Rukun Dam Syarat Jual Beli

2. Syarat jual beli a. Penjual dan pembeli Syaratnya adalah: 1 Berakal, agar tidak terkecoh Orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya. Sebagaimana firman Allah Swt, dalam surat An-Nisa ayat 5: 43            Artinya: dan janganlah kamu serakah kepada orang-orang yang bodoh, harta mereka yang ada dalam kekuasaanmu yang dijadikan Allah untukmu sebagai pokok kehidupan. 2 Dengan kehendak sendiri bukan dipaksa Pada dasarnya jual beli itu hendaknya dilakukan atas kemauan sendiri adanya kerelaan atau tidak ada paksaan dari masing-masing pihak. Karena kerelaan itu adalah perkara yang tersembunyi dan tergantung pada qarinah diantara ijab dan qabul, seperti suka sama suka dalam ucapan, penyerahan dan penerimaan. 3 Tidak mubazir pemboros orang yang pemboros apabila melakukan jual beli, maka jual belinya tidak sah. Sebab orang yang pemboros itu suka 43 Departemen Agama RI, Op Cit, h. 61 menghambur-hamburkan hartanya. Hal tersebut dinyatakan oleh Allah SWT dalam firmannya surat al-isra ayat 27 yang berbunyi:           Artinya: sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. 44 4 Baligh berumur 15 tahun keatasdewasa. Anak kecil tidak sah jual belinya. Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagaian ulama, mereka dapat diperbolehkan berjual beli barang yang kecil-kecil karena kalau tidak diperbolehkan, sudah tentu menjadi kesulitan dan kesukaran, sedangkan agama Islam tidak akan menetapkan peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya. 45 b. Mauqud alaih objek akad, harga dan barang yang diperjual belikan. Syarat-syarat jual beli ditinjau dari ma‟qud „alaih yaitu: 1 Suci barangnya Ulama malikiyah berpendapat bahwa tidak sah jual beli barang najis, seperti tulang bangkai dan kulitnya walaupun telah dimasak, karena barang tersebut tidak dapat suci dengan 44 Departemen Agama RI, Op.Cit, h. 227 45 Sualiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, cet. 27, h. 279 dimasak, termasuk khamr, babi dan anjing. Tetapi sebagian ulama Malikiyah membolehkan jual beli anjing yang digunakan untuk berburu, menjaga rumah dan perkebunan. Menurut madzhab Hanafi dan Zahiri, semua barang yang mempunyai nilai manfaat dikategorikan halal untuk dijual. Untuk itu mereka berpendapat bahwa boleh menjual kotoran-kotoran dan sampah-sampah yang mengandung najis karena sangat dibutuhkan penggunaannya untuk keperluan perkebunan dan dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Demikian pula diperbolehkan menjual setiap barang najis yang dapat dimanfaatkan selain untuk dimakan dan diminum seperti minyak najis untuk keperluan penerangan dan untuk cat pelapis serta diguanakan mencelup wanter. Semua barang tersebut dan sejenisnya boleh diperjual belikan meskipun najis selama penggunaannya tidak untuk dimakan. 2 Dapat diambil manfaatnya Menjual belikan binatang serangga, ular, semut, tikus atau binatang-binatang lainnya yang buas adalah tidak sah kecuali untuk dimanfaatkan. Adapun jual beli harimau, buaya, kucing, ular dan binatang lainnya yang berguna untuk berburu, atau dapat dimanfaatkan maka diperbolehkan. 3 Milik orang yang melakukan akad Menjual belikan sesuatu barang yang bukan menjadi miliknya sendiri atau tidak mendapatkan ijin dari pemiliknya adalah tidak sah. 46 Karena jual beli baru bisa dilaksanakan apabila yang berakad tersebut mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli. 4 Dapat diserah terimakan Barang yang diakadkan harus dapat diserah terimakan secara cepat atau lambat, tidak sah menjual binatang-binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap lagi, atau barang yang sulit dihasilkannya. 47 5 Dapat diketahui Barang yang sedang dijual belikan harus diketahui banyak, berat, atau jenisnya. Demikian pula harganya harus diketahui sifat, jumlah maupun masanya. Jika barang dan harga tidak diketahui atau salah satu dari keduanya tidak diketahui, maka jual beli tidak sah karena mengandung unsur penipuan. Mengenai syarat mengetahui barang yang dijual cukup dengan penyaksian barang sekalipun tidak diketahui jumlahnya. Untuk barang 46 Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1996, h. 39 47 Ibnu Mas‟ud, Fiqh Madzhab Syafi‟i Edisi Lengkap, Bandung: Pustaka Setia, h. 31 zimmah dapat dihitung, ditakar, maka kadar kualitas dan kuantitas harus diketahui oleh pihak berakad. Barang yang tidak dapat dihadirkan dalam majlis, transaksinya disyaratkan agar penjual menerangkan segala sesuatu yang menyangkut barang itu sampai jelas bentuk dan ukurannya serta sifat dan kualitasnya. Jika ternyata pada saat penyerahan barang itu cocok dengan apa yang telah diterangkan penjual, maka khiyar berlaku bagi pembeli untuk meneruskan atau membatalkan transaksi. Demikian juga boleh memperjual belikan barang yang tidak ada di tempat seperti jual beli yang tidak diketahui secara terperinci. Caranya kedua belah pihak melakukan akad perihal barang yang ada tetapi tidak diketahui kecuali dengan perkiraan oleh para ahli yang biasanya jarang meleset. Sekiranya nanti terjadi ketidak pastian biasanya pula bukanlah hal yang berat. Karena bisa saling memaafkan dan kecilnya kekeliruan. Diperoleh pula jual beli yang diketahui kriterianya saja, seperti barang yang tertutup dalam kaleng, tabung oksigen, minyak tanah melalui kran pompa yang tidak terbuka, kecuali waktu penggunaannya. c. Ijab dan qabul sighataqad Sighat atau ijab-qabul artinya ikatan berupa kata-kata penjual dan pembeli. Umpamanya: “saya jual benda ini kepadamu untuk kamu miliki”. Kemudian si pembeli mengucapkan, “saya terima” atau “ya, saya beli.” 48 Dalam fiqih al-Sunnah dijelaskan ijab adalah ungkapan yang keluar terlebih dahulu dari salah satu pihak sedangkan qabul yang kedua. Dan tidak ada perbedaan antara orang yang mengijab dan menjual serta mengqabul si pembeli atau sebaliknya, dimana yang mengijabkan adalah si pembeli dan yang mengqabul adalah si penjual. Adapun syarat- syarat umum suatu aqad adalah sebagai berikut: 1. Pihak-pihak yang melakukan aqad telah cukup bertindak hukum. 2. Objek akad diakui oleh syara‟. 3. Aqad itu tidak dilarang syara‟. 4. Aqad itu bermanfaat. 5. Pernyataan ijab tetap utuh dan shahih sampai terjadinya qabul. 6. Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis, yaitu suatu keadaan yang menggambarkan proses suatu transaksi. 7. Tujuan aqad jelas diakui syara‟ dalam jual beli tujuannya memindahkan hak milik penjual kepada pembeli. 8. Tujuan aqad tidak bertentangan dengan syara‟. 48 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalah Hukum Perdata Islam, UII Press, Yogyakarta, 2000, h. 103 Berdasarkan syarat umum di atas, jual beli dianggap sah jika terpenuhi syarat-syarat khusus yang disebut dengan syarat Ijab dan Qabul sebagai berikut. 1 Orang yang mengucapkan telah balikh dan berakal 2 Qabul sesuai dengan ijab 3 Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis. 49

