kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan di bahas. Analisa data dilakukan dengan
18
a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti. :
b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan
penelitian. c.
Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin. d.
Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau doktrin yang ada.
e. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB I :
PENDAHULUAN
Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat
Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II :
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM BIDANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN
18
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2004, hal 45.
Universitas Sumatera Utara
Dalam bab ini berisi tentang Pengertian dan Dasar Hukum, Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban
Konsumen dan Perlindungan Hukum Konsumen dalam Bidang Perumahan.
BAB III : PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN
JUAL BELI RUMAH
Bab ini berisikan tentang Isi Perjanjian Jual Beli Rumah, Pelaksanaan Perlindungan dalam Perjanjian Jual Beli Rumah, dan
Prosedur Hukum Penyelesaian Sengketa Konsumen.
BAB IV : UPAYA
PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP KONSUMEN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN ATAS
IKLAN YANG DIJANJIKAN .
Bab ini berisikan tentang Promosi Produk Melalui Iklan Perumahan dan Pemukiman, Hak Konsumen Terhadap Promosi
Produk Melalui Iklan Perumahan, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Promosi atau Periklanan Perumahan dan Upaya Perlindungan
Hukum terhadap Konsumen Perumahan dan Pemukiman atas Iklan yang Dijanjikan.
BAB V :
KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan bab kesimpulan dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan
uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran.
Universitas Sumatera Utara
BAB II ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM BIDANG
PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Demi melindungi konsumen di Indonesia dari hal-hal yang dapat
mengakibatkan kerugian terhadap mereka, pada tanggal 20 April 1999 Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen UUPK. Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
Sebenarnya sebelum UUPK diundangkan, hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha telah diatur dan tersebar di dalam berbagai peraturan yang
dapat dikelompokkan ke dalam empat bagian besar, yakni perindustrian, perdagangan, kesehatan dan lingkungan hidup. Contohnya Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. Namun tidak mungkin bagi seorang konsumen yang buta
hukum mencari berbagai hak dan kewajibannya di segunung tumpukan peraturan. Selain itu, kelemahan dari peraturan-peraturan yang muncul sebelum UUPK
adalah:
1.
Defenisi yang digunakan tidak dikhususkan untuk perlindungan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
2.
Posisi konsumen lebih lemah.
3.
Prosedurnya rumit dan sulit dipahami oleh konsumen.
4.
Penyelesaian sengketa memakan waktu yang lama dan biayanya tinggi.
Meskipun ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen, UUPK tidak bertujuan untuk mematikan pelaku usaha. Dengan adanya UUPK, pelaku
usaha diharapkan lebih termotivasi untuk meningkatkan daya saingnya dengan memperhatikan kepentingan konsumen.
Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK, UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 1 adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam
Pasal 1 angka 1 UUPK telah memberikan cukup kejelasan. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan
sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.
19
19
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, Hal. 1.
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Dan menurut Janus Sidabalok
dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, hukum perlindungan konsumen adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk
menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen dan menemukan kaidah hukum konsumen dalam berbagai peraturan perundangan
yang berlaku di Indonesia tidaklah mudah, hal ini dikarenakan tidak dipakainya istilah konsumen dalam peraturan perundang-undangangan tersebut walaupun
ditemukan sebagian dari subyek-subyek hukum yang memenuhi kriteria konsumen.
Terdapat berbagai pengertian mengenai konsumen walaupun tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara satu pendapat dengan pendapat lainnya
Konsumen sebagai peng-Indonesia-an istilah asing Inggris yaitu consumer, secara harfiah dalam kamus-kamus diartikan sebagai seseorang atau sesuatu
perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; atau sesuatu atau seseorang yang mengunakan suatu persediaan atau sejumlah
barang. ada juga yang mengartikan setiap orang yang menggunakan barang atau jasa.
20
Az Nasution didalam bukunya memberikan batasan tentang konsumen pada umumnya adalah : “setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang
Dari pengertian diatas terlihat bahwa ada pembedaan antara konsumen sebagai orang alami atau pribadi kodrati dengan konsumen sebagai perusahan atau
badan hukum pembedaan ini penting untuk membedakan apakah konsumen tersebut menggunakan barang tersebut untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan
komersial dijual, diproduksi lagi.
