Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa Tahun 2013

(1)

KERJA PUSKESMAS LAGUBOTI KECAMATAN LAGUBOTI

KABUPATEN TOBASA TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH: Oswal Panjaitan

NIM 091000262

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KERJA PUSKESMAS LAGUBOTI KECEMATAN LAGUBOTI

KABUPATEN TOBASA TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

OSWAL PANJAITAN 091000262

PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

(4)

Penyakit Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis Paru batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas. Faktor pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang faktor lingkungan fisik rumah mempunyai pengaruh yang besar terhadap kejadian penyakit Tuberkulosis. Lingkungan yang kurang baik sebagai salah satu reservoir atau tempat baik dalam menularkan penyakit menular seperti penyakit Tuberkulosis.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik dan perilaku mengenai lingkungan fisik rumah terhadap kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa.

Jenis penelitian ini merupakan survei case control. Populasi berjumlah 5427 keluarga, jumlah sampel 37 orang yaitu keseluruhan jumlah penderita TB Paru yang ada di wilayah kerja puskesmas Laguboti dan 37 sampel kontrol dan dipilih dengan pembatasan tertentu sesuai dengan umur dan juga jenis kelamin penderita TB Paru.

Data karakteristik (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan), pengetahuan sikap, dan tindakan diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data yang sesudah dikumpulkan dianalisis dengan uji Chi-Square.

Hasil penelitian diketahui bahwa secara statistik Analisis data dengan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%, menunjukkan variabel pendidikan(p=0,001), pekerjaan (p=0,001), penghasilan (p=0,001), pengetahuan (p=0,001), sikap (p=0,001) dan tindakan (p=0,040) juga faktor lingkungan fisik rumah (p=0,001), penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna atau signifikan antara pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai faktor lingkungan fisik rumah terhadap kejadian Tuberkulosis Paru dan penularannya yang dipengaruhi lingkungan fisik rumah.

Karakteristik dan perilaku berhubungan terhadap kejadian TB paru, oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan untuk perubahan perilaku mengenai lingkungan fisik rumah agar kasus Tb paru dapat dicegah kejadiannya.

Kata Kunci : Karakteristik, Perilaku, Kondisi Lingkungan Fisik Rumah, Tuberkulosis Paru


(5)

bacteria (Mycobacterium tuberculosa) which transmitted through the air (droplet nuclei) when the Pulmonary Tuberculosis patient coughed and spread saliva contained of bacteria were inhaled by others when breathing. People’s knowledge, attitude and behavior about physical environment of a house have a big influence on tuberculosis disease incidence. Unfavorable environment was a reservoir of infectious diseases such as tuberculosis.

The study was intended to determine the relation between characteristic and behavior of house physical environment on pulmonary tuberculosis incidence in Laguboti Health Center, sub district Laguboti, Tobasa.

This study was a case-control survey. The population was 5427 families, sample was 37 peoples whole number of TB patients in the region work of Laguboti health center, and 37 control samples were selected with certain restrictions based on age and sex of patient with pulmonary TB. Data characteristic (education, occupation, and income), knowledge, attitude, and action obtained through interview using questionnaires. Collected data were analyzed by Chi - Square test.

Study’s results showed that the statistical analysis of the data by chi square test at 95% confidence level, variabel education (p = 0.001), occupation (p = 0.001), income (p = 0.001), knowledge (p = 0.001), attitude (p = 0.001) and action (p = 0.040) was also the home of physical environmental factors (p = 0.001), the study showed there was a significant relationship between education, occupation, income, knowledge, attitudes and actions of the public regarding to the housing physical environment factors on Pulmonary Tuberculosis incidence and its transmission were influenced by the physical environment of house.

Characteristic and behavior related to the incidence of Tuberculosis there are necessary coaching to change behavior on the physical environment so that cases can be prevented occurence of pulmomary Tuberculosis.

Keywords : Characteristic, Behavior, House Pysical Environmental, Pulmonary Tuberculosis


(6)

Nama : Oswal Panjaitan

NIM : 091000262

Alamat : Jl. Ngumban Surbakti Gg. Sedap Malam X No. 105 A

Telp/HP : 081375766454

Peminatan : Pendidikan Kesahatan dan Ilmu Perilaku Nama Dosen PA : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes

Nama Dosen Pembimbing : 1. Drs. Tukiman, MKM 2. dr. Taufik Ashar, MKM Tanggal Mulai Bimbingan : 20 Agustus 2012

Tanggal Seminar Proposal : 04 Februari 2013 Tanggal Ujian Skripsi :

Medan, Desember 2013


(7)

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa Tahun 2013”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagi pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : Drs. Tukiman MKM selaku pembimbing I (satu) dan dr. Taufik Ashar, MKM selaku pembimbing II (dua) yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Drs.Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademis yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada saya selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

5. Dr. Rajaipan O. Sinurat. M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tobasa yang telah memberi izin penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Dr. Tommy Siahaan selaku Kepala Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa yang telah memberi izin penelitian dan masukan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Orang tua, adik dan keponakan yang telah memberi motivasi serta dukungan doa kepada saya untuk melanjutkan pendidikan dan menyelesaikan skripsi ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa dan staf Puskesmas Sigumpar Kecamatan Sigumpar yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini hingga selesai.

Kiranya Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan kasih karuniaNya kepada semua fihak yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehinggga membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya materi skripsi ini.

Medan, Januari 2014


(9)

Halaman Halaman Pengesahan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalahan ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Perilaku ... 8

2.1.1 Definisi ... 8

2.1.2 Pengetahuan (Knowledge) ... 9

2.1.3 Sikap (Attitude) ... 10

2.1.4 Praktek atau Tindakan (Practise) ... 11

2.2 Tuberkulosis Paru ... 12

2.2.1 Definisi ... 12

2.2.2 Penyebab Tuberkulosis ... 13

2.2.3 Gejala-gejala Tuberkulosis ... 13

2.2.4 Penemuan Pasien Tuberkulosis ... 14

2.2.5 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien Tuberkulosis Paru ... 15

2.2.6 Cara Penularan Tuberkulosis ... 17

2.2.7 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tuberkulosis Paru ... 21

2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Pencegahan Tuberkulosis Paru ... 23


(10)

3.1 Jenis Penelitian ... 27

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 27

3.2.2 Waktu Penelitian ... 27

3.3 Populasi dan Sampel ... 27

3.3.1 Populasi ... 27

3.3.2 Sampel ... 28

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 28

3.4.1 Data Primer ... 28

3.4.2 Data Sekunder ... 28

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 28

3.5.1 Variabel Penelitian... 28

3.5.2 Definisi Operasinal ... 29

3.6 Metode Pengukuran ... 30

3.6.1 Pengukuran Pengetahuan ... 30

3.6.2 Pengukuran Sikap ... 30

3.6.3 Pengukuran Tindakan ... 31

3.7 Metode Pengolahan Data dan Analisa Data ... 31

3.7.1 Pengolahan Data ... 31

3.7.2 Analisa Data... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 33

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitiaan ... 33

4.2 Analisis Univariat ... 34

4.2.1 Karakteristik dan Faktor Perilaku Masyarakat mengenai Lingkungan Fisik Rumah terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru ... 34

4.2.2.1.1 Karakteristik Responden ... 34

4.2.2.1.2 Pengetahuan Masyarakat Mengenai Lingkungan Fisik Rumah terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru ... 37

4.2.2.1.3 Sikap Masyarakat tentang Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Tuberkulosis Paru ... 39


(11)

4.3 Analisis Bivariat ... 44

4.3.1 Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru ... 44

BAB V PEMBAHASAN ... 48

5.1 Hubungan Karakteristik dan Perilaku mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru ... 48

5.5.1 Hubungan Pendidikan mengenai Faktor Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru . 48 5.1.2 Hubungan Pekerjaan Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru ... 49

5.1.3 Hubungan Penghasilan Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru ... 50

5.1.4 Hubungan Pengetahuan Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru ... 51

5.1.5 Hubungan Sikap Masyarakat mengenai Faktor Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru ... 53

5.1.6 Hubungan Tindakan Masyarakat Tentang Faktor Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru ... 54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

