3.7. Pengujian Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir aktual dapat diukur dari goodness of fit
pada model yang dikembangkan. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis
daerah dimana Ho ditolak, sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho tidak dapat ditolak.
Ho : ßi = 0 Ha : ßi 0
3.7.1 Koefisien Determinasi R
2
Koefisian determinasi R
2
bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R
2
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Sehingga menunjukkan bahwa model dalam penelitian ini
baik untuk digunakan. Bila terdapat nilai adjusted R
2
bernilai negatif, maka nilai adjusted R
2
dianggap bernilai nol.
3.7.2 Uji Signifikansi Simultan Uji Statistik F
Uji statistik F untuk mengukur apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel dependen atau dinamakan dengan uji slope regresi secara bersama. jika F hitung F tabel, maka signifikan menolak Ho, dan sebaliknya
3.7.3 Uji Signifikansi Parameter Individual Uji Statistik t
Pengujian ini adalah prosedur untuk menguji kebenaran atau kepalsuan hipotesis null secara parsial. Hipotesis Null Ho menyatakan bahwa variabel independen
secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap variable dependennya, sedangkan hipotesis alternatifnya Ha menyatakan bahwa variabel independen
secara individu berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya. Dikenal dengan uji slope regresi secara individu.
jika t hitung t tabel maka signifikan menolak Ho, dan sebaliknya
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
4.1 Perkembangan Struktur Industri Perbankan Indonesia
Sejak tahun 1983 pemerintah telah melakukan serangkaian deregulasi di bidang moneter yang pada intinya adalah untuk mengoptimalkan peran perbankan
dengan menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien melalui peningkatan iklim persaingan dalam industri perbankan. Perbankan yang sehat,
kuat dan efisien akan tercipta jika dalam industri terdapat struktur persaingan yang sehat dan bank-bank secara individual dapat hidup dan berkembang dalam situasi
persaingan tersebut. Liberalisasi perbankan di Indonesia telah menyebabkan perubahan struktur
perbankan, yaitu peningkatan jumlah bank dari 111 bank pada tahun 1988 menjadi 240 bank pada 1996 Laporan Bank Indonesia, 1997. Peningkatan jumlah bank
ini telah menyebabkan tingkat persaingan menjadi lebih ketat dalam industri perbankan. Namun disisi lain, perubahan struktur perbankan juga telah
menimbulkan berbagai resiko dalam pelaksanaannya, seperti resiko peningkatan kredit macet dan resiko penyelewengan yang mengakibatkan kerugian karena
ketidakjujuran. Upaya deregulasi akan berpengaruh terhadap tingkat persaingan yang kemudian mengubah konfigurasi struktur pasar perbankan yang ada yang
selanjutnya ditengarai dapat mempengaruhi kinerja industri perbankan tersebut.