D. Macam-Macam Jual Beli

Dalam macam atau bentuk jual beli, terdapat beberapa klasifikasi yang dikemukakan oleh para Ulama, antara lain : a. Ulama Hanafiyah, membagi jual beli dari segi atau tidaknya menjadi tiga bentuk, yaitu: 50 1 Jual beli yang shahih Suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang shahih apabila jual beli itu disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan, bukan milik orang lain, dan tidak bergantung pada Khiyar lagi. 2 Jual beli yang bathil Jual beli dikatakan jual beli yang bathil apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli tersebut pada dasar dan sifatnya tidak disyari‟atkan atau barang yang dijual adalah barang-barang yang diharamkan syara‟. Jenis-jenis jual beli yang bathil antara lain : 49 Mardani, Fiqih Ekonomi Syari‟ah, Jakarta: Kencana, 2012, h. 74 50 Narun Harun, Fikih Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, h. 121-129 a Jual beli sesuatu yang tidak ada. Para ulama fiqih sepakat menyatakan jual beli seperti ini tidak sah atau bathil. Misalnya, memperjual belikan buah yang putiknya pun belum muncul dipohon. b Menjual barang yang tidak boleh diserahkan oleh pembeli, seperti menjual barang yang hilang atau burung piaraan yang lepas dan terbang di udara. Hukum ini disepakati oleh ulama Fiqh dan termasuk ke dalam kategori bai al-gharar jual beli tipuan. c Jual beli yang mengandung unsur penipuan, yang ada lahirnya baik, tetapi ternyata di balik itu semua terdapat unsur tipuan. d Jual beli benda-benda najis, seperti khamr, babi, bangkai, dan darah karena dalam pandangan Islam adalah najis dan tidak mengandung harta. e Jual beli al-„arbun, yaitu jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian, pembeli membeli sebuah barang dan uangnya seharga barang diserahkan kepada penjual, dengan syarat apabila pembeli tertarik dan setuju maka jual beli sah. Tetapi apabila pembeli tidak setuju dan barang dikembalikan, maka uang yang telah diberikan kepada penjual, menjadi hibah bagi penjual. Kebanyakan fuqaha melarang dengan alasan bahwa jual beli termasuk bab kesamaran dan pertaruhan, juga memakan harta orang lain tanpa imbalan. 51 f Memperjualbelikan air sungai, air danau, air laut, dan air yang tidak boleh dimiliki seseorang, karena air yang tidak dimiliki seseorang merupakan hak bersama ummat manusia, tidak boleh diperjualbelikan. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah Saw : Artinya : Diceritakan Tahya bin Bakri, menceritakan Al-Laits dari „Ukil bin Ibnu Syihab dari Ibnu Musayyib dan Abu Salamah dari Abu Hurairah r.a., berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda: “Tidak boleh ditahan ditolak orang yang meminta kelebihan air, yang akan mengakibatkan tertolaknya kelebihan rumput.” H.R. Bukhari Muslim. 3 Jual beli fasid adalah jual beli yang rusak dan apabila kerusakan itu menyangkut harga barang dan boleh diperbaiki. Jenis-jenis jual beli fasid, antara lain : 51 Ibnu Rusyd, Bidayatu‟l Mujatahid,, Terjemah oleh M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah, Jus III, Asy- Syifa‟, Semarang 1990 h. 80 52 Al Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Shahih Bukhori, Jilid II, No. Hadits 2201, h. 893