6.1 Kesimpulan ... 56

6.2 Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Master Data

Lampiran 3. Surat Balasan Penelitian Lampiran 4. SK Dosen Pembimbing


(12)

No Judul Halaman 4.1. Distribusi Responden Kasus Berdasarkan Pendidikan di Wilayah

Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti ... 34 4.2. Kategori Tingkat Pendidikan Masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti ... 34 4.3. Distribusi Responden Kasus Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah

Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti ... 35 4.4. Kategori Pekerjaan Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas

Laguboti Kecamatan Laguboti ... 35 4.5. Distribusi Responden Kasus Berdasarkan Penghasilan di Wilayah

Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti ... 36 4.6. Kategori Pekerjaan Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas

Laguboti Kecamatan Laguboti ... 36 4.7. Distribusi Pengetahuan Responden Kasus mengenai Faktor

Lingkungan Fisik Rumah terhadap Tuberkulosis Paru ... 37 4.8. Kategori Pengetahuan Masyarakat tentang Faktor Lingkungan

Fisik Rumah terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru ... 39 4.9. Distribusi Sikap Masyarakat Mengenai Faktor Lingkungan Fisik

Rumah Terhadap Tuberkulosis Paru. ... 40 4.10. Distribusi Sikap Masyarakat mengenai Faktor Lingkungan Fisik

Rumah terhadap Tuberkulosis Paru ... 41 4.11. Kategori Sikap Masyarakat mengenai Faktor Lingkungan Fisik

Rumah terhadap Tuberkulosis Paru ... 41 4.12. Distribusi Tindakan Masyarakat mengenai Faktor Lingkungan

Fisik Rumah terhadap Tuberkulosis Paru ... 42 4.13. Kategori Tindakan Masyarakat mengenai Faktor Lingkungan


(13)

4.15. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Masyarakat Mengenai Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Kejadian


(14)

No Judul Halaman 2.1. Kerangka Konsep ... 25


(15)

Penyakit Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis Paru batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas. Faktor pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang faktor lingkungan fisik rumah mempunyai pengaruh yang besar terhadap kejadian penyakit Tuberkulosis. Lingkungan yang kurang baik sebagai salah satu reservoir atau tempat baik dalam menularkan penyakit menular seperti penyakit Tuberkulosis.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik dan perilaku mengenai lingkungan fisik rumah terhadap kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa.

Jenis penelitian ini merupakan survei case control. Populasi berjumlah 5427 keluarga, jumlah sampel 37 orang yaitu keseluruhan jumlah penderita TB Paru yang ada di wilayah kerja puskesmas Laguboti dan 37 sampel kontrol dan dipilih dengan pembatasan tertentu sesuai dengan umur dan juga jenis kelamin penderita TB Paru.

Data karakteristik (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan), pengetahuan sikap, dan tindakan diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data yang sesudah dikumpulkan dianalisis dengan uji Chi-Square.

Hasil penelitian diketahui bahwa secara statistik Analisis data dengan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%, menunjukkan variabel pendidikan(p=0,001), pekerjaan (p=0,001), penghasilan (p=0,001), pengetahuan (p=0,001), sikap (p=0,001) dan tindakan (p=0,040) juga faktor lingkungan fisik rumah (p=0,001), penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna atau signifikan antara pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai faktor lingkungan fisik rumah terhadap kejadian Tuberkulosis Paru dan penularannya yang dipengaruhi lingkungan fisik rumah.

Karakteristik dan perilaku berhubungan terhadap kejadian TB paru, oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan untuk perubahan perilaku mengenai lingkungan fisik rumah agar kasus Tb paru dapat dicegah kejadiannya.

Kata Kunci : Karakteristik, Perilaku, Kondisi Lingkungan Fisik Rumah, Tuberkulosis Paru


(16)

bacteria (Mycobacterium tuberculosa) which transmitted through the air (droplet nuclei) when the Pulmonary Tuberculosis patient coughed and spread saliva contained of bacteria were inhaled by others when breathing. People’s knowledge, attitude and behavior about physical environment of a house have a big influence on tuberculosis disease incidence. Unfavorable environment was a reservoir of infectious diseases such as tuberculosis.

The study was intended to determine the relation between characteristic and behavior of house physical environment on pulmonary tuberculosis incidence in Laguboti Health Center, sub district Laguboti, Tobasa.

This study was a case-control survey. The population was 5427 families, sample was 37 peoples whole number of TB patients in the region work of Laguboti health center, and 37 control samples were selected with certain restrictions based on age and sex of patient with pulmonary TB. Data characteristic (education, occupation, and income), knowledge, attitude, and action obtained through interview using questionnaires. Collected data were analyzed by Chi - Square test.

Study’s results showed that the statistical analysis of the data by chi square test at 95% confidence level, variabel education (p = 0.001), occupation (p = 0.001), income (p = 0.001), knowledge (p = 0.001), attitude (p = 0.001) and action (p = 0.040) was also the home of physical environmental factors (p = 0.001), the study showed there was a significant relationship between education, occupation, income, knowledge, attitudes and actions of the public regarding to the housing physical environment factors on Pulmonary Tuberculosis incidence and its transmission were influenced by the physical environment of house.

Characteristic and behavior related to the incidence of Tuberculosis there are necessary coaching to change behavior on the physical environment so that cases can be prevented occurence of pulmomary Tuberculosis.

Keywords : Characteristic, Behavior, House Pysical Environmental, Pulmonary Tuberculosis


(17)

1.1 Latar Belakang

Dalam UU Kesehatan No 36 tahun 2009, setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan juga memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau serta bertanggungjawab menentukan pelayanan kesehatan. Menurut Hendrik L. Blum derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.

Disamping berpengaruh langsung pada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal, bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula (Notoatmodjo, 2008). Permasalahan yang dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia umumnya adalah kondisi sanitasi lingkungan yang jauh dari memenuhi syarat kesehatan, perilaku masyarakat yang kurang mendukung upaya kesehatan dan juga akses terhadap pelayanan kesehatan yang kurang.

Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit menular langsung yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Menurut WHO pada tahun 1995, di dunia setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru Tuberkulosis dengan kematian 3 juta orang. Di negara-negara berkembang kematian penderita Tuberkulosis merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita Tuberkulosis dan 98% kematian akibat Tuberkulosis di dunia berada


(18)

di negara berkembang, 75% penderita Tuberkulosis adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun) (Depkes RI, 2008).

Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Badan Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4). Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Pada tahun 1995, program penanggulangan TB mulai menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse Chemotherapy) yang difokuskan kepada penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB sehingga akan memutuskan penularan TB dan demikian akan menurunkan insidens TB di masyarakat dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh unit pelayanan kesehatan terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI, 2008).

Menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, di Indonesia Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Hasil Survei Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa prevalensi TB BTA positif 110 per 100.000 penduduk. Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (2009), di Sumatera Utara jumlah kasus TB Paru tahun 2008 BTA positif sebanyak 14.158


(19)

orang, dengan cakupan kesembuhan 93,5%. Tahun 2009 jumlah kasus TB Paru BTA Positif sebanyak 10.219 orang dengan cakupan 92,9%, di mana jumlah kasus penderita Tuberkulosis Paru di tingkat propinsi terus berkurang.

Dari data register Tuberkulosis Paru Dinas Kesehatan Kabupaten Tobasa tahun 2011, jumlah penderita baru Tuberkulosis Paru 191 kasus meningkat 2 kasus dari jumlah penderita Tuberkulosis Paru tahun 2010 sebanyak 189 kasus (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tobasa, 2011). Di wilayah kerja Puskesmas Laguboti kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa pada tahun 2011 dari 18539 penduduk, pada tahun 2010 terdapat 19 kasus, dan pada tahun 2011 sebanyak 18 kasus (Profil Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa, 2010).

