degradasi selulosa lebih intensif dan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Selain itu suhu pirolisis 400°C
– 700°C menghasilkan arang dengan nilai kadar air yang juga tidak berbeda nyata yaitu 2,33 - 2,00, karena suhu 400°C -500°C
merupakan proses pirolisis cepat yang mempirolisis lignin teknis menghasilkan arang, gas H2O dan uap. Sedangkan suhu pirolisis 500°C
– 700°C hanya tinggal tahap pemurnian arang, sehingga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
nilai kadar air. Berdasarkan Tabel 2, nilai kadar air arang kulit akasia secara keseluruhan memenuhi Standar Nasional Indonesia SNI untuk arang aktif
Anonim 1995, karena kurang dari 15.
4.1.2 Kadar zat menguap
Kadar zat menguap merupakan hasil dekomposisi zat – zat penyusun arang
akibat proses pemanasan selama pengarangan dan bukan komponen penyusun arang Pari 2004. Arang dengan kadar zat menguap yang tinggi akan
menghasilkan asap pembakaran yang tinggi pula pada saat arang tersebut digunakan. Tabel 2 memperlihatkan nilai kadar zat menguap arang kulit akasia
berkisar antara 75,11 - 3,72. Kadar zat menguap tertinggi dimiliki bahan mentah yang tidak di karbonisasi, sedangkan kadar zat menguap terendah
dimiliki arang yang dihasilkan pada suhu 800°C. Gambar 4 merupakan histogram hasil pengujian kadar zat menguap arang kulit akasia.
Gambar 4 Histogram Kadar Zat Menguap Arang Kulit Akasia. Gambar 4 menunjukkan bahwa suhu pirolisis yang semakin tinggi
menghasilkan arang dengan kadar zat menguap yang semakin rendah. Hasil perhitungan sidik ragam memperlihatkan bahwa kadar zat menguap dipengaruhi
sangat nyata oleh perubahan suhu yang diberikan Lampiran 1.2. Hasil analisis
10 20
30 40
50 60
70 80
200 300
400 500
600 700
800
Suhu °C Kadar Zat
Menguap
lanjut Duncan Lampiran 2.2 menunjukan suhu 200°C hingga 500°C memberikan respon kadar zat menguap yang sangat berbeda nyata. Sedangkan
pada suhu 600°C – 800°C respon kadar zat menguap arang tidak berbeda nyata.
Hal ini menjelaskan bahwa peningkatan suhu dari 0°C hingga 500°C dapat mengubah kadar zat menguap arang. Peningkatan suhu diatas 500°C menurunkan
kadar zat menguap, namun peningkatan suhu dari 600°C hingga 800°C tidak mempengaruhi perubahan kadar zat menguap arang kulit akasia, karena diduga
sebagian besar zat volatile telah dilepaskan saat karbonisasi berlangsung pada suhu 200°C
– 500°C. Penurunan kadar zat menguap seiring dengan meningkatnya suhu pirolisis
disebabkan ketidaksempurnaan penguraian senyawa non karbon selama proses pirolisis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hendra dan Darmawan 2000
bahwa besarnya kadar zat menguap ditentukan oleh waktu dan suhu pengarangan. Jika proses pirolisis lama dan suhunya ditingkatkan maka semakin banyak zat
menguap yang terbuang, sehingga akan diperoleh kadar zat menguap yang semakin rendah. Demikian pula menurut Novicio 1998 diacu dalam Pari 2004,
meningkatnya suhu karbonisasi akan menguapkan senyawa volatile yang masih tertinggal terutama ter, hal ini akan menyebabkan jumlah pori yang terbentuk
bertambah banyak. Arang dengan kondisi tersebut mungkin dapat dijadikan sebagai arang aktif dengan permukaan yang tidak lagi ditutupi oleh senyawa polar
sehingga memiliki kemampuan menyerap. Arang yang dihasilkan pada suhu 400°C
– 800°C memiliki nilai kadar zat menguap yang memenuhi Standar Nasional Indonesia Anonim 1995 untuk arang
aktif karena tidak lebih dari 25 .
4.1.3 Kadar abu
Kadar abu merupakan sisa dari pembakaran yang sudah tidak memiliki unsur karbon dan nilai kalor lagi. Nilai kadar abu menunjukkan jumlah sisa dari
akhir proses pembakaran berupa zat – zat mineral yang tidak hilang selama proses
pembakaran. Nilai kadar abu dari arang kulit akasia yang dikarbonisasi pada suhu berbeda dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5 Histogram Kadar Abu Arang Kulit Akasia.
Gambar 5 menunjukkan bahwa kenaikan suhu tidak menyebabkan kenaikan kadar abu atau sebaliknya, tetapi menghasilkan arang dengan nilai kadar
abu yang fluktuatif. Arang yang dihasilkan dari suhu 600°C mengandung kadar abu tertinggi yaitu sebesar 22,64, sedangkan kadar abu terendah dimiliki oleh
arang yang dikarbonisasi pada suhu 800°C yaitu 19,39 Tabel 2. Analisis sidik ragam Lampiran 1.3 menunjukkan bahwa perlakuan suhu berpengaruh sangat
nyata terhadap kadar abu arang yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 2.3 menunjukkan bahwa antara suhu 0
– 300 °C dengan suhu 700°C, respon kadar abu tidak berbeda nyata. Suhu 500°C hingga 600°C juga
memberikan respon yang tidak berbeda nyata, dan respon pada suhu 400°C berbeda nyata dengan suhu lainnya namun tidak berbeda nyata dengan suhu 700
°C. Hasil uji juga menunjukkan arang yang dihasilkan pada suhu 800°C memiliki kadar abu paling rendah dan berbeda nyata dengan suhu lainnya namun tidak
berbeda nyata dengan respon kadar abu pada suhu 400°C. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu 0°C hingga 300°C tidak mengubah kadar abu, dan
peningkatan suhu menjadi 400°C menurunkan kadar abu arang. Peningkatan suhu diatas 400°C mengubah kadar abu, namun penigkatan suhu dari 500°C hingga 600
°C tidak mempengaruhi perubahan kadar abu arang. Sedangkan peningkatan suhu diatas 600°C menurunkan kadar abu arang.
Menurut Sudrajat 1985 peningkatan kadar abu terjadi karena terbentuknya garam
– garam mineral pada saat proses pengarangan yang bila proses tersebut berlanjut akan membentuk partikel
– partikel halus dari garam –
5 10
15 20
25 30
35 40
200 300
400 500
600 700
800
Suhu °C Kadar
Abu