menghasilkan kesejahteraan minimal sama dengan generasi saat ini?
Tabel 5 Laju Pertumbuhan PDRB Jawa Barat atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha untuk Sektor Primer
Lapangan Usaha Tahun
2007 2008
2009 2010
2011 2012
PERTANIAN
2,49 4,07
12,34 1.00
0,09 0,71
Tanaman Pangan
3,88 4,74
14,90 1.07
0,57 1,85
Tanaman Perkebunan
1,32 9,45
8,49 4.22
4,26 4,65
Peternakan
1,03 0,55
2,46 1.80
0,41 1,35
Kehutanan
6,95 5,23
15,54 4.94
3,42 1,20
Perikanan
0,10 4,75
13,39 2.72
4,33 5,20
PERTAMBANGAN dan PENGGALIAN
4,38 2,60
8,38 0.54
5,09 7,18
Migas
4,70 2,60
8,89 0.62
6,04 8,30
Pertambangan tanpa migas
2,31 3,77
3,68 7.04
2,33 5,14
Penggalian
0,33 2,20
2,72 2.69
8,59 7,03
PDRB Jabar
6,48 6,21
4,19 6,20
6,48 6,21
Sumber : BPS
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah : 1. Identifikasi faktor-faktor enabling dalam pemanfaatan SDA untuk
pertumbuhan ekonomi 2. Membangun model dinamik pemanfaatan SDA untuk
pembangunan berkelanjutan di Jawa Barat
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai :
Rekomendasi perumusan kebijakan pemanfaatan SDA bagi pembangunan ekonomi di provinsi Jawa Barat
Dasar untuk melakukan assesment dan penelitian lebih lanjut
terkait pemanfaatan SDA dan pembangunan berkelanjutan
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekonomi SDA 2.1.1 Perkembangan Pemikiran Ekonomi Sumberdaya Alam dan
Lingkungan
Pandangan tentang peranan sumberdaya alam terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilacak hingga ke masa pra-klasik dalam pemikiran ekonomi. Sekelompok
ekonom Prancis di awal abad ke-18 yang disebut kaum Physiocrat mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai les economistes mengembang pemikiran
bahwa pertanian merupakan sektor kunci dalam perkembangan ekonomi karena merupakan satu-satunya sektor yang mampu menghasilkan surplus Roncaglia,
2005. Tokoh utama kelompok ini, Francois Quesnay, membuat publikasi berjudul Tableau Economique yang menjelaskan bagaimana struktur ekonomi dan
relasi yakni serangkaian pertukaran komoditas terhadap uang bertumpu pada sektor produktif pertanian. Pemikiran lain dari kaum Physiocrat yang patut
dicatat adalah pandangannya tentang keseimbangan alam natural order sebagai sesuatu yang intrinsik pada sifat alami segala sesuatu, sehingga hukum positif
positive order harus diarahkan untuk menjaga keseimbangan tersebut Roncaglia, 2005.
Era ekonomi klasik mengetengahkan pencarian tentang faktor determinan dalam pembentukan kekayaan wealth, standar kehidupan standard of living
dan pertumbuhan ekonomi growth. Sementara Adam Smith menempatkan perdagangan dan pasar sebagai kunci pertumbuhan ekonomi serta tenaga kerja
labour sebagai faktor produksi yang paling menentukan nilai value dari sebuah komoditas, David Ricardo dan Malthus menempatkan lahan land sebagai kunci
dari perkembangan ekonomi. Meskipun sama-sama menempatkan lahan sebagai faktor kunci, Malthus dan Ricardo memiliki penjelasan yang berbeda ketika
menyimpulkan perkembangan ekonomi akan mengalami stagnasi karena keterbatasan lahan. Malthus menggunakan asumsi stok lahan yang terbatas tidak
akan bisa memenuhi kebutuhan akibat pertumbuhan populasi, sementara Ricardo menggunakan pendekatan nilai kembali lahan yang suatu saat akan mengalamai
penurunan diminishing land rent Perman et al, 2003. Pemikiran lain yang patut dicermati pada masa ini adalah pemikiran dari
John Stuart Mill. Selain menempatkan perkembangan teknologi dan pengetahuan sebagai faktor yang mempengaruhi pertanian dan produksi secara umum, Mill
juga memperkenalkan ide tentang amenity sebagai nilai ekonomi Perman et al, 2003. Sumbangan penting lain dari Mill adalah pemikirannya mengenai
perbedaan mendasar mengenai pertanian sumberdaya pulih dan pertambangan sumberdaya tidak pulih, di mana sumberdaya tidak pulih dicirikan oleh adanya
trade off antara masa kini dan masa mendatang Fauzi, 2006.
