seluas lebih dari 32 ribu km
2
Dinas PSDA Jabar, 2009. Tabel 3 menyajikan rincian potensi sungai di Jabar dari tahun 2006-2008.
Khusus DAS Citarum, sebuah studi Bank Dunia menyebutkan bahwa kurang lebih 28 juta jiwa kehidupannya terkait dengan aliran sungai ini. Sungai
Citarum merupakan penyedia air baku bagi DKI Jakarta. Di sungai ini juga terdapat tiga PLTA dengan kapasitas total 2100 MW. Sekitar 200 ribu ha sawah
juga menggantungkan irigasinya pada sungai Citarum. Potensi lain yang dimiliki oleh provinsi Jawa Barat adalah potensi
perikanan tangkap, terutama di wilayah selatannya. Wilayah selatan Provinsi Jawa Barat termasuk dalam wilayah WPP RI-573 yang diperkirakan memiliki potensi
lestari 491,7 ribu tontahun DJPT KKP, 2011. Menurut Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2011 wilayah selatan Jawa Barat menghasilkan
produksi perikanan tangkap sebesar 19,3 ribu ton Diskan Jabar, 2013. Tabel 2 Tiga Provinsi dengan PDRB menurut harga tetap tahun 2000 terbesar
DKI Jakarta Jawa Barat
Jawa Timur
Nilai juta rupiah
terhadap total
PDB Seluruh
Provinsi Nilai juta
rupiah terhadap
total PDB
Seluruh Provinsi
Nilai juta rupiah
terhadap total PDB
Seluruh Provinsi
2004 278 524 822,00
16,99 230 003 495,86 13,83 242 228 892,17
15,43
2005 295 270 547,00
16,25 242 883 881,74 14,58 256 442 606 28
15,11
2006 312,826,712.76
16.09 257,499,445.75 15.17 271,249,317.01
15.09
2007
332,971,254.83 16.02 274,180,307.83
14.88 287,814,183.91 15.13
2008 353,723,390.53
15.84 291,205,836.70 14.81 305,538,686.62
14.54
2009 371,469,499.10
16.28 303,405,250.51 14.83 320,861,168.91
14.76
2010 395,664,497.61
16.31 321,875,841.47 14.58 342,280,765.51
14.73 Sumber : BPS, diolah
1.2 Perumusan Masalah
Sebagaimana sudah dikemukakan di bagian latar belakang, Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Besarnya
jumlah penduduk ini selain merupakan potensi, dapat pula menjadi ancaman. Masalah pertama yang terkait langsung dengan jumlah penduduk adalah
ketersediaan pangan. Tabel 4 menunjukkan bahwa antara tahun 2000-2012, luas panen padi di Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 0,84 , namun
penurunan ini diimbangi oleh kenaikan produktivitas secara rata-rata sebesar 1,52 sehingga produksi padi secara rata-rata naik sebesar 0,61. Bila
dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk antara tahun 2000-2012 sebesar
1,89, angka ini tentunya masih lebih kecil.
Tabel 3 Jumlah dan Potensi Air Permukaan Sungai di Jawa Barat menurut Lokasi Tahun 2006-2008
No. Balai Pengelolaan
Sumber Daya Air Jumlah Sungai
Luas Wilayah Km2 BPSDA
2006 2007
2008 2006
2007 2008
1 Ciliwung –
Cisadane 7
7 7
4 103,15 4 103,15 4 103,15
2 Cisadea –
Cimandiri 6
6 6
4 268,00 4 268,00 4 268,00
3 Citarum
5 5
5 8 779,00 8 779,00
8 779,00 4
Cimanuk – Cisanggarung
17 17
17 9 797,00 9 797,00
9 797,00 5
Citanduy – Ciwulan 5 5
5 5 128,00 5 128,00
5 128,00
Jumlah 40
40 40
32 075,15 32 075,15 32 075,15
Sumber : Dinas PSDA Jawa Barat
Tabel 4 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Jawa Barat tahun 2000-2012
Tahun Luas
PanenHa Pertumbu
han Luas Panen
Produktivi tas
KuHa Pertumbu
han Produktivi
tas ProduksiTon
Pertumbuhan Produksi
2000 2.188.479 49,12
10 749 868 2001 1.866.069
-14,73 49,50
0,77 9 237 593
-14,07 2002 1.792.320
-3,95 51,15
3,33 9 166 872
-0,77 2003 1.664.386
-7,14 52,73
3,09 8 776 889
-4,25 2004 1.880.142
12,96 51,07
-3,15 9 602 302
9,40 2005 1.894.796
0,78 51,65
1,14 9 787 217
1,93 2006 1.798.260
-5,09 52,38
1,41 9 418 572
-3,77 2007 1.829.085
1,71 54,20
3,47 9 914 019
5,26 2008 1.803.628
-1,39 56,06
3,43 10 111 069
1,99 2009 1.950.203
8,13 58,06
3,57 11 322 681
11,98 2010 2.037.657
4,48 57,60
-0,79 11 737 070
3,66 2011 1.964.457
-3,50 59,22
2,81 11 633 888
-0,87 2012 1.918.799
-2,32 58,74
-0,81 11 271 951
-3,11 Rata-rata
-0,84 1,52
0,61 Sumber : BPS, diolah
Usaha pemenuhan kebutuhan pangan memang tidak bisa semata-mata mengandalkan upaya ekstensifikasi. Sebagaimana dapat dilihat secara sederhana
dari tabel 4, pertumbuhan positif produksi padi lebih diakibatkan karena kenaikan produktivitas. Meskipun penurunan luas panen dapat tertutupi oleh peningkatan
produktivitas, hal ini tetap harus diwaspadai karena upaya peningkatan produktivitas intensifikasi suatu saat akan mencapai titik optimum di mana akan
terjadi decreasing return to scale antara investasi riset, alat, dsb dan peningkatan produksi lahan.
