19
2.2. Presumtion of Liability Principle, Hubungan Hukum Landlord dan
Tenant
Dalam hukum, setiap tuntutan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan seseorang harus wajib bertanggung
jawab.Dasar pertanggungjawaban itu menurut hukum perdata adalah kesalahan dan risiko yang ada dalam setiap peristiwa hukum.
Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility.Liability merupakan istilah hukum yang
luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan
kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-
undang.Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan
meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan.Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability
menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility
menunjuk pada pertanggungjawaban politik.
40
Prinsip tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Hal ini dikarenakan konsumen merupakan
40
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.,335- 337.
20
golongan yang rentan dieksploitasi oleh pelaku usaha, sehingga dalam hal terdapat kasus-kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan kehati-hatian dalam
menentukan siapa yang bertanggung jawab. Ada beberapa asas dari perlindungan konsumen dalam UU Perlindungan Konsumen, yaitu:Untuk
mendapatkan keadilan;Untuk mencapai asas manfaat;Untuk mencapai asas keseimbangan;
Untuk mendapatkan
keamanan dan
keselamatan konsumen;Untuk mendapatkan kepastian hukum.
Dalam hukum, setiap tuntutan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan seseorang harus wajib bertanggung
jawab.Dasar pertanggungjawaban itu menurut hukum perdata adalah kesalahan dan risiko yang ada dalam setiap peristiwa hukum. Secara teoritis
pertanggungjawaban yang terkait dengan hubungan hukum yang timbul antara pihak yang menuntut pertanggungjawaban dengan pihak yang dituntut untuk
bertanggung jawab dapat dibedakan menjadi:
41
Pertanggungjawaban atas dasar kesalahan, yang dapat lahir karena
terjadinya wanprestasi, timbulnya perbuatan melawan hukum, tindakan yang kurang hati-hati.Pertanggungjawaban atas dasar risiko, yaitu tanggung jawab
yang harus dipikul sebagai risiko yang harus diambil oleh seorang pengusaha atas kegiatan usahanya.Terkait dengan pertanggungjawaban didalamnya terdapat
prinsip tanggung jawab yang merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen.Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen,
41
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal., 101.
21
diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak
terkait.
42
Secara umum, terdapat beberapa prinsip-prinsip tanggung jawab dalam
hukum yang dapat dibedakan sebagai berikut:Kesalahan liability based on fault. Prinsip ini mengatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukan.Prinsip ini dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
KUHPerdata dipegang secara teguh. Pasal 1365 KUHPerdata yang dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya
empat unsur pokok yaitu:Adanya perbuatan melanggar hukum; perbuatan melanggar hukum dapat berupa melanggar hak orang lain, bertentangan dengan
kewajiban hukum si pembuat, berlawanan dengan kesusilaan dan berlawanan dengan sikap hati-hati yang seharusnya diindahkan dalam pergaulan masyarakat
terhadap diri atau benda orang lain.
43
Adanya unsur kesalahan; kesalahan ini mempunyai tiga unsur yaitu:
44
perbuatan yang dilakukan dapat disesalkan; perbuatan tersebut dapat diduga akibatnya dalam arti objektif sebagai manusia
normal dapat menduga akibatnya dan dalam arti subjektif: sebagai seorang ahli dapat menduga akibatnya; dapat dipertanggungjawabkan: debitur dalam
42
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia , PT Grasindo, Jakarta, 2000 , hal., 59.
43
Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Press, Jakarta, 2004, hal.,130.
44
Purwahid Patrick, Dasar-Dasar Hukum Perikatan Perikatan yang Lahir dariPerjanjian dan Undang-Undang, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal,.10-11.
22
keadaan cakap; Adanya kerugian yang diderita; Pengertian menurut
Nieuwenhuis adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu yang
disebabkan oleh perbuatan melakukan atau membiarkan yang melanggar norma oleh pihak lain.
45
Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian yaitu kerugian yang menimpa diri dan kerugian
yang menimpa harta benda seseorang, sedangkan kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian nyata yang dialami serta kehilangan yang diharapkan.
46
Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.Prinsip ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti
kerugian bagi pihak korban. Artinya tidak jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang lain. Dan beban pembuktiannya ada
pada pihak yang mengakui mempunyai suatu hak, dalam hal ini adalah penggugat.
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab
sampai ia dapat membuktikan kalau ia tidak bersalah. Beban pembuktian ada pada si tergugat. Ini dikenal dengan istilah beban pembuktian terbalik. Dalam
prinsip beban pembuktian terbalik, seseorang dianggap bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya, hal ini tentu bertentangan dengan
asas hukum praduga tidak bersalah yang lazim dikenal dalam hukum namun jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak asas ini cukup relevan karena
yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan beban pembuktian ada pada
45
Nieuwenhuis, Pokok-pokok Hukum Perikatan, terjemahan Djasadin Saragih, Universitas Airlangga, Surabaya, 1985, Hal., 57.
46
Ibid..hal. 60.