Era berikutnya adalah era neoklasik dimana konsep nilai value yang didefinisikan pada era klasik ditinggalkan. Jika pemikir-pemikir klasik
menganggap nilai barang sebagai sesuatu yang secara intrinsik berada pada suatu hasil produksi dan berasal terutama dari nilai tenaga kerja, maka pemikir-pemikir
neoklasik mengatakan bahwa nilai terjadi pada saat pertukaran transaksi di mana
di dalamnya terdapat preferensi dan ongkos produksi Perman et al, 2003. Pada masa ini pulalah metode analisis dengan menggunakan pendekatan marginal
dibentuk dan diformalkan, terutama melalui karya Jevons dan Menger. Teknik analisis dengan pendekatan marginal memberi ruang bagi bentuk formal dari
diminishing return . Pemikiran penting mengenai SDA pada masa ini bisa
ditemukan terutama pada karya Marshall. Selain melakukan elaborasi terhadap mekanisme penentuan harga price determination, Marshall juga menulis tentang
polusi sebagai eksternalitas dan kegagalan pasar. Pemikir lain yang menyumbangkan pemikiran untuk ekonomi SDA adalah Jevons dengan karyanya
The Coal Questions , yang berbicara mengenai kemungkinan melambatnya
pertumbuhan ekonomi Inggris akibat makin langkanya batu bara sebagai sumber energi.
Dengan terbentuknya landasan analisis dan pemodelan matematika yang rigorous
untuk permasalahan ekonomi, perdebatan dan perkembangan ilmu ekonomi menjadi lebih terarah. Namun perkembangan mainstream ilmu ekonomi
tetap masih belum memberi tempat bagi kemunculan ekonomi SDAL. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya faktor lahan ataupun SDA apapun lainnya
yang dimasukkan dalam fungsi produksi pada model-model ekonomi yang muncul di awal era neoklasik Perman et al, 2003. Pengecualian dapat diberikan
kepada karya Pigou 1920 dan Hotelling 1931 yang memberi sumbangsih besar bagi perkembangan ekonomi SDAL, bahkan hingga kini.
Pemikiran ekonomi SDAL mulai mengalami musim semi pada tahun 1970-an. Banyak karya-karya dan publikasi-publikasi yang akan menjadi karya
klasik dalam ilmu ekonomi SDAL. Karya terpenting adalah publikasi Kenneth Boulding yang berjudul The Economics of the Coming Spaceship Earth dan juga
publikasi Club of Rome yang kontroversial dengan judul The Limit to Growth. Pada dekade ini pula, tepatnya 1977, majalah The Economist mempopulerkan
sebuah istilah yang kini menjadi istilah ikonik dalam ekonomi SDA yakni Dutch Disease
. Sebagai respon atas publikasi-publikasi yang memperkirakan kemandegan pertumbuhan ekonomi atas perilaku serampangan dalam
pemanfaatan SDAL, sejumlah ekonom mulai mencoba memasukkan faktor SDA dalam model-model ekonomi neoklasik. Sejumlah ekonom yang melakukan hal
tersebut antara lain adalah Dasgupta, Solow, dan Stiglitz. Milestone
penting berikutnya dalam perkembangan ekonomi SDAL adalah publikasi Richard Auty pada tahun 1993 yang dikenal sebagai Resource Curse
Hypothesis . Hipotesis Auty ini seakan mendapat pembenaran ketika Sachs dan
Warner menerbitkan studi mereka yang berjudul Natural Resource Abundance and Economic Growth
pada tahun 1995. Studi tersebut menunjukkan bahwa negara-negara dengan kelimpahan sumberdaya alam ternyata memiliki
pertumbuhan ekonomi lebih lambat ketimbang negara-negara tanpa kelimpahan sumberdaya alam.
