Bagaimana Eksespsi Landlord dalam Hubungan Hukum Landlord-

51 Lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan lainnya. Si pihak Tenant juga menuntut Pengadilan agar menghukum si Landlord membayar kepada si Tenantganti rugi immateril atas ganti rugi akibat hilangnya opportunitypeluangkesempatan untuk menjaga citra bahkan meningkatkan citra akan popularitas dan kredebilitasnya bagi si Tenant, sebesar dua milyar lima ratus juta rupiah. Menyatakan keputusan hukum dalam perkara ini dapat dijalankan serta merta walaupun ada perlawanan, banding, kasasi dan atau peninjauankembali uitvoerbaar bij voorraad.Menghukum si Landlordmembayar seluruh ongkos yang timbul dalam perkara ini. Atau, menurut dalil si Tenant, apabila yang terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili dan memutus perkara a quo berpendapat lain,ia, si Tenant mohonkan untuk memberikan putusan yang seadiladilnya ex aequo et bono.

2.4. Bagaimana Eksespsi Landlord dalam Hubungan Hukum Landlord-

Tenant Setelah melihat gambaran hubungan hukum Landlord and Tenant yang terlihat dari posita yang dikemukakan oleh pihak Tenant dalam gugatannya di atas, berikut, dalam sub-judul 2.4 berikut ini dikemukakan gambaran hubungan hukum Landlord and Tenant dari sisi apa yang merupakan bantahan pihak Landlord eksepsi sebagaimana dapat dilihat dalam Putusan MARI 2995 yang menjadi satuan amatan pertama dari penelitian dan penulisan karya tulis kesarjanaan dalam bidaang hukum ini. Dalam eksepsi tersebut, pihak Landlord mengemukakan sejumlah dalil. Dalil pertama berkisar pada persoalan pemberian 52 kuasa untuk beracara, dalam hal ini soal Surat Kuasa Khusus pihak Tenantuntuk mengajukan gugatan dalam perkara a quo yang bagi pihak Landlord tidak memenuhi syarat sebagai Surat Kuasa Khusus berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA No. 6 tahun 1994 tanggal 14 Oktober 1994. Pihak Landlord mendalilkan bahwa secara hukum apabila suatu gugatan diajukan oleh kuasa hukum yang ditunjuk oleh si Tenant, maka surat kuasa tersebut haruslah memenuhi ketentuan mengenai Surat Kuasa Khusus. Ketentuan Surat Kuasa Khusus dalam Hukum Acara Perdata Indonesia diatur dalam Pasal 123 HIR dan diatur lebih lanjut dalam beberapa SEMA seperti SEMA No. 2 tahun 1959, tanggal 19 Januari 1959 tentang Surat Kuasa Khusus; SEMA No. 5 tahun 1962, tanggal 30 Juli 1962 tentang Surat Kuasa; SEMA No. 01 tahun 1971, tanggal 23 Januari 1971 tentang Surat Kuasa Khusus sertaSEMA No. 61994. Dalam SEMA No. 61994 yang menjadi pedoman sampai saat ini, menurut dalil pihak Landlord, notabene memiliki substansi dan jiwa yang sama dengan SEMA No. 21959 dan SEMA No. 011971, dan sebagaimana disampaikan oleh M. Yahya Harahap, SH., yaitu bahwa surat kuasa khusus yang sah adalah yang memenuhi syarat secara kumulatif yaitu menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa, untuk berperan di pengadilan; menyebut kompetensi relatif; menyebut identitas dan kedudukan para pihak sebagai penggugat dan tergugat dan menyebut secara ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan. 56 56 M. Yahya Harahap, SH; Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan; Penerbit Sinar Grafika; Jakarta. Cetakan Ketiga, Desember 2005, hal., 14 – 15. 53 Menurut pihak Landlord, dalam perkara a quo , pada bagian ―khusus‖ dalam Surat Kuasa Khusus yang diberikan oleh si pihak Tenant atau kuasanya itu kepada kuasanya, disebutkan:―Bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa untuk mewakili dan membela kepentingan hukum pemberi kuasa guna menyusun, menandatangani dan mendaftarkan gugatan perdata melalui PN Jakarta Selatan sehubungan dengan adanya perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh PT. Telkomsel terhadap Pemberi Kuasa, berkenaan dengan pemblokiran sepihak atas Kartu Hallo nomor 0811969697 milik Pemberi Kuasa yang dilakukan oleh PT. Telkomsel .‖ Kaitan dengan itu, Landlord mendalilkan bahwa dari uraian bagian ―khusus‖ dalam Surat Kuasa Khusus Penggugat sebagaimana dikutip itu, terlihat jelas bahwa si pihak Tenant tidak menyebutkan secara tegas tentang i siapa yang akan bertindak sebagai Penggugat dan ii siapa yang berkedudukan sebagai Tergugat, disamping itu, Surat Kuasa Khusus Penggugat juga tidak menyebutkan secara tegas identitas dari si Landlord karena sama sekali tidak disebutkan alamat dari pihak yang akan digugat. Atas dasar itu, menurut pihak Landlord atau kuasa hukumnya, dengan demikian, Surat Kuasa Khusus si pihak Tenanttidak sesuai dengan ketentuan butir 1 huruf a S EMA No. 61994 yang berbunyi sebagai berikut: ―Surat Kuasa harus bersifat khusus dan menurut