Hal ini juga dipengaruhi kelompok umur produktif kerja pada kelompok umur 29 tahun, karena semakin lama masa waktu sakit maka semakin banyak pengeluaran
yang dihabiskan untuk berobat, dan juga waktu terbuang selama masa pengobatan akan sangat berpengaruh terhadap penghasilan guna membantu pemenuhan
kebutuhan sehari-hari dan juga pemenuhan gizi. Hal ini juga berpengaruh kepada faktor kemampuan membayar pengobatan serta kemampuan membeli obat untuk
mengobati penyakit yang dideritanya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin miskin masyarakat itu maka
keterpaparan penyakit juga semakin tinggi, hal ini disebabkan karena tidak mampu mengobati dan tidak mencukupi biaya
untuk kehidupan buat dirinya sendiri.Mudahnya penularan penyakit tuberkulosis dari satu orang ke orang lain
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh serta faktor kemiskinan, faktor pendidikan dan pekerjaan.
5.1.4 Hubungan Pengetahuan Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap
Kejadian Tuberkulosis Paru Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh orang yang di dapat
secara formal maupun informal. Pengetahuan formal diperoleh dari pendidikan sekolah, sedangkan pendidikan informal diperoleh dari luar sekolah. Selain itu
pengetahuan juga dapat diperoleh dari media informasi yaitu media cetak seperti buku, majalah, surat kabar, dan lain-lain, juga dari media elektronika seperti televisi,
radio, internet Notoatmodjo, 2008. Diketahui bahwa sebagian besar Penderita Tuberkulosis Paru memiliki pengetahuan sedang sebanyak 30 orang 81,1,
sedangkan yang bukan penderita tuberkulosis paru kontrol sebagian besar memiliki
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan baik yaitu sebanyak 36 orang 97,3, dan memiliki pengetahuan sedang sebanyak 1 orang 2,7. Berdasarkan uju chi square p=0,000 p0,05
menunjukkan pengetahuan mempunyai hubungan bermakna atau signifikan dengan kejadian Tuberkulosis Paru wilayah kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti,
artinya pengetahuan yang kurang dapat meningkatkan kejadian Tuberkulosis Paru. Rendahnya pengetahuan penderita disebabkan oleh tingkat pedidikan yang
umumnya hanya tamat SLTA yaitu sebanyak 51,4 sedangkan yang tamat SLTP sebanyak 24,3 dan SD sebanyak 21,6 sehingga pemahaman penderita mengenai
lingkungan fisik rumah terhadap kejadian tuberkulosis masih kurangsedang. Penelitian Rajagukguk 2008 di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir
menjelaskan bahwa semakin rendah pengetahuan penderita tentang bahaya penyakit Tuberkulosis Paru untuk dirinya, keluarga dan masyarakat di sekitarnya, maka
semakin besar bahaya sipenderita sebagai sumber penularan penyakit, baik di rumah maupun di tempat pekerjaannya, untuk keluarga dan orang-orang sekitarnya.
Demikian juga dengan penelitian Lumbantobing 2008 yang menyatakan bahwa potensi penularan Tuberkulosis Paru 2,5 kali lebih besar pada yang berpengetahuan
rendah. Menurut Poedjawijatna 1998, pengetahuan umumnya datang dari
pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat dari buku, surat kabar atau media massa elektronik. Pengetahuan juga diperoleh dari
pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain, untuk itu diperlukan upaya dalam meningkatkan pengetahuan penderita dan juga masyarakat pada
umumnya agar tidak terjadi penularan dan peningkatan kasus Tuberkulosis Paru.
Universitas Sumatera Utara
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penularan Tuberkulosis Paru harus dilakukan kegiatan berupa penyuluhan kesehatan perlu
dilaksanakan secara rutin baik terhadap penderita yang datang ke instansi kesehatan maupun masyarakat secara keseluruhan sehingga masyarakat bisa melakukan
pencegahan secara dini maupun meningkatkan sanitasi lingkungan fisik rumah sehingga dapat mencegah penyakit Tuberkulosis Paru maupun penyakit menular
lainnya juga pengaktifan kader kesehatan desa.
5.1.5 Hubungan Sikap Masyarakat mengenai Faktor Lingkungan Fisik Rumah