2.1.2 Model Ekstraksi Sumberdaya Alam : Hotelling Rule
Aturan Hotelling merupakan kondisi efisiensi intertemporal yang harus dipenuhi dalam ekstraksi sumberdaya yang optimal. Aturan ini merupakan syarat
perlu dan bukan syarat cukup dalam ekstraksi sumberdaya yang optimal.
Persamaan Hotelling dalam bentuk kontinyu untuk sumberdaya tidak pulih adalah
� Dengan P merupakan harga bersih net price dari sumber daya dan � adalah
discount rate yang merupakan biaya oportunitas dari kapital. Namun karena data
time-series yang dikumpulkan berupa data diskrit, maka persamaan tersebut
seringkali pula ditulis dalam bentuk diskrit yakni �
Atau bisa pula dituliskan dalam bentuk �
Meskipun aturan Hotelling ini banyak digunakan untuk memprediksi ekstraksi optimal dari sumber daya tak pulih, persamaan tersebut dapat pula digeneralisasi
untuk sumber daya pulih. Untuk mendapatkan persamaan Hotelling untuk sumber daya pulih, yang perlu dilakukan adalah mengubah asumsi tentang stok akhir
sumber daya. Jika pada sumberdaya tak pulih stok dianggap tidak bertambah sehingga
∫ Atau
Dengan S adalah stok sumberdaya dan R adalah rate of extraction Maka pada sumberdaya pulih, terdapat penambahan stok yang merupakan fungsi
dari stok saat ini, G=GS
t
sehingga
Pemecahan maksimalisasi utilitas konsumsi sumberdaya dengan kendala persamaan di atas akan menghasilkan
� Persamaan di atas merupakan golden rule ekstraksi sumberdaya pulih.
Pada sumberdaya pulih jika dimisalkan terjadi keadaan steady state yakni ekstraksi sepanjang waktu tetap dengan jumlah sama dengan jumlah pertumbuhan
alami dari stok sumberdaya, jika permintaan dianggap tetap maka harga tidak akan berubah sepanjang waktu sehingga P’t = 0 , maka persamaan golden rule
tersebut menjadi
�
Gambar 1 Hubungan stok SD S dan pertumbuhan stok SD G Gambar 1 memberi ilustrasi hubungan antara resource stock dengan pertumbuhan
stock. Titik pada saat pertumbuhan mencapai nilai maksimum disebut sebagai maximum sustainable yield
MSY. Tingkat discount rate yang optimal dGdS merupakan kemiringan pada sebarang titik dalam fungsi GS.
Aturan Hotelling ini menggambarkan bahwa ekstraksi sumberdaya yang efisien dan optimal mengharuskan manfaat bersih dari sumberdaya harus tumbuh
secara proporsional sesuai tingkat biaya oportunitas yang biasanya ditunjukkan dengan tingkat suku bunga. Jika aturan Hotelling ini tidak dipenuhi maka akan
terjadi proses realokasi antarperiode untuk meningkatkan manfaat ekonomi dari sumberdaya Fauzi, 2006.
2.1.3 Ekonomi Perikanan
Sumberdaya perikanan merupakan salah satu contoh sumberdaya yang terbarukan. Sumberdaya perikanan merupakan salah satu sumberdaya yang telah
lama dimanfaatkan manusia. Manusia mungkin mulai menangkap ikan semenjak manusia masih berburu binatang dan mengumpulkan tumbuhan untuk makanan.