Meski jumlah penderitanya terus berkurang baik ditingkat propinsi maupun kabupaten, akan tetapi masih ada beberapa daerah yang jumlah kasus penderita TB Parunya meningkat, salah satunya di daerah Kabupaten Tobasa. Tuberculosis (TBC) di Indonesia masih tetap dianggap sebagai ancaman serius. Ada banyak tantangan dalam penanggulangannya, termasuk resistensi atau kekebalan kuman TBC terhadap obat. Kuman yang kebal terhadap minimal 2 obat TBC yakni Isoniazid (INH) dan

Rifampicin disebut sebagai Multiple Drug Resistance (MDR) TBC. Kadang-kadang MDR-TBC disertai juga dengan resistensi obat TBC lini pertama lainnya termasuk

Ethambutol, Streptomycin dan Pirazinamide. Ternyata ditemukan kumannya juga sudah kebal terhadap obat lini kedua, maka istilahnya menjadi Extensive Drug Resistance (XDR) TBC. XDR TBC ditandai dengan kekebalan kuman TBC terhadap obat TBC lini kedua yakni golongan Floroquinolon. Kekebalan terhadap


(20)

seperti Kanamycin, Amikasin dan Capreomycin. Salah satu faktor penyebab kuman menjadi resisten adalah pengobatan yang tidak tuntas, sehingga kuman yang belum benar-benar mati akan membentuk sistem kekebalan baru. Akibatnya ketika diberi obat yang sama, kuman itu sudah tidak mempan lagi.

Kebijakan yang telah dilaksanakan Puskesmas Laguboti dalam rangka mencegah penularan penyakit Tuberkulosis Paru pada tahun 2010 dan tahun 2011, selain pencarian kasus, pemeriksaan kontak, pemeriksaan suspek penderita TB Paru dengan pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnosa, penyuluhan, kampanye TB Paru dan pengobatan penderita TB Paru juga penyuluhan tentang sanitasi perumahan telah dilaksanakan melalui program promosi kesehatan.

Dilihat dari kondisi faktor lingkungan fisik rumah, pada tahun 2010 di wilayah kerja Puskesmas terdapat 37,1% rumah yang tidak memenuhi persyaratan dari rumah yang diperiksa. Hal ini juga terlihat pada Survei awal yang dilakukan penulis masih ditemukan bangunan perumahan terbuat dari kayu dan anyaman bambu dengan lantai tanah. Sistem pencahayaan berasal dari jendela yang ukuran luasnya tidak sesuai dengan luas ruangan dan tertutupi oleh pohon di sekitar rumah dan sirkulasi udara juga tidak berjalan baik dikarenakan sering jendela tertutup ketika penghuninya pergi bekerja.

Faktor perilaku penderita terhadap lingkungan juga mempunyai pengaruh besar terhadap penularan penyakit Tuberkulosis Paru selain faktor lingkungan. Sumber penularan penyakit Tuberkulosis Paru adalah penderita dengan BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000


(21)

percikan dahak. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut (Depkes RI, 2006).

Penderita penyakit Tuberkulosis Paru perlu dibekali pengetahuan agar tidak menjadi sumber penularan terhadap orang lain yang sehat, karena setiap satu BTA positif menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17% (Widoyono, 2005).

Penelitian Lumbantobing (2009), menunjukkan bahwa makin rendah pengetahuan masyarakat tentang bahaya penyakit Tuberkulosis Paru makin besar pula bahaya yang ditimbulkan bagi keluarga maupun orang-orang disekitarnya baik dirumah maupun di tempat pekerjaannya. Sehingga permasalahan Tuberkulosis Paru menjadi lebih besar dan luas.

Determinan penyakit TB Paru adalah kependudukan dan faktor lingkungan. Kependudukan meliputi jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi kepadatan, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban (Achmadi, 2005).

Penelitian Siregar (2006), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kondisi fisik perumahan yang meliputi kelembaban, lantai, ventilasi, dan kepadatan hunian dalam rumah dengan kejadian penyakit TB Paru.

Melihat latar belakang dan kondisi diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan karakteristik dan perilaku menegenai lingkungan fisik rumah terhadap kejadian TB Paru di wilayah kerja puskesmas Laguboti kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa tahun 2013”.


(22)

1.2 Perumusan Masalah

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tobasa dan Puskesmas Laguboti bahwa kegiatan pencegahan Tuberkulosis Paru telah dilaksanakan, akan tetapi kasus baru penderita Tuberkulosis Paru, default (putus obat) maupun gagal masih ada,dimana dari data yang di peroleh dari data registrasi Puskesmas Laguboti kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa pada tahun 2011 dari 18539 penduduk, pada tahun 2010 terdapat 19 kasus, dan pada tahun 2011 sebanyak 18 kasus (Profil Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa, 2011).

Maka perlu diketahui pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat serta faktor karakteristik yang meliputi penghasilan, pendidikan, dan pekerjaan terhadap kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Laguboti sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengobatan dan pencegahan penularan Tuberkulosis Paru.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan perilaku dan karakteristik terhadap kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan karakteristik responden meliputi : umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.


(23)

2. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan masyarakat terhadap kejadian Tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa.

3. Untuk mengetahui hubungan sikap masyarakat terhadap kejadian Tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa.

4. Untuk mengetahui hubungan tindakan masyarakat terhadap kejadian Tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa.

5. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang Tuberkulosis Paru dan penularannya yang dipengaruhi faktor karakterisrik di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pemberantasan penyakit menular dan promosi kesehatan di Puskesmas Laguboti Kecamatan

Laguboti Kabupaten Tobasa.

2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan penulis dalam melaksanakan tugas. 3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat dalam rangka menambah pengetahuan


(24)

2.1 Perilaku 2.1.1 Definisi

Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri yang mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, bahkan kegiatan internal seperti berpikir, persepsi dan emosi (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Menurut Becker (1979), perilaku kesehatan berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi dan sebagainya.

Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatar belakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pemungkin (enambling factors) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.


(25)

c. Faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors) meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan juga undang-undang dan peraturan.

Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor pokok tersebut.

Menurut Benyamin Bloom (1908), membagi perilaku ke dalam tiga domain pendidikan yang terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, ketiga domain ini diukur dari pengetahuan, sikap dan tindakan.

2.1.2 Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil tahu setelah adanya penginderaan terhadap suatu objek dan sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang. Penelitian Rogers (1974), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik), terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang), terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial (memcoba), dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.


(26)

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif akan bersifat langgeng. Hal yang penting dalam perilaku adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku, karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan.

Teori Stimulus Organisme (S-O-R) mendasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi, misalnya kepemimpinan, gaya berbicara, kredibilitas, sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat.

2.1.3 Sikap (Attitude)

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup suatu stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Allport (1954), menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok : a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).


(27)

Ketiga komponen ini membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni ; 1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek. 2. Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti menerima ide tersebut.

3. Menghargai

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah sikap yang paling tinggi.

2.1.4 Praktek atau Tindakan (Practise)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior) sehingga diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan dukungan berbagai pihak.


(28)

Tingkatan-tingkat tindakan : 1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah praktek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

2.2 Tuberkulosis Paru 2.2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas (Widoyono, 2008).


(29)

2.2.2 Penyebab Tuberkulosis

Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa. Ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Hasil penemuan ini diumumkan di Berlin pada tanggal 24 Maret 1882 dan tanggal 24 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai hari Tuberkulosis.

Karakteristik kuman Mycobacterium Tuberculosa adalah mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob.

Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100ºC selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60ºC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam (Widoyono, 2008). 2.2.3 Gejala-gejala Tuberkulosis

Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru menurut Depkes RI (2008), adalah : Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.


(30)

Batuk berdarah. Sesak napas. Badan lemas.

Nafsu makan menurun.

Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik. Demam meriang lebih dari satu bulan.

Dengan strategi yang baru (DOTS, Directly Observed Treatment Shortcourse) gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus-menerus selama tiga minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis (Widoyono, 2008).

2.2.4 Penemuan Pasien Tuberkulosis

1. Penemuan Pasien Tuberkulosis pada Orang Dewasa

Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.

Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan Tuberkulosis. Penemuan dan penyembuhan pasien Tuberkulosis menular secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat Tuberkulosis.

Strategi penemuan pasien Tuberkulosis dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun


(31)

masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien Tuberkulosis. Pemeriksaan terhadap kontak pasien Tuberkulosis, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menunjukan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

2. Penemuan Pasien Tuberkulosis pada Anak

Diagnosis Tuberkulosis pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis Tuberkulosis anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor yang dilakukan dokter dengan parameter : kontak Tuberkulosis, uji tuberkulin, berat badan/keadaan gizi, demam tanpa sebab jelas, batuk, pembesaran kelenjar limpe, koli, aksila, inguinal, pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang, foto thoraks (Depkes RI, 2008).

