Bahan Hukum Analisis Data

Penelitian ini meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan dan beberapa buku mengenai hukum pertanahan yang ada untuk mengetahui kepastian hukum terhadap hak atas tanah masyarakat adat dan untuk mengetahui penyelesaian sengketa tanah Register 40 dengan bukti sertifikat kepemilikan yang dimiliki oleh masyarakat adat.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan library research yaitu menghimpun data-data dengan melakukan penelahaan kepustakaan, berupa peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, hasil penelitian dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.

3. Bahan Hukum

Sebagai penelitian hukum normatif, penelitian ini menitikberatkan pada studi kepustakaan. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bahan Hukum Primer, yaitu berupa undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan objek penelitian, yang terdiri dari : Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 UUPA, Undang- undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 26 Universitas Sumatera Utara tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 29 b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, pendapat pakar hukum yang erat kaitannya dengan objek penelitian. 30 c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, internet, serta makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian. 31

4. Analisis Data

Analisis Data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara penguraian, menghubungkannya dengan peraturan-peraturan yang berlaku, menghubungkan dengan pendapat pakar hukum serta pihak yang terkait. Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode deduktif untuk sampai pada suatu kesimpulan. 29 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995, Halaman 88 30 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982 Halaman 24 31 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Rajawali Pers, 1990, Halaman 14. Universitas Sumatera Utara BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADI SENGKETA PERTANAHAN ANTARA MASYARAKAT ADAT DENGAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN DIATAS TANAH REGISTER 40 A. Deskripsi Luhat Simangambat Tanah dapat memberikan penyediaan berbagai peluang dan pilihan untuk manusia mencukupi kebutuhannya. Sebidang tanah dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia seperti : perumahan, bercocok tanam berkebun, membangun jalan, jembatan dan berbagai fasilitas kepentingan umum lainnya. Mengingat sangat terbatasnya kemampuan lahan untuk menyediakan ruang, kebutuhan akan lahan ini dapat menimbulkan benturan kepentingan berbagai pihak, baik dalam hal kepemilikan maupun peruntukannya. 32 Berdasarkan hasil identifikasi posisi Luhat Simangambat dan Luhat Ujung Batu terletak di kecamatan Barumun Tengah dahulu kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2007 Luhat Simangambat dan Luhat Ujung Batu dimekarkan menjadi kabupaten Padang Lawas adalah kabupaten di provinsi Sumatera Utara yakni hasil pemekaran dari kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten ini resmi berdiri sejak diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 38 tahun 2007, tepatnya pada tanggal 10 Agustus 2007 bersama- sama dengan dibentuknya kabupaten Padang Lawas Utara menyusul RUU yang disetujui pada tanggal 17 Juli 2007 Ibukota kabupaten ini adalah Sibuhuan kabupaten Padang Lawas adalah kabupaten di provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yakni hasil pemekaran dari kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten ini resmi berdiri sejak diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007, 32 Syaffruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Jakarta : Pustaka Bangsa Press, 2004, Halaman 6 Universitas Sumatera Utara tepatnya pada tanggal 10 Agustus 2007, bersama-sama dengan dibentuknya kabupaten Padang Lawas Utara, menyusul RUU