Kini binatang dan tumbuhan telah berhasil dibudidayakan sehingga manusia tidak lagi berburu untuk mendapatkan makanan. Perikanan merupakan pengecualian,
meskipun telah ada kemajuan besar dalam produksi aquaculture, namun sebagian besar protein ikan saat ini masih dihasilkan dari perikanan tangkap Grafton et al,
2004. Permasalahan utama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah
sifat dari ikan yang memiliki mobilitas tinggi dan lautan merupakan wilayah yang sulit dan mahal untuk menegakkan property rights, sifat open access dari
G
Max
= MSY
G �
S
sumberdaya perikanan memungkinkan terjadinya overfishing baik dari tinjauan ekonomi maupun biologi. Model ekonomi yang umum digunakan untuk
menggambarkan sumberdaya perikanan dalam kondisi statik dan open-access adalah model Gordon-Schaeffer.
Untuk menurunkan model Gordon-Schaefer, kita mulai dengan mengingat bahwa fungsi pertumbuhan ikan adalah fungsi logistik yang bisa dituliskan
sebagai ⁄
Dengan r adalah laju pertumbuhan intrinsik, x merupakan stok sumberdaya, dan K adalah carrying capacity. Ekstraksi sumberdaya digambarkan sebagai fungsi
produksi hx,E dengan persamaan yang digunakan adalah
dengan q merupakan koefisien kemampuan tangkap dan E adalah upaya effort dalam melakukan penangkapan. Dengan adanya penangkapan, maka laju
perubahan stok menjadi ⁄
Model Gordon-Schaefer mengasumsikan bahwa dalam jangka panjang terjadi keseimbangan stok yakni ∂x∂t =0, sehingga
⁄ ⁄
Dengan mengingat bahwa profit merupakan pendapatan dikurangi biaya, maka kita bisa mendapatkan persamaan
Dengan p merupakan unit price pada pasar kompetitif sempurna, dan c adalah unit cost
pada pasar sempurna. Jika kita mensubtitusi E pada persamaan di atas akan didapatkan
[ ⁄ ] [
⁄ ]
Gambar 2 Kurva Gordon-Schaefer dalam biomas Persamaan di atas menunjukkan bahwa kurva TR terhadap x merupakan kurva
parabola terbuka ke bawah, sedangkan TC terhadap x merupakan fungsi linier dengan slope negatif, gambar II-2 mengilustrasikan persamaan tersebut
Jika kita mensubtitusi x maka persamaan yang kita dapatkan adalah
Persamaan di atas menunjukkan bahwa kurva TR terhadap x merupakan kurva parabola terbuka ke bawah, sedangkan TC terhadap x merupakan fungsi linier
dengan slope positif sebesar c, gambar 3 mengilustrasikan persamaan tersebut
Gambar 3 Kurva Gordon-Schaefer Rp
π TC
X
∞
TR
X
MSY
K Biomas x
TR Rp
π TC
E
∞
E
MSY
Effort E E
Model Gordon-Schaefer menggambarkan bahwa pada keseimbangan open access
agar potensi lestari dapat dipertahankan, effort yang dibutuhkan lebih besar ketimbang effort yang optimal secara sosial E
MSY
E dan juga tingkat
keuntungan yang diperoleh lebih kecil. Secara analisis biologi, gambar II-2 menggambarkan bahwa tingkat keuntungan yang optimal juga memberikan
keseimbangan biomas yang lebih besar x x
MSY
.
2.2 Pembangunan Berkelanjutan
Isu-isu tentang pembangunan berkelanjutan mulai berkembang pada dekade 70-an bersamaan dengan maraknya publikasi ilmiah untuk mencari model
pemanfaatan sumberdaya secara optimal. Adalah Kenneth Boulding yang pertama kali memulai mengangkat isu keberlanjutan melalui publikasinya yang berjudul
The Economics of the Coming Spaceship Earth pada tahun 1966. Dalam essay
tersebut Boulding mengkritik apa yang disebutnya sebagai perilaku cowboy economy
sebagai simbol dari perilaku eksploitatif dan tidak bertanggung jawab reckless terhadap sumberdaya yang ada di bumi. Boulding mengungkapkan
bahwa bumi harus dipandang sebagai sistem tertutup yang tidak memiliki reservoir
yang tidak terbatas baik untuk ekstraksi maupun polusi. Publikasi berikutnya yang memancing kontroversi dan membuka
perdebatan tentang isu keberlanjutan adalah The Limits to Growth. Dalam buku ini kelompok yang bernama The Club of Rome memprediksikan bahwa
pertumbuhan ekonomi dunia tidak bisa terus berlanjut tanpa batas. Hal ini disebabkan bumi memiliki keterbatasan sumberdaya.