2.2.5 Klasifikasi Penyakit dan Tipe PasienTuberkulosis Paru 1. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru

Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru berdasarkan pemeriksaan dahak menurut Depkes RI (2008), dibagi dalam :

a. Tuberkulosis paru BTA positif.

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 2) 1 (satu) spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

3) 1 (satu) spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tuberkulosis positif.


(32)

4) 1 (satu) atau lebih spesimen dahak hasinya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberkulosis paru BTA negatif.

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis paru BTA positif. Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi :

1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif.

2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran Tuberkulosis. 3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. 2. Tipe Pasien Tuberkulosis Paru

Klasifikasi pasien Tuberkulosis Paru berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :

a. Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b. Kambuh (Relaps)

Adanya pasien Tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

c. Pengobatan setelah putus berobat (Default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.


(33)

d. Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

e. Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register Tuberkulosis lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f. Lain-lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.2.6 Cara Penularan Tuberkulosis

Penularan penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacteriun tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas. Sumber penularan adalah pasien Tuberkulosis paru BTA positif, bila penderita batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah pembuluh limfe atau langsung ke organ terdekat. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan (Widoyono, 2008).

Lingkungan yang kurang baik sebagai salah satu reservoir atau tempat baik dalam menularkan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis. Menurut Azwar (1990), peranan faktor lingkungan sebagai predisposing artinya berperan dalam


(34)

menunjang terjadinya penyakit pada manusia, misalnya sebuah keluarga yang berdiam dalam suatu rumah yang berhawa lembab dalam daerah yang endemis terhadap penyakit Tuberkulosis.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.

Menurut Depkes RI (2008), risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien Tuberkulosis paru dengan BTA positif memberikan risiko penularan lebih besar dari pasien Tuberkulosis Paru dengan BTA negatif.

Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular Tubekulosis adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah) (Widoyono, 2008).

Angka risiko penularan infeksi Tuberkulosis setiap ditunjukan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi Tuberkulosis selama satu tahun. ARTI di Indonesia sebesar 1-3% yang berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang terinfeksi Tuberkulosis. Setengah dari mereka BTA-nya akan positif (0,5%) (Depkes RI, 2008).

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien Tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi Tuberkulosis menjadi sakit Tuberkulosis. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika


(35)

terjadi infeksi penyerta (oportunity), seperti Tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian (Depkes RI, 2008).

Menurut Amin, Alsagaf dan Saleh, faktor-faktor yang erat hubungannya dengan infeksi basil Tuberkulosis adalah :

1. Harus ada sumber penularan

2. Jumlah basil yang mempunyai kemampuan mengadakan terjadinya infeksi, cukup banyak dan terus menurus.

3. Virulensi (keganasan) basil.

4. Daya tahan tubuh yang menurun sehingga memungkinkan basil Tuberkulosis berkembang biak.


(36)

Menurut Depkes RI (2008), faktor risiko kejadian Tuberkulosis, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut:

Bagan 2.1

Faktor Risiko Kejadian Tuberkolosis Paru

transmisi

● Diagnosis tepat

Jumlah kasus TB BTA+ dan cepat

Faktor lingkungan : Risiko menjadi TB bila ● Pengobatan tepat

■ Ventilasi dengan HIV : dan lengkap

■ Kepadatan ● 5-10% setiap tahun ● Kondisi kesehatan

■ Dalam ruangan ● >30% lifetime mendukung Faktor Perilaku

10%

Kosentrasi Kuman ■ Keterlambatan diagnosis

Lama Kontak dan pengobatan

■ Malnutrisi ■ Tatalaksana tak memadai

■ Penyakit DM, ■ Kondisi kesehatan Immuno-supresan

● Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati

SEMBUH

HIV (+)

MATI

TB

INFEKSI

TERPAJAN


(37)

Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun akan : 50% meninggal

25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

Sumber: Depkes RI, (2008). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2.2.7 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tuberkulosis Paru

Upaya pencegahan adalah upaya kesehatan yang dimaksudkan agar setiap orang terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan dapat mencegah terjadinya penyebaran penyakit.

Tujuannya adalah untuk mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit yaitu penyebab penyakit (agent), manusia atau tuan rumah (host) dan faktor lingkungan (environment).

Pencegahan Tuberkulosis yang utama bertujuan memutus rantai penularan yaitu menemukan pasien Tuberkulosis paru dan kemudian mengobatinya sampai benar-benar sembuh.

Cara pencegahan dan pemberantasan Tuberkulosis secara efektif diuraikan sebagai berikut :

1. Melenyapkan sumber infeksi, dengan : a. Penemuan penderita sedini mungkin.

b. Isolasi penderita sedemikian rupa selama masih dapat menularkan. c. Segara diobati.


(38)

3. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit Tuberkulosis paru. Untuk memberantas penyakit Tuberkulosis paru kita harus mampu mempengaruhi unsur-unsur seperti manusia, perilaku dan lingkungan serta memperhitungkan interaksi dari ketiga unsur tersebut.

Menurut Rajagukguk (2008), yang mengutip penelitian Entjang keberhasilan usaha pemberantasan Tuberkulosis paru juga tergantung pada :

a. Keadaan sosial ekonomi rakyat.

Makin buruk keadaan sosial ekonomi masyarakat, sehingga nilai gizi dan sanitasi lingkungan jelek, yang mengakibatkan rendahnya daya tahan tubuh mereka sehingga mudah menjadi sakit bila tertular Tuberkulosis.

b. Kesadaran berobat si penderita

Kadang-kadang walaupun penyakitnya agak berat si penderita tidak merasa sakit, sehingga tidak mau mencari pengobatan.

c. Pengetahuan penderita, keluarga dan masyarakat pada umumnya tentang penyakit Tuberkulosis.

Makin rendah pengetahuan penderita tentang bahaya penyakit Tuberkulosis untuk dirinya, keluarga dan masyarakat sekitarnya makin besar pula bahaya si penderita sebagai sumber penularan penyakit, baik dirumah maupun tempat pekerjaannya untuk keluarga dan orang disekitarnya.


(39)

2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Pencegahan Tuberkulosis Paru

1. Umur

Dalam menurunkan angka kejadian TB Paru, sangat dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk mendukung program yang dilaksanakan pemerintah. Partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan adalah dimana Individu, keluarga, maupun masyarakat umum ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga maupun kesehatan masyarakat. Sebagian besar penderita TB Paru adalah penduduk pada kelompok usia produktif, sehingga perlu dilakukan penanggulangan secara intensif sebagai bagian daripembangunan kesehatan khususnya peningkatan derajat kesehatan pada kelompok usia produktif (Depkes RI, 2008).

Gunarsa (1991), menyatakan bahwa usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia semakn berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya akan semakin membaik, karena usia yang semakin tua, maka semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap tetang pelayanan kesehatan. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional daripada mereka yang berpendidikan rendah, lebuk kreatif dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan, dan juga lebih dapat mmenyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial, dengan


(40)

demikian faktor pendidikan yang rendah menyebabkan masyarakatt berperilaku yang buruk dalam kehidupannya sehingga lebih banyak menderita Tuberkulosis Paru dibandingkan mereka yang berpendidikan tinggi (Purwoko, 2000).

3. Pekerjaan

Masyarakat yang bekerja umumnya merasakan pentingnya menjaga kesehatan individu maupun keluarga untuk tetap dapat hidup secara sehat dan tetap dapat melaksanakan aktivitas sesuai pekerjaan yang dimilikinya. Dalam kondisi demikian kepedulian mereka terhadap program yang dikembangkan atau dilaksanakan pemerintah dilingkingan tempat tinggalnya lebih baik dibandingakan dengan masyarakat yang tidak bekerja.

4. Penghasilan

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru (Depkes, 2000).


(41)

2.4. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Kejadian Tuberkulosis Paru dapat di pengaruhi oleh berbagai faktor-faktor : 1. Faktor Perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan.