dengan luas 3.892,74 Km 2 , jumlah penduduk sekitar 233.933 jiwa Tahun 2007, dengan kepadatan penduduk 60 jiwaKm 2 terdiri dari beberapa kecamatan antara lain 33 : 1. Barumun 2. Barumun Tengah 3. Batang Lubu Sutam 4. Huristak 5. Huta Raja Tinggi 6. Lubuk Barumun 7. Sosa 8. Sosopan 9. Ulu Barumun Terletak secara geografis pada koordinat antara LU = 01 ,23 ’, 37” sd 01 33 ’ 24 ” B.T = 100 ,03 ’ ,09 ” sd 100 ,15 ’ 00 ” yang meliputi beberapa desa antara lain : Luhat Simangambat terdiri dari desa : Tanjung Botung, Aek raru, Langkimat, Paran Padang, Mandasip, Gunung Manaon, Simangambat Julu, Pangaran Tonga, Janji Matogu, Ujung Gading Julu, Sigagan, Huta Pasir, Tanjung Maria, Jabi-jabi, Simangambat Jae, Ulak Tano, Huta Baru, Ujung Gading Jae, Huta Baringin, Sionggotan. 10. Desa-desa di Luhat Ujung Batu : Ujung Batu Julu, Ujung Batu Jae, Jambu Tonang, Paya Bahung, Mananti, Huta Raja, Martujuan, Tebing Tinggi, Gunung Manaon, Labuan Jurung, Manaritua. Adapun Raja Adat Panusunan Bulung Luhat Simangambat 34 adalah Raja Manipo Hasibuan posisi tanah ulayat terletak di provinsi Sumatera Utara tempatnya di Tapanuli Selatan. sebelah Utara ada wilayah yang disebut Luhat Simangambat yang terjadi pada waktu itu ± 130 tahun dari sekarang Tahun 1874 ada wilayah Kerajaan di 33 www.Wapedia.Com diakses pada tanggal 25 Juni 2010 34 Keterangan Saksi H. Raja Manipo Hasibuan dibawah sumpah pada persidangan perkara pidana No.481PID.B2006PN.JKT.PST Halaman 245 Universitas Sumatera Utara Luhat Simangambat yang meliputi wilayah sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Sultan Kota Pinang, sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Sultan Siak, di sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Sultan Parung Bolak dan di sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Sultan Halomona. Di daerah tersebut sebelum Tahun 1967 ada daerah Asisten Wedana dan ada Dewan Negeri ada Daerah Asisten Wedana dan ada Dewan Negeri dan yang mengangkat Pejabat ini adalah Pemerintah di Sibolga yang disebut Residen. Di luar Simangambat mempunyai daerah 6 enam eks Dewan Negeri, yaitu : eks Dewan Negeri Binanga, eks Dewan Negeri Huristak, Eks Dewan Negeri Aek Nabaru, eks Dewan Negeri Gurindam dan pada tahun 1945 setelah Kemerdekaan RI ada yang masuk lagi yaitu eks Dewan Negeri Singapas, sehingga ada 7tujuh Dewan eks Negeri. Adapun selaku Raja Adat Panusunan Bulung di Luhat Simangambat.adalah mengatur tata rumah tangga, mengatur mengenai tanah adat. Luas tanah adat yang diserahkan kepada PT. Torganda adalah ± 72.000 hektar dan yang dikelola ± 23.000 hektar, kondisi tanah adat pada waktu diserahkan PT. Torganda dalam keadaan gundul dan berupa semak belukar, karena pohon-pohonnya telah ditebangi oleh para perambah hutan. Selaku Raja Adat Panusunan Bulung di Luhat Simangambat bertugas mengatur tata rumah tangga sebagai contoh menempatkan sesuatu benda pada tempatnya, Raja adat bertugas mengatur mengenai tanah adat untuk diberikan kepada siapapun apabila dapat memenuhi syarat-syarat adat dan berwenang menyerahkan tanah adat beserta tokoh-tokoh adat 35 . Luas tanah adat yang diserahkan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit ± 72.000 Ha dengan kondisi dalam keadaan gundul dan berupa semak belukar, karena pohon-pohonnya telah ditebangi oleh perambah hutan. 35 Keterangan saksi Raja Manipo Hasibuan pada persidangan Perkara Pidana No. 481PID.B 2006PN.JKT.PST sebagai Tokoh Adat Universitas Sumatera Utara Warga masyarakat adat pernah menyerahkan tanah adatnya kepada Pemerintah pada bulan Agustus 1977. Pemerintah Indonesia telah meminta sebagian tanah adat ± 1000 Ha dan di dalam kenyataannya tanah yang diberikan kepada masyarakat telah diolah oleh PT. Eka Pandawa Sakti. Pada tahun 1981., daerah Luhat Binanga telah juga menyerahkan tanah adat mereka kepada pemerintah seluas ± 12.000 Ha. Penyerahan tanah adat dari masyarakat kepada perseorangan atau