PBB akhirnya mengangkat isu ini menjadi agenda internasional ketika pada tahun 1983 membentuk komisi yang dinamakan WCED World Comission
on Environment and Development . Komisi ini pada tahun 1987 mengeluarkan
publikasi yang diberi judul Our Common Future atau disebut juga sebagai Brundtland Report
. Laporan ini memberi definisi normatif tentang keberlanjutan sustainability sebagai “development that seeks to meet the needs and aspirations
of the present without compromising the ability to meet those of the future” Perman et al, 2003
.
Isu keberlanjutan akhirnya diterima menjadi agenda global dengan diadakannya KTT Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992.
2.2.1 Hartwick Rule
Pada tahun 1977, ekonom John Hartwick mengemukakan dua kondisi yang merupakan syarat cukup untuk mencapai konsumsi konstan lebih tepatnya
non declining , yakni :
Aturan saving yakni bahwa rente scarcity rent yang dihasilkan
dari ekstraksi SDA tak pulih seluruhnya diinvestasikan untuk capital yang dapat di-reproduksi yakni modal fisik dan modal
SDM
Kondisi yang menjaga perkembangan teknologi dalam ekonomi Aturan pertama-lah yang kemudian dikenal sebagai aturan Hartwick.
Dalam merumuskan kondisi yang bisa menjaga konsumsi konstan, ada beberapa asumsi yang digunakan oleh Hartwick, yakni kesejahteraan W merupakan fungsi
utilitarian, sehingga konsumsi, tabungan dan akumulasi kapital dilakukan untuk maksimalisasi fungsi
∫ Dengan kendala
Laju pertumbuhan kapital adalah output dikurangi konsumsi
̇
Sumberdaya tak dapat diperbarui ̇
Stok awal sumberdaya finite
̅ ∫ Aturan Hartwick juga mensyaratkan fungsi produksi merupakan fungsi
Cobb-Douglas dengan constant return to scale dan pengaruh reproducible capital lebih besar ketimbang resource input
dengan α + β = 1 dan α β
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Pemanfaatan Sumberdaya Alam selain memiliki dampak pertumbuhan ekonomi, juga mengikabatkan berkurangnya stok sumberdaya alam deplesi.
Pengurangan stok ini seringkali dibarengi dengan pengurangan dayadukung dari sumberdaya alam degradasi. Deplesi dan degradasi lingkungan membawa
dampak lingkungan dan sosial dari pemanfaatan SDA. Keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam bisa terbaca dari keseimbangan dampak ekonomi, lingkungan
dan sosialnya. Kerangka konseptual dalam penelitian ini mengacu pada kerangka konseptual
model pembangunan berkelanjutan yang diajukan oleh Maria-Ene dkk 2011. Karena beberapa keterbatasan, penelitian ini hanya akan menghitung dampak
ekonomi dan lingkungan dari pemanfaatan SDA. Sumberdaya alam pada penelitian ini dibatasi pada pertanian padi dan perikanan tangkap laut.
Gambar 4 Kerangka Pemikiran
Gambar 5 Model Dinamik Pembangunan Berkelanjutan menurut Maria-Ene
Sumberdaya Alam
Pemanfaatan
Indeks Ekonomi Indeks
Lingkungan Indeks Sosial
Pertumbuhan Deplesi dan
Degradasi SDA
Keseimbangan
Keberlanjutan
4 METODE PENELITIAN 4.1 Metode Analisis
4.1.1 Analisis regresi data panel Analisis regresi data panel digunakan untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi pertanian padi dan perikanan tangkap di Jawa Barat. Data panel diperoleh dengan menggabungkan data cross section dan time series.