20
Erman Rajagukguk, dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: CV. Mandar Maju, 2000, hal 82.
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk tujuan tertentu”.
21
Konsumen masih dibedakan lagi antara konsumen dengan konsumen akhir. Menurutnya yang dimaksud dengan
konsumen antara adalah : “Setiap orang yang mendapatkan barang dan jasa untuk dipergunakan dengan tujuan membuat barang dan jasa lain atau untuk
diperdagangkan tujuan komersial.
22
Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah “pembeli” koper. Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah “konsumen” sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK, Undang-undang Perlindungan Konsumen menyatakan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdaganggkan.
23
Pengertian konsumen jelas lebih luas daripada pembeli. Luasnya pengertian konsumen dilukiskan secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat,
John F. Kennedy dengan mengatakan, “consumers by definition include us all.”
24
Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai, pemakai produksi
terakhir dari benda dan jasa; uiteindelijke gebruiker van goederen en diensten.
25
21
Az. Nasution I, Op.cit, hal 70.
22
AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Daya Widya, 2000, hal 23. selanjutnya disebut AZ Nasution II
23
Ibid, hal 24.
24
Mariam Darus Badrulzaman, “Perlindungan terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku Standar,” dalam BPHN, Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan
Konsumen, Bandung : Binacipta, 1986, hal. 57.
25
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir konsumen antara dengan konsumen pemakai terakhir. Di
Perancis, berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang, konsumen diartikan sebagai, “The person who obtains goods or services for personal or
family purposes.”
26
Dari definisi itu terkandung dua unsur, yaitu konsumen hanya orang, dan barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau
keluarganya. Di Spanyol, pengertian konsumen diartikan tidak hanya individu orang, tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir.
Adapun yang menarik di sini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.
27
1. Setiap orang
Rumusan dan ketentuan diatas menunjukkan sangat beragamnya pengertian konsumen. Masing-masing ketentuan memiliki kelebihan dan
kekurangan. Untuk itu, dengan mempelajari perbandingan dari rumusan konsumen, kita perlu kembali melihat pengertian konsumen dalam Pasal 1 Angka
2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Sejumlah catatan dapat diberikan terhadap unsur-unsur definisi konsumen.
Konsumen adalah :
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barangatau jasa.
2. Pemakai
26
Tim FH UI Depdagri, Rancangan Akademik Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta : tidak dipublikasikan, 1992, hal. 57.
27
Ibid., hal.58.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kata “pemakai” menekankan, konsumen adalah
konsumen akhir ultimate consumer. 3.
Barang danatau jasa Berkaitan dengan istilah barang danatau jasa, sebagai pengganti
terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini “produk” sudah berkonotasi barang atau jasa. Semula kata produk hanya mengacu pada
pengertian barang.
28
4. Yang tersedia dalam masyarakat
Dalam dunia perbankan, misalnya, istilah produk dipakai juga untuk menamakan jenis-jenis layanan perbankan.
Barang danatau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran bunyi Pasal 9 Ayat 1 Huruf e Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. 5.
Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini
tidak sekadar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang danatau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain diluar diri sendiri dan
keluarganya, bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan.
6. Barang dan atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
28
H.C. Black, Black’s Law Dictionary, ed. 6 St. Paul : West Pulishing Co. 1990, hal 129.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Secara teoretis hal demikian
terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas
seperti itu. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 memberi pengertian apa yang
dimaksud dengan pelaku usaha, seperti tercantum dalam Pasal 1 ayat 3, Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang diberikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara RI, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Sedangkan didalam penjelasannya yang termasuk pelaku usaha, UUPK menyebut perusahaan, korporasi, BUMN, koprasi, importir, pedagang, distributor,
dan lain-lain. Jadi pengertian pelaku usaha dalam undang-undang ini luas sekali, karena pengertiannya tidak dibatasi hanya pabrikan saja, melainkan juga para
distributor dan jaringannya, serta termasuk para importir. Adapun menurut beberapa ahli hukum seperti Az. Nasution, misalnya,
berpendapat hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaiadah-kaidah bersifat mengatur, dan
juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen.
29
29
Az. Nasution I, Op.cit, hal 71.
Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang
Universitas Sumatera Utara
mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen
30
1. Rumah
Setelah diberlakukannya UU No. 8 tahun 1999 terdapat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia No
403KPTSM2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah yang berhubungan dengan perlindungan konsumen. Keputusan Menteri ini memang
tidak secara langsung mengenai perlindungan konsumen, namun secara tidak langsung dimaksudkan juga untuk melindungi konsumen Keputusan Menteri yang
dimaksud antara lain:
Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah sebagai tempat membina
keluarga, tempat berlindung dari iklim dan tempat menjaga kesehatan keluarga.
2. Rumah Sehat
Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi ketetapan atau ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka
melindungi penghuni rumah dari bahaya atau gangguan kesehatan, sehingga memugkinkan penghuni memperoleh derajat kesehatan
yang optimal. 3.
Perumahan
30
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana lingkungan. 4.
Permukiman Bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Menurut para ilmuwan ada beberapa pengertian tentang perumahan yang
lain yaitu; 1. Menurut UU RI No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, Pasal
1 Ayat 2, rumah mempunyai arti bangunan dan lingkungan tempat tinggal dilengkapi dengan sarana dan prasarana fasilitas yang memenuhi syarat-syarat
guna mendukung kehidupan manusia. 2. Menurut Arthur C.S. Housing : Symbol, Structure, Site, 1990, filosofi rumah
sama dengan tubuh manusia yang membutuhkan penutup berupa rumah atau shelter.
31
3. Menurut Sam Davis The Form of Housing, rumah kemudian akan disebut menjadi perumahan apabila menjadi sekumpulan kesatuan di atas petak-petak
lahan individu atau sebagai kelompok rumah gandeng atau sebagai bangunan apartemen.
32
31
Arthur C.S. Housing : Symbol, Structure, Site, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990, hal 28.
32
Sam Davis, The Form of Housing, dalam Jurnal Hukum Bisnis Vol. 12, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
4. Menurut Y.B. Mangunwijaya, rumah memang bisa dianggap mesin, alat pergandaan produksi. Tetapi lebih dari itu, rumah adalah citra, cahaya
pantulan jiwa dan cita-cita kita. Ia adalah lambang yang membahasakan segala yang manusiawi, indah dan agung dari dia yang membangunnya;
kesederhanaan dan kewajarannya yang memperteguh hati setiap manusia. Rumah memang kita gunakan, namun lebih dari itu, rumah adalah cerminan
jiwa yang bermartabat. Standar dan Ketentuan Perumahan : Sebagai wadah kehidupan manusia, rumah dituntut untuk dapat memberikan sebuah
lingkungan binaan yang aman, sehat dan nyaman. Untuk itulah Pemerintah dengan wewenang yang dimilikinya memberikan arahan, standar peraturan
dan ketentuan yang harus diwujudkan oleh pihak pengembang.
33
1. Membangun jaringan prasarana lingkungan rumah mendahului
pembangunan rumah, memelihara dan mengelolanya sampai pengesahan dan penyerahan kepada Pemerintah Daerah.
Pembangunan perumahan dapat dilaksanakan oleh pemerintah ataupun pihak swasta. Sesuai dengan UU No 4 Tahun 1992, selain membangun unit
rumah, pengembang juga diwajibkan untuk :
2. Mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum.
3. Melakukan penghijauan lingkungan.
4. Menyediakan tanah untuk sarana lingkungan.
5. Membangun rumah.
33
Budiharjo Mangunwijaya, Sejumlah Masalah Permukiman Kota, Bandung : Alumni, 1992, hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
Permukiman manusia dari perkataan Aristoteles bahwa sasaran permukiman untuk sebuah kota besar adalah untuk membuat individu yang
bahagia dan aman.
34
Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan
dan kata human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana
ligkungannya. Perumahan menitiberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan pemukiman memberikan kesan tentang pemukim
atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau
benda mati yaitu manusia human. Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat kita pisahkan
dan berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan. Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan
segala unsur serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika
pembangunan perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan persyaratan rumah sehat.
35
34
Ibid
35
Bianpoen, Penataan Kota dan Permukiman Buruk, Surabaya : JIIS, 1991, hal 38.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakekatnya saling
melengkapi.
B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen