BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah ketersedian kayu berkualitas tinggi pada saat ini semakin sedikit. Departemen Kehutanan mencatat bahwa produksi kayu bulat di Indonesia pada
tahun 2008 sebesar 31,98 juta m
3
. Sedangkan kebutuhan kayu bulat pada tahun yang sama mencapai 46,32 juta m
3
. Oleh karena itu dibutuhkan suatu upaya untuk menghasilkan bahan baku alternatif pengganti kayu yang dapat menjamin
terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Bambu merupakan tanaman cepat tumbuh dan mempunyai daur yang relatif
pendek 3-4 tahun merupakan salah satu sumber daya alam yang cukup menjanjikan sebagai bahan penunjang kayu atau bahan pengganti kayu. Kurang
lebih terdapat 1.000 spesies bambu dalam 80 genera, sekitar 200 spesies dari 20 genera ditemukan di Asia Tenggara Dransfield dan Widjaja 1995. Menurut
Widjaja 2001 di Indonesia bambu terdiri atas 143 jenis, 40 jenis diantaranya tumbuh di Pulau Jawa. Di antara jenis-jenis yang ada di Jawa, 16 jenis tumbuh
juga di pulau-pulau lainnya ; 26 jenis merupakan jenis introduksi, namun 14 jenis diantaranya hanya tumbuh di Kebun Raya Bogor dan Cibodas. Bambu
melepaskan oksigen 30 lebih banyak dibandingkan pohon-pohon pada umumnya. Sebagai tanaman yang dapat dipanen setiap tahun dan mampu
beregenerasi tanpa menanam kembali membuat bambu sebagai tanaman yang paling cepat berkembang di planet ini Balavigna 2009.
Masalah yang timbul dalam pemanfaatan bambu adalah keterbatasan bentuk dan dimensinya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang dapat
diaplikasikan oleh masyarakat secara umum dan meningkatkan nilai tambah bambu. Dengan semakin majunya teknologi perekatan dan sambungan diharapkan
dapat dapat mengatasi kekurangan yang dimiliki bambu yaitu keterbatasan bentuk dan dimensi bambu.
1.2 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh perbedaan jarak sambung dan perekat terhadap sifat
fisis dan mekanis bambu lapis. 2.
Mengetahui perlakuan jarak sambung dan jenis perekat yang terbaik untuk bambu lapis.
1.3 Manfaat Penelitian