Penggunaan model regresi data panel memungkinkan peneliti untuk dapat menangkap karakteristik antarindividu dan antarwaktu yang bisa saja berbeda-
beda. Regresi dengan menggunakan panel data data panel pooled data, memberikan
beberapa keunggulan dibandingkan dengan pendekatan standar cross section dan time series
Gujarati, 2004, diantaranya sebagai berikut: 1. Data panel mampu menyediakan data yang lebih banyak, sehingga dapat
memberikan informasi yang lebih lengkap. Sehingga diperoleh degree of freedom
df yang lebih besar sehingga estimasi yang dihasilkan lebih baik.
2. Dengan menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul karena ada masalah penghilangan
variabel omitted variable 3. Data panel mampu mengurangi kolinearitas antarvariabel
4. Data panel lebih baik dalam mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak mampu dilakukan oleh data time series murni dan cross
section murni
5. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Sebagai contoh, fenomena seperti skala ekonomi dan perubahan teknologi
6. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agrerat individu, karena data yang diobservasi lebih banyak
Model regresi linear pada data panel dapat dituliskan sebagai berikut: Y
it
= αᵢ + βX
it
+ U
it
Dimana: і= 1,......, N;
N adalah jumlah individu cross sectional units kabupatenkota t= 1,.........T;
T adalah jumlah periode waktu 5 yaitu dari tahun 2008-2012 Pada X
it
ada sebanyak k slope tidak termasuk intersep yang menunjukkan jumlah variabel bebas yang digunakan dalam model. Sedangkan αᵢ merupakan
efek individu yang dapat bernilai konstan sepanjang periode t atau bahkan berbeda-beda untuk setiap individu ke-i. Apabila αᵢ diasumsikan sama untuk
setiap unit, maka modal itu dapat disebut juga sebagai model regresi klasik classical regression model, dimana metode ordinary least square OLS
akan menghasillkan penduga yang konsisten dan efisien untuk α dan β. Apabila αᵢ diasumsikan berbeda-beda antar cross section unit, dan slope
konstan, maka terdapat dua model regresi data panel yang mungkin yaitu
model fixed effects atau model random effects. Apabila perbedaan interstep antar cross sectional units tersebut merupakan variabel random atau stochastic
maka model random effects-lah yang sesuai. Sementara itu error dalam model regresi data panel dapat dituliskan sebagai
berikut: U
it
= e
t
+v
t
+Ɛ
it
Dimana e
t
= time specific effects residual yang terjadi karena pengaruh perbedaan waktu
v
t
= individual specific effects residual yang terjadi karena perbedaan karakteristik setiap individu
Ɛ
it
= efek hanya pada observasi it Untuk menyederhanakan analisis biasanya sering diasumsikan e
t
= 0 tidak ada pengaruh spesifik waktu no time specific effects time invariant. Terdapat
tiga jenis estimasi standar untuk regresi data panel yaitu common effects model pooled regression, fixed effects model least square dummy variables
estimation, LSDV estimation dan data random effects model.
Model common effects pooled regression Model common effects
merupakan pendekatan data panel yang paling sederhana, yakni dengan hanya mengkombinasikan data cross section dalam
bentuk pool. y
it
=αᵢ + βXᵢ
t
+ Ɛ
it
untuk i= 1,2,.....26 t=1,2,.....5 Model pooled regression common efects dapat diestimasi dengan motode
least square. Model ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu,
sehingga diasumsikan bahwa perilaku individu sama dalam berbagai kurun waktu. Kelemahan model ini adalah ketidaksesuaian model dengan keadaan
sebenarnya. Kondisi tiap obyek dapat berbeda dan kondisi suatu obyek satu waktu dengan waktu yang lain dapat berbeda. Pada model ini asumsi regresi
linear klasik dengan metode OLS berlaku sepenuhnya.
Model fixed effects
Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antarindividu dapat diakomodasi dari perbedaan intersepnya. Namun intersep masing-masing cross section
bersifat fixed, tidak random. Untuk mengestimasi model fixed effects dengan interstep berbeda antarindividu, maka digunakan teknik variabel dummy.