2. Faktor Karekteristik yang meliputi pendidikan, pekerjaan, penghasilan.

Kedua faktor ini merupakan faktor penyebab langsung terjadinya TB paru di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti, Kabupaten Tobasa.

Faktor perilaku : - Pengetahuan - Sikap

- Tindakan

Kejadian Tuberkulosis Paru

Karakteristik : - Pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan


(42)

2.6.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian sebagai berikut:

Ha : Ada hubungan karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai lingkungan fisik rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti.

Ho : Tidak ada hubungan karakteristik dan pengetahuan, sikap, tindakan mengenai lingkungan fisik rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti.


(43)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian menggunakan metode survei yang bersifat analitik dengan desain case control study yaitu untuk mengetahui faktor resiko atau masalah kesehatan yang diduga memiliki hubungan erat dengan kejadian penyakit Tuberkulosis Paru yang terjadi di masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa yang terdiri dari 24 Desa.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah dilaksanakan pada bulan Juli 2013. 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

a. Populasi Kasus adalah seluruh kasus Tuberkulosis Paru di wilayah kerja puskesmas Laguboti selama periode 2010 dan 2011 yang tercatat pada rekam medis sebanyak 37 orang.

b. Populasi Kontrol adalah seluruh masyarakat yang tidak menderita Tuberkulosis Paru yang merupakan tetangga penderita.


(44)

3.3.2 Sampel

Sampel Kasus dalam penelitian ini adalah keseluruhan jumlah penderita TB Paru yang ada di wilayah kerja Puskesmas Laguboti.

Sampel Kontrol dalam penelitian ini dipilih dengan cara purvosive sampling

yakni sampel dipilih dengan pembatasan tertentu sesuai dengan umur dan juga jenis kelamin penderita Tuberkulosis Paru

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

a. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara kepada penderita Tuberkulosis Paru dan tetangga yang bertempat tinggal disekitarnya dengan menggunakan kuesioner.

b. Melakukan observasi dan pengukuran terhadap lingkungan fisik rumah penderita Tuberkulosis Paru dan tetangga yang bertempat tinggal di sekitarnya.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari register Tuberkulosis Paru Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti di wilayah penelitian tahun 2010 dan tahun 2011.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang faktor lingkungan fisik rumah. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian Tuberkulosis Paru. Faktor perilaku dan juga faktor karekteristik merupakan variabel pendukung penyebab kejadian Tuberkulosis Paru.


(45)

3.5.2 Definisi Operasinal

1. Penderita Tuberkulosis Paru adalah orang yang menderita penyakit Tuberkulosis Paru yang terdaftar dalam register TB Paru di Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti tahun 2010 dan 2011.

2. Pendidikan adalah tingkat/jenjang pendidikan formal yang terakhir ditamatkan oleh responden penderita Tuberkulosis Paru mulai dari SR/SD sampai dengan Perguruan Tinggi.

3. Pekerjaan adalah sumber mata pencarian yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup responden, yang di kelompokkan menjadi dua yaitu :

Sektor Formal, Sektor Informal.

4. Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil pekerjaan utama maupun tambahan (dalam rupiah) yang dikategorikan berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Tobasa = Rp. 1.050.000,- yang dikategorikan :

1. Rendah (< Rp. 1.050.000,-)

2. Sedang (Rp. 1.050.000,- – Rp.2.000.000) 3. Tinggi (> Rp.2.000.000,-)

5. Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh responden tentang penyakit Tuberkulosis Paru dan faktor-faktor penyebabnya.

6. Sikap adalah cara responden memandang sesuatu hal yang telah diketahuinya tentang penyakit Tuberkulosis Paru.


(46)

7. Tindakan adalah perlakuan atau kegiatan yang dilakukan responden sebagai respon dari apa yang diketahuinya tentang penyakit Tuberkulosis Paru.

3.6 Metode Pengukuran

Untuk mengukur variabel pengetahuan, sikap dan tindakan pada penelitian ini didasarkan pada jawaban responden dari semua pertanyaan yang diberikan digunakan skala likert (Sugiono, 2007).

3.6.1 Pengukuran Pengetahuan

Dari pertanyaan pengetahuan 1-17 mempunyai nilai jawaban, jika menjawab a diberi skor = 2, jika responden menjawab b diberi skor = 1 dan jika responden menjawab c diberi skor = 0, sehingga didapat skor tertinggi adalah 34. Selanjutnya akan dikategorikan baik, sedang dan kurang dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pengetahuan baik jika jawaban responden nilainya > 75 % dari total skor

jawaban pada kuesioner atau skor >26.

b. Pengetahuan sedang jika jawaban responden nilainya 40%-75 % dari total skor jawaban pada kuesioner atau skor 14-26.

c. Pengetahuan kurang jika jawaban responden nilainya <40% dari total skor jawaban pada kuesioner atau skor < 14.

3.6.2 Pengukuran Sikap.

Dari pertanyaan sikap 1-10 mempunyai nilai jawaban, jika responden menjawab setuju (a) akan diberi skor = 2, jika responden menjawab kurang setuju (b) akan diberi skor = 1 dan jika responden menjawab tidak setuju (c) maka diberi skor = 0, sehingga didapat skore tertinggi adalah 22. Selanjutnya akan dikategorikan baik, sedang dan kurang, dengan ketentuan sebagai berikut :


(47)

a. Sikap baik jika jawaban responden nilainya > 75 % dari total skor jawaban pada kuesioner = skor > 16

b. Sikap sedang jika jawaban responden nilainya 40 – 75 % dari total skor jawaban pada kuesioner = skor 7 – 16.

c. Sikap kurang jika jawaban responden nilainya <40 % dari total skor jawaban pada kuesioner = skor < 7.

3.6.3 Pengukuran Tindakan

Dari pertanyaan 1-10 mempunyai nilai jawaban, jika responden menjawab a akan diberi skor = 2, jika responden menjawab b akan diberi skor = 1 dan jika responden menjawab c maka diberi skor 0. Sehingga di dapat skor tertinggi adalah 20. Selanjutnya akan dikategorikan baik, sedang dan kurang. Dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Tindakan baik jika jawaban responden nilainya > 75 % dari total skor jawaban pada kuesioner atau skor >15.

b. Tindakan sedang jika jawaban responden nilainya 40-75% dari total skor jawaban pada kuesioner atau skor 7-15.

c. Tindakan kurang jika jawaban responden nilainya <40% dari total skor jawaban pada kuesioner atau skor < 7.

3.7 Metode Pengolahan Data dan Analisa Data 3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer, untuk menggambarkan hasil observasi, dan wawancara yang dilakukan.


(48)

3.7.2 Analisa data 1. Analisa Univariat

Analisa data dengan mendistribusikan variabel penelitian yaitu variabel faktor karakteristik yang diperkirakan ikut berperan dalam penularan penyakit Tuberkulosis Paru dan variabel pengetahuan, sikap dan tindakan yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.

2. Analisa Bivariat

Variabel pengetahuan, sikap dan tindakan dengan faktor karakteristik yang diperkirakan ikut berperan dalam penularan penyakit Tuberkulosis Paru akan dianalisa dengan menggunakan uji chi-square pada taraf kepercayaan 95% sehingga diketahui hubungan antar variabel penelitian.


(49)

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten TOBASA adalah Kabupaten yang di bentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tobasamosir, yang merupakan pemekaran dari daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara, dengan ibukota Balige dengan batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Asahan.

Kecamatan Laguboti merupakan salah satu dari 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Tobasa terdapat 18 Puskesmas. Puskesmas Laguboti termasuk yang berada di wilayah Kecamatan Laguboti mempunyai wilayah kerja 18 desa dan 2 kelurahan dengan luas seluruhnya ± 25.900 m². Keadaan daerah terdiri dari daratan dan sebagian dan rawa-rawa. Sebagian besar diusahakan untuk perkebunan, dan persawahan. Sebagian kecil digunakan untuk peternakan, perumahan dan industri. Jumlah penduduk 18539 jiwa terdiri dari 5427 kepala keluarga dengan mata pencarian sebagian besar adalah sebagai petani, sisanya adalah sebagai karyawan, pedagang, pegawai negeri dan lainnya.

