PROSES PENGELOLAAN KELAPA SAWIT DAN PROSES PENGELOLAAN LIMBAH
1. Kapasitas Pabrik - Kapasitas terpasang = 40 ton TBSjam
- Kapasitas efektif 98 × 40 tonjam = 39 tonjam - Kemampuan olah satu tahun asumsi produksi puncak 11
= = 177.272 ton TBStahun
2. Proses Pengolahan - PPKS Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit
1. Perebusan 2. Penebahan
3. Pengempaan 4. Klarifikasi
5. Pengeringan 6. Penyimpanan pabrik biji
- PPIS Pabrik Pengolahan Inti Sawit 1. Pengempaan
2. Penyaringan 3. Penyimpanan
3. Pengolahan Limbah a. Limbah Cair
Limbah cair setelah melalui proses anaerob dipompakan ke areal tanaman kelapa sawit sebagai pupuk cair.
b. Limbah Padat - Serabut dan cangkang dipakai sebagai bahan bakar Boiler
- Tandan kosong digunakan sebagai pupuk organik di lapangan
NB: Kriteria Buah Matang adalah kira-kira tandan sudah rontok sekitar 15 butir
KELASI FIKASI BUAH DAN DENDA
1. Klasifikasi buah - Fraksi 5 = Tandan Kosong
- Fraksi 4 = Terlalu Matang
- Fraksi 32 = Matang - Fraksi I = Baik
- Fraksi 0 = Mentah
- Fraksi 00 = Sangat Mentah 2. Denda
a. Buah mentah gabungan fraksi 00 dan 0 didenda 50 × BM × berat TBS yang diterima, hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa 50 sebagai
“angka efisiensi” yang dicapai jika pabrik mengelola Buah Mentah BM. b. Buah lewat matang didenda sebesar 25 × BLM – 5 × berat TBS yang
diterima. Asumsinya, 25 sebagai “angka banyaknya brondolan yang tidak terkutup” karena buah lewat matang BLM. BLM sebagai
persentase buah lewat matang dan 5 sebagai angka yang BLM diperbolehkan.
c. Tandan Kosong TK, didenda 100 atau tidak dibayar d. Buah gagang panjang BG, didenda sebesar 1 × BG × Berat TBS yang
diterima. Asumsinya, 1 sebagai angka perkiraan berat gagang panjang dari berat TBS dan BG sebagai presentase jumlah yang bergagang panjang
e. Bila brondolan yang diterima lebih kecil 12,5 didenda sebesar 30 × 12,5 - X × berat TBS yang diterima. Asumsinya, 30 sebagai angka
kadar minyak dan intisawit yang terkandung dalam berondolan, X sebagai persentase jumlah berondolan yang dikirim.
f. Berondolan yang diterima harus bersih, jika kotor maka di denda dua kali dari berat yang kotor.
g. TBS yang dikirim ke pabrik minimal beratnya 3 Kg. jika kurang maka didenda 70 × Berat TBS yang diterima
Namun, jika TBS yang dikirim dalam kondisi yang baik maka, akan diberikan intensif atau bonus sebesar 3 dari TBS yang diterima
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Implementasi otonomi daerah cukup membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan. Otonomi daerah merupakan salah satu wujud dari diberlakukannya
kebijakan pemerintah berupa desentralisasi. Cheema dan Rondinelli mendefinisikan desentaralisasi sebagai perpindahan kewenangan atau pembagian
kekuasaan dalam perencanaan pemerintah serta management dan pengambilan keputusan dari tingkat nasional ke tingkat daerah Dwiyanto, 2003: 18.
Realitanya terkadang otonomi daerah dimaknai salah oleh berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk pemerintah daerah memaknai otonomi daerah sebagai
bentuk dari kemandirian keuangan sehingga hanya berupaya pada pengejaran PAD Pendapatan Asli Daerah dengan berbagai cara. Artinya, desentralisasi telah
membawa perubahan pada keuangan Pemda Pemerintah Daerah dalam melakukan pembangunan di wilayahnya dengan cara mengoptimalkan potensi
yang dimiliki daerah semaksimal mungkin.
Menurut Mark Turner dan David Hulme Usman, 2004: 33-34 secara politis pergeseran penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi menuju desentralisasi
dapat meningkatkan kemampuan dan tanggung jawab politik daerah; membangun proses desentralisasi yang didalamnya terdapat kompetisi, partisipasi dan
transparansi; dan konselidasi integrasi nasional dengan menghindari konflik antara pusat dan daerah. Secara administratif mampu meningkatkan kemampuan
daerah dalam merumuskan perencanaan dan mengambil keputusan strategis, meningkatkan akuntabilitas dan tanggung jawab publik. Secara ekonomis, mampu
membangun keadilan di semua daerah, mencegah eksploitasi pusat terhadap daerah memberikan public goal dan servis.
Adanya perubahan konstelasi sosial politik di Indonesia terutama dengan adanya desentralisasi telah mempengaruhi adanya kecenderungan direalisasikannya
program community development. Perubahan konstelasi sosial politik itu dapat kita lihat dari pergeseran paradigma, peran dan pola hubungan antar stakeholder,
lainnya juga tampak pada kebijakan yang diambil oleh setiap stakeholder yang berhubungan dalam implementasi program community development. Pihak
berkepentingan stakeholder yang mempunyai hubungan dalam program ini adalah pemerintah, masyarakat lokal, dan sektor privat atau perusahaan.
Hubungan ketiga lembaga di atas, tidak terlepas dengan kondisi sosial politik Indonesia terakhir Supomo: 2002, Habibullah: 2003, PSKK UGM dan UNDP:
2003 yaitu: periode orde baru, periode reformasi, dan periode otonomi daerah.
Pola hubungan pada periode orde baru adalah masa yang harmonis bagi pemerintah dan perusahaan karena sistem pemerintahan yang sentaralis
memungkinkan untuk satu komando satu tujuan di bawah kekuasaan rezim orde baru. Kerjasama ini sifatnya simbiosis mutualisme sehingga baik sektor privat
ataupun pemerintah sama-sama diuntungkan. Sedangkan peran serta atau partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan melakukan check