Selain menimbulkan peningkatan kebutuhan pangan, pertumbuhan penduduk yang tidak terkelola dengan baik dan tidak didukung oleh perencanaan
tata ruang yang tepat juga akan menimbulkan tekanan terhadap sumberdaya lingkungan. Salah satu sumberdaya lingkungan yang terkena dampak langsung
dari pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi adalah sumber daya air. Di provinsi Jawa Barat, contoh dampak negatif perkembangan aktifitas
perekonomian terhadap lingkungan sungai dapat dilihat pada DAS Citarum dan Cisadane-Ciliwung.
Upaya pemenuhan kesejahteraan penduduk tidak dapat dilakukan tanpa koordinasi, karena upaya peningkatan produksi satu sektor sangat mungkin
menjadi kendala dalam upaya pertumbuhan sektor lain. Salah contoh yang bisa diilustrasikan adalah upaya pemenuhan kebutuhan pangan akan menyebabkan
kebutuhan lahan baik untuk lahan tanaman maupun padang penggembalaan hewan ternak. Kebutuhan lahan akhirnya akan mendorong alih fungsi lahan hutan
menjadi lahan pertanian atau peternakan. Berkurangnya luasan tutupan lahan hutan berarti berkurangnya wilayah tangkapan air. Pertumbuhan jumlah penduduk
dan pertumbuhan ekonomi juga akan menghasilkan kompetisi dalam konsumsi air antara kebutuhan rumah tangga air minum, sanitasi, dll, kebutuhan industri
bahan baku, pelarut limbah, dll, serta kebutuhan produksi pangan irigasi, minum ternak, dll. Permasalahan akan semakin bertambah rumit jika semakin
banyak sektor yang kita ingin hitung sehingga sseluruhnya menghasilkan output yang optimal.
Rumitnya upaya optimalisasi semua sektor SDA dan tidak mudahnya upaya mendapatkan hasil akhir yang positif bisa dilihat dari tabel 5 yang
menggambarkan laju pertumbuhan berdasarkan lapangan usaha untuk sektor primer. Angka-angka yang ada terlihat tidak berpola dan seakan-akan terlihat
bahwa kenaikan di satu sektor akan menekan pertumbuhan di sektor lain. Selain permasalahan keterkaitan antar sektor dalam pemanfaatan SDA
untuk pembangunan ekonomi, permasalahan lain yang menjadi pertimbangan adalah persoalan keberlanjutan. Meskipun sebagian besar SDAL yang dimiliki
oleh Jawa Barat merupakan SDA pulih renewable, namun bukan berarti SDA tersebut dapat diekstraksi tanpa batas. Pada SDA pulihpun terdapat batasan
jumlah yang boleh dipanen dalam satu periode waktu tertentu agar potensi lestari SDA tersebut tetap terjaga, batasan tersebut secara umum dikenal sebagai
maximum sutainable yield .
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pertanyaan penelitian yang dirimuskan oleh penulis adalah :
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pertumbuhan dan kontribusi
PDRB sektor pemanfaatan SDA terbarukan pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan dan perkebunan ?
2. Apakah pola pemanfaatan SDA terbarukan tersebut di Jawa Barat
saat ini mendukung pembangunan berkelanjutan konsumsi saat ini tidak mempengaruhi kemampuan generasi mendatang untuk
menghasilkan kesejahteraan minimal sama dengan generasi saat ini?
Tabel 5 Laju Pertumbuhan PDRB Jawa Barat atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha untuk Sektor Primer
Lapangan Usaha Tahun
2007 2008
2009 2010
2011 2012
PERTANIAN
2,49 4,07
12,34 1.00
0,09 0,71
Tanaman Pangan
3,88 4,74
14,90 1.07
0,57 1,85
Tanaman Perkebunan
1,32 9,45
8,49 4.22
4,26 4,65
Peternakan
1,03 0,55
2,46 1.80
0,41 1,35
Kehutanan
6,95 5,23
15,54 4.94
3,42 1,20
Perikanan
0,10 4,75
13,39 2.72
4,33 5,20
PERTAMBANGAN dan PENGGALIAN
4,38 2,60
8,38 0.54
5,09 7,18
Migas
4,70 2,60
8,89 0.62
6,04 8,30
Pertambangan tanpa migas
2,31 3,77
3,68 7.04
2,33 5,14
Penggalian
0,33 2,20
2,72 2.69
8,59 7,03
PDRB Jabar
6,48 6,21
4,19 6,20
6,48 6,21
Sumber : BPS
1.3 Tujuan Penelitian