23
pelaku usaha.Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan
demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.Adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang
menentukan namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab misalnya keadaan memaksaforce majeur. Pada
prinsip ini hubungan kausalitas antara pihak yang bertanggung jawab dengan kesalahannya harus ada.
Strict liability adalah bentuk khusus dari tort perbuatan melawan
hukum, yaitu prinsip pertanggungjawaban dalam perbuatan melawan hukum yang tidak didasarkan pada kesalahan sebagaimana pada tort umumnya, tetapi
prinsip ini mewajibkan pelaku usaha langsung bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum itu.Dengan prinsip tanggung
jawab mutlak ini, maka kewajiban pelaku usaha untuk mengganti kerugian yang diderita oleh konsumen karena mengonsumsi produk yang cacat merupakan
suatu risiko, yaitu termasuk dalam risiko usaha.Karena itu, pelaku usaha harus lebih berhati-hati dalam menjaga keselamatan dan keamanan pemakaian produk
terhadap konsumen. Di Indonesia konsep strict liability tanggung jawab mutlak, tanggung
jawab risiko secara implisit dapat ditemukan di dalam pasal 1367 dan Pasal 1368 KUHPerdata.Pasal 1367 KUHPerdata mengatur tentang tanggung jawab
seseorang atas kerugian yang disebabkan oleh barang-barang yang berada di
24
bawah pengawasannya.Sedangkan Pasal 1368 KUHPerdata tentang tanggung jawab pemilik atau pemakai seekor binatang buas atas kerugian yang
ditimbulkan oleh binatang itu, meskipun binatang itu dalam keadaan tersesat atau terlepas dari pengawasannya.Keadaan tersesat atau terlepas ini sudah
menjadi faktor penentu tanggung jawab tanpa mempersoalkan apakah ada perbuatan melepaskan atau menyesatkan binatangnya. Dengan perkataan lain,
pemilik barang dan pemilik atau pemakai binatang dapat dituntut bertanggungjawab.
47
Mengenai prinsip Pembatasan tanggung jawab limitation of liability,
prinsip ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian
jasa laundry misalnya jika barang kita hilang atau rusak maka ganti kerugian hanya dibatasi yaitu 10 kali dari biaya pencucia.Prinsip tanggung jawab ini
sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelakuusaha dan dalam UUPK seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak
menentukan klausul yang merugikan konsumen termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya, jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
48
47
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumendi Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.,115-119.
48
Ibid.,hal.,98.
25
Sedangkan bentuk-bentuk tanggung jawab pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, antara lain:
49
Contractual liability, yaitu tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian atau kontrak dari pelaku
usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau memanfaatkan jasa yang diberikannya.
Product liability, yaitu tanggungjawab perdata terhadap produk secara langsung dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat menggunakan
produk yang dihasilkan.Pertanggungjawaban produk tersebut didasarkan pada perbuatan melawan hukum tortius liability. Unsur-unsur dalam dalam tortius
liability antara lain adalah unsur perbuatan melawan hukum, kesalahan, kerugian, dan hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan
kerugian yang timbul.Profesional liability, yaitu tanggung jawab pelaku usaha sebagai pemberi jasa atas kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat
memanfaatkan atau menggunakan jasa yang diberikan.Criminal liability, yaitu pertanggungjawaban pidana dari pelaku usaha sebagai hubungan antara pelaku
usaha dengan negara.
2.2.2.Pertanggungjawaban Landlord dan Tenant dalam Telekomunikasi
Seperti yang telah disampaikan bahwa dalam penelitian ini, yang akan menjadi payung hukum adalah UU Telekomunikasi, UU ITE, UU Perlindungan
Konsumen. Ketiga peraturan ini menganut sistem pertanggungjawaba yang sama yaitu Praduga untuk selalu bertanggung jawab presumption of liability. Hal ini
terdapat secara eksplisit dalam masing masing ketentuan peraturan perundang-
49
Edmon Makarim, Op.Cit, hal.,376-377.
26
undangan. Dalam UU Telekomunikasi, terdapat pada Pasal 15:Atas kesalahan dan atau kelalaian Penyelenggara Telekomunikasi yang menumbulkan kerugian,
maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada Penyelenggara
Telekomunikasi;Penyelenggara Telekomunikasi
wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1, kecuali
Penyelenggara Telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya;Ketentuan mengenai
tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan Ayat 2 diatur Peraturan Pemerintah.
50
Dalam UU ITE Terdapat dalam Pasal 15 Ayat;Setiap Penyelenggara
Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik
sebagaimana mestinya.Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, danatau kelalaian pihak pengguna Sistem
Elektronik.
51
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, terdapat dalam Pasal 19 yang mengatakan bahwa:Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti
rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat
50
Lihat Pasal 15 UU No.No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
51
Lihat Pasal 15 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
27
mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundanganyang berlaku.Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh hari setelah tanggal transaksi.Pemberian ganti
rugi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan Ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut
mengenai adanya unsur kesalahan.Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan Ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa
kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
52
2.3. Hasil Penelitian Putusan-Putusan Tanggung Jawab Lanlord and Tenant