bagian otot rangka, terutama pada daerah bahu,

pinggang, punggung, leher, pergelangan tangan dan bagian tubuh lainnya.

Keluhan musculoskeletal diukur dengan Nordic Body Map. Hasil Nordic Body Map dikategorikan menjadi :

1) Rendah, artinya keluhan yang dirasakan pekerja rendah dan belum


(53)

2) Sedang, artinya keluhan yang dirasakan pekerja tergolong sedang dan

mungkin diperlukan tindakan perbaikan di kemudian hari.

3) Tinggi, artinya keluhan yang dirasakan pekerja tinggi dan diperlukan

tindakan segera.

4) Sangat tinggi, artinya keluhan yang dirasakan pekerja sangat tinggi dan

diperlukan tindakan perbaikan menyeluruh sesegera mungkin.

Pengukuran keluhan musculoskeletal dilakukan pada saat jam istirahat yaitu pukul 12.30.

3. Pekerja penyortir tembakau adalah pekerja yang melakukan pekerjaan

menyortir daun tembakau.

3.6 Metode Pengukuran Variabel

No Variabel Alat Ukur Skala Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

1. Variabel Independen

1. Sikap Kerja

Metode REBA (Rapid Entire Body

Assessment)

Ordinal Software Ergofellow 2.0

1. Diabaikan 2. Rendah 3. Sedang 4. Tinggi 5. Sangat tinggi

2. Variabel Dependen

2. Keluhan Musculos keletal

Kuesioner Ordinal Tidak sakit: Skor 1 Sakit sedikit: Skor 2 Sakit: Skor 3 Sangat sakit: Skor 4

1.Rendah 2.Sedang 3.Tinggi 4.Sangat tinggi 3.6.1 Sikap Kerja

Pada penelitian ini, pengukuran sikap kerja dilakukan dengan

menggunakan Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA). Metode ini dapat menilai secara cepat sikap kerja seorang pekerja. Penggunaan metode REBA ini

dibantu dengan adanya software computer yaitu ErgoFellow. Software computer ini memudahkan dalam melakukan penilaian REBA.


(54)

Langkah-langkah dalam penggunaan software ErgoFellow ini adalah : 1. Mengobservasi postur kerja dengan menggunakan kamera

2. Memasukkan data postur kerja ke dalam softwareErgoFellow 2.0 3. Membuka softwareErgoFellow 2.0, lalu memilih metode REBA 4. Memasukkan data yang diperlukan dalam metode REBA

a. Neck, Trunk, Legs (untuk menentukan penggunaan posisi leher , batang tubuh dan kaki saat bekerja)

b. Load (untuk menentukan beban kerja)

c. Upper arm, Lower arm, Wrist (untuk menentukan penggunaan lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan)

d. Coupling (untuk menentukan kekuatan genggaman pekerja)

e. Activity (untuk menentukan aktifitas pekerja yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu)

5. Hasil didapatkan dengan menekan tanda result dalam software ErgoFellow. Hasil yang didapat sudah dalam bentuk Grand Skor akhir REBA sehingga

memudahkan untuk menentukan tindakan apa yang akan terhadap sikap kerja

pekerja tersebut. Interpretasi hasil metode REBA dalam software Ergofellow 2.0 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1 Interpretasi Hasil

Skor Resiko

1 Diabaikan

2 - 3 Low, mungkin diperlukan perubahan

4 - 7 Medium,investigasi lebih lanjut dan perubahan

8 - 10 High, melakukan perubahan dan investigasi

11 - 15 Very High, harus dilakukan perubahan


(55)

Dari tabel diatas didapatkan bahwa variabel sikap kerja dikategorikan

menjadi :

1. Diabaikan (1) , artinya sikap kerja tidak beresiko dan tidak diperlukan

tindakan perubahan terhadap sikap kerja.

2. Rendah (2-3), artinya sikap kerja beresiko rendah dan mungkin diperlukan

tindakan perubahan terhadap sikap kerja.

3. Sedang (4-7), artinya sikap kerja beresiko sedang dan diperlukan tindakan

perubahan terhadap sikap kerja serta perlu dilakukan

4. Tinggi (8-10), artinya sikap kerja beresiko tinggi dan diperlukan tindakan

perubahan secepatnya.

5. Sangat tinggi (11-15), artinya sikap kerja beresiko sangat tinggi dan

diperlukan tindakan perubahan saat itu juga.

