Tujuan Penelitian Agronomis Kelapa Sawit Karakteristik Tanah Gambut

9 Untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik, tiga unsur hara utama yang harus tersedia bagi tanaman kelapa sawit adalah nitrogen, fosfor dan kalium NPK. Unsur hara yang lain yang juga tidak kalah penting dengan ketiga unsur hara tersebut adalah Kalsium Ca, Magnesium Mg, Tembaga Cu dan Zinc Zn. Unsur hara tersebut terdapat pada pupuk tunggal maupun pupuk majemuk. Penggunaan pupuk majemuk sebagai pupuk utama memiliki beberapa keuntungan dalam hal transportasi, penggudangan dan kebutuhan tenaga kerja serta pengawasan. Namun, penggunaan pupuk majemuk juga tidak luput dari kehilangan-kehilangan akibat penguapan, aliran permukaan dan pencucian Poeloengan, 1976. Oleh karena itu, penggunaan pupuk majemuk yang bersifat slow release atau controlled release diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah kehilangan hara akibat pencucian, penguapan dan aliran permukaan terutama pada tanah gambut. Menurut Trenkel 2010, penggunaan pupuk slow release dapat mengurangi kehilangan hara dan meningkatkan efisiensi penggunaan hara oleh tanaman, mengurangi 20 – 30 kehilangan hara pada aplikasi pemupukan konvensional serta dapat mengurangi resiko keracunan pada tanaman. Diantara banyak jenis bentuk pupuk yang bersifat slow release, yang paling banyak digunakan di tanah gambut yaitu pupuk slow release tablet karena bidang sentuhnya dengan tanah lebih kecil dan tidak mudah terlarut sehingga resiko- resiko kehilangan hara akibat pencucian, penguapan dan aliran permukaan dapat dikurangi. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan dengan menambahkan pupuk mikro dan bahan amelioran yang bersifat slow release seperti terak baja yang merupakan sumber kalsium, magnesium, silikat dan bahan pengapuran Okuda dan Takahasi, 1962.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk slow release dan terak baja terhadap kadar dan serapan hara tanaman serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agronomis Kelapa Sawit

Kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq sebagai tanaman pendatang dari Afrika Barat ternyata budidayanya di Indonesia telah berkembang sangat pesat dan sampai saat ini masih merupakan penghasil utama devisa negara dari sektor pertanian. Luas areal kelapa sawit di Indonesia tahun 2004 telah mencapai ± 5,5 juta hektar yang tersebar pada berbagai kondisi tanah dan lahan. Keragaman produktivitas kelapa sawit terutama diakibatkan oleh beragamnya sifat tanah dan lahan di areal kelapa sawit. Sehubungan dengan tingginya keragaman tanah tersebut maka informasi yang lebih obyektif tentang kesuburan tanah di setiap jenis tanah sangat diperlukan untuk lebih mengarahkan tindakan manajemen tanah serta upaya pemeliharaan kultur teknik kelapa sawit. Pemupukan adalah tindakan kultur teknik terpenting pada tanaman kelapa sawit yang menggunakan biaya berkisar 40-60 dari biaya pemeliharaan kelapa sawit atau berkisar 15-20 dari biaya produksi Suwandi dan Lubis, 1987. Manajemen pemupukan kelapa sawit di Indonesia ternyata belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dibuktikan oleh masih rendahnya produksi kelapa sawit, dan bahkan jauh lebih rendah dari standar produksi yang ditetapkan. Khusus tanah gambut, ketebalan gambut tidak menjadi pedoman untuk persyaratan agronomis kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi baik pada berbagai tingkat ketebalan gambut. Kelapa sawit di tanah gambut memiliki toleransi yang tinggi terhadap kelas drainase tanah. Gambut yang agak basah drainase agak terhambat merupakan tempat yang sesuai untuk kelapa sawit Mangoensoekarjo, 2007.

2.2. Karakteristik Tanah Gambut

Istilah gambut diambil dari nama sebuah kecamatan di daerah Kalimantan Selatan tempat pertama kali gambut ditemukan. Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan 11 basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini tidak berarti bahwa setiap timbunan bahan organik yang basah adalah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut muck, peat muck, mucky. Petani di Kalimantan Barat menamakan tanah gambut dengan istilah sepuk. Akan tetapi istilah gambut dan sepuk sering diidentikkan dengan pengertian tanah gambut. Jadi, istilah tanah gambut secara umum termasuk pula yang disebut sebagai sepuk Noor, 2001. Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian, asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan sifat kimia gambut Agus dan Subiksa, 2008. Untuk mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun dapat dilakukan dengan menambahkan bahan- bahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn. Kation-kation tersebut membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik membentuk senyawa kompleks. Oleh karenanya bahan-bahan yang mengandung kation polivalen tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan amelioran gambut. Tanah gambut juga mengandung unsur mikro yang sangat rendah dan diikat cukup kuat khelat oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu adanya kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi ke bentuk yang tidak dapat diserap tanaman. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan dengan menambahkan tanah mineral atau menambahkan pupuk mikro.

2.3. Pengelolaan Kesuburan Tanah Gambut

Dokumen yang terkait

Evaluasi Karakter Pertumbuhan Beberapa Varietas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Tanah Gambut

1 56 86

Pengaruh Pemberian Limbah Kalapa sawit (Sludge) dan Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guinsensis Jacq) di Pembibitan Awal

0 25 95

Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Terhadap Pemberian Pupuk Mutiara 15-15-15 dan Dolomit Pada Media Tanah Gambut Di Pembibitan Utama

0 47 83

Ketahanan Papan Komposit Dari Limbah Batang Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Plastik Polipropilena Terhadap Serangan Rayap Tanah dan Rayap Kayu Kering

0 38 90

Studi Sebaran Akar Tanaman Kelapa Sawit(Elaeis guineensis Jacq.) Pada Lahan Gambut Di Perkebunan PT. Hari Sawit Jaya Kabupaten Labuhan Batu

6 87 123

Respon Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Media Kombinasi Gambut Dan Tanah Salin Yang Diaplikasi Tembaga (Cu) Di Pembibitan Utama

0 42 79

Studi Karakteristik Ganoderma Boninense Pat. Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Di Lahan Gambut

9 86 83

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Konsentrasi dan Interval Pemberian Pupuk Daun Gandasil D Pada Tanah Salin Yang Diameliorasi Dengan Pupuk Kandang

1 28 184

Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Main Nursery Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk Posfat

6 92 114

Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nusantara III

6 91 53