Berdasarkan profil Puskesmas Laguboti (2011) diketahui jumlah penderita Tuberkulosis Paru 19 orang pada tahun 2010, dan 18 orang pada tahun 2011.


(50)

4.2. Analisis Univariat

4.2.1. Karakteristik dan Faktor Perilaku Masyarakat mengenai Lingkungan Fisik Rumah terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru

4.2.1.1 Karakteristik Responden

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka data hasil penelitian ini akan diuraikan hubungan karakteristik responden yang meliputi pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

Tabel 4.1. Distribusi Responden Kasus Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti

Pendidikan Kasus Kontrol

Frekuensi % Frekuensi %

SD 8 21,6 0 0

SMP 9 24,3 5 13,5

SLTA 19 51,4 14 37,8

PT 1 2,7 18 48,6

Total 37 100,0 37 100,0

Dari tabel 4.1. diketahui bahwa pendidikan penderita didominasi oleh yang berpendidikan Dasar/menengah sebanyak 19 orang (51,4%), sedangkan responden kontrol didominasi oleh yang berpendidikan dari perguruan tinggi, yaitu sebanyak 18 orang (48,6%).

Tabel 4.2. Kategori Tingkat Pendidikan Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti

Karakteristik

Penderita Tuberkulosis Paru

Ya Bukan

n % n %

Pendidikan 1. Tinggi

2. Dasar/ Menengah.

1 36

2,7 97,3

18 19

48,6 51,4


(51)

Berdasarkan tabel 4.2. diatas, diketahui bahwa pendidikan penderita sebagian besar dikategorikan berpendidikan dasar/ menengah yaitu sebanyak 36 orang (97,6%).. Sedangkan pada responden kontrol diketahui banyak yang berpendidikan tinggi sebanyak 18 orang (48,6%).

Tabel 4.3. Distribusi Responden Kasus Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti

Pekerjaan Kasus Kontrol

Frekuensi % Frekuensi %

PNS/TNI/Polri/ pensiunan 1 2,7 11 29,7

Pegawai swasta 0 0 9 24,3

Pedagang 2 5,4 14 37,8

Petani 28 75,7 2 5,4

Buruh 6 16,2 1 2,7

Total 37 100 37 100

Dari Tabel 4.3. diketahui bahwa responden kasus dalam penelitian ini didominasi oleh responden dengan pekerjaan petani sebanyak 28 orang (75,7%), sedangkan responden kontrol dalam penelitian ini didominasi oleh responden dengan pekerjaan pedagang sebanyak 14 orang (37,8%), dan PNS/pensiunan PNS sebanyak 10 orang (27,0).

Tabel 4.4. Kategori Pekerjaan Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti

Karakteristik

Penderita Tuberkulosis Paru

Ya Bukan

n % n %

Pekerjaan 1. Formal 2. Informal

1 36

2,7 97,3

20 17

54,0 46,0

Total 37 100,0 37 100,0


(52)

Dari tabel 4.4. diketahui bahwa penderita dalam penelitian ini didominasi dengan pekerjaan informal (pedagang, petani, buruh) sebanyak 36 orang 97,3%. Sedangkan responden kontrol dalam penelitian ini didominasi oleh responden dengan pekerjaan formal sebanyak 54 % (20 orang).

Tabel 4.5. Distribusi Responden Kasus Berdasarkan Penghasilan di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti

Penghasilan Kasus Kontrol

Frekuensi % Frekuensi %

<1.050.000 15 40,5 0 0,0

1.050.000-2.000.000 21 56,8 5 13,5

>2.000.000 1 2,7 32 86,5

Total 37 100,0 37 100,0

Dari Tabel 4.5. diketahui bahwa responden kasus dalam penalitian ini didominasi oleh responden yang memiliki penghasilan Rp.1.050.000-2.000.000,-, sebanyak 21 orang (56,8 %), dan <Rp.1050.000,-, sebanyak 15 orang (40,5%), sedangkan responden kontrol dalam penelitian ini di dominasi oleh responden yang memiliki penghasilan >Rp2.000.000,- (86,5%).

Tabel 4.6. Kategori Penghasilan Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti

Karakteristik

Penderita Tuberkulosis Paru

Ya Bukan

N % N %

Penghasilan 1. Tinggi 2. Sedang 3. Rendah

0,0 23 14

0,0 62,2 37,8

33 3 1

89,2 8,1 2,7


(53)

Dari tabel 4.6. diketahui bahwa penghasilan penderita pada umumnya dikategorikan sedang sebesar 62,2%, sedangkan penghasilan responden kontrol dalam penelitian ini sebagian besar dikategorikan tinggi sebesar 89,2%.

4.2.1.1. Pengetahuan Masyarakat mengenai Lingkungan Fisik Rumah terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka data hasil penelitian ini akan diuraikan hubungan perilaku responden terhadap kejadian TB Paru yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan.

Tabel 4.7. Distribusi Pengetahuan Responden Kasus mengenai Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Tuberkulosis Paru

No. Pertanyaan Kasus Kontrol

n % n %

1. Apakah penyebab penyakit TB Paru Bakteri

Debu, asap dan udara kotor. Guna-guna

26 11

70,3 29,7

37 100

2. Bagaimana tanda-tanda gejala TB Paru :

Batuk berdahak loebih dari 3 minggu, bercampur darah. Batuk yang disertai demam.

Batuk dengan gatal ditenggorokan.

7 23 7 18,9 62,2 18,9

37 100

3. Penyebab penyakit Tuberkulosis Paru Kuman atau bakteri

Debu, asap dan udara kotor Guna-guna 9 26 2 24,3 70,3 5,4 35 2 94,6 5,4 4. TB paru tertular melelui :

Udara Pakaian Makanan/minuman 27 10 48,4 27 36 1 97,3 2,7 5. Penyakit TB Paru dapat menular apabila :

Tidur sekamar dengan penderita TB Paru Tidak tidur sekamar dengan penderita TB paru Tidur beramai-ramai. 17 5 15 45,9 13,5 40,5 36 1 97,3 2,7 6. Cara terbaik untuk menghindari penularan Tb Paru terhadap

orang lain adalah :

Menutup mulut saat bersin, dan tidak meludah sembarangan.

Tidak meludah di sembarang tempat.

Tidak menutup mulut atau hidung saat bersin, dan meludah di sembarang tempat

4 33 10,8 89,2 29 8 78,4 21,6


(54)

7 Cara mencegah penularan penyakit TB Paru melelui lantai : Tidak meludah sembarangan di lantai dan membersihkan lantai dengan larutan desinfektan.

Tidak meludah dilantai dan membersihkan lantai dengan cara disapu 13 24 35,1 64,9 33 4 89,2 10,8 8 Fungsi ventilasi adalah :

Tempat keluar masuknya udara segar. Agar ruangan tidak bau.

Sebagai hiasan. 3 34 8,1 91,1 26 11 70,3 29,7 9 Udara yang masuk kedalam rumah harus :

Harus bersih dan tidak dicemari oleh asap dan debu. Yang penting tidak berbau.

Yang penting udara bisa masuk

0 37 0 0 100 0 20 17 54,1 45,9 10 Manfaat sinar matahari pagi terhadap ruangan rumah adalah :

Memetikan bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat di lingkunganm rumah.

Untuk penerangan Tidak ada manfaatnya.

2 35 5,4 94,6 24 13 64,6 35,1 11 Bagimanakah pencahayaan alami ruangan yang memenuhi

syarat?

Terang, dan dapat menerangi seluruh ruangan. Terang dan hanya menerangi sebagian ruangan saja. Remang-remang. 25 12 0 67,6 32,4 0 33 4 0 89,2 10,8 0 12 Penyakit tb paru dapat dicegah dengan imunisasi :

Ya, dengan imunisasi BCG. Ya, dengan imunisasi apa saja.

Tidak dapat dicegah dengan imunisasi apa saja.

1 36 0 2,7 97,3 0 37 0 100 0 0 13 Bagaimana hubungan pengobatan TB paru dengan gizi?

Pengobatan TB akan semakin baik dengan gizi yang baik Pengobatan TB hanya sedikit dipengaruhi oleh gizi yang baik.

Tidak ada pengaruh selama makan obat.

