Latar Belakang Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben

kualitas memenuhi standar sangat diperlukan terutama sebagai acuan dalam pembuatan arang aktif. Selain itu arang aktif yang akan dimanfaatkan sebagai penyerap dalam penjernihan air perlu dilihat derajat kristalinitas dan besarnya daya serap arang aktif tersebut terhadap gas atau cairan. Hal ini dilakukan sebagai upaya peningkatan kualitas arang aktif tersebut.

1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui suhu optimum karbonisasi untuk menghasilkan arang yang memenuhi Standar Nasional Indonesia SNI untuk arang aktif. Suhu optimum ini akan digunakan sebagai suhu pembuatan arang aktif secara langsung dari kulit akasia. 2. Mengetahui sifat fisika dan kimia arang aktif kulit akasia dan kemampuannya sebagai adsorben. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Acacia mangium Wild

Di dunia Internasional Acacia mangium dikenal dengan nama brown salwood, black wattle, dan hickory wattle. Sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama tongke hutan, mange hutan dan nak, dan di Malaysia disebut mangium Lemmens et al. 1995. Pohon akasia tumbuh secara alami di Indonesia, yaitu di kepulauan Seram, Aru, dan Irian Jaya. Di Indonesia tanaman A. mangium dikenal dengan nama perdagangan kayu akasia Mandang dan Pandit 1997. Tanaman ini tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai musim kemarau yang basah, pada tempat subur atau kurang subur. Pohon akasia juga memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap variasi kondisi tempat tumbuh, namun lebih menyukai daerah yang tinggi dan kering Lemmens et al. 2002. Lawrence 1951 menerangkan sistematika tanaman akasia adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rosales Famili : Leguminosae Sub Famili : Mimosoidae Genus : Acacia Species : Acacia mangium Wild Saat ini di Indonesia kayu akasia merupakan bahan baku utama dalam industri pulp, kertas, dan MDF, dan bahan bukan kayu yang tidak digunakan serta tersisa yaitu kulit kayu. Jamaludin 2008 menyatakan bahwa pemanfaatan kayu akasia hingga saat ini lebih bervariasi baik untuk kayu serat, kayu pertukangan, maupun kayu energi seperti untuk arang. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjang perluasan pemanfaatan kayu akasia dalam bentuk kayu utuh, partikel, serat, dan turunan kayu seperti kulit kayu. Kandungan lignin yang tinggi terdapat dalam bagian batang yang paling rendah, paling tinggi, paling dalam, cabang kayu lunak, juga dalam kulit kayu Fengel dan Wegener 1995. Kulit kayu akasia memiliki potensi sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan arang dan arang aktif Pari et al. 2000. 2.2 Arang dan Arang Aktif 2.2.1 Arang Arang merupakan residu hitam berbentuk padatan berpori yang mengandung 85-95 karbon, dihasilkan dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatile dari bahan-bahan yang mengandung karbon melalui pemanasan pada suhu tinggi Tryana dan Sarma 2003 Anonim 2008. Komarayati 2007 mendefinisikan bahwa arang adalah residu berwarna hitam hasil pembakaran pada keadaan tanpa oksigen yang mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori, seperti kayu atau bahan biomaterial lainnya. Sebagian pori – pori masih tetap tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain. Komponennya terdiri dari karbon terikat fixed carbon, abu, air, nitrogen dan sulfur. Arang merupakan produk setengah jadi dalam pembuatan arang aktif dan kualitas arang aktif yang dihasilkan di antaranya dipengaruhi oleh kesempurnaan proses pengarangan. Pengarangan merupakan salah satu dari proses termokimia yang dapat mengkonversi biomassa menjadi arang Worasuwannark et al. 2004. Proses pengarangan salah satunya dipengaruhi oleh suhu yang akhirnya akan menentukan kualitas arang yang dihasilkan. Banyaknya arang yang dihasilkan ditentukan oleh komposisi awal biomassa yaitu semakin banyak kandungan zat menguap maka semakin sedikit arang yang dihasilkan karena banyak bagian yang terlepas ke udara Kementrian BUMN 2008 Proses pengarangan ada 4 tahap Sudrajat dan Salim 1994 , yaitu : 1. Pada suhu 100 – 120 °C terjadi penguapan air dan sampai suhu 270°C mulai terjadi penguapan selulosa. Destilat yang dihasilkan mengandung asam organik dan sedikit metanol. 2. Pada suhu 270 - 310 °C reaksi eksotermik berlangsung, terjadi penguraian selulosa secara intensif menjadi larutan pirolignat, gas, kayu, dan sedikit ter. Asam pirolignat merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti asam cuka dan metanol, sedangkan gas kayu terdiri atas CO dan CO 2 .