Undang-Undang harus dicantumkan dengan jelas bahwa Surat Kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu, misalnya: a. Dalam perkara perdata harus dengan jelas disebut antara A sebagai penggugat dan B sebagai tergugat, misalnya dalam perkara waris atau hutang piutang 54 tertentu dan sebagainya‖. Itu sebabnya, menurut si Landlord,karena Surat Kuasa Khusus si Tenant tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yang mengatur mengenai syarat dan formulasi surat kuasa khusus, khususnya SEMA No. 61994, maka Surat Kuasa Khusus si Tenant tersebut adalah tidak sah menurut hukum, oleh karena itu gugatan dalam perkara a quo yang diajukan berdasarkan Surat Kuasa Khusus tersebut juga menjadi cacat dan sudah seharusnya menurut hukum dinyatakan untuk tidak dapat diterima. Mengenai dalil eksepsi si pihak Landlord yang kedua, Penulis memeroleh temuan bahwa si pihak Landlord mendasarkan sanggahan kepada si pihak Tenant di atas, berkisar kepada gugatan si pihak Tenant yang kabur Obscuur Libel. Menurut si pihak Landlord; ada obscuur liber di sisi gugatan pihak Tenant karena uraian jumlah tuntutan ganti kerugian immateriil yang disampaikan si Tenant di atas dalam Posita Gugatan, tidak sejalan atau tidak sinkron dengan Petitum Gugatan. Dengan kata lain, menurut si Landlord gugatan Penggugat, terdapat ketidaksinkronan atau ketidaksesuaian antara Posita Gugatan dengan Petitum Gugatan terkait uraian jumlah kerugian immaterial yang dituntutkan oleh Penggugat. Dalam Posita Gugatan, tepatnya pada Posita butir 32 halaman 9 Gugatan, disebutkan ―… yakni adanya perbuatan pihak Landlordyang merugikan si Tenant, antara lain si Tenanttelah kehilangan opportunitypeluangkesempatan untuk menjaga citra bahkan meningkatkan citra akan popularitas dan kredibilitasnya. Perbuatan Lanlordjuga telah menimbulkan image negatif terhadap Tenantyang sedang menjaga dan membangun citra dan reputasinya seperti dimaksud dalam gugatan, sehingga menimbulkan kerugian 55 immateril dimaksud, termasuk dan tidak terbatas juga terhadap perasaan yang tidak nyaman dalam diri si Tenant, maka si Tenant menuntut ganti rugi terhadap si Landlordatas kerugian immateriil sebesar satu milyar rupiah ‖. Namun demikian, menurut pihak Landlord, dalam Petitum Gugatan butir 10 halaman 11, si Tenant menyatakan: ―Menghukum si Landlord membayar kepada si Tenant ganti rugi immateriil atas ganti rugi akibat hilangnya opportunity peluangkesempatan untuk menjaga citra bahkan meningkatakan citra akan popularitas dan kredibilitasnya bagi si Tenant sebesar dua milyar lima ratus juta rupiah. ‖ Dari uraian di atas, kata si Landlord, tampak jelas bahwa terdapat ketidak-sinkronan atau tidak sejalannya antara Posita dan Petitum dalam gugatan Penggugat terkait jumlah nilai tuntutan ganti kerugian immateriil, dimana dalam posita gugatan disebutkan bahwa pada pokoknya terdapat kerugian immateriil atas hilanggnya opportunitypeluangkesempatan untuk menjaga citra bahkan meningkatkan citra akan popularitas dan kredibilitasnya sebesar satu milyar rupiah namun pada Petitum gugatan, kerugian immaterial tersebut oleh si Tenantdisebutkan dan dituntutkan untuk dibayar sebesar dua milyar lima ratus juta rupiah. Ketidaksesuaian atau ketidaksinkronan tersebut telah membuat gugatan si Tenant, kata si Landlord, menjadi tidak jelas dan kabur karena besaran ganti kerugian immateriil menjadi tidak pasti. Selain itu, hal tersebut juga menunjukkan bahwa sebenarnya tuntutan ganti kerugian immateriil tersebut hanyalah dicari-cari karena si Tenant, menurut si Landlord, sendiripun bahkan tidak bisa memastikan secara tegas berapa taksiran jumlah kerugian immateriil tersebut, apakah sebesar satu milyar rupiahataukah sebesar dua milyar lima ratus 56 juta rupiah. Oleh sebab itulah, menurut Landlord,dengan telah terbukti adanya ketidak-sinkronan atau tidak sejalannya posita dan petitum gugatan, maka secara hukum gugatan si Tenant mengandung cacat berupa obscuur libel atau kabur yang oleh karenanya harus dinyatakan tidak dapat diterima Niet Ontvankelijk Verklaard, sebagaimana telah diberikan kaidah oleh Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 67KSip1975 tanggal 13 Mei 1975, yang pada pokoknya menyatakan bahwa petitum yang tidak sejalan dengan posita adalah mengandung cacat berupa obscuur libel;Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1075 KSip1980 tanggal 8 Desember 1982 yang pada intinya Mahkamah Agung RI memberikan pertimbangan hukum bahwa ―... karena petitum bertentangan dengan posita gugatan, maka gugatan tidak dapat diterima‖.

2.4. 1. Wanprestasi ataukah PMH dalam Hubungan Hukum Landlord-