13 19 5 35,1 51,4 13,5 28 9 0 75,7 24,3 0 14 Penyakit TB Paru dapat disembuhkan melalui :

Pengobatan yang teratur disertai perubahan perilaku. Berobat kalau ada waktu.

Dibiarkan saja. 31 4 2 83,8 10,8 5,4 37 100 15 Berapa jamkah bakteri TB Paru bertahan di udara ?

1-2 jam. 3 jam. 30 detik. 4 1 32 10,8 2,7 86,5 28 9 75,7 24,3 16 Apakah bakteri TB dapat mati akibat sinar matahari?

Ya.. Tidak . Tidak tahu. 4 2 31 10,8 5,4 83,3


(55)

Tabel 4.8. Kategori Pengetahuan Masyarakat tentang Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru

Perilaku Responden

Penderita Tuberkulosis Paru

Ya Bukan

N % n %

Pengetahuan 1. Baik 2. Sedang 3. Kurang

3 30 4

8,1 81,1 10,8

36 1 0

97,3 2,7 0

Total 37 100,0 37 100,0

Dari tabel 4.8. diatas diketahui bahwa sebagian besar Penderita Tuberkulosis Paru memiliki pengetahuan sedang sebanyak 30 orang (81,1%), sedangkan yang bukan penderita tuberkulosis paru (kontrol) sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 36 orang (97,3%), dan memiliki pengetahuan sedang sebanyak 1 orang (2,7%).

4.2.1.3. Sikap Masyarakat tentang Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Tuberkulosis Paru

Variabel sikap dalam penelitian diketahui dengan menggunakan 10 pertanyaan yang menanyakan bagaimana sikap masyarakat mengenai lingkungan fisik rumah terhadap kejadian Tuberkulosis Paru, secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.9. berikut ini :


(56)

Tabel 4.9. Distribusi Sikap Masyarakat mengenai Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Tuberkulosis Paru pada Kelompok Kasus.

No Indikator Sikap

Jawaban

S. Setuju Setuju Tidak Setuju

n % n % N %

1. Rumah harus dibersihkan setiap hari dan dipel dengan menggunakan larutan desinfektan

2 5,4 27 73,0 8 21,6 2. Melalui penggunaan peralatan makanan

bersama dengan penderita dapat menularkan penyakit TB Paru

2 5,4 22 59,5 13 35,1 3. Penyakit TB paru dapat menular apabila

tidut sekamar dengan penderita TB paru. 1 2,7 30 81,1 6 16,2 4. Dengan menutup mulut atau hidung saat

bersin tidak dapat menghindari penularan TB paru terhadap orang lain.

25 67,6 11 29,7 1 2,7 5. Tidak meludah disembarang tempat dapat

menghindari penularan TB paru terhadap orang lain.

3 8,1 33 89,2 1 2,7 6. Pengobbatan TB Paru dapat disembuhkan

dengan pengobatan yang tidak teratur. 24 64,9 9 24,3 4 10,8 7 Untuk menjaga kualitas udara yang masuk

kedalam rumah, sebaiknya ventilasi rumah harus diperhatikan kebersihannya.

3 8,1 33 89,2 1 2,7 8 Dengan melakukan perbaikan lingkungan,

seperti membuat ventilasi dapat membantu mengurangi penularan penyakit TB Paru

5 13,5 31 83,8 1 2,7 9 Memeriksa kesehatan tidak perlu apabila

hanya merasakan gejala-gejala TB Paru 4 10,8 4 10,8 29 78,4 10 Mengikuti kegiatan penyuluhan TB Paru

akan dapat menambah pengetahuan tentang pencegahan dan pengobbatan TB paru


(57)

Tabel 4.10. Distribusi Sikap Masyarakat mengenai Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Tuberkulosis Paru pada Kelompok Kontrol

No Indikator Sikap

Jawaban

S. Setuju Setuju Tidak Setuju n % n % n %

1. Rumah harus dibersihkan setiap hari dan dipel

dengan menggunakan larutan desinfektan 30 81,1 7 18,9 0 0 2. Melalui penggunaan peralatan makanan bersama

dengan penderita dapat menularkan penyakit TB Paru

19 51,4 18 48,6 0 0 3. Penyakit TB paru dapat menular apabila tidut

sekamar dengan penderita TB paru. 12 32,4 25 67,6 0 0 4. Dengan menutup mulut atau hidung saat bersin

tidak dapat menghindari penularan TB paru terhadap orang lain.

27 73,0 10 27,0 0 0 5. Tidak meludah disembarang tempat dapat

menghindari penularan TB paru terhadap orang lain.

23 62,2 13 35,1 1 2,7 6. Pengobbatan TB Paru dapat disembuhkan dengan

pengobatan yang tidak teratur. 28 75,7 9 24,3 0 0 7 Untuk menjaga kualitas udara yang masuk

kedalam rumah, sebaiknya ventilasi rumah harus diperhatikan kebersihannya.

17 45,9 18 48,6 2 5,4 8 Dengan melakukan perbaikan lingkungan, seperti

membuat ventilasi dapat membantu mengurangi penularan penyakit TB Paru

10 27,0 27 73,0 0 0 9 Memeriksa kesehatan tidak perlu apabila hanya

merasakan gejala-gejala TB Paru 24 64,9 13 35,1 0 0 10 Mengikuti kegiatan penyuluhan TB Paru akan

dapat menambah pengetahuan tentang pencegahan dan pengobbatan TB paru

16 43,2 19 51,4 2 5,4

Berdasarkan perhitungan jumlah skor pada perhitungan sikap responden, maka dapat dikategorikan baik, sedang dan buruk. Hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.11.

Tabel 4.11. Kategori Sikap Masyarakat mengenai Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Tuberkulosis Paru

Perilaku Responden

Penderita Tuberkulosis Paru

Ya Bukan

N % n %

Sikap 1. Baik 2. Sedang 3. Kurang

1 30 6 2,7 81,1 8,1 19 18 0 51,4 48,6 0,0


(58)

Berdasarkan tabel 4.11, diketahui bahwa sikap penderita sebagian besar dikategorikan sedang yaitu sebanyak 30 orang(81,1%), dan 6 orang dikategorikan kurang. Sedangkan pada responden kontrol diketahui bahwa sikap penderita sebagian besar diketegorikan baik sebanyak 19 orang (51,4%).

4.2.1.4. Tindakan Masyarakat mengenai Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Tuberkulosis Paru

Variabel tindakan dalam penelitian diketahui dengan menggunakan 10 pertanyaan tindakan masyarakat tentang lingkungan fisik rumah terhadap kejadian Tuberkulosis Paru. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut ini.

Tabel 4.12. Distribusi Tindakan Masyarakat mengenai Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Tuberkulosis Paru

No. Indikator dan Jawaban Aspek Tindakan Kasus Kontrol Jlh % Jlh %

1. Kemana seharusnya orang berobat bila sakit Tuberkulosis Paru

Berobat ke tempat pelayanan kesehatan Berobat ke dukun kampung

Dibiarkan karena malu

34 1 2 91,9 2,7 5,4 37 0 0 100,0

2. Dimanakah orang mendapatkan pengobatan Tuberkulosis Paru selama ini

Puskesmas/instansi kesehatan Beli di toko obat/warung Di dukun kampung

36 1 0 97,3 2,7 0

37 100,0

3. Apa saudara lakukan dalam pengobatan Tuberkulosis Paru

Makan obat secara teratur sesuai dengan anjuran petugas kesehatan

Makan obat kalau ada waktu Tidak makan obat

30 6 1 81,1 16,2 2,7 36 1 97,7 2,7 4. Apa yang saudara/saudari lakukan untuk menghindarkan

penularan penyakit Tuberkulosis Paru

Menutup mulut/hidung saat batuk/bersin dan tidak meludah disembarang tempat .

Mengisolasi diri tanpa perlu berobat sampai sembuh Tidak tahu 25 2 10 67,6 5,4 27,0 36 1 0 97,3 2,7 0


(59)

5. Apa yang saudara/saudari lakukan untuk menghambat perkembangbiakan kuman Tuberkulosis di dalam kamar tidur :

Setiap hari membuka jendela kamar tidur Kadang-kadang membuka jendela kamar tidur Tidak pernah membuka jendela

12 23 2 32,4 62,2 5,4 25 12 0 67,6 32,4 0 6. Untuk menghindari penularan TB Paru, apa yang anda

lakukan untuk peralatan makan anda :

Dipisahkan dari peralatan makan anggota keluarga yang lain .