Model estimasi ini sering disebut dengan teknik least square dummy variable LSDV. Model persamaan panel fixed effects dengan asumsi tidak ada
pengaruh periode waktu no time specific effects.
Model random effects
Estimasi data panel dengan fixed effects melalui teknik variabel dummy sering menunjukkan ketidakpastian model yang digunakan. Untuk mengatasi
masalah ini kita bisa menggunakan metode random effects yang mengasumsikan bahwa individual effects vᵢ bersifat random dan tidak
berkorelasi dengan variabel bebasnya. Dengan asumsi tidak ada pengaruh waktu no time specific effects maka dalam model random effects terdapat
dua komponen residual, yaitu residual yang tidak terukur oleh pengaruh individu dan waktu Ɛ
it
dan residual secara individu vᵢ.
4.1.2 Analisis Model Dinamik
Pemodelan dinamik dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Vensim untuk mendapatkan trajektori dari produksi pertanian dan perikanan tangkap, serta
dampak lingkungan dari pemanfaatan SDA. Variabel-variabel serta hubungan antar variable yang digambarkan merupakan hasil dari pemodelan dengan analisis
regresi. Beberapa model juga didapatkan melalui ekstrapolasi data yang ada atau dengan memanfaatkan data dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.
Pada penelitian ini satuan waktu time unit yang digunakan adalah tahun dengan initial time = 0, final time = 25, serta time step = 1. Nilai awal initial
value untuk stock variable didapat dari data BPS tahun 2012, atau menggunakan
proxy berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Data laju perubahan didapatkan
dari rataan tahun 2008-2012. Hasil simulasi dari model tersebut kemudian digunakan untuk melakukan
analisis lanjutan. Analisis pertama adalah analisis terhadap tingkat produksi dan laju perubahannya selama rentang waktu simulasi t
hingga t
25
. Analisis berikutnya adalah analisis terhadap pertumbuhan produksi. Perhitungan terhadap
pertumbuhan dilakukan dengan metode indeks yang umum digunakan yakni , dengan tahun basis yang digunakan adalah tahun
2000. Selain menggunakan metode perbandingan dengan tahun basis, indeks pertumbuhan juga bisa diukur dengan menggunakan metode chaininglinking
Blanchard, 2011, untuk metode ini ditetapkan indeks pada tahun 2000 = 100. Pada penelitian ini, perhitungan indeks yang digunakan adalah
Analisis berikutnya adalah analisis kontribusi sektor, yakni dengan menghitung perbandingan antara nilai PDRB sektor dengan PDRB total.
Penghitungan ini akan menggunakan asumsi PDRB total tumbuh dengan laju sebesar LPE rata-rata dari tahun 2001-2012.
Analisis dampak lingkungan akan dilakukan dengan menggunakan koefisien degradasi. Koefisien degradasi dapat digunakan untuk menghitung
degradasi sumberdaya lahan Amman, 2001 maupun sumberdaya perikanan Sofyan, 2006. Rumus penghitungan koefisien degradasi adalah
, dengan hs merupakan hasil produksi lestari sedangkan ha adalah produksi aktual. Menurut Amman 2001, persamaan tersebut
menunjukkan adanya efisiensi yang hilang akibat pemanfaatan yang melebihi daya dukung lingkungan. Dari persamaan tersebut juga bisa dilihat bahwa nilai
ambang threshold untuk pemanfaatan optimum berkelanjutan, yakni ketika pemanfaatan aktual sama dengan pemanfaatan lestari adalah 0,2689. Jika
koefisien degradasi berada di bawah nilai tersebut berarti pemanfaatan aktual lebih kecil dari pemanfaatan lestari dan sebaliknya.