3.6.2 Keluhan Musculoskeletal

Untuk mengukur keluhan musculoskeletal digunakan kuesioner Nordic Body Map. Penilaiannya sangat subjektif, artinya keberhasilan metode ini sangat tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja pada saat dilakukannya

penilaian. Dalam aplikasinya metode ini menggunakan lembar kerja berupa peta

tubuh yang sangat sederhana dan mudah dipahami, serta membutuhkan waktu

yang sangat singkat sekitar 5 menit (Tarwaka, 2015).

Pada kuesioner Nordic Body Map terdapat 4 tingkat kesakitan, yaitu apabila bagian tubuh tidak terasa sakit maka dipilih A, apabila bagian tubuh

sedikit sakit maka dipilih B, apabila bagian tubuh terasa sakit dipilih C, dan


(56)

Gambar 3.1 Nordic Body Map (Sumber : Santoso, 2004)

Definisi dari skoring tingkat kesakitan diatas adalah (Tarwaka, 2015):

A. Tidak Sakit = Skor 0, artinya tidak ada keluhan/kenyerian pada otot-otot

atau tidak ada rasa sakit sama sekali yang dirasakan oleh pekerja selama

melakukan pekerjaan.

B. Agak sakit = Skor 1, artinya dirasakan sedikit adanya keluhan atau

kenyerian pada bagian otot, tetapi belum mengganggu pekerjaan .

No. Lokasi Tingkat Kesakitan

A B C D

0 Sakit/kaku pada leher atas

1 Sakit pada leher bawah

2 Sakit pada bahu kiri

3 Sakit pada bahu kanan

4 Sakit pada lengan atas kiri

5 Sakit pada punggung

6 Sakit pada lengan atas kanan

7 Sakit pada pinggang

8 Sakit pada pantat (buttock)

9 Sakit pada pantat (bottom)

10 Sakit pada siku kiri

11 Sakit pada siku kanan

12 Sakit pada lengan bawah kiri

13 Sakit pada lengan bawah kanan

14 Sakit pada pergelangan tangan kiri

15 Sakit pada pergelangan tangan kanan

16 Sakit pada tangan kiri

17 Sakit pada tangan kanan

18 Sakit pada paha kiri

19 Sakit pada paha kanan

20 Sakit pada lutut kiri

21 Sakit pada lutut kanan

22 Sakit pada betis kiri

23 Sakit pada betis kanan

24 Sakit pada pergelangan kaki kiri

25 Sakit pada pergelangan kaki kanan

26 Sakit pada kaki kiri


(57)

C. Sakit = Skor 2, artinya dirasakan sedikit adanya keluhan/kenyerian tau

sakit pada bagian otot dan sudah mengganggu pekerjaan, tetapi rasa

kenyerian segera hilang setelah dilakukan istirahat dari pekerjaan.

D. Sangat Sakit = Skor 3, artinya dirasakan keluhan sangat sakit atau sangat

nyeri pada bagian otot dan kenyerian tidak segera hilang meskipun telah

beristirahat lama atau bahkan diperlukan obat pereda nyeri otot.

Dari penilaian skor diatas, hasil akhir skor Nordic Body Map dapat diklasifikasikan seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Resiko Otot Skeletal

Tingkat Total Skor Tingkat Tindakan

1 0-20 Rendah Belum diperlukan adanya

2 21-41 Sedang Mungkin diperlukan tindakan

3 42-62 Tinggi Perlu tindakan segera

4 63-84 Sangat Tinggi Perlu tindakan menyeluruh

sesegera mungkin

(Sumber: Tarwaka, 2015)

Dari tabel diatas didapatkan bahwa variabel keluhan musculoskeletal dikategorikan menjadi :

1. Rendah (0-20), artinya keluhan yang dirasakan pekerja rendah dan belum

diperlukan adanya tindakan perbaikan.

2. Sedang (21-41), artinya keluhan yang dirasakan pekerja tergolong sedang dan

mungkin diperlukan tindakan perbaikan di kemudian hari.

3. Tinggi (42-62), artinya keluhan yang dirasakan pekerja tinggi dan diperlukan

tindakan segera.

4. Sangat tinggi (63-84), artinya keluhan yang dirasakan pekerja sangat tinggi


(58)

3.7Teknik Pengolahan Data

Dalam suatu penelitian, pengolahan data merupakan salah satu langkah

yang penting untuk memperoleh penyajian data dan kesimpulan yang baik

(Notoatmodjo, 2010). Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah:

1. Menyunting data (data editing)

Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti

kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap

jawaban kuesioner.