perusahaan dengan pago-pago dan penyerahan tanah adat bukan hanya kepada pemerintah saja tetapi boleh juga kepada perseorangan atau perusahaan, sebagai contoh pada tahun 1958 sewaktu ada perang PRRI orang tua Raja Adat ini telah menyerahkan sebagian tanah adatnya kepada warga masyarakat Gunung Tua yang pindah rumah sebanyak satu kampung akibat perang PRRI tersebut. B. Sejarah Terjadinya Sengketa Pertanahan Di atas Tanah Register 40 1. Hak Masyarakat Adat Atas Tanah Masyarakat Adat yang diperkirakan paling sedikt 30 juta jiwa diantaranya berada di dalam atau di sekitar hutan, Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan kawasan hutan negara seluas 143 juta Ha atau kurang lebih 70 dari seluruh luas daratan Republik Indonesia. Penetapan ini dilakukan secara sepihak dan tidak didasari pengakuan akan keberadaan wilayah-wilayah adat yang sudah ada sebelum negeri ini didirikan. 36 Melihat status tanah dalam perspektif hukum adat sebenarnya mengkaji keberadaan hak ulayat diantaranya yang perlu diperhatikan disini ialah soal siapa pemegang hak ulayat. Pemegang persekutuan atas tanah adalah Raja yang bertindak 36 Satmaidi, Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan Suatu Upaya Pemenuhan Hak Ekonomi Diakses dari www.legalitas.org Universitas Sumatera Utara sebagai pengurus, pengatur dan pengawas agar pemakaian tanah dalam wilayahnya tidak bertentangan serta merugikan hak-hak persekutuan serta hak-hak perseorangan atas tanah 37 serta yang dimanfaatkan untuk kepentingan pengelolaan hutan. Dalam pada itu harus diingat bahwa konsepsi umum hutan tanah ulayat yang dikenal di negara ini adalah bersumber dari teori klasik, yang menjelaskan bahwa tanah milik raja. Terbaginya tanah menjadi hutan tanah ulayat bagi masing-masing kesatuan masyarakat hukum adat semata-mata kedermawanan sang Raja, sehingga pemanfaatan dan penggunannya haruslah sedemikian rupa dan harus memenuhi ketentuan adat, seperti antara lain : 1. Hutan tanah ulayat tidak boleh diperjualbelikan dengan cara apapun sehingga pemilikan haknya menjadi berpindah tangan ; 2. Hutan tanah ulayat tidak boleh dibagi-bagi menjadi milik pribadi perorangan ; 3. Warga suku yang bersangkutan secara perorangan boleh memanfaatkan tanah hutan tersebut dengan beberapa ketentuan atau kewajiban- kewajibannya yang perlu ditaati, seperti memberikan sebagian hasilnya kepada Kepala Desa menjadi penghasilan desa. H.Anwar Saleh, Eksistensi Hutan Tanah Ulayat di Provinsi Riau dan Prospeknya di masa datang : 1989.9 Hukum adat memiliki satu kesatuan dengan hak ulayat dengan maksud tiang penting tempat hukum adat berdiri, sendi-sendi tempat hukum adat bertopang, dasar- dasar-dasar tempat hukum adat berpijak pada Tiang-tiang hukum adat yang ditegakkan oleh Van Vollenhoven adalah : 1. Persekutuan Hukum. 2. Hak Ulayat. 37 Fauzie Ridwan, Hukum Tanah Adat, Jakarta, 1982, Halaman 24 Universitas Sumatera Utara 3. Daerah Hukum Adat. 4. Perjanjian adalah perbuatan konkret. 5. Hukum Adat tidak mengenal konstruksi juridis yang abstrak. 6. Hukum Adat menjadikan tangkapan dengan pancaindera sebagai dasar bagi membuat kategori hukum dan sebagai ukuran untuk membeda- bedakan. 7. Sifat susunan keluarga. Mahadi menulis : “ bahwa masyarakat hukum adat itu in heren dengan adanya hak ulayat, sehingga dapat diterima tidak adanya masyarakat hukum adat berarti tidak adanya hak ulayat itu”. Dalam hubungannya dengan pembangunan kehutanan seperti disebutkan dalam hukum kehutanan, hutan dalam statusnya ada hutan negara dan hutan hak 38 . Hutan negara dapat berupa hutan adat yang mana harus ditetapkan statusnya sebagai tanah adat sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih berada dikawasan hutan tersebut, sebagai dasar pengakuan tersebut. Sejalam dengan perkembangan hukum adat yang bersangkutan tidak berlaku lagi maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada pemerintah yang mengelolanya Pasal 5 