Peramalan Konsumsi dan Produksi Susu Sumatera Utara 2016-2026

mengalami kondisi yang menurun, meskipun ada kenaikan yang tidak signifikan namun jika dibandingkan kondisi tahun 1999-2007 konsumsi susu megalami penurunan. Konsumsi susu di Sumatera Utara yang terus menurun ini karena masyarakat sendiri belum sadar akan pentingnya minum susu. Masyarakat pada umumnya masih menganggap susu adalah bahan pangan mahal yang belum termasuk penting untuk dimasukkan kedalam daftar belanjaan rumah tangga. Masyarakat masih mengutamakan bahan pangan pokok yang saat ini harganya juga semakin tinggi di pasaran sehingga mereka masih mengutamakan membeli bahan pangan pokok seperti beras, minyak goreng, ikan, daging, dll. Dari pemaparan diatas maka hipotesis 1 dapat diterima bahwa produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara mengalami tren yang menurun.

5.2 Peramalan Konsumsi dan Produksi Susu Sumatera Utara 2016-2026

Dari data-data Total Produksi dan Konsumsi Susu Di Sumatera Utara sepanjang tahun 1999-2013 yang telah tersaji sebelumnya, maka dapat diperoleh model trend linier untuk produksi dan konsumsi susu. Persamaannya yaitu sebagai berikut Lampiran 7. Y = a + bX Y1 = 3.166,626 – 362.286X Y2 = 3.555,789- 302,054X Dimana : Y1 = Peramalan Produksi Susu Y2 = Peramalan Kosumsi Susu a = konstanta b = koefisien regresi X = notasi tahun ke Y1 = 3.166,626 – 362.286X Untuk Produksi susu di Sumatera Utara. Persamaan tersebut berarti bahwa setiap tahun produksi susu akan menurun sebesar 362.286 Ton. Y2 = 3.555,789- 302,054X Untuk Konsumsi susu di Sumatera Utara. Persamaan tersebut berarti bahwa setiap tahun konsumsi susu akan menurun sebesar 302,054 Ton. Tabel 10. Angka Ramalan Produksi dan Konsumsi Susu 2016-2026 Tahun Produksi ton Konsumsi ton 2016 -456.234 535,249 2017 -818.52 233,195 2018 -1.180,806 -68,859 2019 -1.543,092 -370,913 2020 -1.905,378 -672,367 2021 -2.267,664 -975,021 2022 -2.629,95 -1.277,075 2023 -2.992,236 -1.579,129 2024 -3.354,522 -1.881,183 2025 -3.716,808 -2.183,237 2026 -4.079,094 -2.485,291 Sumber : olahan lampiran 7 Dari Tabel 10 diatas, dapat dilihat bahwa untuk tahun 2016-2026 baik produksi juga konsumsi atas susu di Sumatera Utara dapat diramalkan tetap menurun setiap tahunnya. Menurunnya produksi susu karena masih rendahya produktivitas susu dan masih sedikitnya jumlah populasi sapi perah yang ada di Sumatera Utara. Penambahan jumlah bibit sapi perah diharapkan terjadi di Sumatera Utara sehingga produksi susu dapat mengimbangi produksi susu dari Jawa yang selalu menjadi urutan pertama produksinya. Sedangkan untuk konsumsi susu sendiri masih tetap mengalami penurunan. Kondisi produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara untuk tahun 2016-2026 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 5. Grafik Ramalan Produksi dan Kosumsi Susu Sumatera Utara 2016-2026 -5000 -4000 -3000 -2000 -1000 1000 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 produksi konsumsi Pada Gambar diatas, dapat diramalkan bahwa hingga tahun 2026 produksi susu Sumatera Utara tetap tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam Sumatera Utara. Hal ini terlihat karena garis produksi susu yang nilainya jauh dibawah dari nilai konsumsi susu. Sementara itu, garis konsumsi susu juga terus mengalami penurunan. Menurut Dewan Ketahanan Pangan 2010, kemandirian pangan ditunjukkan oleh perimbangan atau neraca ketersediaan dan kebutuhan komoditas pangan penting. Nilai positif pada neraca perimbangan menunjukkan bahwa peningkatan ketersediaan pangan lebih besar dari peningkatan kebutuhan penduduk akan pangan. Sedangkan neraca perimbangan yang bernilai negatif menunjukkan bahwa peningkatan kebutuhan penduduk yang belum dapat dipenuhi seluruhya sehingga terjadi defisit. Adapun pertumbuhan peningkatan ketersediaan pangan khususnya untuk komoditas susu neracanya negatif. Dari sisi internal, sebagaian besar 90 produsen Susu Segar Dalam Negeri SSDN merupakan peternak rakyat. Kemampuan produksi mereka masih rendah, harganya relative lebih mahal, sehingga tidak bisa bersaing dengan susu bubuk impor. Untuk meningkatkan produksinya, peternak sapi perah rakyat menghadapi berbagai permasalahan, seperti skala usaha ternak yang relatif kecil, kemampuan induk untuk memproduksi susu belum optimal, serta kemampuan penanganan ternak dan produk susu segar yang relatif rendah Boediyana, 2008 Menurut Kasi Pangan dan Non Pangan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumatera Utara, Pulau Jawa masih menjadi lumbung bagi produksi susu sapi di Indonesia. Sementara pengembangannya di Sumatra Utara belum optimal. Potensi besar Sumatera Utara untuk pengembangan sapi perah belum dimanfaatkan secara optimal. Populasi sapi perah di Sumut tahun 2014 diperkirakan sekitar 1.000 ekor termasuk sapi di industri peternakan di Kabupaten Karo. Namun, peternak di Sumatera Utara cenderung lebih tertarik dengan sapi potong daripada sapi perah. Kini, Kementerian Pertanian tengah mengkaji penggeseran pola tata ruang peternakan sapi yang selama ini terkonsentrasi di Pulau Jawa. Hal itu sebagai upaya untuk mengurangi impor susu yang tiap tahun terus meningkat. Menurut data yang ada, produksi susu nasional tahun 2013 mencapai 980.624 ton. Sedangkan kebutuhan nasional mencapai 2,84 juta ton Anonimous a , 2014. Menurut Dahlan Iskan Menteri BUMN 2009-2014 mengatakan, dalam 2 tahun terakhir produksi sapi nasional terus menurun 400 ton per hari menurutnya banyaknya sapi perah yang dipotong jadi alasan penurunan produksi tersebut.Sapi perah yang masih tersisa pun masih rendah produktivitasnya. Satu sapi perah di Indonesia hanya memproduksi sekitar 12 liter susu segar per hari. Dengan kata lain, hanya separuh yang bisa diproduksi sapi perah di Belanda, yang tiap harinya menghasilkan hingga 25 liter susu segar. Rendahnya produktivitas sapi perah Indonesia lantaran peternak masih malas. Setiap 3 bulan kuku-kuku sapi perah harus dipotong, agar memberikan kenyamanan bagi sapi yang sangat berpengaruh pada produksi susu Anonymous b , 2014. Hal ini juga berlaku pada semua daerah di Indonesia termasuk Sumatera Utara, jika peternak tidak berusaha meningkatkan pemeliharaan sapi perah secara serius maka produksi susu yang dihasilkan akan terus rendah. Dari pemaparan diatas, maka hipotesis 2 dapat diterima karena peramalan produksi dan konsumsi susu 2016-2026 mengalami trend yang menurun setiap tahunnya.

5.2 Alternatif Kebijakan Pemerintah dalam Menaikkan Produksi dan