2. Mengkode Data (data coding)

Proses pemberian kode setiap variable yang telah dikumpulkan untuk

memudahkan dalam pengolahan lebih lanjut.

3. Memasukkan data (data entry)

Memasukkan data dalam program software computer berdasarkan klasifikasi. 4. Membersihkan data (data cleaning)

Pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan untuk memastikan data

tersebut tidak ada yang salah, sehingga data tersebut telah siap diolah dan

dianalisis.

3.8 Metode Analisis Data

Data yang telah diolah dengan baik tidak akan memiliki makna apabila

tidak dilakukan analisis data. Analisis data bertujuan untuk memperoleh

kesimpulan secara umum dari penelitian (Notoatmodjo, 2010).

Data-data tersebut dianalisis menggunakan program Statistic Package For The Social Science (SPSS) versi 19.


(59)

3.8.1 Analisis Univariat

Analisa data pada penelitian ini menggunakan Analisis Univariat, yaitu

analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik

setiap variabel penelitian.

Dimana pada umumnya, menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap

variabel (Notoatmodjo, 2010). Hal ini sangat dibutuhkan untuk mendapatkan

gambaran awal mengenai keadaan umum responden.

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan untuk melihat hubungan

antara variabel independen (sikap kerja) dan variabel dependen (keluhan

musculoskeletal) menggunakan uji Chi Square dengan membandingkan nilai a sebesar 0,05 pada taraf kepercayaan 95%. Jika P value < 0,05 artinya ada

hubungan yang bermakna antara variabel independen (sikap kerja) dan variabel


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.2 Gambaran Umum Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) adalah satu Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) yang bergerak di sektor perkebunan. Wilayah perkebunan

tersebar di Sumatera Utara dan Papua, terdiri dari perkebunan kelapa sawit (85%),

perkebunan tebu (12%), perkebunan tembakau (1%), perkebunan karet (2%), dan

kebun bibit kakao.

4.1.3 Visi & Misi Perusahaan 1. Visi Perusahaan

Dari perusahaan perkebunan menjadi perusahaan multi usaha berdaya

saing tinggi.

2. Misi Perusahaan

Mengoptimalkan selurh potensi seumber daya dan usaha, memberikan

kontribusi optimal, menjaga kelestarian dan pertambahan nilai.

3. Nilai Budaya

Professional, Kesetaraan, Kemakmuran, Kejujuran, Integritas dan

Kerjasama.

4.1.4 Strategic Business Unit (SBU) Tembakau

Merupakan salah satu SBU milik PTPN II yang menangani produksi

tembakau. Saat ini terdapat 3 perkebunan tembakau milik PTPN II yaitu Kebun

Bulu Cina (200 Ha), Kebun Klumpang (152 Ha) dan Kebun Klambir Lima (128


(61)

karyawan pelaksana yang berjumlah 584 orang yaitu pada karyawan pimpinan 23

orang, karyawan kantor 34 orang, karyawan BPTD (Balai Penelitian Tembakau

Deli) 67 orang, Kebun Helvetia 183 orang, Kebun Klumpang 149 orang, dan

Kebun Bulu Cina 128 orang.

Kebun Klumpang merupakan salah satu perkebunan tembakau milik

PTPN II dengan luas areal perkebunan 152 Ha. Tenaga kerja keseluruhan di

PTPN II Kebun Klumpang berjumlah 149 orang. Produk yang dihasilkan PTPN II

Kebun Klumpang adalah daun tembakau kering yang nantinya akan diekspor ke

Jerman.

Produk yang dihasilkan dari perkebunan tembakau adalah Tembakau Deli.

Tembakau Deli sangat terkenal dalam industri cerutu dan dikenal sebagai ‘daun emas’ pembungkus tembakau. Tembakau Deli adalah tembakau bahan cerutu khususnya untuk wrapper yang secara proses pelayuannya disebut juga Dark Air Cured (DAC) Tobacco.

