BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Jual Beli
Jual beli disebut bai‟ dalam bahasa Arab. Bai‟ adalah suatu transaksi yang
dilakukan  oleh  pihak  penjual  dengan  pihak  pembeli  terhadap  sesuatu  barang dengan  harga  yang  disepakatinya.
25
Sedangkan  perdagangan  atau  jual  beli menurut bahasa berarti al-
Bai‟, al-Tijarah dan al-Mubadalah, sebagaimana Allah Swt berfirman:
 
 
Artinya:  …  mereka  mengharapkan  tijarah  perdagangan  yang  tidak  akan  rugi Faathir: 29.
26
Menurut istilah terminologi  yang dimaksud dengan  jual  beli adalah sebagai berikut.
1. Menukar  barang  dengan  barang  atau  barang  dengan  uang  dengan  jalan
melepaskan  hak  milik  dari  yang  satu  kepada  yang  lain  atas  dasar  saling merelakan.
27
2. Pemilikan  harta  benda  dengan  jalan  tukar-menukar  yang  sesuai  dengan
aturan Syara‟. 3.
Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara‟.
25
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h. 143
26
Departemen  Agama  RI,  Al- Qur‟an  Dan  Terjemahan,  Bandung:  Diponegoro,
2006, h. 349
27
Hendi suhendi. Fiqh Muamalah, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013, h. 68
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli ialah suatu perjanjian  tukar-menukar  benda  atau  barang  yang  mempunyai  nilai  secara
sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan
Syara‟ dan disepakati. Sesuai  dengan  ketetapan  hukum  maksudnya  ialah  memenuhi  persyaratan-
persyaratan,  rukun-rukun,  dan  hal-hal  lain  yang  ada  kaitannya  dengan  jual  beli sehingga  bila  syarat-syarat  dan  rukunnya  tidak  terpenuhi  tidak  sesuai  dengan
kehendak Syara‟.
28
Benda dapat  mencakup pengertian  barang dan uang, sedangkan sifat benda tersebut  harus  dapat  dinilai,  yakni  benda-benda  yang  berharga  dan  dapat
dibenarkan  penggunaannya  menurut  Syara‟.  Benda  itu  adakalanya  bergerak dipindahkan  dan  ada  kalanya  tetap  tidak  dapat  dipindahkan,  ada  yang  dapat
dibagi-bagi,  ada  kalanya  tidak  dapat  dibagi-bagi,  ada  harta  yang  ada perumpamaannya  mitsli  dan  tidak  ada  yang  menyerupai  qimi  dan  yang  lain-
lainnya. Penggunaan harta tersebut dibolehkan sepanjang tidak dilarang syara‟. Benda-benda  seperti  alkohol,  babi,  dan  barang  terlarang  lainnya  haram
diperjualbelikan  sehingga  jual  beli  tersebut  dipandang  batal  dan  jika  dijadikan harga penukar, maka jual beli tersebut dianggap fasid.
R.  Subekti,  mengatakan  bahwa  jual  beli  adalah  suatu  perjanjian  dimana pihak  yang  satu  menyanggupi  akan  menyerahkan  hak  milik  atas  suatu  barang,
28
Ibid., h. 69
sedangkan  pihak  lain  menyanggupi  akan  membayar  sejumlah  uang  sebagai harga.
29
Jual  beli  menurut  ulama  Malikiyah  ada  dua  macam,  yaitu  jual  beli  yang bersifat umum dan jual yang bersifat khusus.
1. Jual  beli  dalam  arti  umum  ialah  suatu  perikatan  tukar-menukar  sesuatu
yang  bukan  kemanfaatan  dan  kenikmatan.  Perikatan  adalah  akad  yang mengikat  dua  belah  pihak.  Tukar-menukar  yaitu  salah  satu  pihak
menyerahkan  ganti  penukaran  atas  suatu  yang  ditukarkan  adalah  dzat berbentuk, ia berfungsi  sebagai objek penjualan,  jadi  bukan  manfaatnya
atau bukan hasilnya.
30
2. Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan  dan  bukan  pula  kelezatan  yang  mempunyai  daya  tarik, penukarannya bukan mas bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan
ada seketika tidak ditangguhkan, tidak merupakan utang baik barang itu ada  di  hadapan  si  pembeli  maupun  tidak,  barang  yang  sudah  diketahui
sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.
31
B. Dasar Hukum
29
R.  Subekti,  Kitab  Undang-undang  Hukum  Perdata,  Jakarta:  Praditya  Paramita, 1983, h. 327
30
Ibid., h. 327
31
Hendi suhendi. Op.Cit, h. 70