UU No. 41 Tahun 1999 39 Hutan-hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat termasuk hutan negara, masyarakat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari hasil hutan tersebut dalam satu ekosistem yang dalam sistem kehutanan harus tidak terpisah dari pengertian hutan itu sendiri. Di dalam isi hak ulayat tidak membedakan hutan dan bukan hutan, sebab yang menjadi hak ulayat itu sendiri meliputi : c. Tanah daratan ; d. Air perairan seperti misalnya sungai, danau, pantai beserta perairannya ; e. Tumbuh-tumbuhan yang hidup secara liar ; f. Binatang yang hidup liar di hutan ; 38 Mahadi, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat Sejak RR Tahun 1854, Bandung : Alumni, 1991,Halaman 58 39 Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis HukumAgraria, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003, Halaman 114 Universitas Sumatera Utara Bahkan menurut Hilman yang dikatakan hak ulayat desa adalah berupa tanah hutan, termasuk hutan larangan yang diserahkan pengawasannya kepada desa yang bersangkutan, seperti tanah hutan, semak belukar, rawa-rawa, tanah-tanah bekas perladangan yang telah ditinggalkan penggarapnya yang berada pada wilayah batas desa yang bersangkutan, yang dikuasai oleh desa yang bukan milik kerabat, perseorangan,, perusahaan dan sebagainya Hilman Hadikesuma : 1992.181. Didalam proses terciptanya hak ulayat atas suatu hutan rimba yang belum berpenghuni dan meliputi pula hutan belukar, padang ilalang, rawa-rawa, sungai bahkan laut di sekitarnya.Erman Rajagukguk, Pemahaman Rakyat atas Tanah, Prisma, September : 197, LP3ES dan Varia Perdilan, Maret 1992, No.78 : 137 tidak hanya dilihat dari objeknya tetapi dari subjeknya perlu ditelaah, apakah untuk sekelompok masyarakat atau seseorang yang bukan anggota persekutuan. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa hak ulayat itu adalah kekuasaan yang diabadikan atas suatu wilayah masyarakat yang bersangkutan. Mereka hidup, berkembang biak dan beristirahat untuk selama-lamanya Kosnoe : 1998 : 1-3 Di Tapanuli terdapat tata susunan rakyat sebagai berikut : Bagian-bagian marga masing-masing mempunyai daerah sendiri, akan tetapi di dalam daerah tertentu dari suatu marga, di dalam huta-huta yang didirikan oleh marga itu, ada juga terdapat satu atau beberapa marga lain yang masuk menjadi anggota badan persekutuan huta di daerah itu. Marga yang semula mendiami daerah itu, yang didirikan huta-huta di daerah tersebut disebut marga asal, marga raja, atau marga tanah, yaitu marga yang menguasai tanah-tanah di dalam daerah itu disebut marga rakyat. Kedudukan marga rakyat di dalam suatu huta adalah kurang daripada kedudukan marga raja. 40 40 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Raja Grafindo Persada, 1983, Halaman 97 Universitas Sumatera Utara Persekutuan hukum adat di daerah Padang Lawas disebut Luhas dimana di dalam tiap-tiap persekutuan hukum adat disebut huta. Yang menjadi kepala negeri kuria dan kepala huta adalah seorang dari marga asal, yaitu seorang keturunan marga Hasibuan sebagai pembuka tanah dan pembuka huta di dalam daerah yang bersangkutan Raja Panusunan. Marga lain-lain yang ikut bertempat tinggal di daerah tersebut atau di huta itu di Tapanuli Selatan marga ini disebut parripe yang artinya mempunyai seorang wakil di dalam pimpinan daerah dan pimpinan huta yang diambil dari marga rakyat masing-masing. Wakil dari marga rakyat yang tertua menjadi pembantu pertama dari kepala daerah atau kepala huta, serta disebut imboru di Tapanuli Tengah bajo-bajo na godang di Tapanuli Selatan, wakil dari marga rakyat lain-lainnya disebut natoras. 41 Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat hukum adat tersebut telah mengaburkan hubungan haki ulayat itu dengan masyarakatnya. Masyarakat Adat yang meninggalkan tanahnya dan pindah ke tempat lain, karena dianggap tidak subur lagi di tempat semula dan akan pergi kedaerah lain sehingga eksistensi hak ulayat itu mulai diperjualbelikan dan menjadi menguatlah hak seseorang di atas tanah ulayat. 