Tabel 6 Variabel dan Indikator
Tujuan Umum Faktor
Data
Identifikasi faktor- faktor enabling
dalam pemanfaatan
SDA untuk pertumbuhan
ekonomi Pertanian
Tenaga Kerja Resource
input Produksi
Faktor teknologi
Jumlah petani Luas lahan sawah
Luas panen sawah Luasan irigasi
Luas Hutan Hasil panen
Produktivitas Panen Pemanfaatan Air
Jumlah Pompa Jumlah Traktor
Perikanan Tenaga Kerja
Alat tangkap Jumlah nelayan
Jumlah perahu Standardisasi effort
Membangun model
dinamik pemanfaatan
SDA untuk
pembangunan berkelanjutan di
Jawa Barat Pertanian
Stok sumberdaya
Perubahan stok
Perubahan jumlah alat
Produksi per kapita
Kontribusi terhadap
PDRB Luas sawah
Luas hutan Laju konversi sawah
Laju konversi hutan Laju pertambahan pompa
Laju pertambahan traktor Laju
pertumbuhan penduduk
Laju pertumbuhan
ekonomi PDRB tahun basis 2000
Perikanan Stok
sumberdaya Pertumbuhan
alami Penangkapan
Koefisien dayadukung Laju pertumbuhan alami
Koefisien penangkapan Perkembangan Effort
Pada penelitian ini, pengukuran pemanfaatan lestari dan aktual untuk pengelolaan pertanian padi Jawa Barat dilakukan dengan menggunakan
produktivitas panen. Pemanfaatan aktual diukur sebagai produktivitas panen hasil proyeksi model, sedangkan pemanfaatan lestari adalah produktivitas panen yang
dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah produksi pada tahun-t jika tidak terjadi pengurangan lahan. Sedangkan untuk sektor perikanan tangkap, pemanfaatan
lestari diukur sebagai fungsi regenerasi stok ikan, sedangkan pemanfaatan aktual adalah hasil proyeksi produksi pada tahun-t.
4.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari data sekunder yang diperoleh dari BPS, Bappeda, dan dinas terkait. Unit observasi pada penelitian ini
adalah data tingkat kabupatenkota, namun analisis dilakukan pada tingkat provinsi. Data dan indikator yang akan dikumpulkan tergambar dalam tabel 6.
4.3 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jawa Barat dari Mei 2013 – Juli 2014
5 KONDISI PENGELOLAAN SDA JAWA BARAT 5.1 Kependudukan
Menurut proxy BPS Jawa Barat 2012 jumlah penduduk di Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai 44.286.519 jiwa dan telah memposisikan Jawa Barat
sebagai provinsi berpenduduk terbesar di Indonesia. Jumlah penduduk di Provinsi Jawa Barat pada periode 2006-2011 meningkat lebih dari empat juta jiwa.
Prosentase penduduk Jawa Barat terhadap nasional pada tahun 2000 sebesar 17,3, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 18,1.
Dengan jumlah penduduk yang mencapai 18,1 dari nasional, sedangkan luas wilayahnya hanya 1,85 dari nasional, maka Jawa Barat
tergolong sebagai provinsi berpenduduk sangat padat. Kepadatan meningkat cepat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat pula. Pada tahun 2011
kepadatan penduduk Indonesia sebesar 124 jiwa per km
2
, sedangkan kepadatan penduduk Jawa Barat sebesar 1 193 jiwa per km
2,
atau kepadatannya 9,6 kali kepadatan nasional Bappeda Jabar, 2012.
Tabel 7 menunjukkan bahwa menurut sensus penduduk tahun 2010, penduduk terbanyak ada di Kab. Bogor, yakni sekitar 11,1 dari seluruh
penduduk di Jawa Barat, sedangkan di Kab. Bandung sekitar 7,4. Sekitar 50 penduduk Jawa Barat, tersebar di 8 kabupatenkota saja, yaitu Kab. Bogor, Kab.
Bandung, Kab. Bekasi, Kab. Garut, Kota Bandung, Kab. Sukabumi, Kota Bekasi dan Kab. Cianjur. Namun demikian bila di analisis dalam konteks kewilayahan,
maka akan tampak wilayah-wilayah yang secara bersama-sama menjadi pusat penduduk, misalnya Kota Bandung dan sekitarnya Kab. Bandung, Kota Cimahi,
Kab. Bandung Barat dan penduduk sekitar Jakarta Kab dan Kota Bogor, Kota Depok, Kab dan Kota Bekasi Bappeda Jabar, 2012.
5.2 PDRB