Tidak dipisahkan dan bersatu dengan peralatan makan yang lain

Dibiarkan saja 16 18 3 43,2 48,6 43,2 27 9 1 73,0 24,3 2,7 7 Apakah yang anda lakukan untuk menghindari penularan

penyakit kepada anggota keluarga yang lain adalah Tidak tidur sekamar dengan penderita Tidur sekamar dengan penderita

35 2 94,6 5,4 37 0 100,0 0 8 Apa yang anda lakukan untuk menjaga sirkulasi udara

dalam ruangan tetap baik ?

Membuat ventilasi yang memenuhi syarat. Tidak ada ventilasi.

36 1 97,3 2,7 37 0 100,0 0 9 Untuk mencegah kuman TB Paru berkembang biak,

lantai rumah seharusnya :

Diplester/ubin/keramik/papan (untuk rumah panggung).

Papan/anyaman bambu dekat dengan tanah/plesteran yang retak dan berdebu.

36 1 97,3 2,7 34 3 91,9 8,1

10 Apakah saudara/saudari lakukan dalam mengupayakan masuknya sinar matahari pagi kedalam rumah

Membuat dan membuka jendela rumah tiap hari . Kadang-kadang membuka jendela rumah Tidak pernah membuka jendela

18 17 2 48,6 45,9 5,4 35 2 94,6 5,4

Berdasarkan perhitungan jumlah skor pada perhitungan tindakan responden, maka dapat dikategorikan tindakan baik, sedang dan buruk. Hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.13.


(60)

Tabel 4.13. Kategori Tindakan Masyarakat mengenai Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Tuberkulosis Paru

Perilaku Responden

Penderita Tuberkulosis Paru

Ya Bukan

n % n %

Tindakan 1. Baik 2. Sedang

33 4 89,2 10,8 37 0 100 0

Total 37 100,0 37 100,0

Dari tabel 4.13. diketahui bahwa tindakan masyarakat mengenai faktor lingkungan fisik rumah terhadap kejadian Tuberkulosis Paru dikategorikan baik. 4.3. Analisis Bivariat

4.3.1 Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru

Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan dengan kejadian Tuberkulosis Paru dilakukan secara statistik dengan menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.82.

Tabel 4.14. Hubungan Karakteristik terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti

Karakteristik

Penderita Tuberkulosis Paru

p-value

Ya Bukan

n % N %

Pendidikan 1. Tinggi 2. Dasar/

Menengah 1 36 2,7 97,3 18 19 48,6 51,4 0,000* Pekerjaan 1. Formal 2. Informal

1 36 2,7 97,3 20 17 54,0

46,0 0,000* Penghasilan

1. Tinggi 2. Sedang 3. Rendah

0 23 14 0 62,2 37,8 33 3 1 89,2 8,1 2,7 0,000*


(61)

Hasil penelitian menunjukkan proporsi pendidikan tinggi 89,2% tidak menderita Tuberkulosis Paru, sedangkan responden menderita Tuberkulosis Paru berpendidikan dasar/menegah sebesar 48,6%,. Berdasarkan uju chi square p=0,000 menunjukkan tingkat pendidikan mempunyai hubungan bermakna atau signifikan dengan kejadian Tuberkulosis Paru.

Proporsi pekerjaan di sektor formal 54,0% tidak menderita Tuberkulosis Paru, sedangkan responden menderita Tuberkulosis Paru pekerjaanya di sektor informal sebesar 100%,. Berdasarkan uju chi square p=0,000 menunjukkan pekerjaan mempunyai hubungan bermakna atau signifikan dengan kejadian Tuberkulosis Paru.

Hasil penelitian menunjukkan proporsi penghasilan tinggi 89,2% tidak menderita Tuberkulosis Paru, sedangkan responden menderita Tuberkulosis Paru berpenghasilan rendah sebesar 62,2%. Berdasarkan uju chi square p=0,000 menunjukkan tingkat penghasilan mempunyai hubungan bermakna atau signifikan dengan kejadian Tuberkulosis Paru.


(1)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.229a 1 .040

Continuity Correctionb 2.379 1 .123

Likelihood Ratio 5.774 1 .016

Fisher's Exact Test .115 .057

Linear-by-Linear Association

4.171 1 .041

N of Valid Cases 74

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00. b. Computed only for a 2x2 table

pekerjaan responden * kejadian Tb paru

Crosstab

kejadian Tb paru

Total penderita

Tb paru

bukan penderita Tb paru

pekerjaan responden tdk formal Count 37 24 61

% within pekerjaan responden 60.7% 39.3% 100.0% % within kejadian Tb paru 100.0% 64.9% 82.4%

% of Total 50.0% 32.4% 82.4%

formal Count 0 12 12

% within pekerjaan responden .0% 100.0% 100.0% % within kejadian Tb paru .0% 32.4% 16.2%

% of Total .0% 16.2% 16.2%

3 Count 0 1 1

% within pekerjaan responden .0% 100.0% 100.0% % within kejadian Tb paru .0% 2.7% 1.4%

% of Total .0% 1.4% 1.4%

Total Count 37 37 74

% within pekerjaan responden 50.0% 50.0% 100.0% % within kejadian Tb paru 100.0% 100.0% 100.0%


(2)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 15.770a 2 .000

Likelihood Ratio 20.814 2 .000

Linear-by-Linear Association

14.482 1 .000

N of Valid Cases 74

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.

penghasilan responden * kejadian Tb paru

Crosstab

kejadian Tb paru

Total penderita

Tb paru

bukan penderita Tb paru

penghasilan responden rendah Count 14 1 15

% within penghasilan responden

93.3% 6.7% 100.0%

% within kejadian Tb paru 37.8% 2.7% 20.3%

% of Total 18.9% 1.4% 20.3%

sedang Count 23 3 26

% within penghasilan responden

88.5% 11.5% 100.0%

% within kejadian Tb paru 62.2% 8.1% 35.1%

% of Total 31.1% 4.1% 35.1%

tinggi Count 0 33 33

% within penghasilan responden

.0% 100.0% 100.0%

% within kejadian Tb paru .0% 89.2% 44.6%


(3)

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 59.651a 2 .000

Likelihood Ratio 76.641 2 .000

Linear-by-Linear Association 47.853 1 .000

N of Valid Cases 74

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.50.

pendidikan responden * kejadian Tb paru

Crosstab

kejadian Tb paru

Total penderita

Tb paru

bukan penderita Tb paru

pendidikan responden rendah Count 18 4 22

% within pendidikan responden

81.8% 18.2% 100.0%

% within kejadian Tb paru 48.6% 10.8% 29.7%

% of Total 24.3% 5.4% 29.7%

tinggi Count 19 33 52

% within pendidikan responden

36.5% 63.5% 100.0%

% within kejadian Tb paru 51.4% 89.2% 70.3%

% of Total 25.7% 44.6% 70.3%

Total Count 37 37 74

% within pendidikan responden

50.0% 50.0% 100.0%

% within kejadian Tb paru 100.0% 100.0% 100.0%


(4)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 12.678a 1 .000

Continuity Correctionb 10.932 1 .001

Likelihood Ratio 13.452 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .000

Linear-by-Linear Association

12.507 1 .000

N of Valid Cases 74

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.00. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik Penderita, Lingkungan Fisik Rumah Dan Wilayah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009

1 37 101

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah Dan Perilaku Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta Tahun 2016.

0 3 18

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah Dan Perilaku Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta Tahun 2016.

0 3 18

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Boyolali.

3 11 15

PENDAHULUAN Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Boyolali.

0 4 6

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Boyolali.

0 2 16

II. DATA KHUSUS A. Perilaku Pengetahuan. - Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa Tahun 2013

0 0 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Definisi - Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa Tahun 2013

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa Tahun 2013

0 1 7

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PERILAKU MASYARAKAT MENGENAI LINGKUNGAN FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAGUBOTI KECAMATAN LAGUBOTI KABUPATEN TOBASA TAHUN 2013 SKRIPSI

0 0 14