Tembakau Deli dipasarkan melalui 2 (dua) cara yaitu :

I. Secara Lelang di Bremen (seluruhnya wrapper) II. Secara Langsung di Medan (wrapper dan chewing)

Keistimewaan dari tembakau ini adalah :

- Warna yang halus dan sangat bagus

- Kapasitas pembakaran yang baik

- Rasa dan aroma yang spesifik dan enak

- Bentuk daun yang bagus


(62)

Semua keistimewaan tersebut berasal dari faktor iklim, tanah dan jenis

tembakau itu sendiri. Hal ini telah dibuktikan bahwa sampai sekarang Tembakau

Deli sebagai pembungkus tembakau tidak dapat tertandingi dalam hal rasa dan

kualitas dengan semua pembungkus tembakau di dunia.

4.1.3 Proses Produksi dan Pengolahan Tembakau

Proses produksi dan pengolahan tembakau dilakukan dalam beberapa

tahap. Tahapan proses produksi dan pengolahan tembakau dapat dilihat pada

gambar dibawah ini.

Gambar 4.1 Proses Produksi dan Pengolahan Tembakau Sumber:Proses Produksi dan Pengolahan Tembakau Deli,BPTD PTPN II

Persiapan lahan dilakukan satu setengah tahun atau dua tahun sebelum

penanaman tembakau. Persiapan lahan dilakukan untuk memperbaiki kembali Persiapan Areal (Nursery) 90

Hari

Penanaman (Planting) 40 Hari

Dikirim Ke Belawan 2 Hari Panen dan Pengeringan (Harvesting and Curing) 80

Hari

Pemeraman (Fermentation) 71 Hari

Sortasi/Saring (Sortation) 203 Hari

Pengepakan (Packaging) 10 Hari


(1)

Sakit Pada Pantat (Buttock)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sakit Sedikit 3 10.0 10.0 10.0

Sakit 24 80.0 80.0 90.0

Sangat Sakit 3 10.0 10.0 100.0

Valid Tidak Sakit 30 100.0 100.0 100.0

Sakit Pada Siku Kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 30 100.0 100.0 100.0

Sakit Pada Lengan Bawah Kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 29 96.7 96.7 96.7

Sakit 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sakit Pada Lengan Bawah Kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 29 96.7 96.7 96.7

Sakit 1 3.3 3.3 100.0


(2)

Sakit Pada Pergelangan Tangan Kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 28 93.3 93.3 93.3

Sakit 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sakit Pada Pergelangan Tangan Kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 28 93.3 93.3 93.3

Sakit 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sakit Pada Tangan Kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 29 96.7 96.7 96.7

Sakit 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sakit Pada Tangan Kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Valid Tidak Sakit 29 96.7 96.7 96.7

Sakit 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sakit Pada Paha Kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 2 6.7 6.7 6.7

Sakit Sedikit 13 43.3 43.3 50.0

Sakit 12 40.0 40.0 90.0

Sangat Sakit 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sakit Pada Paha Kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 2 6.7 6.7 6.7

Sakit Sedikit 13 43.3 43.3 50.0

Sakit 12 40.0 40.0 90.0

Sangat Sakit 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sakit Pada Lutut Kiri


(4)

Valid Tidak Sakit 17 56.7 56.7 56.7

Sakit Sedikit 9 30.0 30.0 86.7

Sakit 3 10.0 10.0 96.7

Sangat Sakit 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sakit Pada Lutut Kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 17 56.7 56.7 56.7

Sakit Sedikit 9 30.0 30.0 86.7

Sakit 3 10.0 10.0 96.7

Sangat Sakit 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sakit Pada Betis Kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 1 3.3 3.3 3.3

Sakit Sedikit 5 16.7 16.7 20.0

Sakit 19 63.3 63.3 83.3

Sangat Sakit 5 16.7 16.7 100.0


(5)

Sakit Pada Betis Kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 1 3.3 3.3 3.3

Sakit Sedikit 5 16.7 16.7 20.0

Sakit 19 63.3 63.3 83.3

Sangat Sakit 5 16.7 16.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

sakit Pada Pergelangan Kaki Kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 21 70.0 70.0 70.0

Sakit Sedikit 7 23.3 23.3 93.3

Sangat Sakit 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sakit Pada Pergelangan Kaki Kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 21 70.0 70.0 70.0


(6)

Sangat Sakit 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sakit Pada Kaki Kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 20 66.7 66.7 66.7

Sakit Sedikit 6 20.0 20.0 86.7

Sakit 2 6.7 6.7 93.3

Sangat Sakit 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sakit Pada Kaki Kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 20 66.7 66.7 66.7

Sakit Sedikit 6 20.0 20.0 86.7

Sakit 2 6.7 6.7 93.3

Sangat Sakit 2 6.7 6.7 100.0