42 Dalam pertemuan itu, para sesepuh adat itu juga menegaskan, bahwa 23.000 Ha tanah yang kini subur sebagai areal perkebunan sawit milik KPKS Bukit Harapan dengan anggota 1.310 KK warga petani setempat dari total pekerja 15.000 KK, adalah murni tanah adat yang selama ini merupakan lahan mata pencaharian rakyat. Secara kronologis, menurut Tokoh Adat setempat, tanah adat itu semula dikuasai leluhurnya Sutan Radja Sampe Dibata di Luhat Simangambat pada tahun 1874. Batas-batasnya antara lain: Tanah Sultan Kota Pinang Simataniari di bagian Utara, Tanah Lompatan Harimau di Padang Bolak Selatan, sungai Sijabi-jabi Nagodang di bagian Barat, dan 41 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta : Gunung Agung, 1995. Halaman 88 42 Ibid Universitas Sumatera Utara tanah Sultan Siak atau Muara Sori dan Sungai Batang di bagian Timur. Pada 29 Agustus 1929, para sesepuh adat atau raja-raja negeri dengan sebutan Dewan Negeri ketika itu, berkumpul di tempat Siak, yang antara lain menetapkan ‘patok- patok alam’ pada setiap ‘ujung tano’ batas tanah tanah adat tersebut. Lalu, pada tahun 1945, pihak Belanda mencoba mengklaim tanah tersebut dari ke-6 Dewan Negeri Luhat Simangambat Simangambat, Ujung Batu, Binanga, Rutterindang, Sijabi-jabi Nagodang tapi gagal, sehingga seterusnya tanah adat tersebut dikuasai para keturunan Raja Sampe Dibata, hingga keluarga besar Raja Manipo Hasibuan selaku generasi ke-7 saat ini. Pada 1950, terjadi semacam pemekaran daerah dengan ditetapkannya Luhat Simangambat dan Ujung Batu sebagai daerah kelurahan berdasarkan Undang-Undang No.12 Tahun 1949 dan PP No.9 Tahun 1950. Namun, kedua kelurahan atau Luhat tersebut tetap bersatu memiliki dan mengelola tanah adat yang diperoleh turun temurun. Pada tahun 1977, Pemerintah RI melalui Departemen Kehutanan meminta 1.000 hektar lahan setempat untuk dijadikan lahan reboisasi, tapi gagal, dan akhirnya pada tahun 1985 lalu, menyaksikan hadirnya ‘armada’ ber-merek First Mujur Plantation FMP di perbatasan tanah adat itu “Pada tahun 1986, masyarakat adat dari sekitar 500-an KK warga Luhat Ujung Batu mulai berjaga-jaga mencegah aksi perambahan hutan. Sepanjang tahun 1992-1993, hampir setiap hari masyarakat adat lihat kayu-kayu gelondongan ditebang dan dihanyutkan melalui sungai Barumun ke selat Melaka. Masyarakat Adat bahkan terpaksa sering bergantian menginap di hutan dengan membawa perbekalan, dan tak terhitung berapa kali berhadapan dengan para petugas bersenjata dengan arloji cap Garuda merk “Cendana’,” menurut Raja Asli Ujung Batu sembari mencontohkan maraknya ‘Hama Gajah’ . Universitas Sumatera Utara

2. Lahirnya Register 40

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Hak – Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah Berdasarkan Ketentuan Pmna/Kepala Bpn Nomor 5 Tahun 1999 Dikaitkan Dengan Putusan Mk Nomor 35/Puu-X/2012

7 185 136

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

5 64 118

Perlindungan Hukum Hak Keperdataan Warga Masyarakat Di Atas Tanah Yang Berada Dalam Kawasan Hutan Berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No. 463/Menhut-II/2013 di Kota Batam.

5 126 167

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Terhadap Hak Atas Tanah Terdaftar Yang Berpotensi Hapus Di Kota Medan

1 40 208

PENGELOLAAN HAK ULAYAT ATAS TANAH DI MASYARAKAT HUKUM ADAT PEPADUN KABUPATEN LAMPUNG UTARA

4 71 69

HAK ATAS TANAH ANTARA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DAN NEGARA.

0 0 14

Perlindungan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Atas Terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan Pada Tanah Adat.

0 0 34

PERLINDUNGAN KONSTITUSIONAL HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH

0 0 10

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

0 0 15